SIKAP POLITIK ANGGOTA DPRD TERHADAP ANGGOTA DPRD PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

POLITICAL ATTITUDE TOWARDS LEGISLATORS WOMEN LEGILSATOR IN THE LEGISLATURE PARLIAMENT

BANDAR LAMPUNG By

WAHYU AVISENA

Women are considered marginal lower than men's, women's marginalization is the low status and access to and control of a women's economic resources, political in the sense that poverty causes poverty, and a problem in the city of Bandar Lampung Parliament, in in the city of Bandar Lampung parliament of 45 members there are only 6 female legislators, which is only 13% female representation.

Formulation of the problem of this research is, "How Attitudes Toward Political DRPD Members Women Members of Parliament Legislative DRPD Bandar Lampung?" To see the problems that were examined for the purpose of this study How is the Member of the DPRD Political Attitudes Toward Women Members of Legislature DRPD Bandar Lampung.

The methods used in this research is descriptive qualitative. The type of the data being used is the primary and secondary data. Primary Data obtained from in-depth interviews and observations, while secondary data obtained through library and media materials such as books and papers. All of them mode as the meanings.


(2)

The results obtained by referring to the response of Bandar Lampung legislators against women Members of Parliament in the legislature, legislators have knowledge about the representation of women in the legislature, legislators argue the representation of women is considered very important to fight for the rights of women, it has been done members of parliament as a member of parliament to support the representation of women in a way to maximize the role of women in the legislature parliament Bandar Lampung, members of Parliament to socialize and guidance to the public about the importance of women's representation in the fight for women's interests.

As has been done that supports women legislators in the policy program for maternal health, medication and immunization in various health centers of Bandar Lampung. Although there are legislators in parliament members rejected the representation of women, because women can not due to limitations of the maximum as a housewife, but most of the support or in other words positive about women's representation in the legislature.

Keywords: Members of Parliament Political Attitudes, Women Parliament Members


(3)

SIKAP POLITIK ANGGOTA DPRD TERHADAP ANGGOTA DPRD PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF DPRD

KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

WAHYU AVISENA

Perempuan adalah kaum marginal yang dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki, marginalisasi perempuan adalah rendahnya status dan akses serta penguasaan seorang perempuan terhadap sumber-sumber daya ekonomi, politik dalam pengertian kemiskinan yang menyebabkan kemiskinan, dan menjadi permasalahan di dalam DPRD Kota Bandar Lampung, di dalam DPRD Kota Bandar Lampung dari 45 Anggota hanya terdapat 6 anggota DPRD perempuan, yaitu hanya 13% keterwakilan perempuan.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah, ”Bagaimana Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung?” dengan melihat permasalahan yang dikaji maka tujuan penelitian ini untuk Bagaiamana Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer didapat dari wawancara mendalam dan observasi, sedangkan data sekunder didapat melalui


(4)

bahan pustaka dan media seperti buku dan makalah. Data yang ada dioelah dan ditafsirkan sehingga dapat memiliki makna.

Hasil penelitian yang diperoleh mengacu kepada tanggapan anggota DPRD Kota Bandar Lampung terhadap Anggota DPRD perempuan di lembaga legislatif, anggota DPRD memiliki pengetahuan mengenai keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, anggota DPRD berpendapat keterwakilan perempuan dianggap sangat penting untuk memperjuangkan hak kaum perempuan tersebut. Hal yang telah dilakukan anggota DPRD sebagai anggota DPRD untuk Mendukung keterwakilan perempuan dengan cara memaksimalkan peranan perempuan di legislatif DPRD Kota Bandar Lampung, Anggota DPRD melakukan sosialisasi dan pengarahan terhadap masyarakat mengenai pentingnya keterwakilan perempuan dalam memperjuangkan kepentingan perempuan.

Hasil yang telah dilakukan anggota DPRD perempuan yaitu mendukung dalam kebijakan program kesehatan bagi ibu melahirkan, pengobatan dan imunisasi di berbagai puskesmas Kota Bandar Lampung. Walaupun didalam anggota DPRD terdapat anggota DPRD yang menolak mengenai keterwakilan perempuan tersebut, karena perempuan tidak dapat maksimal dikarenakan keterbatasan sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi sebagian besar mendukung atau dengan kata lain positif mengenai keterwakilan perempuan di lembaga legislatif.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial diangap suatu analisis baru dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. (Mansor, 2004 : 4)

Manifestasi ketidakadilan sosial yang disebabkan perbedaan paham antara seks dan gender memunculkan masalah perempuan seperti:

1. Marginalisasi perempuan yaitu rendahnya status dan akses serta penguasaan seorang perempuan terhadap sumber-sumber daya ekonomi, politik dalam pengertian kemiskinan yang menyebabkan kemiskinan. Dibandingkan dengan mayoritas laki-laki, mayoritas perempuan mengalami masalah karena kemarginalan mereka.

2. Subordinasi yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin lebih utama dibandingkan jenis kelamin yang lain. Sudah sejak lama dahulu ada pandangan menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, contohnya jika keluarga lebih cenderung mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak, maka anak laki-laki mendapatka prioritas utama.

3. Adanya pandangan steriotipe yang salah satunya menimpa perempuan, misalkan label kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga sangat merugikan perempuan yang hendak aktif dalam kegiatan laki-laki


(6)

2

seperti kegiatan politik, bisnis maupun birokrasi. Sementara laki-laki sebagai pencari nafkah mengakinatkan apa saja yang dihasilkan perempuan dianggap sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhatikan. (Hafidz, 1995)

Berdasarkan uraian di atas dapat di lihat bahwa memang ketika tidak ada dukungan bagi perjuangan perempuan maka selamanya perempuan akan termarginalkan dan dianggap tidak mampu berkompetisi dengan laki-laki. Lebih jauh lagi ketika pengetian keadilan gender ataupun ketidakadilan gender belum sepenuhnya dapat dipahami oleh perempuan dan masyarakat pada umunya, maka akan menjadi bias.

Dalam sejarah perjuangan HAM didunia internasional, persoalan gender telah berhasil diangkat pada tahun 1979, yang ditandai dengan lahirnya suatu konvensi yang isinya menyatakan tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dikenal dengan nama Convention on the Elimination of all forms Discrimination Against Women (yang selanjutnya disebut CEDAW)

Bila dikatakan bahwa partisipasi perempuan – khusunya Indonesia – dalam berbagai aspek mulai dirasakan sejak dikeluarkannya ketentuan-ketentuan yang itu mendukung perjuangan perempuan menuju langkah yang lebih maju, seperti misalnya :

Elimination of all forms Discrimination Against Women (CEDAW), yang diratifikasi oleh Indonesia ke dalam UU No. 7 Tahun 1984.

Konvensi tentang hak-hak politik perempuan (UU No. 18 Tahun 1956)

Women International Convention ke-4 tahun 1995 di Beijing, yang merekomendasikan kepada pemerintah diseluruh dunia agar


(7)

program pemberdayaan perempuan dalam setiap sector segera ditindak lanjuti secara nya tad an professional. (Konfederasi Cedaw)

.

Untuk menuju pembangunan yang responsif gender, diperlukan kebijakan yang sensitif terhadap gender dan permasalahan perempuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya dalam meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam proses pengambilan kebijakan, salah satu upayanya adalah dengan membuat peraturan yang menjamin hak-hak politik perempuan, atau upaya lain seperti memberikan pendidikan serta arti pentingnya perempuan untuk terlibat dalam politik.

Indonesia sendiri sudah mengadopsi banyak peraturan yang dapat mendukung perjuangan maupun pergerakan perempuan, seperti konvensional CEDAW terseubut yang diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984, tepatnya pada tanggal 24 Juli 1984, namun dalam kenyataannya peraturan-peraturan tersebut ternyata belum mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan perempuan, bahkan cukup mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan perempuan, bahkan mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan perempuan, bahkan UU tersebut pada saat itu belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Proses sosialisasi dan transformasi informasi yang tidak merata, membuiat peraturan tersebut tidak begitu dikenal oleh masyarakat Indonesia pada saat itu.

