untuk meloloskan air. Sedangkan dasar saluran 1 memiliki nilai porositas yang paling kecil sehingga kemampuan untuk meloloskan air akan lebih kecil juga.
Bahan organik tanah mempengaruhi nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel sehingga juga mempengaruhi nilai porositas tanah. Bahan organik tanah
memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kerapatan massa dan kerapatan partikel, dimana semakin tinggi kandungan bahan organik tanah akan
menyebabkan kepadatan tanah berkurang dan meningkatkan volume tanah sehingga nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah akan semakin kecil,
sedangkan porositas tanah semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur Israelsen and Hansen 1962 yang menyatakan bahwa bahan organik sangat mempengaruhi
nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah, semakin besar kandungan bahan organik maka kerapatan massa dan kerapatan partikelnya akan semakin
kecil, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan kandungan bahan organik yang besar akan meningkatkan volume tanah menjadi lebih besar. Kandungan
bahan organik tanah pada tepi saluran lebih besar dari dasar saluran dapat dilihat pada Tabel 3, mengakibatkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel pada
tepi saluran lebih kecil dibandingkan dasar saluran dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Sehingga untuk nilai porositas tanah pada tepi saluran lebih besar
dibandingkan dengan porositas tanah pada dasar saluran.
2. Debit Debit saluran menunjukkan jumlah air yang akan dialirkan ke sawah. Dari
pengukuran debit yang dilakukan, diperoleh besarnya debit pada kedua saluran yaitu dapat dilihat pada Tabel 7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Hasil pengukuran debit saluran
Lokasi Jarak Pengukuran
m Debit ldet
Hulu Hilir
Saluran I 45
8,25 6,05
Saluran II 35
9,76 7,32
Saluran I 35
8,25 6,92
Pada saat pengukuran debit, jarak antara pengukuran di hulu dan hilir pada saluran 1 yaitu 45 meter, sedangkan pada saluran kedua jarak pengukurannya
yaitu 30 meter, dimana debit pada kedua saluran relatif kecil. Pengukuran debit pada saluran 1 dan saluran 2 dilakukan pada jarak yang berbeda antara hulu dan
hilirnya karena adanya sadapan air dari saluran ke sawah, dimana jarak sadapan pada saluran 1 dan saluran 2 berbeda. Pengukuran debit di hilir sebaiknya
dilakukan sebelum sadapan, agar tidak ada kehilangan air akibat air mengalir ke sawah. Dapat dilihat pada Tabel 7 panjangnya jarak pengukuran debit saluran
antara hulu dan hilir menentukan besarnya debit pada bagian hilir. Semakin jauh jarak pengukuran maka debit pada bagian hilir semakin kecil.
Dalam pengukuran debit, digunakan metode segitiga Thompson. Penggunaan segitiga ini sangat sesuai untuk saluran-saluran yang relatif kecil
debitnya, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra dan Sutedjo 1994 yang menyatakan bahwa sekat ukur
Thompson berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90 °, dapat dipindah-
pindahkan karena bentuknya sangat sederhana, lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relatif kecil.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai debit pada bagian hulu dengan bagian hilir berbeda. Hal ini tentu menunjukkan bahwa terdapat kehilangan air
pada sepanjang saluran. Maka besarnya debit di hilir saluran tergantung terhadap banyaknya kehilangan air pada sepanjang saluran. Hal ini sesuai dengan literatur
Universitas Sumatera Utara
Wigati dan Zahab 2010 yang menyatakan bahwa kehilangan air pada saluran-
saluran irigasi conveyance loss meliputi komponen kehilangan air melalui
evaporasi, perkolasi, perembesan seepage dan bocoran.
3. Kehilangan Air