Evaluasi pengaruh Gelling Agent terhadap stabilitas fisik dan profil difusi sedian gel minyak biji jinten hitam (Nigella Sativa Linn)

(1)

EVALUASI PENGARUH GELLING AGENT TERHADAP STABILITAS FISIK dan PROFIL DIFUSI SEDIAAN GEL

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn)

Skripsi

Oleh:

ARDIAN S. NURHAKIM NIM: 106102003366

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M / 1431 H


(2)

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn)

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

Oleh:

ARDIAN S. NURHAKIM NIM: 106102003366

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M / 1431 H


(3)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : ARDIAN S. NURHAKIM NIM : 106102003366

JUDUL : EVALUASI PENGARUH GELLING AGENT TERHADAP STABILITAS FISIK dan PROFIL DIFUSI SEDIAN GEL MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn)

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Farida Sulistiawati, M.Si, Apt Yuni Anggraeni, S.Si, Apt NIP. 196701052006042001 NIP. 198310282009012008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt NIP. 1956010619851010001


(4)

iii

EVALUASI PENGARUH GELLING AGENT TERHADAP STABILITAS FISIK dan PROFIL DIFUSI SEDIAAN GEL

MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa Linn)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh Ardian S. Nurhakim

NIM: 106102003366

Menyetujui, Pembimbing:

1. Pembimbing I Farida Sulistiawati, M.Si, Apt. ... 2. Pembimbing II Yuni Anggraeni, S.Si, Apt. ...

Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ... 2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ... 3. Anggota Penguji II Zilhadia, M.Si, Apt. ... 4. Anggota Penguji III Ahmad Musir, M.Sc, Apt. ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And


(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

BOGOR, 27 SEPTEMBER 2010 18 SYAWAL 1431


(6)

v

Teruntuk Ayah Bundaku yang selalu Ananda cintai dalam relung hati yang terdalam

Ibarat sinar mentari begitulah kasihmu sepanjang zaman yang teruntai begitu indahnya

Ananda haturkan terima kasih atas segala kasih sayang yang sedari kecil telah diberikan dengan tulus

Setiap doa yang terlantun untuk Ananda menjadi pelipur hati dalam setiap langkah.

Tanpa cintamu bagai taman tak berbunga dan bagaikan malam tak berbintang Pengorbananmu tak akan pernah tergantikan dengan apapun yang Ananda miliki

Duhai Rabbi sejahterakanlah Ayah Bundaku dengan nikmat-Mu yang tak pudar ditelan masa

Teruntuk Saudaraku yang kusayangi karena Allah Tanamlah cinta dalam hati

Biarkan Ia tumbuh berkembang hanya karena Allah

Ukirlah dalam setiap langkah agar Ia senantiasa terlukis indah di dasar jiwa

Ingatlah bahwa kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya


(7)

vi ABSTRAK

Judul : Evaluasi Pengaruh Gelling Agent Terhadap Stabilitas Fisik dan Profil Difusi Sediaan Gel Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn)

Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa Linn) diketahui berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan masalah pada kulit, salah satunya sebagai antioksidan. Oleh karena itu minyak biji jinten hitam dibuat sediaan gel dengan variasi gelling agent. Komposisi basis gel dibuat dengan menggunakan tiga gelling agent, yaitu Natrium Karboksi Metil Selulosa (Na CMC) dengan konsentrasi 4%, 5%; Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dengan konsentrasi 3%, 4%; dan Karbopol 940 dengan konsentrasi 0,5%, 1%. Berdasarkan hasil evaluasi pemeriksaan fisik dan pelepasan zat aktif, gel menunjukan stabilitas fisik yang baik dan formula VI (basis karbopol 1%) menunjukan pelepasan zat aktif paling tinggi.

Kata kunci : gel; minyak biji jinten hitam; antioksidan; Na CMC; HPMC; Carbopol 940.


(8)

vii

Title : Evaluation of Gelling Agent Effect On the Physical Stability and Diffusion Profile of Gel Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa Linn)

Black cumin seed oil (Nigella sativa Linn) is known efficacious to cure various diseases and skin problems, such as antioxidant. Therefore, black cumin seed oil gel was formulated with a variety of gelling agent. The composition of the gel base was made by using the three gelling agents, namely Sodium Carboxy Methyl Cellulose (Na CMC) with a concentration of 4%, 5%; Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) with a concentration of 3%, 4%, and Carbopol 940 with a concentration of 0,5 %, 1%. Based on the evaluation of physical stability and release of active substances, gel showed good physical stability and the formula VI (Carbopol base 1%) showed the highest release of active substances.

Keyword : gel; black cumin seed oil; antioxidant; Na CMC; HPMC; Carbopol 940.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberi pertolongan serta kemampuan kepada kami, karena hanya dari-Nya lah segala kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Pengaruh Gelling Agent Terhadap Stabilitas Fisik dan Profil Difusi Sediaan Gel Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn)”. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, penyandang gelar al-amin teladan yang mulia, keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka hingga hari pembalasan nanti.

Tulisan ini tidak akan terwujud, hingga orang-orang baik hati membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikannya. Ketulusan hati kami untuk menuturkan terima kasih kepada orang-orang dermawan yang telah banyak membantu, baik berupa materi, teori, ilmu, waktu dan segalanya yang begitu berharga.

Kepada Ibu Farida Sulistiawati M.Si, Apt., selaku pembimbing I, dan Ibu Yuni Anggraeni S.Si, Apt., selaku pembimbing II, kami haturkan terima kasih banyak atas bimbingan, bantuan, motivasi, dan arahannya.

Kepada orang baik hati yang memberikan kesempatan kepada kami dalam berkarya, Bapak M. Yanis Musdja M.Sc, Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi, dan Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, serta tidak lupa kepada seluruh dosen farmasi, atas ilmu dan ”sharing”nya, kami ucapkan terima kasih.


(10)

ix

memberikan semangat terus tanpa henti baik moril, materil dan kasih sayang. Terima kasih atas pengorbanan Ayah Bunda kami, karena beliau kami tetap semangat dan tegar setiap menjalani hidup ini. Serta adikku Egi B. Rivai dan Rivkie S. Ramadhani atas segala dukungannya.

Kepada staff dan karyawan Farmasi UIN, Bapak Zamzani Kiran, Mbak Via, Mas Anang, Mas Taufik, dan Mas Toni terima kasih telah banyak membantu dalam proses penelitian.

Kepada staff laboran Ka Pritta, Ka Pipit, Ka Eris Risenti, dan Ka Nurul, terima kasih banyak telah membantu dalam proses penelitian ini hingga selesai.

Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2006, junior maupun senior di FKIK UIN jakarta, khususnya di jurusan Farmasi, terima kasih atas dukungan, dan bantuannya selama ini.

Kepada teman-teman perumahan Bukit Asri Ciomas Bogor, meskipun mereka agak sedikit bandel Insyaallah mereka semua adalah orang-orang yang baik, terima kasih atas segala dukungan, canda, dan kebaikan kalian semua.

Kepada sahabat terbaik Ahmad Madani, Moch. Shobir Affandi, Syaikhul Aziz, Ahmad Fikri, Rico Bahtiar, Indira Irma, Eka Yuniarsih, Ayu Nuki, Vebby Dwi Amanda, Suvrela Artiani, Rahmiaty Puspita, Eka Widyaningrum, Devi Kurniawan, Ramdhan Fazrianto, Nur Ali, Mina Choerunnisa dan Ismail Djibril, yang selama ini selalu memberikan semangat, bantuan, harapan serta nasehatnya dan juga kepada semua para sahabat yang namanya tidak disebutkan, percayalah kalian semua adalah yang terbaik yang kami pernah miliki.


(11)

x

Akhirnya, semoga Allah membalas kita semua dengan kebaikan, meridhai kita dalam segala gerak langkah kehidupan kita, memenuhi hati kita dalam perasaan kaya, dan memenuhi kedua tangan kita dengan rizki yang baik penuh barakah, karena tawakkal dan ridha kita kepada-Nya. Semoga apa yang kita usahakan di dunia menjadi amal baik, bekal kita menghadap Allah SWT. Amin

Semoga dalam mengarungi kehidupan ini, kita menjadi seorang mukmin sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya mengandung kebaikan baginya dan hal ini tidak berlaku bagi seorangpun, kecuali seorang mukmin. Jika mendapat kenikmatan, Ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika tertimpa musibah Ia bersabar, maka itu pun baik baginya." (HR. Muslim)

Bogor, 27 September 2010 18 Syawal 1431

Ardian S Nurhakim


(12)

xi

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jinten Hitam (Nigella sativa L.)... 4

2.2 Minyak Lemak ... 8

2.3 Ekstraksi ... 9

2.4 Kulit ... 15

2.5 Gel ... 18

2.6 Stabilitas Sediaan ... 19

2.7 Komponen Gel ... 19

BAB III. KERANGKAS KONSEP ... 22

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4.2 Bahan dan Alat ... 23

4.3 Cara Kerja ... 24

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 33

5.2 Pembahasan ... 38

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formula Gel Minyak Jinten Hitam... 29

Tabel 2. Hasil Penapisan Fitokimia Biji Jinten Hitam ... 33

Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia Minyak Jinten Hitam... 34

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Minyak Jinten Hitam ... 34

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ... 35

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Homogenitas... 36

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan pH ... 36

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Viskositas ... 37

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Stabilitas Fisik ... 37


(14)

xiii

Gambar 1. Penampang Kulit Graaff ... 15

Gambar 2. Struktur Karbomer 940 ... 19

Gambar 3. Struktur HPMC ... 20

Gambar 4. Struktur Na CMC... 20

Gambar 5. Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 48

Gambar 6. Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 48

Gambar 7. Kurva Serapan Minyak Jinten Hitam... 51

Gambar 8. Evaluasi Pemeriksaan Stabilitas Fisik ... 52

Gambar 9. Kurva Hasil Pemeriksaan Difusi ... 62

Gambar 10. pH meter ... 63

Gambar 11. Viskometer Brookfield... 63

Gambar 12. Refraktometer ... 63

Gambar 13. Spektrofotometer UV-Vis ... 63


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 48

Lampiran 2. Perhitungan Bobot Jenis Minyak Jinten Hitam ... 49

Lampiran 3. Hasil Scanning λ Maksimum Minyak Jinten Hitam ... 50

Lampiran 4. Kurva Serapan Minyak Jinten Hitam ... 51

Lampiran 5. Evaluasi Pemeriksaan Stabilitas Fisik ... 52

Lampiran 6. Absorbansi Pemeriksaan Difusi ... 54

Lampiran 7. Perhitungan Pemeriksaan Difusi ... 60

Lampiran 8. Perhitungan Faktor Koreksi (FK) Pemeriksaan Difusi ... 61

Lampiran 9. Evaluasi Pemeriksaan Difusi ... 62

Lampiran 10. Gambar dan Alat Penelitian ... 63


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya jumlah industri obat dan kosmetika yang beredar di pasaran dalam bentuk dan jenis yang begitu bervariasi. Banyak industri-industri obat dan kosmetika yang sudah mulai memanfaatkan bahan alam pada produk-produknya, salah satunya produk kosmetik yang mengandung jinten hitam (Nigella sativa Linn). Jinten hitam termasuk keluarga Ranunculaceae yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai bahan baku kosmetika maupun obat. Jinten hitam dapat dimanfaatkan untuk mencegah atau mengobati berbagai penyakit dan gangguan kulit yang disebabkan oleh bakteri atau jamur, serta sangat baik untuk menjaga kelembaban, kehalusan, dan keremajaan kulit. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Penyakit dan gangguan pada kulit menjadi suatu hal yang sering menimpa kaum wanita maupun pria. Pada umumnya penyakit dan gangguan pada kulit sering terjadi pada remaja dan seringkali menimbulkan bekas luka atau flek (Underwood, 2004), sehingga dapat menyebabkan menurunnya rasa percaya diri yang dapat berakibat pada hubungan interaksi sosial seseorang.


(17)

2

Untuk mengatasi penyakit dan gangguan pada kulit, dibutuhkan suatu sediaan yang mempunyai daya penetrasi yang baik, waktu kontak yang cukup lama, dan dosis yang sesuai. Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) secara tradisional telah digunakan untuk mengatasi penyakit dan gangguan pada kulit, salah satunya berkhasiat sebagai antioksidan. Minyak biji jinten hitam dapat dibuat menjadi suatu sediaan farmasi, salah satunya adalah sediaan gel, dimana sediaan gel mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneum dan juga mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya minyak pada pori-pori.

Bentuk sediaan semisolid merupakan bentuk yang sangat ideal karena penggunaannya lebih praktis. Sedian gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang banyak digunakan dalam kosmetika karena lebih mudah dibuat, lebih cepat menyebar ke permukaan kulit, pelepasan obatnya baik, lebih enak dipakai karena pada pemakain di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang elastis, daya lekat tinggi, dan mudah dicuci dengan air. Untuk menghasilkan gel yang baik diperlukan suatu formula gel yang mengandung bahan-bahan yang cocok dengan konsentrasi yang sesuai.

Pada penelitian ini akan dibuat enam macam formula gel minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) dengan variasi jenis dan konsentrasi gelling agent. Variasi jenis dan konsentrasi gelling agent ini akan dilihat pengaruhnya terhadap stabilitas fisik dan profil difusi sediaan gel minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.). Jenis gelling agent yang digunakan yaitu Na CMC, HPMC, dan Karbopol 940.


(18)

1.1 Perumusan Masalah

1. Apakah minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dapat dibuat menjadi sediaan gel yang baik dan stabil?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi dan jenis gelling agent yang digunakan terhadap stabilitas fisik dan profil difusi sediaan gel minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.)?

1.2 Tujuan Penelitian

Menentukan jenis dan konsentrasi gelling agent yang dapat menghasilkan sediaan gel minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) yang baik dan stabil.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang formulasi gel dari minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dengan menggunakan variasi jenis dan konsentrasi gelling agent.


(19)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Jinten Hitam (Nigella sativa L.) (Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1989) 2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman jinten hitam adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Traceabionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida dicotyledon Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella Linn. Spesies : Nigella sativa Linn.

Nama lain Nigella sativa L. diantaranya adalah : Kalonji (bahasa

Hindi), Kezah (Hebrew), Chamushka (Rusia), Habbatus Sauda’

(Arab), Siyah daneh (Persian), Fennel Flower / Black Carraway / Nutmeg Flower / Roman Coriander / Black Onian Seed (English), atau Jinten Hitam (Indonesia).


(20)

2.1.1 Morfologi

Nigella sativa Linn atau Jintan Hitam Pahit ini merupakan jenis tanaman bunga, terna setahun berbatang tegak. Tumbuh setinggi 20-50 cm, berkayu, dan berbentuk bulat menusuk. Batang biasanya berusuk dan berbulu kasar, rapat, atau jarang-jarang, dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelanjar. Bentuk daun lanset (bulat telur berujung lancip), berbentuk garis panjang 1,5 cm sampai 2 cm, ujung lancip terdapat tiga tulang daun yang berbulu, daunnya kadang-kadang tunggal, atau bisa juga majemuk dengan posisi tersebar atau berhadapan. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Daun pembalut bunga kecil. Di bagian permukaan daunnya terdapat bulu halus.

Tumbuhan jintan hitam memiliki bunga yang bentuknya beraturan, bundar telur, ujungnya agak melancip sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Bunga ini kemudian menjadi buah berbentuk bumbung atau buah kurung berbentuk bulat panjang. Bunganya menarik dengan warna biru pucat atau putih, dengan 5-10 mahkota bunga; mahkota bunga pada umumnya 8, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek; bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang, ujung bibir bunga bagian bawah tumpul; benang sari banyak, gundul; kepala sari jorong, dan sedikit tajam, berwarna kuning.


(21)

6

Buah bulat telur atau agak bulat. Buahnya keras seperti buah buni. Berbentuk besar, menggembung, berisi 3-7 unit folikel, masing-masing berisi banyak biji atau benih yang sering digunakan manusia sebagai rempah-rempah.

Biji hitam, jorong bersudut tiga tak beraturan, dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelanjar. Bijinya berwarna hitam pekat.

2.1.2 Budidaya

Tanaman ini diperbanyak dengan biji. Di Indonesia tanaman ini belum dibudidayakan secara umum.

2.1.3 Ekologi dan penyebaran

Tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudra Indonesia sebagai gulma semusim.

2.1.4 Bagian tanaman yang digunakan Biji

2.1.5 Kandungan kimia

Biji jinten hitam mengandung asam lemak (35,6-41,6%), meliputi asam arakidonat, asam linolenat, asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat. Minyak atsiri (0,5-1,6%), meliputi nigellone, thymoquinone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, α dan β-pinene, d-limonene, d-citronellote, dan p-cymene. Protein (22,7%), asam amino meliputi albumin, globulin, lisin, leusin, isoleusin, valine, glycine, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin, cystine, asam glutamat, asam aspartat,


(22)

prolin, serin, treonin, triptopan dan tirosin. Alkaloid meliputi nigellicine, nigellidine-N-oxide. Mineral (1,79-3,74%), meliputi Fe, Na, Cu, Zn, P, dan Ca. Vitamin seperti asam askorbat, tiamin, niasin, piridoksin, dan asam folat, serta karbohidrat (33,9%), serat (5,5%), air (6%), jadi juga memiliki nilai gizi. Selain itu, terkandung senyawa flavonoid, saponin, dan tannin, asam organik. Bijinya juga mengandung lipase, fitosterol, dan β-sitosterol. (Hassan Gilani et al, 2004).

Pada bagian luar (kulit) biji terdapat sulfat (garam asam belerang), fosfor, fosfat, karotin, besi, dan salinium. Pada bagian dalam (isi), terdapat kandungan minyak, enzim, hormon, dan bahan-bahan karbohidrat dan protein. Pada bagian yang memisahkan kulit dan isi, yang berwarna cokelat mengandung tocopherol, bahan-bahan yang bersifat sulfat, dan tembaga, juga mengandung antibiotik serta hormon-hormon dan sebagainya. (Hasan M.M, 2007).

2.1.6 Khasiat dan Kegunaan (Hassan et al, 2004; Padhye et al, 2008)

Berdasarkan beberapa kajian ilmiah hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan dan pengalaman masyarakat yang menggunakan adalah : Menyembuhkan luka pada kulit, jerawat, flek, neurodermitis, eksim; jinten hitam mengandung minyak eter yang dapat membantu pencernaan dan mengurangi masalah usus; terbukti menyembuhkan 70% pasien alergi, termasuk didalamnya alergi serbuk, debu, dan asma; memiliki khasiat antitumor dan antikanker tanpa efek samping seperti yang terjadi pada kemoterapi dan


(23)

8

penyinaran; memperkuat sistem kekebalan tubuh, memperlambat penuaan sel, menekan rasio sel-T sebagai indikator penyakit; antioksidan yang mampu membuang racun dari dalam tubuh (detoksifikasi); karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi, minyak jinten hitam sangat rentan terhadap oksidasi. Pada penyumbatan (sembelit) dalam tubuh diperlukan perlindungan selanjutnya dari pengaruh buruk oksigen reaktif; memberikan asupan kandungan nutrisi yang tinggi meliputi monosakarida, silosa, dan arabinosa; meningkatkan produksi susu pada ibu menyusui. Hal ini disebabkan adanya kombinasi antara porsi lipid dan struktur hormon; menjaga stamina, memperkuat daya konsentrasi; mengatasi problema paru-paru; menyembuhkan radang pada persendian atau rematik; mengatasi impotensi.

2.2

Minyak Lemak

Minyak lemak (Olea pinguia) adalah suatu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih di atas suhu leburnya, tidak berbau asing atau tengik, mudah larut dalam kloroform P, eter P, dan dalam eter minyak tanah P. (Depkes RI, 1979).

Minyak merupakan lemak cair atau semisolid yang berasal dari mineral, tumbuhan, atau hewan. Minyak yang berasal dari tumbuhan dan mineral banyak dipakai untuk pengobatan topikal. Minyak tumbuhan yang lazim dicampur dalam krim dan lotion adalah minyak-minyak biji kapas, jagung, kastor, zaitun, dan kacang. Efek emolien minyak-minyak ini serupa,


(24)

perbedaannya terletak pada baunya, stabilitas penyimpanannya, dan kapasitas emulsifikasi. Penggunaan topikal minyak relatif tidak menimbulkan efek samping. (Oen, 1986).

Minyak lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau

triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga

merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. (Netti dkk, 2002).

2.3

Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas


(25)

10

senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. (DepKes RI, 2000)

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi. Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan ) merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan cairan yang masuk kedalam telah tercapai, maka proses difusi segera berakhir. Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Melalui upaya ini, dapat dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh. Setelah maserasi, rendaman diperas dan sisanya juga diperas lagi, kemudian hasil ekstraksi disaring. (Voigt, 1995).


(26)

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. (Harborne, 1987).

2.3.1 Proses pembuatan ekstrak (DepKes RI, 2000) a. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut : Selektivitas, kemudahan bekerja, keamanan, ekonomis, ramah lingkungan dan proses dengan cairan tersebut.


(27)

12

c. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.

d. Pemekatan atau Penguapan

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

e. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

2.3.2 Metode ekstraksi (DepKes RI, 2000) a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

1. Cara dingin  Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur


(28)

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2. Cara panas

 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

 Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

 Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

 Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air


(29)

14

mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

 Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

b. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.


(30)

2.4

Kulit

Gambar 1. Penampang Kulit (Graaff dkk, 2001)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu : lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), dan lapisan subkutis (hypodermis). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Tiga lapisan kulit utama, antara lain :

1. Lapisan epidermis yang terdiri atas:

a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum lusidum (daerah sawar) terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.


(31)

16

c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin/lapisan seperti butir) merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

d. Stratum spinosum (stratum malphigi/lapisan sel duri) atau disebut pula prikle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian :

a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf, dan pembuluh darah.

b. Pars retikulare, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan subkutis merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak kepinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa.


(32)

Derajat keasaman (pH) kulit manusia berkisar antara 4,2-6,5. Keadaan asam ini sebagian besar disebabkan oleh adanya zat bersifat asam seperti asam amino dan asam lemak bebas misalnya asam laktat, yang merupakan sekresi dari kelenjar sebaseus. Lapisan bersifat asam ini dikenal dengan istilah mantel asam kulit yang dapat melindungi tubuh dari serangan bakteri dan zat kimia yang dapat merusak jaringan (Anief, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

Fungsi kulit antara lain : sebagai pelindung, absorpsi cairan mudah menguap, eksresi, pengindra (sensori), pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, sawar radiasi UV, dan sawar listrik (Anief, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

Berbagai faktor dapat mempengaruhi absorpsi kulit terhadap kosmetika, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan hidup (sinar UV, suhu, dan kelembaban udara), faktor dari lingkungan tubuh (tempat aplikasi kosmetik, luas aplikasi kosmetik, umur pemakai, kondisi kulit yang diaplikasikan kosmetik), dan faktor kosmetika yang dipakai (intensitas pemakaian, keasaman kosmetika, konsentrasi bahan aktif, jenis bahan dasar yang menjadi bahan pelarut pada kosmetika) (Wasitaatmadja, 1997).

Bentuk sediaan yang digunakan melalui rute kulit dimaksudkan untuk efek lokal, tidak untuk sistemik. Oleh karena itu, sediaan untuk kulit biasanya digunakan sebagai antiseptik, antifungi, antiinflamasi, anestetik lokal, emolien, pelindung terhadap sinar matahari, udara, dan lain-lain. Biasanya berbentuk gel, salep, krim, atau pasta dengan basis yang bermacam-macam


(33)

18

dan mempunyai sifat yang bermacam-macam seperti hidrofil atau hidrofob. (Anief, 1993).

2.5

Gel

Gel atau jelly adalahsistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, misalnya gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya magma bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket (lihat suspensi). (DepKes RI 1995).

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbopol) atau dari gom alam (misalnya tragakan). Sediaan tragakan juga disebut juga musilago. Walaupun gel-gel ini umunya mengandung air, etanol, dan minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. (Ansel C Howard, 1989).


(34)

2.6

Stabilitas Sediaan

Stabilitas sebuah gel adalah sifat gel untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Gel mempunyai kakakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium pendispersi. Perubahan dalam temperatur dapat menyebabkan gel tertentu mendapatkan kembali bentuk sol dan bentuk cairnya. Juga beberapa gel menjadi encer setelah pengocokan dan kembali menjadi setengah padat atau padat kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu, peristiwa ini disebut tiksotropi.(Ansel C Howard, 1989).

2.7

Komponen Gel (Rowe dkk, 2006) 2.7.1 Karbopol 940

Gambar 2. Struktur Karbopol 940

Karbopol merupakan kelompok acrylic polymer cross-linked dengan poly alkenyl ether. Nama lain karbopol adalah acitamer, acrylic acid polymer, carbomer, carboxyvinyl polymer. Karbopol digunakan sebagian besar dalam cairan sediaan formulasi semi solid berkenaan dengan farmasi sebagai suspending agent. Digunakan pada


(35)

20

formulasi krim, gel, dan salep dan kemungkinan digunakan sebagai sediaan opthalmic, rectal, dan sediaan topikal lain.

2.7.2 HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa)

Gambar 3. Struktur HPMC

Nama lain HPMC antara lain: hypromellose, methocel, hydroxy propyl methyl cellulose, metolose, dan pharmacoat. Rumus kimia HPMC adalah CH3CH(OH)CH2. HPMC secara luas digunakan sebagai suatu eksipien di dalam formulasi pada sedian topikal dan oral. Dibandingkan dengan metilsellulosa, HPMC menghasilkan cairan lebih jernih. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi dan agen penstabil di dalam sediaan salep dan gel. Pemeriannya adalah serbuk hablur putih, tidak berasa, tidak berbau, larut dalam air dingin, dan membentuk koloid yang merekat. Tidak larut dalam kloroform, etanol 95%, dan eter tetapi dapat larut dalam diklorometana. Fungsinya adalah suspending agent.

2.7.3 Na CMC (natrium karboksilmetilselulosa)


(36)

Na CMC adalah garam natrium polikarboksimetil eter selulosa. Mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% Na, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kekentalan larutan 2 g dalam 100 ml air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100 cP atau kurang, tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120% dari ketentuan yang tertera pada etiket, untuk zat yang mempunyai kekentalan lebih dari 100 cP, tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 140% dari ketentuan yang tertera pada etiket. Pemerian serbuk atau butiran putih atau putih kuning gading, tidak berbau, atau hampir tidak berbau dan higroskopik. Kelarutan mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter, dan dalam pelarut organik lain. (DepKes RI 1979).


(37)

22 BAB III

KERANGKA KONSEP

Serbuk simplisia kering biji jinten hitam (Nigella sativa L.)

Evaluasi sediaan gel minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) Pembuatan gel dengan menggunakan minyak jinten hitam (Nigella sativa L.)

Diperoleh minyak jinten hitam (Nigella sativa L.)

Ekstraksi

(maserasi dengan pelarut n-heksana)

Pemeriksaan minyak jinten hitam : 3. Pemeriksaan organoleptis 4. Pemeriksaan kelarutan 5. Pemeriksaan bobot jenis 6. Pemeriksaan indeks bias 7. Pemeriksaan keasaman 8. Pengukuran viskositas 9. Pengukuran panjang

gelombang maksimum 10.Penentuan kurva kalibrasi

1. Pemeriksaan organoleptis 2. Pemeriksaan keasaman 3. Pemeriksaan homogenitas 4. Pengukuran viskositas 5. Uji Stabilitas Cycling test 6. Uji difusi

Jinten hitam (Nigella sativa L.) diketahui berkhasiat untuk

menyembuhkan berbagai penyakit dan masalah pada kulit.

Analisis data


(38)

23 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat penelitian

Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.1.2 Waktu penelitian

Proses penelitian berlangsung selama 5 bulan, dari tanggal 7 maret 2010 hingga 7 agustus 2010.

4.2 Bahan dan Alat 4.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji jinten hitam, sodium karboksimetilselulosa (Na CMC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), karbopol 940, n-heksana, asam sitrat, propilenglikol, nipagin, trietanolamin (TEA), butil hidroksi toluena (BHT), air suling, asam oleat, minyak kelapa, paraffin, cera alba, kertas Whatman no 1, etanol 95 %, kloroform, eter, ammonia 25 %, asam klorida pekat (HCl), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, serbuk magnesium (Mg), amil alkohol, asam asetat anhidrat (CH3COOH), asam sulfat pekat (H2SO4), ferri klorida (FeCl3), natrium hidroksida (NaOH), petroleum eter, amoniak 1 %.


(39)

24

4.2.1 Alat

Alat-alat yang akan digunakan antara lain: peralatan gelas, lumpang, hot plate (Wiggen Hauser), piknometer, pH meter (Mettler-Toledo), refraktometer (Atago), viskometer Brookfield, timbangan analitik (Wiggen Hauser), kaca objek, mikroskop optik (Yamiza X52-107BN, erma objective micrometer), lemari pendingin, oven, alat-alat uji difusi (mini pump variable flow, membran difusi, termometer), spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer).

4.3 Cara Kerja

4.3.1 Penapisan Fitokimia (Skrining) a. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak 5 gram serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammonia 25% digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat. Campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi


(40)

Dragendroff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

b. Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak 10 gram serbuk ditambahkan 100 ml air panas, lalu didihkan selama 5 menit kemudian disaring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. c. Identifikasi golongan saponin

Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil.

d. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sebanyak 5 gram serbuk dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring. Larutan diuapkan dalam cawan penguap sampai kering kemudian ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.

e. Identifikasi golongan tanin

Sebanyak 10 gram serbuk ditambah 100 ml air, dididihkan selama 15 menit. Setelah dingin kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 1-2 tetes FeCl3 1%,


(41)

26

terbentuknya warna biru, hijau, atau hitam menunjukkan adanya seyawa golongan tanin.

f. Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak 1 gram serbuk dipanaskan dalam air selama 5 menit, disaring. Sebanyak 5 ml filtrat yang diperoleh ditambahkan 5 ml NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon.

g. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml) kemudian ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95% sebanyak 5 ml, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap. Residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

h. Identifikasi golongan kumarin

Sebanyak 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml kloroform. Corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air dipasang pada mulut tabung, kemudian dipanaskan selama 30 menit, setelah dingin disaring. Filtrat diuapkan dengan cawan penguap hingga kering dan sisanya ditambahkan air panas 10 ml, kemudian didinginkan. Hasilnya


(42)

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 ml amoniak 1% dan diamati dibawah sinar UV 366 nm. Flouresensi biru atau hijau menunjukkan adanya kumarin.

