PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT OLEH ANGGOTA DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG PADA TAHUN 2011 - 2012

(1)

PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT OLEH ANGGOTA DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011 - 2012

Oleh

HENDY PRADICA

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT OLEH ANGGOTA DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG

PADA TAHUN 2011 - 2012 Oleh

HENDY PRADICA

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga yang mewakili seluruh lapisan masyarakat dalam roda pemerintahan. Karena DPRD dipilih melalui pemilihan umum yang artinya DPRD menjadi wakil dari masyarakat di daerah untuk menyalurkan aspirasi yang ada. Sehingga sudah menjadi suatu kewajiban bagi DPRD untuk menyerap aspirasi yang ada sebagai bentuk dari pertanggungjawaban moral dan sudah menjadi salah satu tugas dan fungsi DPRD untuk menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan masyarakat kepada lembaga DPRD. Namun jika kita melihat dengan banyaknya kasus anggota Dewan yang terjerat kasus criminal dan masih banyaknya kebijakan – kebijakan yang dibuat menunjukkan kinerja DPRD dalam menjalankan tugas dan fungsi khususnya dalam hal penyerapan aspirasi masyarakat yang berdampak hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga DPRD itusendiri.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran terkait bagaimana penyerapan aspirasi masyarakat oleh anggota DPRD kota Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 dan apa saja upaya yang telah dilakukan oleh DPRD untuk meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan observasi.

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Penyerapan apirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 menggunakan metode atau pola – pola penyerapan aspirasi masyarakat secara aktif dan pasif. Metode atau


(3)

pola penyerapan aspirasi secara aktif dilakukan dalam bentuk kunjungan kerja formal (Kunker), baik kunker ke dalam daerah, kunker keluar daerah, serta kunker secara informal. Untuk pola – pola penyerapan aspirasi masyarakat secara pasif, DPRD Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 melakukan dengan cara menunggu surat pengaduan yang masuk kesekertariat DPRD Bandar Lampung dan dalam bentuk kunjungan langsung masyarakat ke gedung DPRD Bandar Lampung. Terkait jangka waktu penyerapan aspirasi sampai menghasilkan surat rekomendasi kepada pemerintah daerah, DPRD Bandar Lampung membutuhkan waktu minimal sekitar satu sampai tiga minggu atau lebih jika berkaitan dengan hukum yang ada. Untuk hasil tindak lanjut dari aspirasi itu sendiri, DPRD Bandar Lampung menindaklanjuti dengan rapat – rapat yang ada di DPRD Bandar Lampung. (2) Upaya – upaya yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam menyerap aspirasi masyarakat masih sangat rendah, ini dapat dilihat dari produk yang dihasilkan badan legislatif pada tahun 2011 - 2012 yang hanya 7 Peraturan Daerah (Perda).

Penelitian ini merekomendasikan (1) Melakukan pertemuan antara warga dengan DPRD yang harus dilakukan secara berkala. (2) Membuka saluran kritik dan saran untuk DPRD melalui telepon, email dan lain sebagainya. (3) Meningkatkan kerjasama dengan lembaga informal masyarakat dan lembaga – lembaga pendidikan dalam berbagai hal yang terkait dengan aspirasi masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan mengadakan forum diskusi atau workshop. (4) Perlunya meningkatkan intensitas koordinasi antara DPRD dengan pemerintah kota, sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Peningkatan intensitas dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan rapat koordinasi yang harus dihadiri kedua belah pihak.

Kata Kunci : Penyerapan Aspirasi Masyrakat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


(4)

ABSTRACT

ABSORPTION OF PUBLIC ASPIRATIONS

BY MEMBERS OF LOCAL REPRESENTATIVE COUNCIL BANDAR LAMPUNG IN THE YEAR 2011 - 2012

by

HENDY PRADICA

Local Representatives Council (DPRD) is an institution that represents all people of the regional. Because DPRD members/legislator are elected through the general elections, it means they have obligation to channelling the public aspirations. They sholud absorb the public aspirations because it’s their moral responsibility, as well as their constitusional task and function. They muster and merger public aspirations, then channelling it to the local goverment, so that the goverment could fulfil these aspiration. But if we look at the number of cases that ensnared members of the Board of the criminal case and there are many policies - policies that demonstrate the performance of Parliament made in carrying out its duties and functions, especially in terms of impacting people's aspirations absorption loss of trust in the Parliament it self.

The purpose of this study is to understand how the public aspirations channeled by legislators Bandar Lampung in 2011 - 2012 and what the DPRD does to increase the public aspirastions absorption. The method used in this study was a descriptive study with a qualitative approach. Techniques of data collection are interviews, documentation and observation.

The results of this study were (1) Absorption public aspirations made by Parliament Bandar Lampung in the year 2011 to 2012 active or passive method. Method or pattern aspiration is actively carried out in the form of a formal working visit (Kunker), both receiving the visit to the region, receiving the visit out of the area, as well as receiving the visit informally. The pattern of passive aspiration of public, members of DPRD Bandar Lampung in 2011 - 2012 to do with the way a complaint letter waiting for incoming to the secretariat Local Representatives Council Bandar Lampung and the public in the form of direct visits to parliament Bandar Lampung. Period related aspiration to produce a letter


(5)

of recommendation to the local government, Local Representatives Council Bandar Lampung takes a minimum of about one to three weeks or more if associated with existing law. For the follow-up results from the aspiration itself, Local Representatives Council Bandar Lampung follows up with a meeting that is in his secertariat. (2) The efforts done by DPRD’s members in absorbing public aspiration is still low, which seen form the product of legislative body in 2011 – 2012 only 7 local regulation (Perda).

This study recommends (1) A meeting between the community with DPRD should be conducted periodically. (2) Opening channel criticism and suggestions for DPRD by phone, emails, etc. (3) Increasing cooperation with informal institutions of public and institutions - educational institutions in various matters related to the aspirations of the people. This can be done by holding a discussion forum or workshop. (4) The need for improved coordination between the intensity of Parliament with the city government, the local government administrators. The increase in intensity can be done by increasing the activity of coordination meetings should be attended by both parties.


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Penulis bernama lengkap Hendy Pradica, lahir di Kota Bandar Lampung pada tanggal 24 Desember 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Ayahanda Sudibyo, BE. dan Ibunda Henti Tri Yani, A.Ma. . Penulis dibesarkan dan menetap di Kota kelahirannya Bandar Lampung bersama keluarga besarnya.

Peneliti mulai mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak Amarta Tani pada tahun 1993-1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di SD Xaverius Bandar Lampung pada tahun 1995-2001. Pendidikan Lanjut Tingkat Pertama peneliti tempuh pada tahun 2001-2004 di SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Setelah menyelesaikan Pendidikan Lanjut Tingkat Pertama, peneliti mengenyam Pendidikan Lanjut Tingkat Atas di SMA GAJAH MADA pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 peneliti berhasil masuk perguruan tinggi UNILA melalui jalur undangan dan menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).

Selama menimba ilmu di FISIP UNILA, penulis turut mengikuti organisasi kemahasiswaan, yaitu anggota HIMAGARA. Pada tahun 2010 peneliti mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang diselenggarakan oleh UNILA di desa Rejomulyo, Kecamatan Metro Timur selama 30 hari. Selama mengikuti kegiatan PKL peneliti mendapatkan keluarga dan teman-teman baru serta pembelajaran


(11)

yang berharga bagi penulis dalam hidup bermasyarakat yang tidak mungkin terlupakan.

Penulis bukanlah seorang pribadi yang sudah mampu mandiri dalam berbagai hal. Semangat dan dukungan dari keluarga dan teman-teman menjadi kekuatan bagi penulis dalam melangkah selama ini. Oleh karena itu, peneliti ingin menjadi seseorang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga maupun bagi orang lain sehingga kehadiran penulis di dunia dapat memliki arti dan dapat dikenang sebagai pribadi yang baik.


(12)

Dengan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas nikmat, rakhmat dan karunia yang tak terhingga,

kupersembahkan sebuah karya sederhana ini untuk:

Ibundaku tercinta, Henti Triyani, A.Ma. Wanita terhebat dihidupku yang mengajarkan padaku bahwa sosok ibu takkan pernah tergantikan dalam

hidup anak-anaknya. Terima kasih bu untuk semangatmu untuk terus menyayangiku dan mendukungku

Ayahanda tersayang, Sudibyo, BE. Terima kasih untuk kasih sayangmu dan semangatmu yang selalu mendukungku dalam menuntut ilmu. Ayah

adalah panutanku yang selalu kubanggakan…

Adikku, Hendri Primas Tri Pradica terima kasih untuk semngat dan dukungannya selama ini.

Intan Fania …thanks for everything. Thanks for accepting me as I am

Saudara-saudaraku tercinta, ASEM MANIS. Bersama kalian kutemukan arti persaudaraan. Semoga ASEM MANIS sukses selalu…Amin

Para pendidik dan Almamater tercinta. Terima kasih telah mewariskan


(13)

Motto

Allways positf thingking, God will show me the way..

