42
perlindungan masyarakat. Jadi di dalam penger tian “
social policy,
sekaligus tercakup di dalamnya
l
social welfare
policy” dan “
social clefence policy.
12
Dilihat dalam arti luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum
pidana materiil, di bidang hukum pidana formal dan di bidang hukum pelaksanaan pidana. Berdasarkan cakupan
kebijakan hukum pidana bahwa kebijakan hukum pidana dalam pengambalian kerugian keuangan negara yaitu dalam
kebijakan hukum formulasi.
B. Kebijakan Hukum Pidana Korupsi
1. Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi selama ini terjadi secara sistematik dan meluas. Dengan meluasnya tindak pidana
korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
12
Barda Nawawi Arief.Ibid. Hlm.28.
43
ekonomi masyarakat secara meluas.
13
Dengan meluasnya tindak pidana korupsi, sehingga tindak pidana korupsi
digolongkan sebagai kejahatan luar biasa
extra-ordinary crimes
.
14
Oleh karena itu perlu upaya pemberantasan secara luar biasa
extra-ordinary enforcement.
Menurut Robert Klitgaard, definisi korupsi adalah suatu yang membuang-buang waktu, dan lebih membahas
cara-cara untuk memberantas korupsi itu sendiri.
15
Pengertian korupsi dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat pada Pasal 2 ayat 1
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Pengertian lain, korupsi dapat diartikan sebagai “prilaku tidak mematuhi
prinsip”, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik. Putusan dibuat berdasarkan hubungan pribadi
13
H.Elwi Danil. Korupsi :Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012.hlm.55.
14
Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta:Sinar Grafika.2010.hlm.28.
15
H.Elwi Danil. Korupsi: konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2012.Hlm.4.
44
atau keluarga, korupsi akan timbul, termasuk juga konflik kepentingan dan nepotisme.
16
Pengertian secara yuridis dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi memberikan
batasan agar dapat memahami rumusan delik. Dalam memahami rumusan delik maka dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
17
1. kelompok delik yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 2,3 Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 ;
2. kelompok delik penyuapan, baik aktif yang
menyuap maupun pasif yang menerima suap Pasal 5, 11 ,12, 12 B Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001 ;
3. kelompok delik penggelapan Pasal 8, 10
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 ; 4.
kelompok delik pemerasan dalam jabatan Pasal 12e dan f undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 ; 5.
kelompok delik yang berkaitan dengan pemborosan, leveransir, dan rekanan Pasal 7
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
16
Marwan Effendy. Korupsi Strategi Nasional Pencegahan Serta Pemberantasannya. Jakarta Selatan: Referensi.hlm.19
17
Chaerudin , Ahmad Syaiful Dinar Syarif Fadillah. Strategi Pencegahan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 4.
45
Menurut Vito tanzin bahwa korupsi merupakan perilaku yang tidak mematuhi suatu prinsip, dilakukan oleh
perorangan di sektor swasta atau pejabat publik. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang
dari piblic official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
18
Menurut pandangan Patrick Glynn, Stephen J. Korbin dan Moises Naim yang dikutip dalam buku Marwan Effendy
yang berjudul korupsi strategi nasional pencegahan serta pemberantasannya, menyatakan “bahwa korupsi dapat
muncul akibat perubahan politik yang sistematik, sehingga memperlemah atau menggancurkan tidak saja lembaga sosial
dan politik, tetapi juga hukum”.
19
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto gejala korupsi muncul ditandai dengan adanya penggunaan
18
Chaerudin Ahmad Syaiful Dinar Syarif Fadillah. Strategi Pencegahan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika Aditama. Op.cit,.
Hal 2.
19
Marwan effendy. Korupsi Srategi Nasional Serta Pemberantasannya.Jakarta Selatan: Referensi.Hlm.25.
46
kekuasaan dan wewenang publik, untuk kepentingan pribadi atau golongan tertent, yang sifatnya melanggar hukum dan
norma-norma lainnya.
20
Sehingga dari perbuatannya tersebut dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian
negara serta orang perorangan atau masyarakat. Berdasarkan pandangan diatas bahwa sejalan dengan
pandangan Bologna et al dikutip dalam buku Marwan Effendy yang berjudul korupsi strategi nasional
pencegahan pemberantasannya yaitu dalam teori gone ada 4 empat faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
kejahatan:
21
1. keserakahan
Greeds,
berkaitan dengan adanya prilaku serakah yang secara potensial ada di
dalam diri setiap orang; 2.
kesepatan
Opportunities
, berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat
yang sedemikian
rupa sehingga
terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan terhadapnya; 3.
kebutuhan
Needs
, berkaitan dengan faktor- faktor yang dibutuhkan oleh individu-individu
untuk menunjang hidupnya yang wajar; 4.
dipamerkan pengungkapan
Exposures
, berkaitan dengan tindakan atau konsekuwensi
20
Soerjono Soekanto, Mutafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta:Rajawali. 1980.Hlm.281.
21
Marwan Effendi.ibid.Hlm.26-27.
47
yang akan dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila
pelaku ditemukan
melakukan kecurangan.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang tidak hanya merugikan keuangan negara namun juga
menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat. Menurut Barda Nawawi Arief bahwa tindak pidana korupsi
merupakan perbuatan tercela, terkutuk dan sangat dibenci
oleh sebagian masyarakat; tidak hanya oleh masyarakat dan bangsa Indonesia tetapi juga oleh masyarakat bangsa-bangsa
di dunia.
22
Kebijakan dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah menjadi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi.
Menurut Barda Nawawi bahwa Stategi dalam Pemberantasan Korupsi, bukan pada pemberantasan korupsi
itu send iri melainkan pemberantasan “kausa dan kondisi
22
Muladi dan Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung:Alumni.Hlm.133.
48
yang menimbulkan terjadinya korupsi”,
23
pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum pidana hanya merupakan
pemberantasan
simptomatik,
sedangkan pemberantasan kausa dan
kondisi yang
menimbulkan terjadinya
korupsi merupakan pemberantasan
Kausatif.
24
Pemberantasan dan penangulangan tindak pidana korupsi dilakukan oleh pemerintah yaitu kepolisian,
kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi kejaksaan
mengalami berbagai kendala. Kebijakan hukum dalam tindak pidana korupsi dalam
hal ini menggunakan sarana penal yaitu menggunakan tahap formulasi. Bahwa kebijakan legislatif merupakan tahap yang
strategis dari “penal policy”.
25
Dalam hal ini bahwa kesalahankelemahan
kebijakan legislatif
merupakan kesalahan strategis
yang dapat menghambat upaya
23
Marwan Effendy. Korupsi Strategi Nasional Pencegahan Serta Pemberantasannya. Jakarta Selatan: Referensi.2013.hlm.150-151.
24
Marwan Effendy. Ibid.op.cit.Hlm 151
25
Barda Namawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.Hlm.79.
49
pencegahan dan penangulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
26
2. Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi