atau tinggal sendiri tanpa kehadiran pasangan, dan membesarkan anak-anaknya sendiri.
Dwiyani mendefinisikan perempuan
single parent
merupakan “ibu yang mengasuh anak-anaknya sendirian tanpa didampingi oleh suami atau pasangan hidup
yang disebabkan oleh perceraian, kematian pasangan hidup, terpisah tempat tinggal, hamil diluar pernikahan dan memutuskan untuk mengadopsi anak dan diasuh sendiri
tanpa proses pernikahan”.
3
Sedangkan Anderson, et al mengartikan perempuan
single parent
sebagai “ibu yang memilih untuk hidup sendiri tanpa pendamping dikarenakan perp
isahan atau perceraian”. Exter dalam Anderson, mengatakan bahwa; “menjadi
single parent
merupakan pilihan hidup yang dijalani oleh individu yang berkomitmen untuk tidak menikah atau menjalin hub
ungan intim dengan orang lain”.
Single parent
dapat pula diartikan sebagai sosok yang menjadi tulang punggung keluarga, baik karena bercerai, kematian atau karena tidak menikah”.
4
Penulis memberikan kesimpulan bahwa; Perempuan
single parent
merupakan sebuah keluarga yang hanya terwakili oleh satu orang tua, dan kemudian mengusung kompleksitas kehidupan
keluarga dan menjaga tatanan kehidupan keluarga dengan penuh rasa tanggung jawab
responsible
.
2.2 Masalah-masalah yang dihadapi keluarga
Single Parent
Weinraub dan Wolf, menemukan bahwa, orang tua tunggal apabila dibandingkan dengan orang tua yang menikah cenderung berada pada keterisolasian
3
Dwiyani. Jika Aku harus Mengasuh Anakku sendiri. Jakarta: PT.Alexmedia Copitindo,2009, 59
4
Anderson, C.A. Carnagey, N.L., Eubanks, J. Exposure to violent media: The effect of songs with violent Lyrics on aggresive thoughts and feelings. Journal of personality and social Psychology,
84,2003, 960- 971
dalam kehidupan, bekerja lebih lama, kurangnya dukungan, cenderung stress akan perubahan hidup dan memiliki jaringan sosial
social network
yang kurang stabil. Castros juga menenukan bahwa wanita yang memiliki anak jauh kemungkinannya
untuk menikah lagi, dibandingkan pria yang memiliki anak.
5
Sebagaimana dijelaskan di atas, penulis melihat bahwa; probabilitas perempuan
single parent
memiliki polemik yang besar apabila dianalogikan dengan perempuan yang memiliki pasangan
dalam keluarga lazim, sebab kehidupannya lebih difokuskan sebagaimana menjalani peran ganda
dual role
, juga secara fundamental memiliki beban ganda
double burden
. Menurut Gootman dan De Clair; “keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak
penting karena mempengaruhi perkembangan sosial anak. Anak-anak yang mendapat kehangatan dari ayah semasa kanak-kanak cenderung memiliki hubungan sosial yang
baik. Ibu berperan sebagai orang tua tunggal dianggap memiliki keterbatasan dalam proses pembentukan kemandirian anak”.
6
Hal yang sejalan dikemukan juga oleh Dagun, lewat hasil penelitian terhadap perkembangan anak yang tidak mendapat
asuhan dan perhatian ayah memb enarkan bahwa; “perkembangan anak menjadi
pincang. Kelompok anak yang tidak mendapatkan perhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktifitas sosial terhambat dan interaksi
5
Shannon Sommer Karyn m. Plumm Cheryl a. Terrance, Perceptions of Younger Single Adultsas a Function of Their Gender and Number of Children, The Journal of General Psychology, 1402,2013,
90
6
Gootman De
Claire. Kiat-kiat
membesarkan anak
yang memiliki
kecemasan emosional.ed.T.Hermaya.
Jakarta:Gramedia PustakaUtama,1998, 185
sosial terbatas, hal ini berlaku bagi anak lelaki yang kemungkinan maskulinnya ciri- ciri laki-
laki bisa menjadi kabur”.
7
Hurlock merumuskan masalah umum yang dihadapi orang tua tunggal menjanda.
a. Masalah Ekonomi
Ketika menjadi
single parent,
maka akan mengalami kurangnya
income
dalam keluarga, sehingga pemenuhan kebutuhan terminimalisir. Seorang
single parent
yang memulai aktifitas perekonomian pada usia madya, cenderung atau bahkan tidak dapat memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kehidupan
keluarganya. b.
Masalah Praktis Menjalankan hidup dalam kesendirian setelah terbiasa hidup lewat bantuan
pasangan. Tetapi, perceraian menambah sudah pekerjaan tunggal dengan pendapatan minim.
c. Masalah Sosial
Kehidupan sosial diantara orang berusia madya hampir sama halnya dengan kehidupan orang dewasa-muda, yaitu berorientasi pada pasangan. Seorang
single parent
akan mengalami kesulitan dalam berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial karena tidak adanya pasangan.
7
Save M. Dagun, Psikologi Keluarga,Jakarta : Rineka Cipta,2002, 13
d. Masalah Seksual
Keinginan seksual yang tidak terpenuhi setalah sebelumnya secara intens dilakukan selama bertahun-tahun, kemudian semenjak ditinggal pasangan
membuat
single parent
mengalami frustasi karena merasa tidak terpakai lagi. e.
Masalah Keluarga Apabila masih mempunyai anak yang tinggal serumah, maka ibu
single parent
harus memainkan peran ganda yakni sebagai ayah dan ibu, kemudian harus menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam keluarga tanpa pasangan selain
itu juga harus menghadapi masalah yang berhubungan anggota keluarga yakni dengan orang tua ibu
single parent
. f.