I can do anything, except raise the dead,

I can do anything, as long as i keep trying,

I can do anything, as long as God wills,

Always be yourself, kind, not arrogant, deligent saving,

helpful, and families first.

““Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah

tanpa berlebihan dan sikap sombong.” Riwayat Ahmad dan

Abu Dawud

.”

Aku percaya bahwa apapun yang aku terima saat ini

adalah yang terbaik dari Tuhan dan aku percaya Dia akan

selalu memberikan yang terbaik untukku pada waktu yang

telah Ia tetapkan.


(14)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai nikmat yang tak terhitung banyaknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi

dengan judul “PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT OLEH ANGGOTA

DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011 - 2012” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Namun berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Eko B. Sulistio, S.Sos., M.Ap selaku Pembimbing yang telah sabar membimbing dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama ini, sehingga penulis dapat memperbaiki isi dari skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(15)

2. Bapak Fery Triatmojo, S.A.N., M.P.A. selaku Pembimbing trima kasih atas bimbingannya selama ini, maaf jika selama masa bimbingan penulis banyak berbuat salah baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja.

3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik sekaligus Penguji utama yang telah memberikan banyak masukan, saran serta pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah bersedia untuk mencerdaskan serta membimbing penulis selama studi.

6. Segenap informan penelitian: Bapak Yusuf Efendi, SE. selaku Anggota Komisi A, Bapak Nandang Hendrawan, SE. Selaku Ketua Komisi D, Bapak Windarto selaku Anggota Komisi B, Hanafi Pulung selaku Anggota Komisi C DPRD Bandar Lampung, Bapak Arifin, Bapak Yuhni Ayip, Bapak Yanto selaku informan dari masyarakat, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan keramahtamahannya kepada penulis.

7. Keluargaku tercinta Sudibyo, BE. (Bapak) dan Henti Triyani (Ibu) semoga ini menjadi langkah awal bagi penulis untuk maju sebagai individu yang kelak akan membanggakan kalian. Berjuta terima kasih tak akan cukup


(16)

8. Untuk adiku tersayang Hendri Primas Tri Pradica, tetap jadi adik yang lucu. Jangan bandel kalau dibilangin sama bapak dan ibu. Untuk Intan Fania, trima kasih buat pengertiannya selama ini, semoga cepat dapat kerja, dan tetap sabar ya. Buat Pak De, trima kasih atas sarannya selama ini.

9. Keluarga ASEM MANIS yang telah menularkan semangat mahasiswa, dan kebersamaan selama masa perkuliahan. Untuk Zainal Muttaqin dan Bahtiar Sanjaya tetap semangat buat menyelesaikan skripsinya. Anjar Panjiarga, akhirnya ikutan lulus juga ni. Buat Said Abdurrahman Alkaf trimakasih buat wejangannya. Kiki, Thomas, Rio, Angga, Ari (Boncu), Nanda Risa, Neni, Izul dan semua teman – teman angkatan 07 yang udah lulus, akhirnya aku menyusul kalian semua.

10.Buat adik tingkat Ilmu Administrasi Negara, semangat kuliahnya, jangan buang – buang waktu. Jangan males – malesan juga ya, biar cepat lulus. Buat Abdu dan Woro terima kasih bantuannya, tetap semangat menyelesaikan skripsinya.

11.Keluarga Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila.

12.Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini tanpa terkecuali, yang tidak dapat ditulis satu persatu. Terimakasih atas dukungan, bantuan, dan doanya.


(17)

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan serta kasih yang diberikan kepada penulis dirahmati ALLAH SWT dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,


(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ... 14

1. Masyarakat ... 14

2. Partisipasi Masyarakat ... 15

B. Penyerapan Aspirasi Masyarakat ... 19

1. Aspirasi Masyarakat ... 19

a. Bentuk – bentuk Aspirasi ... 22

b. Alur Pengelolaan Suatu Aspirasi ... 28

2. Fungsi Komunikasi Politik dalam Menyerap Aspirasi Masyarakat ... 32

C. DPRD Sebagai Lembaga Penyerap dan Penyalur Aspirasi Masyarakat ... 33

1. Pengertian Lembaga Legislatif ... 33

2. Peran dan Fungsi Lembaga Legislatif ... 34

D. Hubungan DPRD dan Pemerntah Daerah di Daerah ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 41

B. Fokus Penelitian ... 42


(19)

ii

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 44 E. Tekhnik Analisis Data ... 45 F. Keabsahan Data ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum DPRD Kota Bandar Lampung ... 53 B. Penyajian Data dan Pembahasan ... 67

1. Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang dilakukan Oleh Anggota

DRPD Kota Bandar Lampung ... 69 a. Metode Penyerapan Aspirasi Masyarakat ... 69 b. Jangka Waktu Menyerap, Menampung, dan Menindaklanjuti

Aspirasi Masyarakat ... 89 c. Tindak Lanjut Penyerapan Aspirasi Masyarakat ... 94 2. Upaya – Upaya yang dilakukan Oleh Anggota DPRD Kota Bandar

Lampung dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Kota

Bandar Lampung ... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 107


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Proses Triangulasi Data ... 51 Tabel 2. Keanggotaan komisi DPRD Bandar Lampung ... 61

Tabel 3. Susunan Pimpinan dan Anggota Komisi – komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bandar Lampung Masa Jabatan 2009 – 2014 ... 61

Tabel 4. Data Kunjungan Kerja di Dalam Daerah Anggota DPRD Bandar Lampung ... 71

Tabel 5. Data Kunjungan Kerja di Luar Daerah Anggota DPRD Bandar

Lampung ... 72 Tabel 6. Data Reses anggota DPRD Kota Bandar Lampung ... 76 Tabel 7. Data Hasil Reses Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 .. 76 Tabel 8. Data Hasil Reses Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2012 .. 77

Tabel 9. Jumlah Aspirasi / Surat Pengaduan Yang Masuk ke DPRD Bandar Lampung ... 80

Tabel 10. Data Rapat Anggota DPRD Bandar Lampung ... 94 Tabel 11. Perda Yang Disahkan Oleh DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 . 102 Tabel 12. Perda Yang Disahkan Oleh DPRD Bandar Lampung Tahun 2012 . 103


(21)

iv

DAFTAR BAGAN

Halaman

1. Alur Pengelolaan Aspirasi Secara Langsung ... 29 2. Analisis Data Model Interaktif, Miles dan Huberman ... 49 3. Alur Mekanisme Tindak Lanjut Penyerapan Aspirasi Masyarakat ... 100


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Triangulasi 2. Daftar Pertanyaan 3. Dokumentasi Photo

4. Surat Izin Riset dari UNILA

5. Surat Izin Penelitian dari KESBANGPOL

6. Surat Persetujuan Penelitian di Sekertarian DPRD Kota Bandar Lampung 7. Surat Keterangan dari Sekertaris DPRD Kota Bandar Lampung

8. Susunan Personalia Alat Kelengkapan DPRD Kota Bandar Lampung 9. Perubahan Atas Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung No.

02/DPRD-BL/2012 Tentang Personalia Alat Kelengkapan DPRD Kota Bandar Lampung

10. Laporan Hasil Pelaksanaan Reses Anggota DPRD Kota Bandar Lampung Tahun 2011 Tahap I

11. Laporan Hasil Pelaksanaan Reses Anggota DPRD Kota Bandar Lampung Tahun 2011 Tahap II

12. Laporan Hasil Pelaksanaan Reses Anggota DPRD Kota Bandar Lampung Tahun 2011 Tahap III

13. Laporan Hasil Pelaksanaan Reses Anggota DPRD Kota Bandar Lampung Tahun 2012 Tahap II


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari zaman kemerdekaan hingga zaman reformasi bila dilihat berdasarkan pendekatan kesisteman, dapat di bedakan menjadi dua sistem, yaitu sistem pemerintahan pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahannya dikenal dengan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Menurut Siswanto dalam Erna (2009:1), konsep sentralisasi menunjukkan karakteristik bahwa semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan berada di pemerintah pusat, sedangkan sistem desentralisasi menunjukkan karakteristik yakni sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban pemerintah Pusat, diberikan kepada pemerintah daerah.

Menurut Harlod F. Alderfer dalam Khairul (2006:5) sentralisasi atau

deconcentration adalah sistem penyelenggaraan yang semata – mata menyusun unit administrasi atau field stations, baik itu tunggal ataupun dalam hirearki, baik itu terpisah maupun tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Ini menyebabkan tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Selain itu, badan – badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam


(24)

diri-nya, sementara pejabat lokal atau daerah hanya merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah dari pusat.

Definisi desentralisasi menurut Harlod F. Alderfer dalam Khairul (2006:5) adalah unit – unit lokal ditetapkan dengan kekuasaan tertentu atas bidang tugas tertentu. Sedangkan menurut Joeniarto dalam Erna (2009:1) adalah memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. Dapat dikatakan pemerintah lokal dapat menjalankan penilaian, inisiatif dan pemerintahannya sendiri seusai dengan ciri khas daerahnya masing – masing.

