Kasus Pertama Perpaduan Tingkat Komitmen dan Tingka Abstraksi

LEMBAR TUGAS SUPERVISI AKADEMIK 1. Bersimulasi menerapkan teknik-teknik supervisi akademik, baik teknik supervisi individual maupun maupun teknik supervisi kelompokak. Satu peserta bersimulai mempraktekkan satu teknik supervisi akademik. 2. Setiap peserta, dengan menggunakan instrumen skala kepuasan kerja diri sebagaimana ada pada bab V, ditugaskan mengukur kepuasan kerja yang dirasakan dirinya masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan analisis dan pengembangan program pemenuhan kebutuhan. 3. Setiap peserta melakukan pengembangan program supervisi pada kasus-kasus berikut:

a. Kasus Pertama

Ibu Susi adalah seorang guru Bahasa Indonesia yang telah mengajar selama dua belas tahun di Sekolah Dasar Negeri Pringgondani. Dia telah berkeluarga, tetapi belum memiliki anak, dan tinggal di sebuah kawasan mewah sekitar sepuluh kilometer dari kawasan miskin dimana SDN Pringgondani berada. Alasan utama mengapa ia mau menjadi guru adalah keinginannya “untuk membantu siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut memperoleh pengetahuan untuk mengapresiasi karya sastra.” Dia merupakan seorang sangat aktif membaca baik mengenai sastra lama maupun sastra modern. Kadang-kadang dia juga memubat karangan cerita pendek. Ibu Susi sebenarnya merupakan guru yang kompeten. Dia memiliki gaya bicara yang meledak-ledak. Tubuhnya yang besar, 111 segar, dan tinggi membuat penampilannya mengesankan setiap orang yang melihat. Banyak siswa yang takut padanya dan ketika anak-anak lama bertemu siswa baru mereka sering memperingatkan dengan berkata “Kamu jangan macam-macam dengan Ibu Susi”. Hampir semua siswa enggan mengatakan bahwa kelas yang diajar Ibu Susi memberi manfaat. Ketika kerja keras dan tekanan yang diberikan Ibu berlalu, mereka seperti terlepas dari belenggu seorang pembaca dan penulis yang baik. Ibu Susi, kecuali menurut seorang teman akrabnya, tidak disukai oleh guru-guru lain di SDN Pringgondani. Guru-guru itu sering mengeluhkan sikapnya yang sombong dan elitis. Dia suka menunjukkan kesan bahwa SD Pringgondani diuntungkan oleh keberadaannya di sekolah itu. Dia suka pamer bahwa sebenarnya dia telah diterima sebagai seorang mahasiswa Program S3 pada sebuah universitas yang ternama, tetapi dia lebih memilih menjadi guru-guru di kawasan miskin. Dalam setiap rapat, sikap superioritasnya selalu muncul. Dia selalu memiliki jawaban yang baik terhadap setiap persoalan yang timbul di sekolah. Dia berpengetahuan luas, mampu melakukan analisis yang mendalam, dan memiliki usul-usul yang baik untuk mengatasi berbagai masalah. Akan tetapi, ketika saatnya harus bertindak, dia selalu tertinggal di belakang. Dia mudah mengajukan berbagai saran mengenai berbagai hal yang dapat dikerjakan atau apa yang seharusnya dikerjakan oleh guru lain agar SD Pringgondani menjadi lebih baik, akan tetapi biasanya ia merupakan guru yang datang terakhir di sekolah tetapi paling awal meninggalkan sekolah. 112

b. Kasus Dua