Selain itu, budaya, sistem sosial, sistem politik, hingga masalah kemiskinan masih menjadi kendala utama bagi perempuan dalam hal partisipasi politiknya. Budaya patriarkhi yang kuat dalam masyarakat kita juga menjadi


(8)

4

salah satu kendali bagi perkembangan partisipasi politik perempuan hingga saat ini, dengan kata lain bahwa kultur tersebut selalu menempatkan perempuan pada sektor domestik. Hal ini salah satunya disebabkan oleh anggapan yang menyebutkan bahwa perempuan itu lemah, emosional, dan sebagainya. Sehingga perempuan dianggap tidak mampu untuk bergelut dalam bidang politi, yang dikenal keras, maskulin, rasional (dalam artian tidak hanya megandalkan perasaaan)

Faktor lain yang juga menjadi kendala utama rendahnya partisipasi politik perempuan adalah pendidikan, yaitu terlihat perbedaan angka buta huruf yang signifikan, antara laki-laki dan perempuan, maupun antara perempuan yang menjadi kepala keluarga, terutama pada usia 45 tahun keatas yaitu 4,31% bagi Perempuan dan hanya 0,19% bagi laki-laki. Di kota Bandar Lampung angka melek huruf untuk perempuan sebanyak 94,2% dan untuk laki-laki 98% (untuk usia penduduk diatas 15 tahun). Data angka partisipasi sekolah 16-18 tahun (4,5% pada tahun 2002) tingginya angka putus sekolah bias disebabkan karena tuntutan keluarga untuk mengurangi beban ekonomi dan terutama terjadi pada keluarga ekonomi lemah. Sampai dengan tahun 2003 jumlah perempuan berumur 10 tahun kertas yang tidak sekolah dan belum tamat Sekolah Dasar (SD) lebih besar dibandingkan laki-laki. Untuk perempuan yang tamat Sekolah Lanjuta Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjuta Tingkat Atas (SLTA) Lebih Sedikit Laki-laki.


(9)

Keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga pengambil kebijakan, baik publik maupun negara seharusnya tidak hanya dalam taraf “diperhatikan” tetapi sudah dalam taraf “diwajibkan” yang artinya setiap partai itu wajib memberikan 30% hak perempuan yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan dalam realitasnya jumlah perempuan yang ada dalam lembaga/institusi pengambil kebijakan masih sangat minim, sehinnga kebijakan yang ada, dirasa kurang peka terhadap permasalahan perempuan itu sendiri.

Tabel.1

Persentase Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Menurut Agama, Pekerjaan, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Usia

Periode Tahun 1994-2001, 2004-2009, 2009-2014 PERIODE

1999-2004 2004-2009 2009-2014 Agama 1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha 80,5% 11,3% 5,6% 2,2% 0,2% 83,5% 10,5% 3,8% 1,8% 0,4% 83,8% 10,4% 3,7% 1,6% 0,5% Pekerjaan 1. Mantan Anggota DPR

2. Swasta 3. PNS 4. Purnawirawan 19, % 69,9% 4,1% 5,5% 37,1% 50,3% 4,7% 4,6% 34,9% 56,7% 4,2% 3,6% Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 91,0% 9,0% 89,3% 10,7% 82,4% 17,6% Pendidikan 1. Lulusan S1

2. Lulusan S2

64,19% 13,28% 47,64% 6,04% 82,4% 17,6% Usia 1. <25 Tahun

2. 25-50 Tahun 3. 50 Tahun Keatas

3,7% 38,8% 57,5% 0,4% 49,0% 50,6% 0,7% 63,2% 36,1% Sumber : Koran Tempo, kamis 1 Oktober 2009


(10)

6

Melihat Tabel.1 Menunjukan bahwa keterwakilan perempuan dari periode ke periode mengalami peningkatan, dan bahkan apabila di lihat perkembangan dari periode 1999-2004 sd 2009-2014 kenaikannya cukup signifikan yaitu 9 persen meiningkat menjadi 17,7 Persen.

Namun pencapaian keterwakilan perempuan pada masing-masing rovinsi masih bervariasi jumlahnya, terdapat beberapa provinsi yang tidak ada keterwakilan perempuan, seperti provinsi Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan provinsi Aceh (Tabel.2).

Tabel.2

Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif Nasional dan Provinsi Hasil Pemilu 2009

Provinsi L % P %

Aceh 13 100 0 0

Sumatera Utara 28 93,3 2 6,7

Sumatera Barat 13 92,3 1 7,1

Riau 10 90,3 1 9,1

Jambi 1 33,3 2 66,7

Sumatera Selatan 4 57,1 3 42,9

Bengkulu 16 94,1 1 5,9

Lampung 3 100 0 0

Bangka Belitung 3 75 1 25

Kepualaun Riau 13 72,2 5 27,8

DKI Jakarta 16 76,2 5 23,8

Jawa barat 70 76,9 21 23,1

Jawa tengah 17 77,3 5 22,7

DI Yogyakarta 68 88,3 9 11,7

Jawa Timur 7 87,5 1 12,5

Banten 66 75,9 21 24,1

Bali 9 100 0 0

Nusa Tenggara Barat 10 100 0 0

Nusa Tenggara Timur 12 92,3 1 7,7

Kalimantan Barat 9 90 1 10

Kalimantan Tengah 6 75 2 25


(11)

Kalimantan Timur 4 66,7 2 33,3

Sulawesi Utara 5 83,3 1 16,7

Sulawesi Tengah 5 83,3 1 16,7

Sulawesi Selatan 21 87,5 3 12,5

Sulawesi Tenggara 3 100 0 0

Gorontalo 4 80 1 20

Sulawesi Barat 2 66,7 1 33,3

Maluku 3 75 1 25

Maluku Utara 0 0 3 100

Irian Jaya Barat 7 70 1 30

Papua 2 66,7 3 33,3

INDONESIA 461 82,3 99 17,7

Sumber : Komisi Pemilihan Umun,2009-2014

Tabel.3

Keterwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nasional dan Provinsi Hasil Pemilu 2009

Provinsi L % P %

Aceh 7 87,5 1 12,5

Sumatera Utara 7 87,5 1 12,5

Sumatera Barat 7 87,5 1 12,5

Riau 6 75 2 25

Jambi 6 75 2 25

Sumatera Selatan 5 62,5 3 37,5

Bengkulu 5 62,5 3 37,5

Lampung 7 87,5 1 12,5

Bangka Belitung 6 75 2 25

Kepualaun Riau 5 62,5 3 37,5

DKI Jakarta 6 75 2 25

Jawa barat 7 87,5 1 12,5

Jawa tengah 6 75 2 25

DI Yogyakarta 4 50 4 50

Jawa Timur 7 87,5 1 12,5

Banten 7 87,5 1 12,5

Bali 8 100 0 0

Nusa Tenggara Barat 6 75 2 25

Nusa Tenggara Timur 6 75 2 25

Kalimantan Barat 4 50 4 50

Kalimantan Tengah 6 75 2 25

Kalimantan Selatan 7 87,5 1 12,5

Kalimantan Timur 7 87,5 1 12,5

Sulawesi Utara 7 87,5 1 12,5


(12)

8

Sulawesi Selatan 7 87,5 1 12,5

Sulawesi Tenggara 7 87,5 1 12,5

Gorontalo 8 100 0 0

Sulawesi Barat 5 62,5 3 37,5

Maluku 6 75 2 25

Maluku Utara 7 87,5 1 12,5

Irian Jaya Barat 5 62,5 3 37,5

Papua 6 75 2 25

INDONESIA 204 77,3 60 22,7

Sumber : Komisi Pemilihan Umun,2009-2014

Sementara keterwakilan perempuan pada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pencapaiannya sedikit lebih baik dibandingkan dengan keterwakilan perempuan di DPR. Keterwakilan perempuan di DPD menurut hasil pemilu tahun 2004 sebesar 19,8 persen dan meningkat menjadi 22,7 persen pada pemilu 2009. Namun demikian capaian ini tidak diikuti oleh semua provinsi, seperti pada provinsi Bali dan provinsi Gorontalo pada pelaksanaan pemilu 2009 keterwakilan perempuan di DPD tidak ada. Sementara terdapat 2 provinsi yang mencapai 37 persen yaitu provinsi Irian Jaya Barat dan Kepulauan Riau.