Menurut Erna (2009:2) berdasarkan tujuannya, desentralisasi (otonomi daerah) memiliki beberapa tujuan. Yang pertama untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah – masalah kecil bidang pemerintah di tingkat lokal. Yang kedua, meningkatkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah lokal. Yang ketiga, desentralisasi dapat melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Dan yang keempat, dapat mempercepat bidang pelayanan umum pemerintah kepada masyarakat.

Konsep dari otonomi daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi yang diambil oleh bangsa Indonesia mengidealkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan. Maka dari itu aspirasi masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembangunan, karena masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi dan kebutuhannya.


(25)

3

Adanya konsep dari otonomi daerah maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang menganut sistem pemerintahan yang dianggap sentralistik dianggap tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman dan sistem demokrasi yang saat ini dianut Indonesia. Sebagai penggantinya dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui lagi dengan Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan diberlakukanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka penyelenggaraan otonomi daerah diwujudkan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara proporsional dengan lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman di daerah, selain itu pemerintah daerah (kabupaten/kota) dan aparatur publik yang lainnya dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsinya. Fungsi tersebut meliputi fungsi pelayanan masyarakat, serta melaksanakan pembangunan dan perlindungan masyarakat. Implementasi dari fungsi-fungsi tersebut akan tercermin pada berbagai kebijakan dan pelayanan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah yang ditujukan kepada masyarakat.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan otonomi daerah atau pemerintahan daerah dilakukan oleh lembaga eksekutif dan legislatif tingkat daerah. Pemerintah Daerah bertindak sebagai badan eksekutif atau sebagai salah satu penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertindak sebagai badan legislatif.


(26)

Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, sebagai lembaga eksekutif yang menyelenggarakan pemerintahan daerah, Pemerintah daerah memiliki berbagai unsur dalam menjalankannya. Unsur yang ada dalam Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah. Gubernur, Bupati, atau Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Kepala Daerah tingkat Provinsi disebut Gubernur. Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah, Gubernur bertangung jawab kepada DPRD Provinsi. Dan dalam kedudukannya sebagai wakil kepala pemerintah pusat yang ada di daerah, Gubernur berada di bawah dan bertangung jawab kepada Presiden. Sedangkan Kepala daerah Kabupaten atau kota disebut Bupati atau walikota. Bupati atau Walikota dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai kepala daerah, keduanya bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten / Kota.

Adapun tugas dan wewenang Kepala Daerah berdasarkan UU. No. 32 Tahun 2004 Pasal 25 sebagai berikut : (1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; (2) Mengajukan rancangan Perda; (3) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; (4) Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; (5) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; (6) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan


(27)

5

perundangundangan; dan (7) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan juga berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ada 2 jenis DPRD yang ada, yang pertama DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota. Lembaga legislatif ini memiliki tugas yang sama, namun berbeda dalam tingkat wilayahnya. Jika DPRD Provinsi, bertugas pada tingkat provinsi, sedangkan DPRD Kota atau Kabupaten bertugas pada tingkat kota atau Kabupaten.

DPRD baik provinsi maupun kota, memiliki tugas dan fungsi menurut Surbakti (1992:176) yaitu sebagai policy making, bugeting, dan controlling. Fungsi policy making merupakan fungsi untuk merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan program pembangunan, dan fungsi bugeting dimana DPRD berfungsi sebagai perencana anggaran daerah (APBD), serta fungsi controlling dimana DPRD berfungsi sebagai pengawas Pemda dalam menjalankan pemerintahan.

Disetiap provinsi dan kota yang ada di Indonesia terdapat lembaga DPRD. Anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota di masing – masing daerah berbeda jumlahnya. Banyaknya jumlah anggota DPRD di suatu wilayah di tentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jumlah komisi yang ada di DPRD bergantung kepada banyaknya jumlah anggota yang ada di setiap masing – masing provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 51 DPRD provinsi yang beranggotakan 35 – 75 orang, membentuk empat komisi. Sedangkan yang beranggotakan lebih dari 75 orang dapat membentuk lima


(28)

komisi. Untuk DPRD kabupaten/kota, jika jumlah anggota 20 – 35 orang, membentuk tiga komisi. Sedangkan yang beranggotakan lebih dari 35 orang, membentuk empat komisi. Masa jabatan anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota adalah 5 tahun, dan berakhir pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Anggota DPRD terdiri atas anggota partai politik yang menjadi peserta dalam pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Ini menyebapkan DPRD saat ini berbeda dengan DPRD yang sebelum – sebelumnya yang menggunakan sistem penunjukkan langsung. DPRD saat ini dipilih langsung oleh raykat dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif. Dalam pemilu legislatif ini, masyarakat yang sudah memiliki hak untuk memilih dapat menentukan pilihannya secara langsung pada nama – nama calon anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota yang diyakini mampu menyampaikan dan memperjuangkan aspirasinya. Agar anggota DPRD dapat terpilih oleh masyarakat banyak dalam pemilu legislatif, sehingga dapat menjabat sebagai wakil rakyat, menurut tata cara yang berlaku mereka melakukan kegiatan kampanye.

Dalam kegiatan kampanye, para calon anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota mengemukakan visi dan misi mereka jika mereka terpilih nanti. Ini sesuai dengan Undang – Undang No. 12 Tahun 2003 Pasal 1 Tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyebutkan Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPRD Provinsi dan


(29)

7

Kabupaten/Kota untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan program – programnya.

Visi dan misi atau program – program yang para anggota DPRD ucapkan pada saat mereka mencalonkan diri, dapat dikatakan sebagai janji para anggota DPRD kepada masyarakat yang harus mereka penuhi. Karena dengan janji yang mereka ucapkan pada pemilu legislatif, mereka dapat meraih kepercayaan masyarakat bahwa anggota DPRD yang mereka pilih dapat memenuhi janji dan dapat menyampaikan serta memperjuangkan aspirasi mereka. Jadi sudah merupakan tanggung jawab dari setiap anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk dapat memenuhi segala janji yang mereka ucapkan kepada masyarakat pada waktu masa pemilu legilatif. Namun yang terjadi pada saat sekarang ini, tampaknya banyak sekali anggota DPRD lupa akan janji yang mereka ucapkan pada masa pemilu legislatif mereka. Ini dapat kita lihat dari banyaknya anggota legislatif yang terjerat kasus korupsi.

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), pada tahun 2012 ini ada 24 orang yang terjerat kasus korupsi (http://news.liputan6.com/ diakses pada tanggal 3 Januari 2013). Sedangkan menurut Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sebanyak 42,71% wakil rakyat baik untuk tingkat DPR, DPRD Provinsi maupun kabupaten/kota periode 2009 – 2014 yang ada di Indonesia terindikasi melakukan kegiatan korupsi (http://www.radarsorong.com/ diakses pada tanggal 3 Januari 2013). Ini meningkat dibandingkan dengan periode tahun 2001 – 2004 yang hanya 1,04%. Temuan PPATK ini didasarkan pada hasil analisis atas transaksi di perbankan maupun non bank. Data di atas menunjukkan


(30)

bahwa semakin meningkatnya anggota legislatif yang memperkaya diri mereka sendiri dan melupakan janji – janji kampaye mereka.

Anggota DPRD juga mempunyai tangung jawab untuk menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti serta memperjuangkan aspirasi masyarakat yang telah percaya dan memilih mereka agar terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat yang ada di daerah, selain menepati janji yang mereka ucapkan sewaktu pemilu legislatif. Ini sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 43. Namun yang terjadi, jika dilihat dari tingkat kehadiran para anggota DPRD selama rapat paripurna, bisa terbilang cukup rendah. Di Bandar Lampung sendiri tingkat kehadiran para anggota legislatifnya selama tahun 2011 dan awal tahun 2012 masih di bawah 60% (http://www.radarlampung.co.id/ diakses pada tanggal 26 November 2012). Berdasarkan data di tersebut, maka lokasi dari penelitian ini berada di Kota Bandar Lampung.

Tingkat kehadiran yang terbilang cukup rendah dalam menghadiri rapat, peneliti ingin melihat apakah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Bandar Lampung dapat melaksanakan perannya dengan baik karena berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab anggota DPRD kepada masyarakat dan tujuan dari adanya desentralisasi, maka peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi sangatlah penting. Masyarakat seharusnya tidak dipandang lagi sebagai objek dari pembangunan, melainkan harus serta menjadi subject dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Maka dari itu, aspirasi masyarakat menjadi penting untuk diserap, ditampung, dihimpun, dan ditindaklanjuti serta diperjuangkan agar program –


(31)

9

program yang dihasilkan pemerintah dapat sesuai dengan masalah yang ada di masyarakat sehingga terdapat asas manfaatnya dan juga mendapat dukungan dari masyarakat itu sendiri. Jika telah mendapat dukungan dari masyarakat, maka secara tidak langsung akan timbul keinginan untuk menjalankan dan memelihara serta menjaga dari masyarakat itu sendiri.