4.3.2 Ekstraksi Minyak Jinten Hitam

Biji jinten hitam dibersihkan dari benda-benda asing dan zat pengotor lainnya. Sebanyak 700 gram biji jinten hitam dihaluskan hingga menjadi serbuk kemudian ditimbang. Setelah itu dimaserasi dengan pelarut n-heksana selama satu minggu sampai pelarutnya agak jernih pada suhu kamar. Minyak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dalam rotary evaporator.

4.3.3 Penapisan Fitokimia Minyak Jinten Hitam

Meliputi identifikasi alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid, triterpenoid, kuinon, minyak atsiri, dan kumarin.

4.3.4 Pemeriksaan Minyak Jinten Hitam

a. Pemeriksaan organoleptik : bentuk, warna, bau b. Pemeriksaan keasaman/pH

pH minyak jinten hitam diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.

c. Pemeriksaan indeks bias

Indeks bias diperiksa dengan menggunakan alat refraktometer. d. Pengukuran viskositas (Martin, 1993)


(43)

28

e. Pemeriksaan kelarutan

Minyak jinten hitam dilarutkan dalam etanol (95%) P. f. Pemeriksaan bobot jenis (DepKes RI, 1995)

Piknometer ditimbang dalam keadaan bersih dan kering sebagai berat kosong. Piknometer tersebut diisi dengan air sampai penuh dan temperatur diatur hingga 25oC, lalu ditimbang. Cara yang sama dilakukan terhadap minyak jinten hitam.

Perhitungan : Berat piknometer berisi air dan minyak jinten hitam masing-masing dikurangkan dengan berat piknometer kosong. Bobot jenis minyak jinten hitam adalah hasil bagi berat minyak jinten hitam dengan berat air, dalam piknometer kemudian dikalikan dengan berat jenis air.

g. Pengukuran panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang ditentukan pada konsentrasi 1 ppm minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) dalam larutan etanol 95%. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang UV yaitu 200 – 400 nm. Kemudian dibuat kurva hubungan antara panjang gelombang terhadap serapanya.

h. Penentuan kurva kalibrasi minyak biji jinten hitam

Larutan minyak jinten hitam dalam etanol 95% dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 ppm ditentukan serapannya pada panjang gelombang maksimum minyak jinten hitam (Nigella sativa L.).


(44)

4.3.5 Pembuatan Formula gel

Tabel 1. Formula gel minyak jinten hitam Komposisi Bahan

Formula

I II III IV V VI

Minyak jinten hitam Karbopol 940 HPMC Na CMC Propilenglikol Nipagin TEA Asam sitrat BHT Air suling ad

2 % - - 4% 15 % 1 % - 0,5% 0,008% 100% 2 % - - 5% 15 % 1 % - 0,5% 0,008% 100% 2 % - 3% - 15 % 1 % - 1% 0,008% 100% 2 % - 4% - 15% 1 % - 1% 0,008% 100% 2 % 0,5% - - 15 % 1 % 1% - 0,008% 100% 2 % 1% - - 15 % 1 % 1% - 0,008% 100%

Cara pembuatan gel :

a. Gelling agent (Na CMC/HPMC/Karbopol) dikembangkan di dalam

lumpang dengan air suling panas sejumlah 10 kali bobotnya selama setengah jam, kemudian gerus kuat sehingga terdispersi sempurna dan terbentuk basis gel. (M1).

b. Zat Aktif (minyak jinten hitam), nipagin, propilenglikol, TEA (khusus formula dengan basis karbopol) dan BHT dilarutkan di dalam lumpang (M2). Kemudian M2 di campurkan dengan M1 dan tambahkan sisa air suling ke dalam lumpang sedikit demi sedikit dan tambahkan asam sitrat (khusus formula dengan basis Na CMC dan HPMC) sedikit demi sedikit. Setelah tercampur lalu digerus


(45)

30

dalam lumpang sampai terbentuk massa gel. Penggerusan dilakukan pada suhu kamar.

4.3.6 Evaluasi Gel

a. Pemeriksaan Organoleptik

Pemeriksaan meliputi penampilan sediaan, warna, bau, dan tekstur. b. Pemeriksaan pH

Gel dimasukkan ke dalam wadah, lalu diukur pHnya dengan pHmeter yang telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.

c. Pemeriksaan Homogenitas

Gel dioleskan diatas kaca objek, kemudian dikatupkan dengan kaca objek lain, lalu diamati kehomogenan gel tersebut.

d. Pemeriksaan viskositas

Sediaan gel disiapkan dalam becker glass 100 ml. Kemudian dipilih nomor spindel 7. Pemeriksaan ini menggunakan viskometer Brookfield.

e. Uji stabilitas fisik dengan metode cycling test

Gel disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40oC selama 24 jam. Perlakuan ini adalah satu siklus. Percobaan diulang sebanyak 6 siklus. Kondisi fisik sediaan dibandingkan dengan kondisi fisik sebelumnya selama percobaan. Uji stabilitas dengan metode cycling test bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi sineresis pada gel.


(46)

f. Uji difusi (Martin, 1993)  Pembuatan membran difusi

Membran yang digunakan adalah kertas Whatman no 1 yang diimpregnasi pada cairan spangler. Komposisi cairan spangler :

Asam palmitat 10 g Asam oleat 15 g Asam stearat 5 g Minyak kelapa 15 g Parafin 10 g Kolesterol 5 g Lilin putih 15 g

Cara pembuatan : Semua bahan dilebur dalam cawan petri. Setelah itu kertas Whatman dicelupkan atau direndam dalam cairan spangler selama 15 menit. Kemudian diangkat dan dikeringkan dengan kertas tissue.

Bobot membran sebelum dan sesudah impregnasi ditimbang untuk mendapatkan kondisi yang sama pada setiap membran. Persentasi impregnasi membran dapat dihitung berdasarkan rumus:

Presentase impregnasi = X 100 %

Dimana Bt adalah berat membran sesudah impregnasi dan Bo adalah berat membran sebelum impregnasi.


(47)

32

 Uji difusi

Alat difusi terdiri dari sel difusi (mini pump variable flow, membran difusi, termometer), pompa peristaltik, alat penghilang gelembung udara, dan gelas kimia sebagai wadah cairan penerima. Sebanyak enam formula uji ditimbang 1 gram kemudian diratakan di atas membran dengan diameter 1,5 cm. Suhu sistem 37±0,5oC dengan cairan sirkulasi hydroalcoholic (etanol:air 40:60) sebanyak 300 ml. Pompa peristaltik menghisap cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati penghilang gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis. Kemudian cairan dialirkan kembali ke reseptor. Proses dilakukan selama 3 jam. (Alessandro et al, 2007).

Cuplikan diambil dari cairan reseptor dalam gelas kimia sebanyak 5 ml. Setiap pengambilan selalu diganti dengan cairan hydroalcoholic sebanyak 5 ml. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit ke 5, 15, 25, 35, 45, 60, 80, 100, 160, dan 180 menit kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.


(48)

33 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman ini adalah tanaman jinten hitam (Nigella sativa L.) famili Ranunculaceae.

5.1.2 Penapisan fitokimia serbuk biji jinten hitam

Berdasarkan hasil pemeriksaan penapisan fitokimia serbuk biji jinten hitam (Nigella sativa L.) terdapat beberapa golongan senyawa. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia biji jinten hitam Golongan senyawa Hasil penapisan

Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Kuinon Minyak Atsiri Kumarin + + + + + + - + +

Keterangan: (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

5.1.3 Ekstraksi biji jinten hitam

Dari hasil ekstraksi serbuk biji jinten hitam (Nigella sativa L.) diperoleh minyak jinten hitam sebanyak 230 gram.