Berdasarkan wawancara dengan bagian persidangan pada tanggal 23 Mei 2012 Didalam DPRD Kota Bandar Lampung pada periode tahun 2004-2009 terdapat 5 Anggota DPRD perempuan dari jumlah 45 Anggota DPRD, oleh karena itu hanya 11% keterwakilan perempuan. Sedangkan pada periode tahun 2009-2014 terjadi peningkatan menjadi 6 dari jumlah anggota DPRD sebanyak 45 orang, dan menjadi 13% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif DPRD Kota Bandar Lampung, seperti yang dapat dilihat pada table 5 dan 6.


(13)

Tabel.4

Daftar Anggota DPRD Perempuan Kota Bandar Lampung Periode 2004-2009

No Nama Keterangan

1 A. Purwanti, S.P PKS

2 Selviana, S.E PAN

3 Eva Saropah, S.E PDIP

4 Mungliana, S.E PDS

5 Dra. Syarifah Demokrat

Sumber : Bagian persidangan DPRD Kota Bandar Lampung

Tabel.5

Daftar Anggota DPRD Perempuan Kota Bandar Lampung Periode 2009-2014

No Nama Keterangan

1 Hj. Ernita, SH.,M.H Demokrat

2 Dra. Syarifah Demokrat

3 Hj. Dolly Sandra, S.P Golkar

4 Dra. Hj. Mintarsih Yusuf Golkar

5 Kostina, SE.,M.H PDIP

6 Ir.Hj. Ratna Hapsari Barusman MM.,M.H Hanura Sumber : Bagian persidangan DPRD Kota Bandar Lampung

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana cara anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menanggapi tentang keterwakilan 30% Perempuan di Lembaga Legislatif yang telah diketahui perempuan adalah kaum marginal yang dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki, dan yang menjadi permasalahan di dalam DPRD Kota Bandar Lampung tidak memenuhi kuota 30 % keterwakilan perempuan yang telah ditetapkan dalam UU No.10 Tahun 2008 yang membahas tentang Partai Politik dan UU No.2 Tahun 2008 yang membahas tentang pemilihan umum. Didalam DPRD Kota Bandar Lampung dari 45 Anggota hanya terdapat 6


(14)

10

anggota DPRD perempuan, yaitu hanya 13% dan tidak mencapai 30% serta bagaimana sikap politik anggota dewan terhadap anggota DPRD perempuan Kota Bandar Lampung.

Sesuai dengan skripsi peneliti yang berjudul Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Kebijakan Keterwakilan 30% Perempuan di Lembaga Legislaitf DPRD Kota Bandar Lampung. Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana Sikap Politik Anggota DPRD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif yang telah diketahui perempuan sebagai minortias dibandingkan laki-laki, dan didalam DPRD Kota Bandar Lampung hanya 13% keterwakilan perempuan dari 30% yang ditetapkan.

Berdasarkan pemahaman tersebut, alasan peneliti yang melandasi layak dan pentingnya melakukan peneliti adalah perempuan sebagai kaum yang marginal yang dianggap tidak mampu berkompetisi dengan laki-laki, dan didalam ruang lingkup DPRD Kota Bandar Lampung yang mempunyai 45 Anggota Dewan DPRD dari total keseluruhan itu yang berjumlah 45 hanya terdapat 6 anggota perempuan, yang apabila dipersentasikan hanya 13% keterwakilan perempuan di DPRD Kota Bandar Lampung.


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: ”Bagaimana Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini sebagai salah satu kajian Ilmu Pemerintahan di dalam mata kuliah Gender dan Politik, khususnya yang berkaitan dengan Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan pertimbangan akademis khususnya bagi Anggota DPRD Kota Bandar Lampung, berkaitan dengan Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DRPD Kota Bandar Lampung.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gender dan Politik

Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya. Feminisme tidak berasal darisebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Itu sebabnya, tidakada abstraksi pengertian secara spesifik atas pengaplikasian feminisme bagi seluruh perempuan disepanjang masa.

Pengertian feminisme itu sendiri menurut Najmah dan Khatimah Sai’idah dalam bukunya yang berjudul Revisi Politik Perempuan (2003:34) menyebutkan bahwa:

Feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja, maupun di masyarakat serta adanyatindakan sadar akan laki laki maupun perempuan untuk mengubah keadaan tersebut secara leksikal. Feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki.


(17)

Pengertian feminisme dapat berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan para feminis yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran persepsi dan perilaku. Bahkan diantara perempuan dengan jenis-jenis yang hampir mirip terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagaian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarkhi dan dominasi laki-laki, dansampai resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan kelas, latar belakang, ras, dan gender.

(Sumber:http://ml.scribd.com/doc/79192419/Feminism di unduh pada hari Minggu Tanggal 07 Oktober 2012)

Feminism Liberal adalah salah satu bentuk dari Feminisme, Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.


(18)

14

Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi.

Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.

Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.


(19)

Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.

Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

(Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme diunduh pada hari Minggu Tanggal 07 Oktober 2012)


(20)

16

B. Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif

Muhammad Anis Qasim Ja’far (1998:82-84) ada dua pendapat mengenai hak-hak politik perempuan, yaitu:

Pendapat pertama mengatakan bahwa perempuan dilarang menggunakan hak-hak politiknya. Pendapat ini didasarkan oada argumentasi sebagai berikut:

1. Perempuan berbeda dengan laki-laki dalam aspek fisik, intelektual, dan moral

2. Perbedaan alami dalam menunaikan tugas-tugas antara laki-laki dan perempuan menuntut pengkhususan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan memelihara anak.

3. Jika perempuan terlibat langsung dalam kegiatan politik maka hal itu akan membahayakan perselisihan akibat perbedaan pandangan politik. Pada umumnya perempuan cenderung pada politik konservatif dan tradisional. Jika ia terlibat langsung dalam politik maka ia akan dimanfaatkan oleh para pendukung partai tersebut. 4. Perempuan tidak dituntut untuk mengikuti tugas wajib militer.

Selama tidak dituntut untuk melaksanakan tugas negara, maka ia tidak punya hak terlibat langsung dalam kegiatan politik yang harus dibatasi pada orang yang melaksanakan wajib militer saja. 5. Kadang-kadang keikut sertaan perempuan dalam kegiatan politik

dan persamaan dengan laki-laki akan menyebabkan laki-laki tidak menghormatinya.

Pendapat Kedua, berpendapat bahwa penting adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam menggunakan hak-hak politik. Karena kepentingan umum dan praktek demokrasi yang benar menghendaki hal itu. Perempuan merupakan separuh masyarakat, mereka mempunyai kepentingan yang sama dengan laki-laki. Oleh karena itu, persamaan diantara keduanya harus direalisasikan dalam mengatur urusan-urusan umum negara. Hal ini tidak bias dilakukan kecuali kalau perempuan dapat menggunakan hak-hak politik secara sempurna.


(21)

Perkembangan tuntutan politik kaum perempuan telah terjadi dalam empat tahap:

Pertama, isu tentang perempuan dibawa karena politik yang akan menyebabkan partai dipaksa untuk member respon. Kedua, untuk menghindari tuduhan bahwa gerakan perempuan adalah gerakan yang seksionalis, maka perempuan mencoba merubah isu tuntutan perempuan kedalam dimensi yang lebih luas, yaitu masalah hak asasi manusia, dan dalam hal ini partai dapat merespon lebih lanjut dalam tiga bentuk tindakan, yaitu rethoric, affirmative action, atau positf discrimintation. Ketiga, gerakan perempuan mengambil strategi ganda yaitu bekerja dengan jaringan perempuan dan bekerja dalam dunia politik partai yang didomisili laki-laki. Keempat, perempuan member peintah lebih dekat terhadap aturan main politik yang berarti mengubah gender dari dalam partai yaitu merubah struktur dan program partai. Secara singkat selalu akan terjadi hubungan yang dinamis antara tuntutan perwakilan politik permpuan dengan tanggapan dari partai. (Lovenduski 1993:1-5)

Upaya Affirmative Action atau tindakan khusus untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam politik terus disuarakan, seperti pada pelaksanaan pemilu 2009, peraturan perundang-undangan telah mengatur kouta 30% perempuan bagi partai politik (Parpol) dalam menempatkan calon anggota legislatifnya. Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pemilu legislatif serta memberikan mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.


(22)

18

Pasal 8 butir d UU Nomor 10 Tahun 2008, misalnya, menyebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol dapat menjadi peserta pemilu. Selain itu pasal 53 UU Pemilu Legislatif tersebut juga menyatakan daftar bakal calon juga memuat sedikitnya 30% keterwakilan perempuan.