Masalah Tempat Tinggal Ketergantungan
single parent
diperhadapkan pada dua kondisi. Pertama, status ekonomi, dan kedua, masalah tempat tinggal bukan lingkungan tetapi lebih
kepada infrastruktur fisik bangunan rumah. Dengan demikian,
single parent
mengalami sebuah permaslahan penerimaan dalam keluarga atau orang yang bersedia menampung atau tinggal bersama dengan
single parent
dikarenakan keadaan ekonomi yang dialami oleh
single parent
.
8
Menurut perlmutter dan hall dalam Listiyanti, ada beberapa sebab mengapa sampai seorang menjadi
single parent
, yaitu karena kematiansuami atau istri, perceraian atau perpisahan, mempunyai anak tanpa menikah. Sejalan dengan itu
menurut Dwiyani, menjadi
single parent
adalah konsekuensi ketika pasangannya;
8
Hurlock.E. Perkembangan anak.Jilid 2 edisi ke enam. Jakarta:Erlangga,1990, 29
meninggal, memilih bercerai dan kegagalan dalam membangun rumah tangga oleh karena tidak menikah. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
9
a. Menjadi orang tua tunggal sebagai konsekuensi pasangan yang meninggal
Orang tua tunggal sebagai akibat salah satu pasangan meninggal dunia, sering berlarut dalam kesedihan. Permasalahan yang kerap muncul pada tipologi ini
adalah finansial, ditambah lagi dengan pasangan yang meninggal merupakan tulang punggung keluarga.
b. Menjadi orang tua tunggal sebagai konsekuensi perceraian
Permasalahan yang sering muncul pasca perceraian lebih disebabkan kekurang dewasaan masing-masing pihak dalam menyikapi perceraiannya, terlebih jika
perceraian yang dibumbuhi oleh konflik saling menyakiti baik fisik, verbal, emosional maupun yang lain. Pasangan yang memiliki konlik, pasca perceraian
akan berpengaruh pada pola dalam mengasuh anak. Hal ini kerap menimbulkan kekerasan terhadap anak.
c. Menjadi orang tua tunggal sebagai konsekuensi kegagalan menikah
Orang tua tunggal dalam tipologi ini disebabkan oleh kehamilan diluar ikatan pernikahan, dan hampir seluruhnya masih pada usia belia, bahkan bisa jadi mereka
belum siap untuk menjadi orang tua. Tipologi orangtua ini kemudian menjadi dua yakni; 1 Hal ini terjadi atas inisiatif sendiri, sehingga memilih untuk mengasuh
anak secara tunggal; 2 Hal ini terjadi karena terpaksa, dalam kaitannya dengan tidak ada konsensus yang mengarah pada pernikahan.
9
Dwiyani, .Jika Aku harus Mengasuh Anakku sendiri.Jakarta:PT.Alexmedia copitindo,2009, 56
Pandangan penulis terkait tipologi yang telah dipaparkan di atas dalam hal sejalan dengan temuan penulis adalah tipologi
single parent
yang gagal menikah. Pasalnya, eksistensi mereka seakan terusik oleh pihak eksternal keluarga dan
lingkungan sosial yang memahami mereka secara kontradiktif dan langsung menjustifikasi mereka tanpa mengenali permasalahan yang sebenarnya terjadi. Stress
merupakan gejolak psikologi yang secara visual merupakan dampak dalam diri dan pengaruh lingkungan. Hal ini kemudian sangat berdampak pada perkembangan dan
pertumbuhan anak. Caballo dan Mcloyd, berpendapat bahwa; ketika menjadi
single parent,
maka akan
terbelenggu dalam keadaan kerugian sosio-ekonomi yang lebih besar, mereka
single parent
juga cenderung berpenghasilan rendah, lebih bermain sebagai penyewa rumah daripada pemilik rumah, kemudian kebanyakan mereka adalah pengangguran dan
menganggap diri rendah. Bigner menyebutkan, ibu tunggal lazimnya lebih senang menghukum anak dan memiliki gaya pengasuhan yang otoriter.
10
Anak yang dibesarkan dalam keluarg
single parent
memiliki perilaku yang berbeda dalam hal ini, perilaku agresif dan tidak patuh, masalah di sekolah, masalah dengan teman, dan kerap
cemas bosan ketika berada di sekolah.
11
Legros mengkalim lewat studinya mengenai keluarga
single parent
bahwa, kemungkinan anak-anak mengalami keterbelakangan psiko-emosional, gangguan perilaku, gagal dalam sekolah dan bahkan kejahatan lebih
tinggi merupakan perilaku anak dari keluarga
single parent
. Hal tersebut menjadi
10
Caballo Mcloyd in Nicolette, “Maternal Parenting In Single And Two-Parent Families In South
Africa From A Child’s Perspective”, Social Behavior And Personality, 2011, 5, 578
11
Jane Brooks, The Process of Parenting, Amerika : Pustaka Belajar, 2011, 795
kendala bagi orang tua tunggal dalam beradaptasi, bahkan menjadi korban baru dari kemiskinan, mereplikasi diri, mereproduksi dan memperluas seluruh rantai masalah
sosial.
12
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah- masalah yang dihadapi oleh perempuan yang berperan sebagai orang-tua tunggal
adalah masalah ekonomi atau keuangan, masalah keluarga, masalah tempat tinggal, masalah sosial, masalah praktis, dan masalah seksual. untuk itu
single parent
harus mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai orang tua dengan baik terhadap
anak, jika itu tidak dilakukan dengan baik, maka pada anak akan berdampak negatif.
2.3 Peran