Metodologi Kristologi Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kristologi dalam Paham Pluralisme Agama Suatu Kajian Kristologi Alkitabiah Terhadap Pandangan Kristologi dalam Pluralisme T1 712007702 BAB II

2.3. Metodologi Kristologi

Ada dua pendekatan yang sering dipakai dalam metodologi 19 Kristologi yakni: metode Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah. Para teolog pada umumnya memilih salah satu dari kedua pendekatan tersebut yang akan menentukan arah dan penekanan pandangan Kristologi mereka. Istilah tinggi rendah ini tidak ada hubungan dan sangkut pautnya dengan pengertian mana yang lebih tinggi atau mana yang lebih rendah dari lainnya. Akan tetapi yang dimaksud dengan Kristologi rendah ialah yang melihat Yesus dalam hubungannya dengan kemanusiaan-Nya. Istilah Kristologi rendah atau Kristologi dari bawah, mengacu pada pendekatan yang dimulai dengan aspek-aspek manusia dan pelayanan Yesus termasuk mukjizat, perumpamaan, dll dan bergerak ke arah Ilahi dan misteri Inkarnasi. Sedangkan Kristologi Tinggi, atau Kristologi dari atas melihat Yesus dalam hubungan dengan ketuhanan-Nya. Istilah Kristologi dari atas mengacu pada pendekatan yang dimulai dengan Keilahian dan pra-eksistensi Kristus sebagai Logos Firman, seperti yang diungkapkan dalam bagian pertama dari Injil Yohanes. Pendekatan ini menafsirkan karya Kristus dalam hal keilahian-Nya. Kristologi dari atas ditekankan dalam Gereja kuno, dimulai dengan Ignatius dari Antiokhia pada abad ke-2. 20 Kedua pendekatan tersebut memang berbeda akan tetapi saling melengkapi dan memperkaya pandangan Kristologis. 19 Menurut Dister, ada empat pendekatan yang dipakai dalam metodologi kristologi, yakni pertama, mendekati Yesus ”sebagai sungguh-sungguh manusia” kristologi dari bawahν kedua, mendengarkan dan menghubungi Yesus melalui pewartaan dan kesaksian iman umat purba; ketiga, menembusi kesaksian, lalu menggali peristiwa historis; keempat, mendekati Yesus sebagai ”Allah dari Allah” kristologi dari atas. Nico Syukur Diester, Kristologi: sebuah sketsa, hlm 28 20 Lihat C. Groenen OFM, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran Tentang Yesus Kristus Pada Umat Kristen, Yogyakarta: Kanasius, 1988 hlm. 265-276 2.3.1. Kristologi Dari Atas Yang dimaksud dengan Kristologi dari atas adalah melihat siapa Yesus Kristus sebelum Dia datang ke dalam dunia. Pandangan ini mengatakan bahwa keAllahan Yesus Kristus terselubung ketika Dia di dalam dunia. Supaya kita dapat mengenal Dia sebagai Allah yang sejati, kita harus melihat siapa Yesus sebelum Dia datang ke dalam dunia. Sebagai contoh adalah Yoh.1:1. Kristologi dari Atas merupakan strategi dan orientasi dasar dari Kristologi sejak awal berdirinya gereja. Kristologi ini juga merupakan pandangan dari Kristologi ortodoks selama zaman sebelum studi kritis terhadap Alkitab. 