Sebagai contoh Syamsudin (2007:05) melakukan penelitian di Jambi dan menemukan bahwa hanya sekitar 15-20% aspirasi masyarakat yang dijadikan program pemerintah. Ini menunjukkan rendahnya persentase aspirasi masyarakat yang diserap dan di jadikan suatu program pemerintah. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan aspirasi yang diakomodir adalah peningkatan sarana jalan berupa pengerasan jalan, sementara usulan kegiatan penting lainnya yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan tidak termasuk dalam kegiatan yang dibiayai APBD. Di Bandar Lampung sendiri, belum diketahui berapa persen aspirasi masyarakat yang diserap anggota DPRD dan dijadikan program oleh pemerintah daerah.

Menurut kelompok peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia dalam Isra (2010:288), rendahnya persentase aspirasi masyarakat yang diserap dan dijadikan suatu program pemerintah disebabkan karena tidak adanya peraturan yang menyatakan bahwa aspirasi masyarakat yang sudah disampaikan (baik yang tertulis maupun lisan) harus dicatat sebagai bagian dari proses penyiapan dan pembahasan program pemerintah. Selain itu, menurut Khatarina dalam Isra (2010:288) pola penerimaan masukan (aspirasi masyarakat) yang selama ini telah dijalankan oleh badan legislatif terbukti secara empirik hanya


(32)

aspirasi publik. Karena pada umumnya, menurut Salman (2009:04) setelah masuk ke Pemerintah Daerah (Dinas/ Satuan Kerja (satker)), aspirasi masyarakat sering kali dipangkas. Bahkan sering diganti dengan program hasil persetujuan sepihak antara anggota DPRD tertentu dengan pihak eksekutif. Ini mengakibatkan program yang dibuatpun lebih banyak kepentingan penguasa daripada kepentingan rakyatnya. Sehingga meskipun program yang dihasilkan baik tetapi sering tidak tepat dengan asas manfaatnya karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.

Program yang dikeluarkan pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, maka akan kurang mendapat dukungan dari masyarakat. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka secara tidak langsung tidak akan muncul kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk menjalankan, dan memelihara serta menjaganya.

Kota Bandar Lampung dengan tidak diketahuinya berapa banyak aspirasi masyarakat yang diserap dan rendahnya tingkat kehadiran anggota DPRD-nya, belum diketahui pula bagaimana posisi aspirasi masyarakat yang sudah diserap oleh anggota DPRD Bandar Lampung. Anggota DPRD dalam melaksanakan reses sebagai salah satu kegiatan dalam menyerap aspirasi masyarakat selalu diinformasikan kepada masyarakat melalui media masa. Seperti yang diberitakan pada website http://lampung.tribunnews.com/ tanggal 01 Juli 2011. Namun setelah masa reses, tidak ada pemberitahuan yang dilakukan anggota DPRD kepada masyarakat berkaitan dengan banyaknya aspirasi masyarakat yang telah dijadikan program oleh pemerintah daerah kota Bandar Lampung. Nugroho


(33)

11

(2004:276) menyebutkan suatu keharusan agar dapat merespon aspirasi yang berakselarasi sebagai bagian penting dari penguatan masyarakat dapat memperkuat negara. Sehingga penyerapan aspirasi masyarakat dan menjadikannya suatu program bagi suatu daerah dapat menjadi penguatan masyarakat itu sendiri. Namun yang terjadi dalam pelaksanaan penyerapan aspirasi masyarakat menurut Isra (2010:289), aspirasi itu sendiri belum menjadi keharusan untuk dijadikan program pemerintah khususnya pemerintah daerah. Ini mengakibatkan posisi dari aspirasi masyarakat itu sendiri tidak jauh berbeda kedudukannya dengan opini yang ada di surat kabar maupun obrolan di pinggir jalan. Ini jelas menyimpang dari diadakannya otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal atau daerah.

Mengingat pentingnya penyerapan aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah guna tercapainya tujuan dari adanya otonomi daerah, serta pentingnya peran DPRD dalam hal ini DPRD Kota Bandar Lampung yang mempunyai kewajiban untuk menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dalam hal ini masyarakat kota Bandar Lampung yang sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, dan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat yang telah memilih mereka untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Maka tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung pada tahun 2011. Sehingga dapat dilihat Peran Anggota DPRD Kota Bandar Lampung Dalam Penyerapan Aspirasi Masyarakat dengan melihat metode – metode apa saja yang


(34)

digunakan oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam melakukan penyerapan aspirasi masyarakat dan juga dengan melihat upaya – upaya apa saja yang telah dilakukan dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat khususnya masyarakat dari Kota Bandar Lampung. Mengingat Bandar Lampung menjadi ibu kota dari Provinsi Lampung sehingga keinginan antara masyarakat satu dengan yang lainnya menjadi berbeda dan beragam.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dengan melihat latar belakang di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang Dilakukan Oleh Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012?

2. Upaya – upaya apa saja yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang Dilakukan Oleh Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012 . 2. Mengidentifikasi dan menganalisis Upaya – upaya apa saja yang dilakukan

oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Kota Bandar Lampung.


(35)

13

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan secara praktis

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan umum di bidang kebijakan publik khususnya menyangkut proses penyerapan aspirasi oleh decision maker.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi Anggota DPRD kota Bandar Lampung dalam menjalankan fungsinya dalam menyerap aspirasi masyarakat.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Untuk memahami konsep dari partisipasi masyarakat, sebaiknya pembahasan terlebih dahulu diarahkan pada siapa yang berpatisipasi dan apa yang terkandung dalam istilah partisipasi. Telaah mengenai siapa yang berpartisipasi akan mengarah pada pembahasan tentang dua hal, yakni apa yang dimaksud dengan masyarakat dan bagaimana posisi masyrakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

1. Masyarakat

Korten dalam Muluk (2006:39) menjelaskan istilah masyarakat yang secara popular merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun kemudian ia lebih memilih pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai “an interacting population of organisms (individuals) living in a common location”.

Menurut Suharto (2006:47) Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan yang sama atau menyatu satu sama yang lainnya karena mereka saling berbagi identitas, kepentingan – kepentingan yang sama, perasaan memiliki, dan biasanya tinggal di satu tempat yang sama.


(37)

15

Berdasarkan berbagai pengertian masyarakat yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat menurut peneliti adalah sekelompok orang yang hidup dan tinggal di wilayah yang sama serta bekerja bersama – sama untuk mencapai terkabulnya kepentingan bersama.

Berdasarkan peran masyarakat menurut Wray et al dalam Dwiyanto (2005:196) masyarakat berfungsi untuk menentukan visi pemerintah, masa depan yang ingin diwujudkan serta strategi untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut. Masyarakat merupakan penasehat dari pemerintah ketika meraka akan membuat kebijakan yang menyangkaut kepentingan publik.

Menurut Khairul (2006:45) masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam pemerintahan daerah sehingga partisipasinya dalam pemerintahan daerah merupakan aspek penentu berlangsung atau tidaknya otonomi daerah. Oleh sebab itu, aspirasi masyarakat menjadi hal yang paling dasar yang harus diserap agar tujuan dari adanya otonomi daerah dapat tercapai.

2. Partisipasi Masyarakat

Pembahasan selanjutnya mengenai kandungan apa yang tercakup dalam istilah partisipasi. Dengan mengutip apa yang diungkapkan dalam the Oxford Dictionary, Khairul (2006:46) memulai pembahasannya mengenai partisipasi sebagai “the action or act of partaking, having or forming a part of’. Dalam pengertian ini, partisipasi bisa bersifat transitif atau intrasitif, bisa pula


(38)

bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut juga bersifat dipaksa atau bebas, dan bisa pula bersifat manipulative maupun spontan.

Isra (2010:282) menyebutkan partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok, secara aktif dalam penentuan kebijakan publik atau perundang-undangan. Sedangkan Santosa dalam Isra (2010:282) menambahkan bahwa pengambilan keputusan publik yang partisipatif bermanfaat agar keputusan tersebut benar-benar mencerminkan kebutuhan, kepentingan serta keinginan masyarakat.

Menurut Adi dalam Salman (2009:20) partisipasi adalah keikutsertaan ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses pengidentifikasi masalah, pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan membuat masyarakat menjadi lebih berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan. Sebaliknya bila masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam berbagai tahapan perubahan dan hanya bersikap pasif dalam setiap perubahanan yang yang direncanakan pelaku perubahan (misalnya, pihak lembaga Pemerintah, LSM maupun sektor swasta), masyarakat cenderung akan menjadi lebih dependent (tergantung) pada pelaku perubahan. Bila hal ini terjadi secara terus menerus, maka ketergantungan masyarakat pada pelaku perubahan akan menjadi semakin meningkat.