(49)

34

5.1.1 Penapisan fitokimia minyak jinten hitam

Berdasarkan hasil pemeriksaan penapisan fitokimia minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) terdapat beberapa golongan senyawa. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Hasil penapisan fitokimia minyak jinten hitam Golongan senyawa Hasil penapisan

Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Kuinon Minyak Atsiri Kumarin + - + + + - - + -

Keterangan : (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

5.1.2 Pemeriksaan minyak jinten hitam

Data hasil pemeriksaan minyak jinten hitam terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan minyak jinten hitam Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Organoleptik: Wujud Warna Bau Rasa Keasaman (pH) Indeks bias Viskositas Kelarutan:

Etanol 95 % Bobot jenis

Panjang gelombang maksimum

Cairan agak kental Coklat tua

Khas aromatik

Pahit, agak pedas saat pertama kali ditelan. 5,43

1,4719

200cP pada 12 Rpm 1 dalam 10 bagian

0,8964 gram/ml 253 nm


(50)

5.1.3 Evaluasi gel anti jerawat minyak jinten hitam (sesudah dan sebelum cycling test)

a. Pemeriksaan organoleptis (pada awal siklus dan akhir siklus) Hasil pengamatan organoleptis menunjukan gel berwarna putih agak kecoklatan dan tidak berbau.

Tabel 5. Hasil pemeriksaan organoleptis Formula Organoleptis

Awal siklus Akhir siklus

I ++ ++

II ++ ++

III ++ ++

IV ++ ++

V + +

VI + +

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1%

++ = Berwarna putih agak kecoklatan tidak berbau dan

a agak lengket

+ = Berwarna putih agak kecoklatan tidak berbau dan


(51)

36

b. Pemeriksaan homogenitas (pada awal siklus dan akhir siklus) Hasil menunjukan bahwa semua gel terlihat homogen.

Tabel 6. Hasil pemeriksaan homogenitas

Formula Homogenitas

Awal siklus Akhir siklus

I H H

II H H

III H H

IV H H

V H H

VI H H

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1% H = Homogen

c. Pemeriksaan pH (pada awal siklus dan akhir siklus)

Hasil pengukuran menunjukan bahwa pH sediaan memenuhi kriteria pH kulit, yaitu berada pada interval 4,5 - 6,5.

Tabel 7. Hasil pemeriksaan pH

Formula pH

Awal siklus Akhir siklus

I 5,73 5,56

II 5,86 5,77

III 5,25 5,34

IV 5,31 5,91

V 5,10 5,30

VI 5,19 5,35

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1%


(52)

d. Pemeriksaan viskositas (pada awal siklus dan akhir siklus) Tabel 8. Hasil pemeriksaan viskositas

Formula Viskositas (cP) Awal siklus Akhir siklus

I 50600 56000

II 58200 60500

III 45600 46100

IV 47400 47600

V 67400 60500

VI 58200 60500

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1% e. Uji stabilitas fisik sediaan dengan metode cycling test

Ke-6 formula gel menunjukan hasil yang stabil pada pengamatan cycling test.

Tabel 9. Hasil pemeriksaan stabilitias fisik Formula Uji Stabilitas

Awal siklus Akhir siklus

I + +

II + +

III + +

IV + +

V + +

VI + +

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1% + = Tidak terjadi sineresis


(53)

38

f. Uji difusi

Tabel 10. Hasil pemeriksaan difusi Formula

Kadar (ppm) minyak jinten hitam Menit Ke

15 45 80 160 180

I 0,568 1,542 2,021 1,223 0,760 II 0,561 1,340 1,894 1,498 0,954 III 0,581 1,361 1,881 1,017 0,848 IV 0,580 1,338 1,928 1,097 1,044 V 0,590 1,532 2,114 1,738 1,478 VI 0,591 1,547 2,188 1,778 1,528 Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1%

5.2 Pembahasan

5.2.1 Ekstraksi Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Penelitian formulasi gel ini menggunakan minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksana, karena n-heksana merupakan pelarut non polar sehingga dapat menarik lipid atau minyak yang bersifat non polar dari biji jinten hitam.

Minyak jinten hitam juga dilakukan pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik, meliputi organoleptis, pH, indeks bias, viskositas, kelarutan, serta bobot jenis. Pemeriksaan pH dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pH minyak jinten hitam dengan pH kulit karena gel minyak jinten hitam ini ditujukan untuk pemakaian secara topikal. Derajat keasaman (pH) minyak jinten hitam 5,43 berarti


(54)

masih berada dalam kisaran pH kulit yaitu pada interval 4,5-6,5. Hasil pemeriksaan indeks bias minyak jinten hitam yaitu 1,4719. Nilai tersebut cukup memenuhi syarat standar mutu minyak jinten hitam. Menurut beberapa literatur, syarat standar indeks bias minyak jinten hitam berkisar antara 1,470-1,475 (Goerlich Pharma Internasional, 2007). Pemeriksaan bobot jenis minyak jinten hitam diperoleh hasil 0,8964, umumnya bobot jenis minyak memang tidak melebihi 1,000. Penentuan bobot jenis adalah salah satu dari cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak (Depkes RI, 1985).

5.2.2 Pembuatan Sediaan

Basis gel dibuat dengan menggunakan variasi jenis dan konsentrasi gelling agent. Propilenglikol digunakan sebagai humektan dan sebagai peningkat penetrasi ke kulit sedangkan TEA dan asam sitrat digunakan sebagai pengatur pH sediaan karena sebelum ditambahkan TEA formula dengan basis karbopol menunjukan pH dibawah 4,5 sedangkan pada formula dengan basis Na CMC dan HPMC sebelum ditambahkan asam sitrat menunjukan pH di atas 6,5. Penggunaan nipagin sebagai pengawet untuk menghindari pertumbuhan mikroba karena adanya kandungan air dalam jumlah besar dan penggunaan BHT sebagai antioksidan karena sediaan mengandung minyak jinten hitam (Nigella sativa L.).


(55)

40

5.2.3 Evaluasi Sediaan

Dari hasil evaluasi semua formula gel terlihat homogen serta tidak menunjukan perubahan warna dan bau. Untuk formula dengan basis Na CMC dan HPMC menunjukan gel memiliki tekstur yang agak lengket sedangkan pada formula dengan basis karbopol menunjukan gel memiliki tekstur yang tidak lengket. Dari hasil pengukuran pH terlihat sediaan memenuhi kriteria kulit yaitu berada dalam interval 4,5 – 6,5. Jika pH sediaan berada diluar interval pH kulit dikhawatirkan akan menyebabkan kulit bersisik. Perubahan pH dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan penyimpanan seperti cahaya dan kelembaban udara.

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositasnya akan makin besar tahananya. Nilai viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya penggunaan jenis dan konsentrasi gelling agent. Pengukuran viskositas gel menggunakan spindel 7. Hasil pengukuran viskositas menunjukan bahwa gel memiliki viskositas cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh penggunan gelling agent (Na CMC, HPMC, Karbopol) yang bersifat cukup kental. Perubahan viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemasan yang kurang kedap karena dapat menyebabkan menguapnya air yang terkandung dalam gel ataupun gel menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam gel.


(56)

Uji cycling test pada gel untuk menguji apakah terjadi sineresis pada gel. Sineresis adalah gejala pada saat gel mengerut secara alamiah dan sebagian dari cairanya terperas keluar. Hal ini terjadi karena struktur matriks serat gel yang terus mengeras dan akhirnya mengakibatkan terperasnya air ke luar. Hasil cycling test pada keenam sediaan menunjukan bahwa keenam sediaan menunjukan tidak terjadi sineresis.

Uji difusi bertujuan untuk mengetahui laju pelepasan suatu bahan aktif dari pembawanya dan juga untuk melihat seberapa besar kadar bahan aktif yang dapat berpenetrasi melalui membran, secara in-vitro.