21 Pendekatan ini secara khusus dianut oleh Karl Barth, Rudolf Bultman, dan Emil Brunner. Beberapa ciri khas Kristologi dari atas yang terungkap di The mediator antara lain 22 : Pertama , Landasan untuk memahami Kristus bukanlah Yesus yang pernah hidup dalam sejarah, melainkan kerygma, yaitu pengumuman gereja mengenai Kristus. Brunner mengatakan, “Iman Kristen hanya muncul dari kesaksian terhadap Kristus dari khotbah yang diberitakan serta tulisan dalam Alkitab. Memang gambaran dari sejarah termasuk juga dalam Alkitab; namun gambaran itu sendiri bukan landasan pengetahuannya.” Kedua , Dalam menyusun suatu Kristologi, terdapat kecenderungan untuk lebih memperhatikan karya tulisan Paulus dan Injil Yohanes dibandingkan dengan ketiga Injil yang lainnya. Tulisan-tulisan Paulus berisi tafsiran-tafsiran teologis yang lebih jelas, sedangkan ketiga Injil Sinoptis lebih merupakan laporan yang lazim saja 21 Ibid 22 Emil Brunner, The Mediator London: Lutterwoth, 1934, hlm. 158 tentang tindakan dan ajaran Yesus. Ketiga , Iman pada Kristus tidak dilandaskan pada bukti rasional juga tidak disahkan olehnya. Iman tersebut tidak mungkin dibuktikan secara ilmiah. Isi dari iman tersebut terletak di luar wawasan alamiah dan penelitian sejarah. Sekalipun penelitian sejarah dapat meniadakan beberapa halangan misalnya, yang menghalangi percaya pada ke-Tuhanan Yesus Kristus, namun penelitian tersebut tidak akan berhasil menegakkan kepercayaan- kepercayaan itu. “Yesus mengajar sekelompok murid di tepi danau” merupakan sebuah pernyataan yang dapat diletiti secara sejarahν “Yesus adalah oknum kedua Trinitas” tidak dapat disebut pernyataan yang dapat dileliti. Kita menerima pernyataan- pernyataan historis setelah diyakinkan secara rasional. Kita menerima pewartaan Injil dengan iman. Brunner membuat perbedaan yang menjelaskan pengertian yang menurut anggapannya membedakan Kristologi sebagai bersifat historis dan bukan bersifat historis. Perbedaan tersebut terdapat di antara “Kristus dalam daging” dan “Kristus menurut daging.” Yang dimaksudkan dengan “Kristus dalam daging” ialah bahwa Allah telah menjelma, yaitu Firman yang menjadi daging dan memasuki sejarah. Sedangkan yang dimaksudkan “Kristus menurut daging” ialah Kristus yang dikenal oleh ahli penulis sejarah dengan metode riset tertentu yang dipakainya. Brunner menekankan Kristus dalam daging. Namun ia juga tidak mengabaikan Kristus menurut daging. Sebab sekalipun iman tidak pernah timbul sebagai hasil pengamatan terhadap fakta, melainkan oleh kesaksian gereja dan firman Allah, kenyataan bahwa firman itu telah datang “dalam daging” berarti bahwa iman bagaimanapun ada juga kaitannya dengan pengamatan. 23 2.3.2. Kristologi Dari Bawah Kristologi dari bawah, memiliki pendekatan yang justru kebalikan dari pandangan tersebut di atas. Pandangan ini justru memperhatikan secara sungguh-sungguh siapa Yesus ketika Dia berada di dalam dunia. Bagaimana hidup-Nya, kuasa-Nya, serta apa yang dikatakan-Nya. Semua itu menunjukkan siapa Dia sesungguhnya. Sebagai contoh, kita dapat melihat khotbah Petrus pada Kis.2. Untuk mempelajari pendekatan Kristologi dari bawah dapat ditemukan di dalam karya Wolfhart Pannenberg yang berjudul Jesus – God and Man ; dalam karya ini Pannenberg telah menghasilkan diskusi yang saksama tentang Kristologi. 