(39)

17

Jadi dapat kita simpulkan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam proses pengidentifikasian masalah, pembuatan keputusan, pelaksanaan kegiatan, maupun monitoring kegiatan baik secara sukarela maupun memiliki kepentingan demi kehidupan dan lingkungan mereka.

Tujuan dasar dari peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat menurut Hamidi (2007:41) adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) adalm rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak akibat kebijakan dan kelompok kepentingan (interest group), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tertentu, untuk kemudian menuangkannya ke dalam suatu konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan (stake holder) untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang pasti dari berbagai faktor.

Dalam penelitian ini, partisipasi masyarakat yang ingin dilihat dan diteliti adalah partisipasi masyarakat dalam tahapan proses pembuatan keputusan. Sedangkan bentuk partisipasi mayarakatnya berupa partisipasi dalam berupa sumbangan pemikiran. Dan jenis partisipasi masyarakatnya berbentuk pikiran (pshycological participation).


(40)

- Efektivitas Partisipasi

Keith Davis dalam Hamidi (2007:43) ada beberapa persyaratan agar dapat melaksanakan partisipasi secara efektif, persyaratan tersebut antara lain : 1) Waktu. Yang dimaksud disini adalah waktu untuk memahami pesan

yang disampaikan oleh pemrakarsa (dalam hal ini anggota DPRD). Pesan tersebut mengandung informasi mengenai apa dan bagaimana serta mengapa perlu peran serta. Pesan – pesan itu disampaikan melalui komunikasi, yaitu usaha dan kegiatan untuk menumbuhkan pengertian yang sama antara pemrakarsa yang disebut sebagai komunikator dan penerima pesan/komunikan.

2) Subyek partisipasi hendaklah relevan atau berkaitan dengan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi perhatiannya/kepentingannya.

3) Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi, artinya memiliki pola pikir yang setara dengan komunikator.

4) Partisipan harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik, misalnya menggunakan bahasa yang sama atau sama – sama memahami, sehingga terciptanya pertukaran yang efektif/berhasil. 5) Para pihak yang bersangkutan bebas dalam melaksanakan peran tersebut, sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dapat diartikan masyarakat berhak mendapatkan informasi dan akses secara tebuka sesuai dengan undang – undang yang berlaku.


(41)

19

B. Penyerapan Aspirasi Masyarakat 1. Aspirasi Masyarakat

Amirudin (2003:3) secara defenitif merumuskan, konsep dari aspirasi mengandung dua pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat peran struktural. Di tingkat ide, konsep berarti sejumlah gagasan verbal dari lapisan masyarakat manapun. Ditingkat peran dalam struktur adalah keterlibatan langsung dalam suatu kegiatan yang diadakan pemerintah.

Menurut Bank Dunia dalam Salman (2005:3) aspirasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mendukung dalam proses pembangunan. Jadi aspirasi masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik berupa keterlibatan langsung maupun berupa sejumlah gagasan verbal dari lapisan masyarakat manapun sehingga mempengaruhi dan mendukung dalam porses pembangunan. Prinsip dasar dalam melibatkan masyarkat secara langsung adalah bahwa apa yang disebut dengan melibatkan kepentingan rakyat hanya akan terjadi jika masyarakat itu sendiri yang ambil bagian. Dengan adanya keterlibatan rakyat itu sendiri maka dengan sendirinya pula akan menjadi penjamin bagi suatu proses baik dan benar. Abe dalam Salman (2009:22), beranggapan dengan melibatkan masyarkat maka secara langsung akan membawa tiga dampak penting yaitu : 1) Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Karena dengan terlibatnya masyarakat maka akan memperjelas apa yang sebetulnya terjadi di masyarakat. 2) Memberikan nilai tambah dalam hal legitimasi rumusan perencanan. Karena semakin banyak


(42)

masyarakat yang terlibat, maka akan semakin baik. 3) Dan juga dapat meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik di masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah baik dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada tahap pengawasan telah diatur dalam undang – undang. Misalnya Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang keterbukaan. Dalam Pasal 5 yang disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan dalam proses pembuatan kebijakan, mulai dari tahap perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan. Selain itu Pasal 53 juga disebutkan bahwa masyarakat berhak memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam proses pembuatan kebijakan. Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 juga disebutkan tujuan dari otonomi daerah adalah meningkatkan peran serta masyarakat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Serta kewajiban anggota DPRD dalam Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 untuk menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti serta memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Dari penjelasan diatas, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya, serta adanya peluang yang luas bagi anggota DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk menjadi program – program yang mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.


(43)

21

Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi dan dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masyarakat dapat berupaya secara optimal untuk memperbaiki kesejahteraannya melalui berbagai program pembangunan sesuai dengan kepentingan dan potensinya, serta pemerintah bertindak sebagai katalisator. Untuk itu para elit politik khusunya anggota DPRD yang berkewajiban untuk menyerap aspirasi masyarakat harus lebih dekat dengan masyarakat dan tidak lagi memandang masyarakat sebagai objek dari pembangunan, agar dapat membuat program yang bisa memecahkan masalah yang ada bukan memperbanyak masalah yang ada di masyarakat.

Menurut Archon Fung yang dikutip Salman (2009:25), secara umum dikenal tiga metode untuk memahami aspirasi rakyat yaitu :

a) Luas lingkup partisipasi akan menentukan siapa saja yang berhak menyalurkan aspirasinya untuk mempengaruhi sebuah kebijakan. Terdapat lima model dasar yang membedakan luasnya ruang pastisipasi bagi penyalur aspirasi rakyat; yang pertama, self selected, yaitu mekanisme yang sepenuhnya membebaskan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya atau tidak. Kedua, rekurtmen terseleksi, yaitu hanya orang – orang tertentu yang memenuhi persayaratan saja yang memiliki hak untuk menyalurkan aspirasinya dalam proses pembuatan kebijakan. Ketiga,

random selection yang juga sering dikenal dengan teknik polling, yaitu penyerapan aspirasi masyarakat dengan memilih secara acak beberapa individu yang dianggap mewakili masing – masing komunitas. Keempat,


(44)

beberapa warga negara yang secara sukarela mau bekerja tanpa dibayar. Sekelompok warga diberi kepercayaan untuk memikirkan atau menangani suatu kebijakan tertentu. Kita sudah mengenal prinsip penyaluran aspirasi semacam ini, misalnya melalui Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kelima, Professional Stakeholders, yaitu pembuatan kebijakan publik yang melibatkan tenaga – tenaga professional yang digaji atau diberi honorarium. Asumsinya, tenaga – tenaga professional ini memiliki kapasitas menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

b) Melihat jenis komunikasi yang terjadi antara pemerintah dengan warganya, apakah satu arah atau timbal balik. Model komunikasi timbal balik memberikan ruang yang lebih luas bagi proses penyerapan aspirasi yang lebih berkualitas.

c) Melihat relevansi antara perkembangan aspirasi dengan substansi kebijakan. Semakin relevan produk kebijakan yang menghasilkan dengan persoalan rill yang berkembang di masyarakat, maka proses penyerapan aspirasi yang terjadi di masyarakat bisa dikatakan semakin berkualitas.

a. Bentuk – Bentuk Aspirasi

Di dalam Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah serta Tata Tertib DPRD tidak diatur lebih lanjut mengenai bentuk – bentuk aspirasi itu sendiri. Hanya disebutkan bahwa kewajiban DPRD :


(45)

23

“menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat”.

Namun menurut Marwati (2007:52) dalam aktifitas sehari – hari atau dilihat dari berbagai aspirasi yang masuk di DPRD, dapat kita jumpai beberapa bentuk aspirasi itu sendiri.

1) Aspirasi dalam bentuk tertulis

Yaitu aspirasi yang dituangkan dalam sebuah catatan yang ditujukan kepada ketua DPRD yang isinya tentang beberapa hal :

a) Tentang dukungan kepada seseorang / individu

Yakni aspirasi yang disampaikan kepada ketua DPRD yang kaitannya dengan dukungan kepada orang / individu akibat dari prestasi yang diraihnya atau yang berguna bagi pengambilan suara dalam pemilu.

b) Tentang pernyataan

Yaitu aspirasi tertulis yang disampaikan kepada ketua DPRD berupa pernyataan kesiapan, maupun pernyataan suatu kelompok dalam mendukung seorang pejabat untuk memperoleh kursi di dewan maupun kepala pemerintahan.

2) Aspirasi dalam bentuk lisan

Yaitu aspirasi yang disampaikan secara langsung dan terbuka di depan ketua DPRD atau dewan anggota lainnya apabila si pembawa aspirasi menginginkan jawaban secara langsung, maka hari itu pula anggota dewan


(46)

secara langsung memberikan jawaban yang dikehendaki oleh para demostran. Biasanya aspirasi dalam bentuk lisan ini dibacakan di depan anggota dewan untuk didengar.

3) Aspirasi dalam bentuk perseorangan

Biasanya aspirasi dalam bentuk perseorangan berupa pernyataan yang disampaikan secara tertulis ditujukan kepada ketua DPRD.