Uji difusi pada gel ini dilakukan selama 3 jam, dengan pengambilan cuplikan sebanyak 5 ml setiap beberapa menit sekali, setelah itu diukur dalam spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 253 nm, diperoleh berdasarkan hasil scanning panjang gelombang maksimum minyak jinten hitam.

Pada formula I, II, III, IV, V dan VI kadar minyak jinten hitam naik pada menit ke-15 setelah itu kadarnya turun pada menit ke-100. Berdasarkan hasil uji difusi dari seluruh formula gel, dapat dianalisa bahwa formula VI memiliki laju pelepasan yang lebih baik, ditandai dengan jumlah kadar bahan aktif yang lebih besar yang berpenetrasi melalui membran ke dalam cairan reseptor dibandingkan dengan keenam formula yang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju penetrasi dari suatu bahan aktif ke dalam kulit adalah : 1) konsentrasi


(57)

42

bahan aktif terlarut Cs, karena laju penetrasi sebanding dengan konsentrasi; 2) koefisien partisi K antara kulit dan pembawa; 3) koefisien difusi, yang menggambarkan tahanan pergerakan molekul obat melalui barrier pembawa Dv dan pembatas kulit Ds. (Martin, 1993).


(58)

43 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dapat dibuat sediaan gel yang baik dan stabil dengan menggunakan basis Karbopol 940 pada konsentrasi 1% karena dari hasil evaluasi stabilitas fisik dan profil uji difusi menunjukan stabilitas fisik yang baik serta laju pelepasan bahan aktif yang paling tinggi.

6.2 Saran

Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas gel antioksidan minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.).

Untuk mengetahui besar kadar zat aktif yang dilepaskan agar lebih akurat dan presisi serta batas kuantitatifnya lebih baik dilakukan analisa dengan HPLC. Pada evaluasi dilakukan pengujian tipe gel dengan menggunakan gel pembanding sebagai kontrol normal.


(59)

44

44

DAFTAR PUSTAKA

Alessandro DL, Francesco L, Chiara S, Marco Z, Rainer HM, Anna MF. 2007. SLN as Topical Delivery System for Artesimia arborescens Essential Oil : In vitro Antoviral Activity and Skin Permeation Study. International Journal of Nanomedicine, Volume 2, No 3, Italy. Hal 419-425

Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Anief, Moh. 1997. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit.

Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. UI Press : Jakarta.

Arici M, Sagdic O, Gecgel U. 2005. Antibacterial Effect of Turkish Black Cumin (Nigella sativa L.) Oils. Grasas y Aceites, Volume 56, Turkey. Hal 259-262.

Armenia, Suardi Muslim, Maryawati Anita. 2007. Formulasi Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benziol Peroksida-HPMC. Journal Of Fakultas Farmasi F-MIPA UNAND.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 122-123. Departemen Kesehatan RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1993. Kodeks Kosmetika Indonesia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.


(60)

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 7-8, 1030. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional : Jakarta. Hal 1, 9-12.

Galuh Yulianhar Rosyad, Putri. 2009. FORMULASI GEL OBAT JERAWAT MINYAK ATSIRI DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia, swingle) DAN UJI ANTIBAKTERI (Propionibacterium acne) SECARA IN VITRO. Skripsi : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Goerlich Pharma International. 2007. Spesification Egyptian Black Cumin Oil. Germany.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. Hal 6-7.

Hartati Sri. Yuliani. 2005. Formulasi Gel Repelan Minyak Atsiri Tanaman Akar Wangi (Vativera zizanioidesi. L. Nogh): Optimasi Komposisi Karbopol 3% b/v Propilenglikol. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Hasan Mahmud Muhammad, Mahir. 2007. Mukjizat Kedokteran Nabi Berobat dengan Rempah dan Buah-Buahan. Qultum Media : Jakarta. Hal 8, 104.

Hasnah Sirat, Basar Norazah, Fang Err. 2000. Analisis Biji Jinten Hitam (Nigella sativa, L). Malaysian Journal Of Analitycal Science, Vol. 7, No. 1.

Hassan Gilani, Anwar-ul dkk. 2004. A Review of Medicinal Uses and Pharmacological Activities of Nigella sativa. Department of Biological and Biomedical Sciences The Aga Khan University Medical College, Karachi, Pakistan. Pakistan Journal of Biological Sciences 7 (4) : 441-451.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II Edisi Ketiga. Alih bahasa Suyatmi S. UI Press : Jakarta. Hal 1042, 1092, 1119-1120.

Netti H, Ginting S. 2002. Minyak dan Lemak. Junal Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Oen, L.H, Dr, dkk. 1986. Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran No 41. Penerbit : Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.


(61)

46

Padhye, Subhash dkk. 2008. From Here to Eternity - The Secret of Pharaohs : Therapeutic Potential of Black Cumin Seeds and Beyond. Department of Pathology and Division of Internal Medicine, Barbara Ann Karmanos Cancer Institute, Wayne State University, School of Medicine, Detroit, MI- 48201, USA. Cancer Ther. 6(b): 495–510. Padmadisastra Yudi, Sidik, Azizah Sumi. 2003. Formulasi sediaan Cair Gel

Lidah Buaya (Aloe Vera. L) Sebagai Minuman Kesehatan. Simposium Nasional Kimia Bahan Alam III Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Sakkara Essential Oil. Material Safety Data Sheet and Specification Egyptian Black Cumin Seed Oil. Egypt.

Salman MT, Khan RA, Shukla I. 2002. Antimicrobial Activity of Black Cumin Seeds (Nigella sativa) Against Multidrug Resistant Strains of Coagulase Negative Staphylococci. Departments of Pharmacology and Microbiology, Jawaharlal Nehru Medical College, Aligarh Muslim University, Aligarh India.

Toama MA, El-Alfy TS, El-Fatatry HM. 1974. Antimicrobial Activity of the Volatile Oil of Nigella sativa Linneaus Seeds. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, Volume 6, No 2. Hal 225-226.

Underwood, JCE. 2004. General and Systematic Pathology Fourth Edition. Churcill Livingstone. Hal 697.

Voigt, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr.rer.nat. Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr. Mathilda B. Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Penyunting Prof. Dr. Moch. Samhoedi Reksohadiprodjo, Apt., Fakultas Farmasi UGM. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 351-353, 564.

Wade A, Waller PJ. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients Second Edition. The Pharmaceutical Press : London. Hal 47, 204, 310, 494, 538.

Wade A, dkk. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty-eight Edition. The Pharmaceutical Press : London. Hal 950, 955, 708, 1287, 1291-1292, 1290-1292.

Wasitaatmadja, Sjarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI Press : Jakarta. Hal 3-6, 11-14, 23-24, 90, 186.


(62)

47


(63)

48

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.).

Gambar 5. Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)


(64)

Lampiran 2. Perhitungan Bobot Jenis Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.).

Bobot jenis = �2−�0

�1−�0 X berat jenis air

m0 (berat piknometer kosong) = 13,2199

m1 (berat piknometer + air) = 23,4051

m2 (berat piknometer + minyak jinten hitam) = 22,35

Bobot jenis = �2−�0

�1−�0

= 22,35−13,2199

22,4051−13,2199 X 1

= 0,8964


(65)

50

Lampiran 3. Hasil Scanning λ Maksimum Minyak Jinten Hitam.