24 Pannenberg mengajukan tiga alasan mendasar mengapa dia sendiri tidak dapat menggunakan metode Kristologi dari atas. Pertama , Tugas Kristologi ialah menyajikan dukungan rasional terhadap kepercayaan akan ke-Allahan Yesus, karena pokok inilah yang dewasa ini diperdebatkan. Kristologi dari atas tidak dapat diterima karena sudah meyakini sebelumnya akan ke-Allahan Yesus. Kedua , Kristologi dari atas cenderung untuk mengesampingkan pentingnya ciri-ciri historis Yesus dari Nazaret. Khususnya, hubungan Yesus dengan Yudaisme pada zaman-Nya, yang merupakan bagian penting untuk memahami hidup dan amanat-Nya hal ini hampir tidak diperhitungkan oleh Kristologi dari atas. Ketiga , Sesungguhnya, sebuah Kristologi dari atas hanya dapat dilakukan oleh 23 Ibid ., hlm. 158 24 Wolfhart Pannenberg, Jesus – God and Man Philadelphia: Westminster, 1968, hlm. 34-35 posisi Allah sendiri, dan tidak dapat dilakukan oleh manusia. Kita ini terbatas, manusia yang terikat pada bumi ini, oleh karena itu kita harus mengawali semua penelaahan kita dari sudut pandangan bumi pula. 25 Pannenberg memperjelas garis batas Kristologi dari bawah yang memperlihatkan kontras dengan Kristologi dari atas antara lain. 26 Pertama, penelitian sejarah yang melatarbelakangi pewartaan Perjanjian Baru dimungkinkan dan bahkan diperlukan secara teologis. Penelitian bentuk sastra telah menunjukkan bahwa urutan kronologi yang tepat tentang kehidupan Yesus tidak dapat disusun. Apabila manusia hanya melandaskan iman hanya pada pewartaan rasuli saja, dan sama sekali tidak peka pada fakta-fakta historis dalam kehidupan Yesus juga, maka tidak dapat menghilangkan kecurigaan dan ketakutan bahwa iman orang Kristen salah. Kalau hal ini terjadi, maka Pannenberg akan mengatakan bahwa iman Kristen bukan kepada Yesus Kristus, melainkan kepada Lukas, Matius, Paulus atau salah seorang penulis kitab lain dalam Perjanjian baru. Kesulitan lainnya apabila orang Kristen melandaskan imannya hanya pada pewartaan rasuli saja ialah kenyataan bahwa saksi-saksi Perjanjian Baru itu tidak memberi kesatuan, melainkan keanekaragaman dan bahkan pertentangan. Orang percaya harus menerobos kesaksian yang beragam ini untuk menemukan Yesus yang mereka tunjuk itu. Kedua, sejarah itu sifatnya tunggal dan bukan rangkap. Hidup, ajaran, dan pelayanan Yesus, termasuk kematian dan kebangkitan-Nya, bukan merupakan bagian yang tersendiri dari sejarah yang unik, berbeda 25 Ibid 26 Ibid ., hlm. 23-25 dari sejarah pada umumnya. Tidak ada suatu bidang yang dinamakan sejarah penebusan atau sejarah suci atau nama apa saja. Bagi Pannenberg sejarah Kristus merupakan bagian dari keseluruhan sejarah dunia. Hal itu tidak dapat dipisahkan atau diasingkan dari sejarah pada umumnya. Oleh karena itu, dalam mempelajari sejarah Kristus kita tidak perlu memakai metode yang berbeda dari metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan tentang sejarah yang biasa. Ketiga, jelas sudah bahwa sejarah Kristologi dari bawah menyajikan kepada orang percaya Yesus yang sungguh-sungguh manusiawi. Namun dapatkah Kristologi ini menegakkan ke-Tuhanan Yesus? Bukti yang seringkali dikemukakan oleh Kristologi dari bawah dalam usaha untuk membuktikan kesatuan Yesus dengan Allah adalah pernyataan Yesus sebelum paskah yang berisi pernyataan tentang wibawa- Nya yang setara dengan Allah lewat perbuatan dan perkataan-Nya. Penegasan ini terwujud dalam kebangkitan Yesus Kristus. Pannenberg percaya bahwa kebangkitan Yesus merupakan suatu fakta sejarah.

2.4. Ke-Tuhanan Yesus