Kemudian pasal 66 ayat 2 Nomor 10 Tahun 2008 juga menyebutkan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap parpol pada media massa ceta harian dan elektronik nasional. Sementara di pasal 2 ayat 3 UU parpol disebutkan bahwa pendirian dan pembentukan parpol menyertakan 30% keterwakilan Perempuan, dipasal 20 tentang kepengurusan parpol disebutkan juga tentang penyusunan yang memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30%. Dan pada DPRD Kota Bandar Lampung Dari Periode 2004-2009 dan Periode 2009-2014 Tabel 5 dan Tabel 6 yang mengalami peningkatan dari 11% menjadi 13%.

C. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Menurut UU No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah sebagai berikut:

a. Definisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga legislatif daerah yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra


(23)

Pemerintah Daerah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003.

b.Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur lembaga perwakilan daerah memiliki tanggung jawab yang sama dengan pemerintah daerah dalam membentuk peraturan daerah untuk kesejahteraan rakyat.

c. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

1. Legislasi: Diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama-sama dengan kepala daerah

2. Anggaran: Diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah daerah

3. Pengawasan: Diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

d.Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

1. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mencapai tujuan bersama

2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diajukan oleh Walikota

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan kepala daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah

4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah kepada Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Gubernur

5. Memilih Wakil Walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Walikota

6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah

7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah

8. Meminta laporan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi


(24)

20

9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah

10.Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

11.Menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan pengawasan fungsional 12.Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam

ketentuan perundang-undangan.

D. Sikap

1. Pengertian Sikap

Menurut LL. Thurtone (Ahmadi 2002:163) Sikap adalah tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi. Objek psikologi disini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.

Seseorang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap obyek psikologi menurut Back, Kurt (1977), (Ahmadi 2002:3)

Zimbardo dan Ebbesen (Ahmadi 2002:163) mendefinisikan sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective, behavior.


(25)

Sebagian besar para ahli dan peneliti setuju, sikap adalah predisposisi yang dipelajari, mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks (Ahmadi, 2002:164)

Berdasarkan pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kecenderungan untuk memberikan tanggapan yang berupa kesiapan dari perwujudan perasaan terhadap objek tertentu untuk dapat ditentukan yang dimana hasilnya kearah kognitif, afektif, dan Perilaku. Sikap tersebut merupakan hasil dari suatu respon yang dapat diukur terhadap objek tertentu.

2. Ciri-ciri Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004:163) yaitu:

1. Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

2. Sikap itu dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang, atau sebaliknya, sikap itu dapat dipelajari karena itu sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.

3. sikap itu berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk,


(26)

22

dipelajari atau berubah senantiasa berkaitan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, akan tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkaitan dengan satu objek saja tetapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimilki orang.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa sikap itu dapat berubah-ubah sesuai kondisi dan lingkungan sekitar. Atau dengan kata lain dibentuk dalam proses yang berulang-ulang terhadap suatu objek tertentu.

3. Fungsi Sikap

Menurut Ahmadi (2002:179) fungsi sikap dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula dimiliki bersama. Justru karena itu suatu golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama dan pengalaman bersama biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama terhadap suatu objek.

2. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur tingkah laku, bahwa tingkah laku timbul karena hasil pertimbangan-pertimbangan dari perangsang-perangsang yang tidak reaksi secara spontan, akan tetapi terdapat proses yang secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut. Jadi antara perangsang-perangsang dan reaksi disisipkannya sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan terhadap perangsang itu sebenarnya.

3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar yang sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua pengalaman yang berasal dari luar tidak sepenuhnya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.


(27)

4. Sikap politik berfungsi sebagai pernyataan pribadi. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini sebabnya bahwa sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertenttu, sedikit banyak orang dapat mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi disimpulkan bahwa sikap merupakan pernyataan pribadi.

Fungsi sikap dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkah laku seseorang sebagai alat untuk menyesuaikan diri terhadap fenomena atau objek tertentu yang diaktualisasikannya didalam pengalaman-pengalaman pribadi sebagai cerminan dari dirinya.

4. Komponen Sikap

Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga komponen. Menurut L. Mann yang dikutip oleh Azwar (2005:4-5), ketiga komponen sikap terdiri dari:

1. Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seering kali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

2. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini lah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan merubah sikap seseorang.

3. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap suatu dengan cara-cara tertentu.


(28)

24

Selanjutnya Menurut Abu Ahmadi (2002 : 162) tiap sikap mempunyai 3 aspek yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif yaitu aspek yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif yaitu aspek yang berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-objek tertentu.

c. Aspek Evaluatif

Aspek Evaluatif yaitu aspek yang berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan Komponen-komponen sikap tersebut, maka dapat ditarik kesimpuloan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu aspek kognitif (pandangan/pengetahuan), aspek afektif (Perasaan), dan aspek Evaluatif (Kecenderungan Berindak)

Selanjutnya sikap diartikan sebagai kesiapan merespon yang sifatnya positif, negatif dan netral terhadap objek atau situasi secara konsisten. Adapun definisi sikap oleh Abu Ahmadi (2002: 163) sikap positif, sikap negatif, dan netral adalah:

1. Sikap positif adalah sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, meneima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

2. Sikap negatif adalah sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.


(29)

3. Sikap netral adalah sikap masyarakat yang tidak menunjukkan sikap setuju atau menolak.

E. Sikap Politik DPRD mengenai Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Menurut Suwondo dalam Ahmad Tamimi (2004), sikap politik di artikan oleh Gibson Ivancevich dan Donely, sebagai kesiagaan mental yang diorganisir lewat pengalaman yang mempunyai pengaruh tertentu kepada tanggapan seseorang terhadap orang lain. Objek, situasi yang berhubungan dengannya, menurut ketiga ahli tersebut sikap mempunyai hubungan yang erat dengan nilai dalam arti bahwa nilai-nilai dapat digunakan sebagai suatu cara untuk mengeluarkan sejumlah sikap. Sikap, seseorang dapat menyatukan perasaan setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang, dan pola yang menentukan pandangan tentang dunia.

Sikap politik menurut Alfian (1982:134-135), sikap dan tingkah laku politik adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak (diam juga merupakan sikap) terhadap situasi atau keadaan.

Sikap politik dapat dinyatakan sebagai “kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil penghayatan terhadap objek tersebut”. Munculnya sikap politik tersebut akan diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul. Akan tetapi, perilaku


(30)

26

politik juga tidak selamanya mewakili sikap politik seseorang (Sastroatmodjo, 1995:4, 7).

Pelaksanaan suatu kebijakan harus didukung oleh masyarakat agar kebijakan tersebut menjadi efektif. Ada tiga bentuk sikap individu atau masyarakat terhadap suatu objek politik atau kebijakan. Menurut Anderson dalam Irfan Islamy (2003:110-112) dan Robert Dahl dalam Arifin Rahman (2002:53-54) mengungkapkan tiga bentuk sikap masyarakat terhadap suatu kebijakan atau suatu objek politik yaitu:

1. Mendukung

Komponen ini menjelaskan subab-subab mengapa setiap anggota masyarakat perlu mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan atau mengapa masyarakat mendukung suatu kebijakan sehingga pelaksanaan suatu kebijakan dapat berjalan efektif meliputi:

Respek anggota masyarakat terhadap otoritas atau putusan-putusan badan pemerintah. Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang berwenang serta dibuat melalui prosedur yang benar.

Bila suatu kebijakan itu dibuat berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka masyarakat cenderung mempunyai kesediaan diri untuk menerima dan melaksanakan kebijakan tersebut.

Adanya ketentuan pribadi. Seseorang atau sekelompok orang sering memperoleh keuntungan yang langsung dengan menerima dan melaksanakan kebijakan, karena kebijakan itu sesuai dengan kepentingan pribadinya.

2. Menolak

Komponen menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan mengapa orang tidak mematuhi dan melaksanakan


(31)

suatu kebijakan atau mengapa masyarakat menolak suatu kebijakan yang dapat menghambat jalannya suatu kebijakan meliputi:

- Kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu, maka kebijakan tersebut tidak akan dilaksanakan atau dipatuhi.