13 Juli 2010

Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\JINTEN.SP

Description: Panjang gelombang maksimum minyak jinten 1 ppm

Date Created: Wed Jan 01 05:24:33 2003

Data Interval: 1.0000 nm Instrument Model: Lambda 25

Scan Speed: 240.00 nm/min Slit Width: 1.0000 nm Smooth Bandwidth: 6.00 nm

Time: 5:06:04 AM

200.0 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400.0

0.00 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.00

nm A

253.07


(66)

Lampiran 4. Kurva serapan minyak jinten hitam. Wavelength Program

__________________

Date: 7/8/2010 Time: 10:17:27 AM Method: Minyak jinten hitam Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.1690 serapan sampel jinten 0.5 ppm 2 1 1.0000 0.3400 serapan sampel jinten 1.0 ppm 3 1 1.0000 0.5043 serapan sampel jinten 1.5 ppm 4 1 1.0000 0.6634 serapan sampel jinten 2.0 ppm 5 1 1.0000 0.8281 serapan sampel jinten 2.5 ppm

__________________________________________________________________ __________________________

Y = 0,00848 + 0,32832 X r = 0,999

Gambar 7. Kurva serapan minyak jinten hitam 0,169 0,34 0,5043 0,6634 0,8281 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Ab so r b an si Kadar (ppm)


(67)

52

Lampiran 5. Evaluasi pemeriksaan stabilitas fisik (cycling test).

1. I

Awal Siklus Akhir siklus

2. II

Awal siklus Akhir siklus

3. III

Awal siklus Akhir siklus

4. IV

Awal siklus Akhir siklus


(68)

Lampiran 5. Evaluasi pemeriksaan stabilitas fisik (cycling test). ...(Lanjutan).

5. V

Awal siklus Akhir siklus

6. VI

Awal siklus Akhir siklus

Gambar 8. Evaluasi pemeriksaan stabilitas fisik (cycling test) ....(lanjutan) Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1%


(69)

54

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi.

Wavelength Program

__________________

Date: 9/22/2010 Time: 8:39:44 AM Method: Formula I Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0983 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.1937 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2941 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3915 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4977 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5777 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6391 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.5840 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.3571 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.1995 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(70)

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/22/2010 Time: 8:49:13 AM Method: Formla II Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0918 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.1915 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2707 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3540 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4343 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5339 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6001 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.5091 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.4519 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.2658 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(71)

56

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/22/2010 Time: 9:01:21 AM Method: Formula III Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0868 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.1977 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2564 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3529 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4471 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5132 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6020 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.4550 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.3010 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.2406 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(72)

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/23/2010 Time: 8:29:07 AM Method: Formula IV Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0882 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.1974 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2545 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3454 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4339 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5312 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6115 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.4109 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.3220 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.2993 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(73)

58

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/23/2010 Time: 8:48:20 AM Method: Formula V Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0955 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.1990 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2955 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3909 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4924 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5808 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6652 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.6019 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.5306 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.4366 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(74)

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/23/2010 Time: 9:10:20 AM Method: Formula VI Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0998 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.2011 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2982 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3956 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4992 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5955 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6917 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.6135 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.5354 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.4444 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(1)

Lampiran 6. Absorbansi pemeriksaan difusi. ...(lanjutan)

Wavelength Program

__________________

Date: 9/23/2010 Time: 9:10:20 AM Method: Formula VI Slit: UV/VIS: 1.00 nm

Analyst: Ardian S. Nurhakim

Sample ID Cyc Factor 253.00 nm

__________________________________________________________________ __________________________

1 1 1.0000 0.0998 Serapan zat aktif menit ke 5 2 1 1.0000 0.2011 Serapan zat aktif menit ke 15 3 1 1.0000 0.2982 Serapan zat aktif menit ke 25 4 1 1.0000 0.3956 Serapan zat aktif menit ke 35 5 1 1.0000 0.4992 Serapan zat aktif menit ke 45 6 1 1.0000 0.5955 Serapan zat aktif menit ke 60 7 1 1.0000 0.6917 Serapan zat aktif menit ke 80 8 1 1.0000 0.6135 Serapan zat aktif menit ke 100 9 1 1.0000 0.5354 Serapan zat aktif menit ke 160 10 1 1.0000 0.4444 Serapan zat aktif menit ke 180

__________________________________________________________________ __________________________


(2)

Lampiran 7. Perhitungan pemeriksaan difusi.

Dik :

Y = 0,00848 + 0,32832 X r = 0,999

Formula I

 Abs t’5 = 0,0983  Abs t’15 = 0,1937  Abs t’25 = 0,2941  Abs t’35 = 0,3915  Abs t’45 = 0,4977  Abs t’60 = 0,5777  Abs t’80 = 0,6391

 Abs t’100 = 0,5840

 Abs t’160 = 0,3571

 Abs t’180 = 0,1995

Dit : Kadar t’5 s/d t’180? Jawab :

Kadar t’α = (t’α = 0,00848 + 0,32832 X) Kadar t’5 = (0,0983 = 0,00848 + 0,32832 X) t’5 = 0,273

Kadar t’15 = (0,1937 = 0,00848 + 0,32832 X) t’15 = 0,564

Kadar t’25 = (0,2941 = 0,00848 + 0,32832 X) t’25 = 0,869

Kadar t’35 = (0,3915 = 0,00848 + 0,32832 X) t’35 = 1,166

Kadar t’45 = (0,4977 = 0,00848 + 0,32832 X) t’45 = 1,490


(3)

Lampiran 8. Perhitungan faktor koreksi (FK) pemeriksaan difusi.

Dik: Formula I

 Kadar t’5 = 0,273 ppm

 Kadar t’15 = 0,564 ppm

 Kadar t’25 = 0,869 ppm

 Kadar t’35 = 1,166 ppm

 Kadar t’45 = 1,490 ppm

 Kadar t’60 = 1,733 ppm

 Kadar t’80 = 1,920 ppm

 Kadar t’100 = 1,752 ppm  Kadar t’160 = 1,061 ppm  Kadar t’180 = 0,581 ppm  Medium = 300 ml  Cuplikan = 5 ml Dit: FK t’5 s/d t’180?

Jawab:

FK t’α = Kadar t’α x Cuplikan/ Medium

FK t’5 = 0,273 x 5/300 FK t’15 = 0,564 x 5/300 = 4,55 x 10-3 ...(a) = 9,4 x 10-3 ...(b) t 5 = 0,273 t 15 = 0,564+(a)

FK t’25 = 0,869 x 5/300 FK t’35 = 1,166 x 5/300 = 0,014 ...(c) = 0,019 ...(d) t 25 = 0,869+(a)+(b) t 35 = 1,166+(a)+(b)+(c)

FK t’45 = 1,490 x 5/300

= 0,024 ...(e)


(4)

Lampiran 9. Evaluasi pemeriksaan difusi.

Tabel 11. Hasil pemeriksaan difusi gel minyak jinten hitam

Formula

Kadar (ppm) minyak jinten hitam menit ke

5 15 25 35 45 60 80 100 160 180

I 0,273 0,568 0,888 1,199 1,542 1,809 2,021 1,885 1,223 0,760 II 0,253 0,561 0,811 1,078 1,340 1,666 1,894 1,647 1,498 0,954 III 0,238 0,581 0,770 1,057 1,361 1,585 1,881 1,464 1,017 0,848 IV 0,242 0,580 0,763 1,052 1,338 1,657 1,928 1,348 1,097 1,044 V 0,277 0,590 0,899 1,204 1,533 1,871 2,114 1,955 1,768 1,503 VI 0,278 0,591 0,897 1,209 1,547 1,865 2,188 1,985 1,778 1,528

Gambar 9. Kurva hasil pemeriksaan difusi gel minyak jinten hitam

Keterangan :

I = Formula gel dengan Na CMC 4% II = Formula gel dengan Na CMC 5% III = Formula gel dengan HPMC 3% IV = Formula gel dengan HPMC 4% V = Formula gel dengan Karbopol 0,5% VI = Formula gel dengan Karbopol 1% 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 50 100 150 200

K a d a r (p p m ) (t) waktu I II III IV V VI


(5)

Lampiran 10. Gambar Alat-alat Penelitian.

Gambar 10. pH meter Gambar 11. Viskometer Brookfield

Gambar 12. Refraktometer Gambar 13. Spektrofotometer UV-Vis


(6)