4) Aspirasi dalam bentuk unjuk rasa / demostrasi

Aspirasi yang dituangkan ini biasanya dalam jumlah kelompok besar atau massa. Karena ada rasa simpati dan antipati terhadap sesuatu badan pemerintah dan simpati terhadap kelompok masyarakat. Unjuk rasa / demostrasi diatur tersendiri dalam Undang – undang Nomor 9 Tahun 1999 tentan Kemerdekaan mengeluarkan pendapat di muka umum. Penyampaian aspirasi ini wajib melapor pada polisi setempat selambat – lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai.

5) Aspirasi dalam bentuk kunjungan kerja

Aspirasi ini didapatkan pada saat anggota DPRD melakukan kunjungan kerja ke suatu daerah.

Sedangkan di dalam Pedoman Umum Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat DPR RI Tahun 2010, bentuk bentuk – aspirasi adalah sebagai berikut :


(47)

25

1) Aspirasi masyarakat secara langsung.

Berupa aksi Demonstrasi dan pengiriman delegasi ke bagian hubungan masyarakat.

2) Aspirasi masyarakat secara tidak langsung.

Aspirasi yang disampaikan baik kelompok maupun perseorangan secara tertulis melalui surat atau media elektronik (email) yang ditujukan kepada anggota dewan. Selain itu dapat juga dengan memberikan opini melalui surat kabar.

3) Aspirasi masyarakat melalui media elektronik atau secara Online.

Aspirai yang disampaikan kepada anggota dewan melalui media elektronik, yaitu website resmi tanpa harus datang secara langsung atau mengirimkan berkas surat. Dapat juga melaluin SMS center dan juga melalui operator telepon.

Dalam penelitian ini, aspirasi yang ingin dilihat adalah

1) Aspirasi dalam bentuk tertulis

Yaitu aspirasi yang dituangkan dalam sebuah catatan yang ditujukan kepada ketua DPRD yang isinya tentang beberapa hal :

a) Tentang dukungan kepada seseorang / individu

Yakni aspirasi yang disampaikan kepada ketua DPRD yang kaitannya dengan dukungan kepada orang / individu akibat dari prestasi yang diraihnya atau yang berguna bagi pengambilan suara dalam pemilu.


(48)

b) Tentang pernyataan

Yaitu aspirasi tertulis yang disampaikan kepada ketua DPRD berupa pernyataan kesiapan, maupun pernyataan suatu kelompok dalam mendukung seorang pejabat untuk memperoleh kursi di dewan maupun kepala pemerintahan.

2) Aspirasi dalam bentuk lisan

Yaitu aspirasi yang disampaikan secara langsung dan terbuka di depan ketua DPRD atau dewan anggota lainnya apabila si pembawa aspirasi menginginkan jawaban secara langsung, maka hari itu pula anggota dewan secara langsung memberikan jawaban yang dikehendaki oleh para demostran. Biasanya aspirasi dalam bentuk lisan ini dibacakan di depan anggota dewan untuk didengar.

3) Aspirasi dalam bentuk perseorangan

Biasanya aspirasi dalam bentuk perseorangan berupa pernyataan yang disampaikan secara tertulis ditujukan kepada ketua DPRD.

4) Aspirasi dalam bentuk kunjungan kerja

Aspirasi ini didapatkan pada saat anggota DPRD melakukan kunjungan kerja ke suatu daerah.

Segala bentuk aspirasi yang disampaikan kepada pemerintah maupun badan legislatif oleh masyarakat baik perseorangan maupun secara berkelompok, akan membentuk pendapat umum (public opinion). Menurut Cangara (2009:158) pendapat umum ialah gabungan pendapat perseorangan mengenai


(49)

27

suatu isu yang dapat memengaruhi orang lain, serta memungkinkan seseorang dapat memengaruhi pendapat – pendapat tersebut. Ini berarti pendapat umum hanya bisa terbentuk kalau menjadi bahan pembicaraan umum, atau jika banyak orang penting (elite) mengemukakan pendapat mereka tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro atau kontra di kalangan anggota masyarakat.

Menurut Leonard W. Doob dalam Cangara (2009:158), suatu isu baru dapat dikatakan pendapat umum setelah masyarakat menyatakan pendapatnya. Sepanjang pendapat itu sifatnya orang perorangan, ia baru menjadi pendapat pribadi. Namun, perlu diketahui bahwa pendapat pribadi tidak bisa dipisahkan dengan pendapat umum sebab pendapat umum dibangun berdasarkan pendapat perorangan (pribadi) terhadap isu yang diminati oleh orang banyak. Jadi sebuah pendapat pribadi bisa saja menjadi bagian dari pendapat umum jika seseorang ikut terlibat dalam membicarakan masalah yang banyak dibicarakan oleh masyarakat, apalagi jika pendapat itu dikemukakan lewat media massa. Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), atau keputusan bupati untuk merelokasi pedagang kaki lima (PKL). Demikian juga halnya hasil riset yang dilakukan melalui jajak pendapat oleh orang yang tidak dikenal juga dapat dinilai sebagai pendapat umum.


(50)

b. Alur Pengelolaan Suatu Aspirasi

Dalam Buku Pedoman Umum Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat DPR RI Tahun 2010, alur dari suatu aspirasi adalah sebagai berikut:

1) Pengelolaan aspirasi masyarakat secara langsung di DPR RI

a) Delegasi yang berkunjung langsung ke Alat Kelengkapan DPR (AKD) memberitahukan terlebih dahulu ke Bagian Hubungan Masyarakat Sekertariat Jenderal DPR RI.

b) Bagian Sekertariat AKD menginformasikan kepada Pimpinan AKD mengenai maksud dan tujuan kedatangan delegasi serta permasalahannya.

c) Bagian Sekertariat AKD memfasilitasi pertemuan delegasi / perorangan dengan Pimpinan AKD setelah waktu pertemuan ditentukan oleh AKD/Anggota.

d) AKD/Anggota menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, baik melalui Rapat – rapat di Alat Kelengkapan maupun melalui Kunjungan Kerja.

e) Bagian Sekertarian AKD membuat catatan rapat / laporan singkat hasil pertemuan.


(51)

29

2) Pengelolaan Aspirasi Masyarakat secara tidak langsung

a) Melalui surat / email dibagi menjadi tiga tahap

i. Tahap pertama pencatatan surat masuk

Surat yang diterima oleh Sekertariat Pimpinan DPR RI atau Sekertariat AKD/Fraksi dilakukan proses pencatatan terlebih dahulu di bagian Tata Persuratan.

ii. Tahap kedua analisis / telaah surat / email

1. Proses analisis dilakukan di Bagian Pengaduan Masyarakat berdasarkan tupoksi dan dapat pula dilakukan di Sekertariat AKD.

2. Surat / email aspirasi yang ditujukan kepada Pimpinan DPR RI, selanjutnya dianalisis oleh bagian Pengaduan Masyarakat.

Pelapor

Pamdal

Bagian

Bagian

Humas

Alat Kelengkapan Dewan

(AKD)

1

2

4

3

Bagan I Alur Pengelolaan Aspirasi Secara Langsung (sumber buku pedoman penyerapan aspirasi anggota DPR).


(52)

3. Surat / email yang ditujukan kepada Pimpinan AKD, setelah di adminstrasi dan dianalisis di Bagian Pengaduan Masyarakat selanjutnya diproses lebih lanjut oleh bagian Sekertariat AKD.

4. Analisa surat / email dilakukan dengan mengacu kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku.

iii. Tahap ke tiga Pembuatan Surat Tindak Lanjut

1. Proses tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan arahan / disposisi Pimpinan DPR RI atau Pimpinan AKD.

2. Surat tanggapan atau tindaklanjut dibuat berdasarkan hasil analisis yang telah mendapat persetujuan dan arahan Pimpinan DPR RI.

3. Surat tanggapan atau tindak lanjut yang ditujukan kepada AKD untuk proses lebih lanjut ditandatangani oleh Sekertariat Jenderal atas nama Pimpinan DPR RI.

4. Surat Tanggapan atau tindaklanjut yang ditujukan kepada pelapor yang bersifat pemberitahuan bahwa suratnya telah disampaikan ke AKD ditandatangani oleh Kepala Biro Pengawasan Legislatif atas nama Sekertariat Jenderal DPR RI.


(53)

31

b) Melalui opini pembaca surat kabar

Penyampaian aspirasi berupa keluhan, kritikan terkait dengan kelembagaan yang disampaikan perorangan atau kelompok masyarakat melalui surat kabar, akan ditangani oleh biro hubungan masyarakat sekertariat Jenderal DPR RI melalui penyampaian jawaban atau tanggapan secara tertulis pada surat kabar tersebut setelah melakukan koordinasi atas permasalahn tersebut dengan unit kerja terkait.