- Keanggotaan seseorang dalam suatu perkumpulan atau kelompok Seseorang bisa patuh atau tidak patuh pada peraturan perundang-undangan atau kebijakan karena keterlibatannya dalam keanggotaan atau suatu perkumpulan yang kadang-kadang mempunyai ide-ide atau gagasan-gagasan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan hukum atau keinginan pemerintah. Akibatnya akan cenderung tidak patuh atau melawan peraturan kebijakan. - Adanya ketidakpastian hukum

Tidak adana kepastian hukum, ketidakjelasan ukuran kebijakan yang saling bertentangan satu sama lain dan sebagainya, dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang kepada hukum atau kebijakan.

3. Netral

Pada komponen ini menjelaskan beberapa alasan yang menunjukkan sikap setuju atau menolak terhadap politik atau kebijakan meliputi:

- Orang merasa tidak melihat perbedaan yang tegas antara keadaan yang sebelumnya.

- Seseorang cenderung kurang perduli terhadap suatu kebijakan jika ia merasa bahwa tidak ada masalah terhadap hal yang dilakukan, karena ia tidak dapat mengubah hasilnya dengan jelas.

Sebagai salah satu fungsi DPRD yaitu melaksanakan pengawasan terhadap undang-undang, dan berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 dan No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pemilu legislatf serta memberikan mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.


(32)

28

Kemudian No.12 tahun 2003 pasal 65 tentang pemilu yang menyatakan bahwa setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Seharusnya dalam suatu lembaga legislatif terdapat keterwakilan 30% perempuan, akan tetapi di dalam DPRD Kota Bandar Lampung tidak mencapai 30% hanya 13%.

Sikap politik anggota DPRD adalah kecenderungan anggota DPRD yang mempunyai pengaruh tertentu dalam menilai objek dalam sistem politik. Pada penelitian ini, peneliti mengkaji komponen sikap anggota DPRD Kota Bandar Lampung dalam Keterwakilan Perempuan Minimal 30% di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung dimana komponen menurut L. Mann yang dikutip oleh Azwar (2005: 4-5), ketiga komponen sikap terdiri dari sikap politik tersebut terdiri atas kognitif, afektif dan evaluatif.

Untuk melihat hasil dari sikap politik anggota DPRD Kota Bandar Lampung apakah mendukung, menolak, netral, dan tindakan apa yang akan mereka lakukan sebagai wakil rakyat di dalam DPRD Kota Bandar Lampung serta wakil bagi partai mereka terhadap permasalahan keterwakilan 30% perempuan di lembaga legislatif Kota Bandar Lampung yang tidak mencapai 30% keterwakilan perempuannya.


(33)

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU No 10 Tahun 2008 serta UU No.12 tahun 2003 pasal 65, keterwakilan 30% Perempuan didalam DPRD Kota Bandar Lampung tidak memenuhi, karena dari 45 anggota hanya terdapat 6 anggota DPRD perempuan yang hanya 13% keterwakilannya. Sesuai dengan skripsi peneliti, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap Anggota DPRD dalam permasalahn ini.

Sikap politik DPRD muncul setalah melihat, memahami dan menghayati tentang bagaimana keterwakilan perempuan yang dianggap kaum marginal dan minoritas yang dapat memperjuangkan perempuan tidak sampai 30% didalam DPRD Kota Bandar lampung, dan hanya mencapai 13%. Sikap tersebut merupakan per-disposisi atau kecenderungan bertindak dikarenakan dari sudut pandang masyarakat yang pluralism atau juga dari sudut pandang multi dimensi.

Sikap politik tersebut dibentuk dari tiga komponen Menurut Saifudin Azwar dalam bukunya yang berjudul Sikap Manusia (2005:20) disebutkan bahwa terdapat tiga respon mengenai sikap yaitu kognitif yaitu pengetahuan anggota DPRD terhadap Keterwakilan Perempuan, afektif yaitu perasaan anggota DPRD dan Evaluatif yaitu dasar sikap dan penilaian terhadap Keterwakilan Perempuan serta tindakan yang dilakukan. Berdasarkan tiga komponen tersebut menimbulkan sikap mendukung, menolak, dan tidak perduli. Serta tindakan apa yang akan


(34)

30

mereka lakukan sebagai wakil rakyat di dalam DPRD Kota Bandar Lampung serta wakil bagi partai mereka yang mempunyai peran dalam keterwakilan perempuan di lembaga legislatif khususnya DPRD Kota Bandar Lampung.


(35)

Adapun untuk memperjelas kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini:

Sebagai Bentuk Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Menghasilkan Sikap

Gambar 1. Kerangka Pikir Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD

Kota Bandar Lampung

Sikap Anggota DPRD Kota Bandar Lampung

berdasarkan aspek : 1. Kognitif

2. Afektif 3. Evaluatif

Positif  Mendukung

Keterwakilan Perempuan  Menerima  Bagaimana

Tindakannya?

Negatif  Menolak  Mengkristisi

Keterwakilan Perempuan  Bagaimana

Tindakannya?

Netral  Tidak


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan mengenai bagaimana Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung, sehingga tergolong pada penelitian dengan menggunakan penelitian deskriptif pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1999:42) mendefinisikan kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata/lisan dari orang lain/perilaku yang dapat diamati.

Menurut Rooney Kuntur (2003:95) penelitian Deskriptif (Deskriptive Reasearch) adalah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Jenis penelitian deskrptif ini biasanya dilakukan terhadap satu variabel yang diteliti dengan mencoba menguraikan serinci mungkin sesuai dengan masalah penelitian yang diinginkan. Peneliti deskriptif dapat melibatkan lebih dari satu variabel. Namun diuraikan satu persatu. Salah satu ciri yang merupakan keterbatasan penelitian ini adalah dia tidak menganalisis


(37)

bagaimana satu variabel berhubungan dengan variabel yang lainnya atau bagaimana satu variabel dipengaruhi variabel lain.

Sedangkan penelitian kualitatif menurut Ronny Kuntur (2003:18) adalah penelitian yang datanya kualitatif, umumnya berbentuk narasi atau gambar-gambar. Mungkin saja pada penelitian kualitatif ada data berupa angka-angka tetapi sebenarnya angka-angka tersebut hanya menjelaskan sesuatu.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran-kebenaran, namun didalam melihat kebenaran-kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadang kala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacak lebih jauh kebalik sesuatu yang nyata tersebut.

Penelitian kualitatif dalam proposal penelitian ini bertujuan untuk melihat Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung. Serta apa dan bagaimana langkah atau tindakan yang akan dilakukan anggota DPRD Kota Bandar Lampung.


(38)

34

B. Fokus Penelitian

Pentingnya fokus penelitian kualitatif ialah untuk membatasi studi dan bidang kajian penelitian. Menurut Sugiyono (2006:233) batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Tanpa adanya fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak pada melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Karena itu fokus penelitian memiliki Sikap Politik yang sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian.

Fokus dalam penelitian ini adalah Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Anggota DPRD Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung, yang dimana keterwakilan Perempuan dari 45 anggota DPRD terdapat 6 Anggota Perempuan sedangkan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU No 10 Tahun 2008 keterwakilan perempuan di lembaga legislatif adalah 30%. Untuk Menilai sikap politik digunakan tiga aspek yaitu Kognitif (Pandangan/pengetahuan tentang suatu masalah), afektif (Perasaan), dan Evaluatif (Kecenderungan dalam melakukan tindakan), sehingga dapat diketahui Sikap Anggota DRPD Kota Bandar Lampung dalam Menanggapi Keterwakilan 3Perempuan di Lembaga Legislatif.


(39)

Adapun sikap Tersebut terbagi tiga yaitu Positif (Mendukung Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif dan Bagaimana tindakannya mengenai Keterwakilan Perempuan tersebut), Negatif (Menolak, mengkritisi Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif Bagaimana tindakannya mengenai Keterwakilan Perempuan tersebut), netral (Tidak Bersikap)

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan didalam Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Bandar Lampung, Kota Bandar Lampung dipilih menjadi lokasi penelitian dengan alasan berdasarkan UU No.2 Tahun 2008 dan No.10 Tahun 2008 serta No.12 tahun 2003 pasal 65, tentang keterwakilan 30% perempuan, DPRD Kota Bandar Lampung tidak memenuhi 30% keterwakilan perempuan, karena dari 45 anggota hanya terdapat 6 anggota DPRD perempuan, oleh karena itu hanya 13% keterwakilan perempuannya.

D. Penentuan Informan

Sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil penelitian. Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang baru diperoleh melalui wawancara dengan penentuan informan berdasarkan teknik purposive sampling dimana penentuan informan berdasarkan pertimbangan tertentu.


(40)

36

Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Berkaitan dengan teknik purposive sampling, menurut Spreadley dan Faisal (1990: 67) teknik pengambilan sampel purposive adalah sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, dalam hubungan ini lazimnya dinyatakan atas kriteria-kriteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random.

Selanjutnya, Spreadley dan Faisal (1990) mengungkapkan, agar memperoleh informasi yang lebih terbukti berdasarkan informan, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan:

1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian;

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian;

3. Subjek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu, dan kesempatan untuk dimintai keterangan;

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut

Menurut Sugiyono (2009:52), sumber informasi yang dipilih secara purposive sampling adalah :

“Sebagai sampel sumber data yang ditetapkan secara sengaja untuk peneliti lazimnya didasarkan atas kreteria atau pertimbangan-pertimbangan. Penggunaan purposive sampling bertujuan untuk mengambil sampel secara subyektif dengan anggapan bahwa sampel yang diambil itu merupakan keterwakilan (representatif) bagi peneliti, sehingga pengumpulan data yang langsung pada sumbernya dapat dilakukan secara proporsional demi keakuratan penelitian”.


(41)

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah anggota DPRD Kota Bandar Lampung berdasarkan masing-masing fraksinya, serta menggunakan Trianggulasi data yang menggunakan tokoh-tokoh lain baik itu wanita ataupun pria yang berhubungan dengan keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif

E. Sumber Data

Menurut Loftland (1984:47) sumber data yang utama pada penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti sumber daa tertulis. Adapun sember data dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer yang digunakan adalah yang berasal dari hasil wawancara. Sumber data yang dapat ditulis ataua direkam. Wawancara akan dilakukan kepada informan yang telah ditentukan dengan menggunakan panduan wawancara mengenai Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Keterwakilan 30% Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung.

Teknik pemilihan individu (seseorang) yang akan diwawancarai dilakukan secara purposive. Alasan memakai teknik purposive disebabkan oleh bentuk dan cirri penelitian itu sendiri yaitu untuk mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan penelitian ini.


(42)

38

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada. Data sekunder ini digunakan sebagai pendukung guna mencari fakta yang sebenarnya. Data sekunder juga diperlukan untuk melengkapi informasu dalam rangka mencocokan data yang diperoleh. Sumber data sekunder yang akan digunakan antara lain berita surat kabar, website, dokumen-dokumen, artikel, jurnal,dan referensi-referensi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab permaslahan penelitian. Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Secara sederhana wawancara diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan menggunakan Tanya Jawab antara Pencari Informasi dan sumber Informasi. Seperti diungkap Hadari Nawawi (2001:111) yaitu:

”wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk menjawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah langsung dengan tatap muka (face to face relationship) antara si pencari informasi (interview/interview hunter) dengan sumber informasi (interviewe)”

Berdasarkan definsi diatas, maka informan yang direncakan pada penelitian ini dimungkinkan kepada Anggota DPRD Kota Bandar Lampung.


(43)

2. Dokumentasi

Menurut Hadari Namawi (2001:111) Dokumen yang berupa tulisan ataupun film bagi peneliti dapat digunakan untuk diproses (Melalui Pencatatan, pengetikan, atau alat tulis), tetapi kualitas tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun kedalam teks yang diperluas.

Teknik dokumentasi pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis. Terutama berupa surat kabar, website, perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah penelitian.

G. Instrument Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang dipergunakan dalm penelitian ini adalah: 1. Pedoman Wawancara

Dalam penelitian ini dipergunakan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya dan digunakan untuk mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Penulis juga menggunakan alat tulis menulis dan tape recorder dalam penelitian

2. Pedoman Dokumentasi

Dokumentasi berupa dokumen-dokumen yang ada ditempat penelitian dan berupa data-data yang dapat djadikan sebagai sumber data dalam penelitian. Penulis menggunakan alat tulis dan fotokopi dokumen untuk mendapatkan data-data dalam penelitian.


(44)

40

H. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah mengolah data tersebut. Adapung teknik yang digunakan dalam pengolahan data sebagaimana yang disebutkan Lexy J. Moleong (2006:38) adalah:

1. Editing

Yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi maupun dokumentasi untuk menghindari kekliruan dan kesalahan. Tahap editing yang aka dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini menyajikan hasil wawancara dan observasi berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa yang mudah dipahami.

2. Interprestasi

Interprestasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi yang akurat yang diperoleh dilapangan.

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Fenomena yang diteliti secara deskriptif tersebut dicari informasi mengenai hal-hal yang dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:93) analisis data merupakan proses manipulasi data hasil penelitian/proses menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah diinterprestasikan


(45)

Menurut Matew Miles dan Huberman (1992:16) terdapat tiga komponen analisi yaitu:

1. Reduksi Data

Yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis dilapangan. Reduksi data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah analisis yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data mengenai hasil tentang Sikap Politik Anggota DRPD Terhadap Keterwakilan 30% Perempuan di Lembaga Legislatif dengan cara sedemikian hingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Pada pengumpulan data terjadilah tahapan reduksi selanjutnya yaitu membuat ringkasan mengenai penelitian ini. Reduksi data sebagai proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian di lapangan.

2. Penyajian Data (Display Data)

Menurut Matew Miles dan Huberman (1992:16) membatasi suatu penyajian data sebagai sekumpulan informasi yang tersusun untuk member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Penyajian yang paling sering digunakan adalah pada data kualitatif adalah bentuk teks naratif, berbagai jenis matrik, grafik dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan


(46)

42

informasi yang tersusun dalam bentuk padu dan mudah diraih. Dalam penelitian ini penyajian data yang akan digunakan adalah bentuk teks naratif yang disertai bagan dan table yang isinya berkaitan dengan penelitian ini tentunya.

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Berdasarkan permulaan pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola kejelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan prposisi. Peneliti yang kompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka, dan skeptik, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, kemudian lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan akhir mungkin muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada kesimpulan-kesimpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan, metode pencarian ulang yang digunakan dan kecakapan peneliti.


(47)

IV. KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG

A. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung

Komposisi Anggota DPRD Kota Bandar Lampung penetepan kursi DPRD Kota Bandar Lampung dari hasil legislatif tahun 2009 DPRD Kota Bandar Lampung, terdapat 10 Partai politik peserta pemilih yang memenuhi perolehan wakil-wakil di DPRD Kota Bandar Lampung dalam dapil 5 (Lima) dari 10 partai tersebut adalah:

1. Fraksi Demokrat : 10 Orang 2. Fraksi Golkar : 8 Orang

3. Fraksi PKS : 5 Orang

4. Fraksi PDIP : 5 Orang

5. Fraksi PAN : 5 Orang

6. Fraksi PPP : 4 Orang

7. Fraksi Geindra : 4 Orang 8. Fraksi Kebangkitan Nurani Rakyat : 4 Orang 45 Orang

Terdiri dari PKB 2 Orang, Hanura 2 Orang, PNBK 1 Orang, sehingga 45 Orang.


(48)

44

Fraksi - fraksi:

Tugas fraksi berdasarkan perolehan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor: 01/ DPRD B L /

2012: tentang tata tertib penetepan dan susunan perolehan Fraksi - fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan perwakilan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor: 01/ DPRD - BL I 2012' ada beberapa Fraksi – fraksi.