3) Melalui Media elektronik atau secara online

Aspirasi secara online yang disampaikan kepada DPR RI melalui website resmi. Secara umum, aspirasi masyarakat secara online, dapat dikelompokan sebagai berikut :

a) Aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada Pimpinan DPR RI. Aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada Pimpinan DPR RI menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab bagian pengaduan masyarakat.

b) Aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada Pimpinan AKD Aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada Pimpinan AKD menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab kesekertariatan AKD.

4) Alur aspirasi dengan menggunakan media elektronik berupa SMS maupun operator telepon


(54)

Penyampaian aspirasi berupa keluhan, kritikan terkait dengan kelembagaan yang disampaikan perorangan atau kelompok masyarakat melalui SMS center dan hotline, akan ditangani oleh Bagian Pengaduan Masyarakat melalui penyampaian jawaban atau tanggapan secara langsung tersebut setelah melakukan koordinasi atas permasalahan tersebut dengan unit kerja terkait.

2. Fungsi Komunikasi Politik dalam Menyerap Aspirasi Masyarakat Fungsi komunikasi politik menurut Cangara (2009:40) adalah sebagai berikut :

a. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha – usaha yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan pemerintah dan masyarakat.

b. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program, dan tujuan lembaga politik.

c. Member motivasi kepada politisi, fungsionaris, dan para pendukung partai. d. Menjadi platform yang bisa menampung ide – ide masyarakat sehingga

menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik.

e. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, misalnya sosialisasi tentang cara – cara pemilihan umum dan penggunaan hak mereka sebagai pemberi suara.


(55)

33

f. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatuan nasional.

g. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokratisasi.

h. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda setting, maupun komentar – komentar politik.

i. Menjadi pengawas dalam membentuk terciptanya good governance yang transparansi dan akuntabilitas.

C. DPRD Sebagai Lembaga Penyerap dan Penyalur Aspirasi Masyarakat 1. Pengertian Lembaga Legislatif

Menurut Miriam Budardjo (2007:315) badan legislatif adalah lembaga yang

“legislate” atau lembaga pembuat undang-undang. Anggota -anggotanya dianggap mewakili rakyat, nama lain yang sering dipakai adalah parlemen. Di Indonesia, lembaga legislatif terbagi menjadi dua bagian, yaitu lembaga legislatif pusat (DPR) dan lembaga legislatif daerah (DPRD). Lembaga legislatif mempunyai tugas yang sangat penting dalam penyelnggaraan pemerintahan daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif


(56)

Daerah. DPRD juga merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan mempunyai fungsi dan tugas dalam pemerintahan di daerah.

2. Peran dan Fungsi Lembaga Legislatif

Menurut Ramlan Surbakti (1992:176) secara umum fungsi Lembaga Legislatif dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Policy Making. Merumuskan kebijakan umum yang sesuai dengan tuntutan masyarakat;

b. Budgeting. Menyusun anggaran penerimaan dan belanja negara.

c. Controlling. Mengawasi pelaksanaan undang – undang dan penerimaan dan penggunaan anggaran.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas, maka para anggota DPRD ini memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Hak-hak tersebut menurut Surbakti (1992;176) antara lain: (a) hak inisiatif, yaitu hak anggota legislatif untuk berinisiatif mengajukan Rancangan Undang-Undang; (b) hak budgeting, yaitu hak untuk membuat dan menetapkan anggaran bersama eksekutif; (c) hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijaksanaannya di suatu bidang; (d) hak angket, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu; dan (e) hak menyatakan pendapat, yaitu hak untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya.

Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tugas dan wewenang DPRD antara lain :


(57)

35

a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;

b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;

d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;

e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;

i. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; dan


(58)

j. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Menurut Pasal 43 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hak dan kewajiban anggota DPRD lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Anggota DPRD mempunyai hak a. mengajukan rancangan Perda. b. mengajukan pertanyaan.

c. menyampaikan usul dan pendapat. d. memilih dan dipilih.

e. membela diri. f. Imunitas. g. Protokoler.

h. keuangan dan administratif.

2. Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang-undangan;

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;


(59)

37

e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.

h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janji anggota DPRD;

i.menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

DPRD berfungsi sebagai lembaga penyerap dan penyalur aspirasi masyarakat. Ini sesuai dengan kewajiban para anggota DPRD menurut Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 43 dimana para anggota DPRD berkewajiban untuk dapat menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat serta memperjuangkannya hingga menjadi suatu kebijakan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Dikarenakan fungsi dari lembaga legislatif itu sendiri menurut Surbakti (1992:176) adalah sebagai

polcy making, dimana para anggota DPRD dituntut untuk dapat merumuskan kebijakan umum yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Selain itu anggota DPRD memiliki kewajiban memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya kepada masyarakat di daerah pemilihannya. Sehingga dapat disimpulkan DPRD khususnya DPRD Bandar Lampung yang dianggap


(60)

sebagai lembaga legislatif yang ada di daerah dapat pula berfungsi sebagai lembaga penyerap dan penyalur aspirasi masyarakat.

D. Hubungan DPRD dan Pemerintah Daerah di Daerah

Salah satu implikasi dari Undang – Undang Otonomi Daerah adalah dengan Pembatasan kekuasaan dan kewenangan pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah, upaya memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap lembaga DPR dan DPRD, sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila. Hal ini di tunjukan untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan dan keweanangan yang pada akhirnya menimbulkan dampak terjadinya sistem pemerintahan yang korup, dan penuh dengan KKN. Pemerintah yang bersih, transparan dan akuntabel akan mendapatkan kepercayaan yang lebih dari masyarakat. Menurut Miriam Budiarjo (2007:106) “ kepala daerah mempuyai kedududkan yang sama tinggi dengan

DPRD”. Dengan kedudukan yang sama tinggi itu diharapkan akan lebih

mudah untuk menjalin kerjasama yang serasi dalam suasana kemitraan

UU No. 32 Tahun 2004 memberikan amanah akan Hak DPRD sebagai lembaga pengawasan politik atas pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan keputusan kepala daerah, pelaksanaan SPBD, pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, disamping memilik fungsi pengawasan politik tersebut, DPRD juga memiliki hak-hak sebagai suatu kelembagaan politik di daerah, antara lain Meminta pertangungjawaban kepala daerah, Meminta keterangan


(61)

39

kepala pemerintah daerah, mengadakan penyidikan, menentukan SPBD dan sebagainya

Dengan adanya kedua hak diatas diharapkan akan terjadi perubahan yang lebih harmonis sehingga terbentuk kesejahteraan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif daerah dan dasar kemitraan. Perubahan ini tidak hanya menghasilkan suatu sistem hubungan kerja atas dasar kemitraan saja, namun lebih dari itu yaitu keberhasilan tugas pemerintah yang diemban oleh badan legislatif dan badan daerah dalam menyerap menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Sistem cheeks and balances antara kekuasaan badan eksekutif daerah dengan kekuasaan legislatif daerah sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dimana sebuah korupsi hanya bisa dihindari apabila fungsi dan peran DPRD itu sendiri dapat berjalan secara efektif.

Dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat maka kewajiban DPRD adalah memperhatikan dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berdasarkan pada program pembangunan pemerintah dalam hal ini perjuangan untuk menampung aspirasi dan partisipasi rakyat sudah di patok untuk kepentingan program pembangunan pemerintah yang dalam prakteknya masih sering melanggar hak-hak asasi warga Negara.

Kedudukan DPRD dalam sistem desentralisasi sangat begitu menonjol dan menunjukkan karakter yang betul-betul dapat mengawasi jalanya


(62)

pemerintahan dalam melakukan pembahasan tentang fungsi-fungsi, peran dan kedudukan DPRD ini harus dipahami apakah peran dan kedudukan itu bersifat sebagai anggota ataukah sebagai lembaga. Hal ini disebabkan peran dan kedudukan sebagai anggota, mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda karena setiap anggota mempunyai peran dan kedudukan yang sama sebagai anggota dewan dan tidak secara otomatis bahwa pendapat lembaga DPRD merupakan pendapat masing-masing di DPRD.


(63)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan

Metode penelitian menurut Sugiyono (2012:02) merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian menurut Sugiyono (2012:04) digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada dalam penelitian. Untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi digunakan tipe penelitian. Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan merupakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian secara sistematis, dimana peneliti menurut sugiyono (2012:09) adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian ini lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian ini menitik beratkan pada upaya untuk memberikan gambaran umum secara sistematis, berdasarkan fakta – fakta yang ditemukan di lapangan.

Penelitian ini menggunakan format desain deskriptif kualitatif yang menekankan proses penelitian daripada hasil penelitian sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tapi pemahaman yang mendalam tentang sesuatu. Tujuan dari desain deskriptif kualitatif menurut Sugiyono (2012:209) yaitu untuk mengekplrasi dan


(64)

atau memotret situasi social yang akan diteliti secara menyeluruh, luas, dan mendalam. Penelitian ini memberikan gambaran dan pemahaman menyeluruh serta mendalam mengenai bagaimana penyerapan aspirasi masyarakat oleh anggota DPRD kota Bandar Lampung.