1. Fraksi Demokrat:

Ketua : Hi. FERRY FRISAL PARINUSA, SH Wakil Ketua : ENDANG ASNAWI

Sekretaris : SEPTRIO FRIZO, S.A SE Wakil Sekretaris : HENDRA MUKRI

Bendahara : ERNITA, SH.MH 2. Fraksi Golkar:

Ketua : MW. HERU SAMBODO, ST.MH Wakil Ketua : Hi. SOWONDO

Sekretaris : BENSON WEATHA, SH Wakil Sekretaris : HJ. MINTARSIH YUSUF Bendahara : ROMI HUSIN, SToiP2 3. Fraksi PAN:

Ketua : WAHYU LESMONO, SE

Wakil Ketua : SURYA JAYA AMPERA, SE Sekretaris : HAMRIN SUGANDI, SH.MH Wakil Sekretaris : MUSWIR, A.md

Bendahara : ARIANTO. SH. M.Si 4. Fraksi PDIP:

Ketua : WIYADI, SP

Wakil Ketua : HANAFI PULI.ING

Sekretaris : HAMONANGAN NAPITUPULU Wakil Sekretaris : Drs. YOSE RIZAL

Bendahara : KOSTIANA. SE 5. Fraksi PPP:

Ketua : NUR SYAMSI, ST

Wakil Ketua : MUSABAQAH, A.md

Sekretaris : Hi. ALBERT ALAM, S'Pd' M.Pd Wakil Sekretaris : HENDRIK KISINJER, S.KOM


(49)

6. Fraksi PKS:

Ketua : YUSUF EFE,NDI, SE

Wakil Ketua : HENDRIE KURNIAWAN, SE Sekretaris : NANDANG HENDRAWAN, SE Wakil Sekretaris : FAHMI SASMITA, SPN

Bendahara : WIDARTO 7. Fraksi Gerindra:

Ketua : IKWAN FADIL IBRAHIM, ST Wakil Ketua : M. BASIRI AFANDI, SE Sekretaris : SAINI NURJAYA, SE

Bendahara : M. JIMMI KHOEINI ERCHMAN, SH 8. Fraksi KNRI:

Ketua : IR. HJ. RATNA HAPSARI B, MM Wakil Ketua : E,FFENDI TASLIN, SE

Sekretaris : TAUFIK RAHMAN, S.Ag Bendahara : YASER AHCMAD, S.SOS

Dinamika DPRD:

Dalam perkembangan DPRD Kota Bandar Lampung, sesuai dengan keputusan Mentri Dalam Negeri melalui Gubemur Lampung Nomor: G / 528 /HK / 2009. Tentang Kota Bandar Lampung massa keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandar Lampung massa keanggotaan 2009 - 20I4. Peresmian Anggota DPRD Kota Bandar Lampung hasil pemilu Legislatif tahun 2009.

pada tanggal 18 AgJstus 2009 dalam massa nya Anggoia Dewan 209 -2014. Dengan komposisi sebagai berikut:

1. Pimpinan DPRD 2. Komisi-komisi 3. Badan Anggaran 4. Badan Musyawarah 5. Badan Legilsasi


(50)

46

1. Alat Kelengkapan DPRD a. Pimpinan DPRD

Pimpinan DPRD menurut Pasal 53 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandar Lampungmempunyai tugas:

1. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasikl sidang untuk mengambil keputusan.

2. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua.

3. Menjadi juru bicara DPRD.

4. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD.

5. Mengadakan konsultasi kepada Walikotadan instansi pemerintah lainnya sesuai dengan keputusan DPRD.

6. Mewakili DPRD dan alat kelengkapan DPRD di pengadilan.

7. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan keputusan perundang-undangan.

b. Panitia Musyawarah

Panitia musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Menurut Pasal 56 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandar Lampung dijelaskan bahwa Panitia Musyawarah mempunyai tugas:

1. Memberikan pertimbangan tentang penetapan progran kerja DPRD diminta atau tidak diminta.

2. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD.

3. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat.

4. Memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan. 5. Merekomendasikan pembentukan panitia khusus.


(51)

Setiap Panitia Musyawarah wajib:

a. Mengadakan konsultasi dengan fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Panitia Musyawarah.

b. Menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Panitia Musyawarah kepada fraksi.

c. Komisi

Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Pasal 59 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandar Lampung menjelaskan bahwa Komisi mempunyai tugas:

1. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah.

2. Melakukan pembahasan terhadap rancangan peeraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD.

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing-masing.

4. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh kepala daerah dan masyarakat kepada DPRD.

5. Menerima, menampung dsn membahas serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat.

6. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. 7. Melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas

persetujuan Pimpinan DPRD.

8. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapatan.

9. Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi.

10. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi.


(52)

48

Struktur Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung periode 2011-2012.

Tabel.6

Daftar Nama Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung

No. NAMA JABATAN

1 Wiyadi, SP Ketua

2 Benson Wertha, SH Wakil Ketua

3 Hi. Ferry Frizal Parinnusa, SH Sekretaris

4 Drs. Zulkismir Anggota

5 M. Jimmy Khoimeni Irsan, SH. MM Anggota

6 Romi Husin, SH Aanggota

7 H. Arianto, SH. M.Si Anggota 8 Efendi Taslim, SE. MM Anggota

9 Nursyamsi, ST Anggota

10 Yusuf Effendy, SE Anggota


(53)

Tabel.7

Daftar Nama Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung

No NAMA JABATAN

1 Endang Asnawi Ketua

2 Surya Jaya Ampera, SE Wakil Ketua 3 Hi. Benny HN Mansyur, S.Sos Sekretaris 4 Ir. RM. Ayub Sulaiman Anggota

5 Hendra Mukri, S.Sos Anggota

6 Dra. Hj. Mintarsih Yusuf Anggota

7 Windarto, SE Anggota

8 Hamonangan Napitupulu Anggota 9 M. Basiri Affandi, SE Anggota 10 Hi. Yasser Achmad, S.Sos Anggota

11 Musabakah, A.Md Anggota


(54)

50

Tabel.8

Daftar Nama Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung

No NAMA JABATAN

1 Hi. Berlian Mansyur, A.Md Ketua

2 Handrie Kurniawan, SE Wakil Ketua 3 Septrio Frizo, SA. SE Sekretaris 4 H. Agusman Arif, SE, MM Anggota 5 Drs. Hi. Suwondo, M.Pd Anggota

6 Hanafi Pulung Anggota

7 Hamrin Sugandi, SE, MM Anggota

8 Wahyu Lesmono, SE Anggota

9 Ir. Hj. Ratna H. Barusman, MM,. MH Anggota

10 Sainin Nurjaya Anggota

11 Hendri Kisinjer, S.I.Kom Anggota Sumber: Bagian Persidangan DPRD Kota Bandar Lampung


(55)

Tabel.9

Daftar Nama Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandar Lampung

No NAMA JABATAN

1 Nandang Hendrawan, SE Ketua

2 Hi. Albert Alam, S.Pd. M.Pd Wakil Ketua 3 Ikhwan Fadhil Ibrahim, SH Sekretaris

4 Dra. Hj. Syarifah Anggota

5 Muswir, A.Md Anggota

6 Ernita, SH. MH Anggota

7 Kostiana, SE Anggota

8 Hj. Dolly Sandra, SP Anggota

9 Taufik Rahman, S.Ag Anggota

Sumber: Bagian Persidangan DPRD Kota Bandar Lampung

Bidang tugas komisi-komisi dalam DPRD Kota Bandar Lampung terdiri dari:

1. Komisi A, bidang pemerintahan meliputi pemerintahan umum, ketertiban dan keamanan, kependudukan, komunikasi/pers, hukum/perundang-undangan, perizinan, pertanahan, kepegawaian/aparatur, sosial, politik, KPU, Kantor Arsip Daerah dan Organisasi Masyarakat.

2. Komisi B, bidang perekonomian dan keuangan meliputi perindustrian, perdagangan, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengadaan pangan, logistik, koperasi, pariwisata, dunia usaha


(56)

52

dan penanaman modal, keuangan daerah, asset daerah, perpajakan, retribusi, perbankan, perusahaan daerah dan perusahaan patungan. 3. Komisi C, bidang pembangunan meliputi pekerjaan umum, pemetaan,

penataan dan pengawasan kota, pertamanan, kebersihan, perhubungan, pertambangan dan energi, perumahan rakyat dan lingkungan hidup. 4. Komisi D, bidang kesejahteraan rakyat meliputi ketenagakerjaan,

pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepemudaan dan olahraga, agama, kebudayaan, sosial, kesehatandan keluarga berencana, peranan wanita, transmigrasi, museum dan cagar budaya.

d. Badan Kehormatan

Badan kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. Menurut Pasal 61 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandar Lampung, Badan Kehormatan mempunyai tugas:

1. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD.

2. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan kode etik DPRD sesuai sumpah/janji.

3. Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan pempinan DPRD, masyrakat dan/atau pemilih.


(57)

4. Menyampaikan hasil kesimpulan atas penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagai rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh DPRD.

5. Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabilakemudian dinyatakan tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD atas pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih sbagaimana dimaksud pada ayat (3).

Menurut pasal 61 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandar Lampung dijelaskan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang:

1. Memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan.

2. Meminta keterangan pelapor, saksi dan atau pehak-pihak lain yang terkait termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain.

3. Menjalin kerjasama dan atau meminta keterangan dari badan/lembaga terkait dalam rangka penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi.


(58)

54

e. Panitia Anggaran

Panitia anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Menurut pasal 63 Keputusan DPRD Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD kota BandarLampung Panitia Anggaran mempunyai tugas:

1. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selambat-lambatnya lima bulan sebelum detetapkannya anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Memberikan saran dan pendapat kepala kepala daeran dalam mempersiapkan penetapan, perubahan, perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam rapat paripurna.

3. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan APBD, rancangan APBD perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah.

4. Memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD.

5. Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja sekretariat DPRD.

6. Melaksanakan penyempurnaan atas hasil evaluasi Mentri Dalam Negeri atas Perda tentang APBD bersama Pemerintah Derah.


(59)

7. Mengadakan konsultasi dengan Fraksi/Komisi terkait sebelum mengikuti rapat panitia anggaran.

8. Menyampaikan laporan mengenai pokok-pokok hasil rapat Panitia Anggaran kepada Fraksi/Komisi terkait.

f. Alat Kelengkapan lainnya yang diperlukan

Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa panitia Khusus dengan Keputusan DPRD atas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah dengan persetujuan rapat paripurna.

B. Pelaksanaan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif DPRD Kota Bandar Lampung

Keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga pengambil kebijakan, baik publik maupun negara seharusnya tidak hanya dalam taraf “diperhatikan” tetapi sudah dalam taraf “diwajibkan” yang artinya setiap partai itu wajib memberikan 30% hak perempuan yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan dalam realitasnya jumlah perempuan yang ada dalam lembaga/institusi pengambil kebijakan masih sangat minim, sehinnga kebijakan yang ada, dirasa kurang peka terhadap permasalahan perempuan itu sendiri.


(60)

56

Seperti terdapat pada Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pemilu legislative serta memberikan mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.

Pasal 8 butir d UU Nomor 10 Tahun 2008, misalnya, menyebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol dapat menjadi peserta pemilu. Selain itu pasal 53 UU Pemilu Legislatif tersebut juga menyatakan daftar bakal calon juga memuat sedikitnya 30% keterwakilan perempuan.

Kemudian pasal 66 ayat 2 Nomor 10 Tahun 2008 juga menyebutkan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap parpol pada media massa ceta harian dan elektronik nasional. Sementara di pasal 2 ayat 3 UU parpol disebutkan bahwa pendirian dan pembentukan parpol menyertakan 30% keterwakilan Perempuan, dipasal 20 tentang kepengurusan parpol disebutkan juga tentang penyusunan yang memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30%.


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap politik anggota DPRD Kota Bandar Lampung terhadap Anggota DPRD perempuan di lembaga legislatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis kepada 7 anggota DPRD Kota Bandar Lampung dapat ditarik kesimpulan bahwa Dilihat dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif.

Aspek kognitif, para informan mengetahui mengenai sikap politik anggota DPRD Kota Bandar Lampung terhadap Anggota DPRD perempuan di lembaga legislatif. Aspek afektif, para informan mempunyai sikap rata-rata tidak peduli terhadap isu-isu negatif dalam keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Aspek evaluatif, para informan mempunyai penilaian yang baik dengan apa yang dilakukannya sebagai anggota DPRD yang berasal dari partai agar dapat meningkatkan keterwakilan perempuan, dan dengan apa yang dilakukan partai politiknya yang mempunyai andil dalam meningkatkan keterwakilan perempuan.


(2)

105

Anggota DPRD mendukung keterwakilan perempuan, karena keterwakilan perempuan dianggap sangat penting untuk memperjuangkan hak kaum perempuan tersebut, hal yang telah dilakukan anggota DPRD baik itu anggota DPRD laki-laki ataupun perempuan untuk mendukung keterwakilan perempuan adalah dengan cara memaksimalkan peranan perempuan di legislatif melakukan sosialisasi. Serta pengarahan terhadap masyarakat mengenai pentingnya keterwakilan perempuan dalam memperjuangkan kepentingan yang berhubungan dengan perempuan melalui wadah sebagai anggota DPRD dan sebagai wakil dari partai.

Anggota DPRD Perempuan mengatakan dengan lebih banyaknya Keterwakilan lebih baik, karena lebih banyak pilihan dan dukungan karena ada hal-hal tertentu yang hanya dapat dimengerti oleh perempuan yang apabila banyak terwakili akan semakin bagus. Walaupun memang dari standar yang ditentukan masih jauh bahkan belum sampai separuhnya. Hasil dari dukungan anggota DPRD perempuan salah satunya yaitu mendukung dalam kebijakan program kesehatan bagi ibu melahirkan, pengobatan dan imunisasi di berbagai puskesmas Kota Bandar Lampung.

Bentuk penolakan yang dilakukan anggota DPRD Kota Bandar Lampung Berlian Mansur meruapakan indikasi bahwa sebagian masyarakat beranggapan bahwa perempuan masih memiliki keterbatasan, dikarenakan kewajiban dia sebagai Ibu rumah tangga dalam keluarga, serta kultur budaya didalam masyarakat. Salah satu informan anggota DPRD menolak adanya


(3)

106

keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dikarenakan keterbatasan pada perempuan itu sendiri.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, peneliti menyarankan anggota DPRD dapat lebih memaksimalkan upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, bukan hanya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keterwakilan perempuan untuk memperjuangkan kaum perempuan melalui wadah sebagai anggota DPRD dan sebagai wakil dari partai. Sebagai wakil dari patai anggota DPRD diharapkan mampu melakukan suatu kegiatan partai yang berhubungan penyuluhan mengenai keterwakilan perempuan, serta pemgembangan sumber daya perempuan di masyarakat untuk menciptakan sumber daya perempuan yang lebih baik, dan di masa yang akan datang dapat meningkatkan keterwakilan perempuan yang dapat memperjuangkan kepentingan perempuan itu sendiri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Alfian. 1982. Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. L3PS. Jakarta. Azwar, Saifiuddin. 2005. Sikap Manusia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Bogdan dan Taylor, 1999. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah.

Aditya, Bandung

____ . DR. 1999. Analisis Gendaer dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar

____ . DR. 2004. Analisis Gendaer dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar

Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama. Bandung.

Hafidz, Liza. 1995. Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru. LP3ES. Jakarta

Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Loftland dan Loftland, 1984. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Bima Aksara. Jakarta

Lovenduski, Joni, dan Norris, Pippa.1993. Gender dan Politik. Sage Publication Miles, Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisa Data Kualitatif Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru. UI Press. Jakarta.

Moelong, Lexy J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif:edisi revisi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.


(5)

Nawawi, Hadari, 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University press, Yogyakarta

Qasim Jafar, Anis. 1998. Pengantar Teknik Analisa Gender.Jakarta Rahman, Arifin. 2002. Sistem Politik Indonesia. SIC. Surabaya. Ronny Kuntur. 2003. Metodelogi Penelitian. PPM. Jakarta

Sai’idah, Najmah dan Husnul Khotimah. 2003. Revisi Politik Perempuan. Bogor: Idea Pustaka.

Sastroatmodjo, Soejono. 1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press. Semarang. Sparadley dan Faisal. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. PT Rajawali

Perss. Jakarta

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kualitatif R dan D. Alfabeta. Bandung. . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. R&D. Bandung.

Tamimi, Ahmad. 2004. Sikap Politik Pengurus PAN Terhadap Wawasan


(6)

Sumber Lain :

UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD

UU No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Perempuan

UU No.18 Tahun 1956 Tentang Hak-hak Politik Perempuan

http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme http://ml.scribd.com/doc/79192419/Feminism

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23854/4/Chapter%20II.pdf

http://menegpp.go.id/V2/index.php/datadaninformasi/politik-hukum-a- pengambilan-keputusan?download=27%3Aketerwakilan-perempuan-di-lembaga-legislatif