B. Fokus Penelitian

Sebuah problem (masalah) lebih sekedar dari bentuk rumusan dan pertanyaan, dan tentunya berbeda untuk setiap tujuan penelitian. Oleh karena itu menurut Usman (2008:24) fokus penelitian perlu ditetapkan guna membatasi wilayah penelitian dan juga berfungsi untuk mengidentifikasi faktor mana saja atau data apa saja yang termasuk dalam lingkup masalah penelitian dan mana yang bukan. Jadi dengan di tetapkannya fokus penelitian akan membantu peneliti dalam membuat keputusan yang tepat mengenai data yang akan dikumpulkan dan data yang tidak perlu dikumpulkan. Adapun fokus dalam penelitian ini meliputi:

1. Penyerapan Aspirasi Masyarakat Yang Dilakukan Oleh Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011-2012 meliputi :

a. Metode atau Pola – Pola Penyerapan Aspirasi Masyarakat. b. Jangka waktu dalam menyerap aspirasi masyarakat. c. Tindak lanjut penyerapan aspirasi masayarakat.

2. Upaya – upaya yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Kota Bandar Lampung.


(65)

43

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat di mana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Dengan mempertimbangkan hal di atas dan membatasi penelitian maka penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung.

Beberapa alasan yang menjadi dasar pemilihan lokasi penelitian ini adalah :

1. Rendahnya tingkat kehadiran anggota DPRD dalam rapat, sehingga memunculkan pertanyaan bagaimana dengan penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD, apakah akan sama rendahnya atau tidak.

2. Secara adminstrasi pemerintahan, Kota Bandar Lampung merupakan sebagai ibu kota dari Provinsi Lampung, sehingga terdapat banyaknya aspirasi yang berkembang di masyarakat.

3. Sebagai kota yang masyarakatnya heterogen, yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya yang tinggal di dalamnya, sehingga aspirasi masyarakat yang ada berbeda antara satu dengan lainnya.

4. Pertimbangan lain juga berkaitan dengan jarak yang dapat dijangkau, biaya, serta waktu yang tersedia.


(67)

45

dokumen resmi dari Pemerintahan Kota Bandar Lampung dan Anggota DPRD yang terlibat.

2. Metode Pengumpulan Data

Pada tahap ini ada tiga macam metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu:

a. Wawancara Semiterstruktur (in depth interview). Tujuan dari wawancara ini menurut Sugiyono (2012:233) adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide – idenya. Teknik ini didunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur (structured interview) dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai adalah aktor-aktor yang terlibat dalam penyerapan aspirasi masyarakat oleh Anggota DPRD Kota Bandar Lampung.

Dalam upaya mendapatkan data dan informasi yang valid dengan fokus penelitian, maka dalam menentukan informan peneliti menggunakan

teknik “purposive sampling” pada tahap awal dan dalam

pengembangannya dilakukan secara “snowball sampling” berdasarkan Sugiyono (2012:218) sampai diperoleh data dan informasi yang lengkap. Dengan kata lain keterangan awal yang didapat berasal dari pihak yang dikategorikan sebagai informan awal yang dipilih secara khusus


(1)

52

sistematis, dan dapat dipercaya. Upaya untuk memenuhi hal ini peneliti melakukannya melalui tabulasi data serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan.

3. Kebergantungan (dependability).

Uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan penelitian kelapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti itu perlu diuji dependability-nya, dan untuk mengecek penelitian ini benar atau salah. Setahap demi tahap data-data yang dihasilkan dilapangan dikonsultasikan dengan pembimbing. Hasil yang dikonsultasikan antara lain, proses penelitian dan taraf kebenaran data dan tafsirannya. Untuk itu peneliti menyediakan data mentah, hasil analisis data dan hasil sintesis data serta catatan mengenai proses yang digunakan.

4. Kepastian (comfirmability).

Menguji kepastian menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tapi hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penyerapan Aspirasi Masyarakat Yang Dilakukan Oleh Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 -2012 maka dapatdiambil kesimpulan bahwa :

1. Penyerapan Aspirasi Masyarakat Oleh Anggota DPRD Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012

a. Penyerapan aspirasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung menggunakan berbagai metode. Metode yang digunakan yaitu kunker formal, informal, reses, surat pengaduan dan kunjungan langsung masyarakat. Metode tersebut membebaskan masyarakat luas untuk dapat menyalurkan aspirasi ke DPRD. Banyaknya metode yang digunakan menunjukkan kewajiban anggota DPRD dalam menyerap dan menampung aspirasi masyarakat yang ada telah dijalankan dengan baik. b. Jangka waktu penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan DPRD

dilaksanakan selama anggota DPRD tersebut menjabat. Prosedur tindak lanjut aspirasi memerlukan waktu selama 3 minggu, sehingga dibutuhkan penyederhanaan guna meningkatkan efetivitas waktu dari tindak lanjut aspirasi tersebut.


(3)

106

c. Tindak lanjut dari penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD melalui rapat – rapat dan kunjungan kerja. Masyarakat diberi kebebasan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut guna menegaskan kepada Pemerintah Daerah untuk segera menyelesaikan masalah yang ada. Kontinuitas dan keterbukaan informasi kepada masyarakat dapat meningkatkan partisipasi yang ada, sehingga masalah yang ada dapat benar – benar terselesaikan.

2. Upaya – upaya yang dilakukan oleh anggota DPRD Bandar Lampung dalam meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Kota Bandar Lampung.

Belum adanya upaya secara maksimal yang dilakukan DPRD Bandar Lampung untuk meningkatkan penyerapan aspirasi khususnya dalam fungsi legislasi. Jika dilihat dari jumlah kunjungan kerja yang dilakukan, Anggota DPRD Bandar Lampung lebih mengutamakan fungsi control terhadap proyek – proyek yang dilakukan pemerintah daerah dibandingkan dengan fungsi legislasi .

B. Saran

1. Melakukan pertemuan antara warga dengan DPRD yang dilakukan secara berkala.

2. Membuka saluran kritik dan saran untuk DPRD melalui telepon, email dan lain sebagainya.

3. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga informal masyarakat dan lembaga – lembaga pendidikan dalam berbagai hal yang terkait dengan aspirasi masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan mengadakan forum diskusi atau workshop.


(4)

107

4. Perlunya meningkatkan intensitas koordinasi antara DPRD dengan pemerintah kota, sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Peningkatan intensitas dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan rapat koordinasi yang harus dihadiri kedua belah pihak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 2007. Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan

Publik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Hamidi, Jazim. 2007. Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif. Jakarta Selatan : PT. Buku Kita.

Isra, Saldi. 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Machali, Rochaya. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah : Panduan Lengkap Bagi Anda Yang Ingin Menjadi Penerjemah Profesional, Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Muluk, Khairul. 2006. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang : Bayumedia

Napitupulu, Paimin. 2005. Peran dan Pertanggungjawaban Dewan Perwakilan Rakyat, Bandung : PT. Alumni.

Nazir, Moh. . 2008. Metode Penelitian, Bogor : Ghalia Indonesia. Nugroho, Iwan. 2004. Pembangunan Wilayah, Jakarta : LP3ES.

Salman, Muhammad. 2009. Analisis Penyerapan Aspirasi Masyarakat Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2008 . Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.

Suharto, Edie. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan, Rakyat : Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung : Refika Aditama.


(6)

Usman, Husnaini. 2008. Metode Penelitian Sosial, Jakarta : PT Bumi Aksara.

Lain – lain

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, Dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pedoman Umum Pengelolaan Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2010

Erna Hayati, Jurnal. 2009. Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia Dalam Era Reformasi.Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marwati, Lilis, Skrpisi. 2008. Studi Tentang Peran Dewan Perwakilan Rakyat Papua Dalam Menyikapi Aspirasi Masyarakat. Universitas Yapis Papua. Papua Syamsudin, Jurnal. 2007. Governance Brief. Forests and Governance Program. Jakarta.

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/PARTISIPASI%20PUBLIK%20DAN%20BIROK RATISME%20PEMBANGUNAN.pdf diakses pada tanggal 22 Juni 2012

http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Govbrief/GovBrief0734I.pdf diakses pada tanggal 03 Agustus 2012

http://lampung.tribunnews.com/2011/07/01/reses-anggota-dewan-akan-datangi-daerah-pemilihan diakses pada tanggal 26 November 2012

http://www.radarlampung.co.id/read/45414-dewan-malas-dibeber-hari-ini diakses pada tanggal 26 November 2012

http://news.liputan6.com/read/476467/ini-daftar-politisi-korup-di-2012 diakses pada tanggal 03 Januari 2013

http://www.radarsorong.com/index.php?mib=berita.detail&id=5910 diakses pada tanggal 03 Januari 2013

http://news.detik.com/read/2013/01/07/102429/2134705/10/697--anggota-dpr-terindikasi-korup-priyo-ppatk-harus-arif diakses pada tanggal 03 Januari 2013