PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8

BAB IV PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8

KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 1970-1998 4.1. Sistem Produksi Batu Bata Sisitem produksi ataupun proses produksi adalah kegiatan atau usaha dengan tujuan menghasilkan barang. Sistem produksi batubata berarti proses atau kegiatan dengan tujuan menghasilkan barang yaitu batu bata. 17 Maka dalam bab ini akan memaparkan mengenai perkembangan proses produksi batu bata yang mencakup modal, sistem pengolahan, sampai kepada hasil produksi batu bata dari tahun 1970-1998 di Desa Sidodadi Batu 8. 4.1.1. Input Produksi Yang termasuk ke dalam input produksi ialah segala sesuatu yang berupa modal dasar untuk kemudian dapat diolah dan membantu proses pengolahan bahan baku menjadi barang produksi. Input produksi dalam usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 adalah mencakup modal keuangan, bahan baku, alat-alat produksi, dan tenaga kerja yang kemudian dapat diolah dan membantu proses pengolahan dalam rangka menghasilkan produksi batu bata di Desa Sidodadi Batu 8. 17 Ita Zahara 2002, Kehidupan Masyarakat Pengusaha Batubata di Kelurahan Kisaran Barat 1985-2000 , hlm. 28 Skripsi S-1 Sejarah, Medan: Tidak Diterbitkan. Universitas Sumatera Utara 4.1.1.1. Modal Finansial Dalam melakukan sebuah kegiatan atau usaha dengan tujuan untuk menghasilkan barang yang disebut proses produksi diperlukan sarana pendukung yang berfungsi untuk memepercepat dan memperlancar proses tersebut. Salah satu dari sarana pendukung tersebut dikenal dengan istilah modal, maka suatu kegiatan atau usaha baru dapat dilaksanakan karena para pengusaha menggunakan modal untuk membeli berbagai alat dan bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi tersebut. Para pengrajin usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 memperoleh modal dengan tiga cara. Pertama, modal diperoleh dari agen, yakni meminjam dengan agen atau yang disebut dengan sistem ijon. Sistem ijon ialah merupakan sistem kontrak dimana para pengusaha batu bata dapat meminjam modal terlebih dahulu kepada para tengkulak orang yang memiliki modal, lalu kemudian menjual batu bata dengan harga yang telah ditentukan oleh tengkulak, tentu harganya akan lebih murah jika dibandingkan bila si pengrajin menjual kepada konsumen langsung. Selain harga ditentukan, misalnya harga pasaran Rp 200,00 jika dijual kepada tengkulak harga jatuh sampai Rp 150,00 , kemudian pengusaha batu bata harus membayar pinjaman kepada tengkulak. Dari awal usaha batu bata ini dibuka oleh pengusaha batu bata yang penduduk pendatang sekitar tahun 1970-an, mereka juga menggunakan sistem ijon sebagai modal awal mereka karena tidak adanya bantuan dari pihak lain. Sistem ini terus berlangsung sampai tahun 1998 walaupun kurang menguntungkan bagi pengusaha batu bata. Pada awalnya agen atau ijon adalah warga Indonesia suku Tiong Hoa yang berasal dari kota Lubuk Pakam atau Medan, tetapi semenjak tahun 1998 mereka tidak mau lagi menjadi Universitas Sumatera Utara agen, karena merugi tidak dibayar oleh kilang batubata. Kemudian ijon digantikan oleh warga- warga pribumi yang mampu di sekitar wilayah Desa Sidodadi Batu 8. Kedua, modal berasal dari dana pribadi, dana pribadi mulai digunakan sejak tahun 1998, dimana pada pengusaha batu bata yang telah mapan di desa ini menggunakan tabungannnya untuk memulai usaha batu bata dengan modal keuangan sendiri dan tidak bergantung lagi dari ijon warga keturunan Tiong Hoa yang berasal dari daerah Lubuk Pakam atau Medan. Biasanya pengusaha yang memakai modal keuangan sendiri ini hanya beberapa orang saja, kebanyakan mereka juga menjadi agen bagi para pengusaha batu bata yang lebih kecil, dalam artian usaha batu bata keluarga. Ketiga, modal diperoleh dengan cara meminjam pada Lembaga Keuangan dalam bentuk perkreditan. Kebijaksanaan pemberian kredit dari pemerintah sudah dijalankan sejak 4 Desember 1973. 18 Kredit yang dapat diajukan ialah Kredit Investasi Kecil KIK, Kredit Usaha Rakyat KUR, Kredit Modal Kerja Permanen KMKP. Sistem modal keuangan dengan meminjam kepada Lembaga Keuangan mulai diusahakan oleh para pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 juga pada tahun 1998, dimana sebahagian masyrakat Desa Sidodadi Batu 8 telah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, dimana mereka telah memahami mengenai modal financial yang bisa diperoleh dari Lembaga Keuangan pada setiap usaha yang ada telah dibuat . Kredit diberikan untuk semua pengusaha dengan ekonomi yang cenderung lemah. Tujuan pemberian kredit agar para pengusaha batu bata dapat meningkatkan produksinya dan usaha batu bata keluarga dapat lebih maju dan dapat bersaing dengan usaha batu bata yang lebih besar dengan teknologi yang lebih canggih. 18 Bank Indonesia , Apa, Siapa, Bagaimana : Kredit Investasi Kecil ; Kredit Modal Kerja Permanen, 1980.hlm.12. Universitas Sumatera Utara Surat Izin Usaha. Sebahagian dari mereka yang memperoleh modal keuangan dari Lembaga Keuangan adalah pengusaha batubata dengan skala produksi yang cukup besar. Bagi pengusaha batubata dengan skala rumah tangga kebanyakan tidak memiliki Surat Izin Usaha dan tidak memenuhi kriteria survey Bank untuk mendapat pinjaman usaha, maka bagi pengusaha batu bata berskala rumah tangga usaha yang dijalaninya kebanyakan cenderung statis dan tidak begitu berkembang. Mereka mengusahakan batu bata sekedar sebagai mata pencaharian dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan usaha yang dilakukan dekat dengan domisili mereka. 4.1.1.2. Bahan Baku Untuk menghasilkan batu bata maka diperlukan bahan baku row material yang merupakan bahan dasar untuk diolah dan diproses menjadi batu bata. Dalam usaha batu bata bahan baku utamanya di Desa Sidodadi Batu 8 ini ialah tanah galong, yakni tanah yang sangat sesuai untuk usaha batu bata. Bahan baku batu bata yang berupa tanah galong adalah jenis tanah yang merupakan bahan baku yang paling proporsional untuk pembuatan batu bata. Tanah galong merupakan tanah dengan tekstur tanah yang sangat liat, dan tidak terlalu banyak pasir tidak bercampur pasir . Pada awal mula dibuka usaha batu bata di desa ini oleh warga pendatang pada tahun 1970-an, bahan baku yang digunakan ialah benar-benar tanah asli Desa Sidodadi Batu 8 yakni tanah galong. Bahan baku tanah galong terus dipakai oleh para pengusaha batu bata di desa ini baik oleh pengusaha skala besar ataupun pengusaha skala rumah tangga. Jika dirasakan kualitas tanah mulai tidak terlalu bagus, yaitu sudah mulai bercampur pasir, maka para pengusaha mencampur Universitas Sumatera Utara tanah galong dengan tanah merah, walaupun tanah merah tersebut harus mereka beli dari daerah luar. Penggunaan tanah galong yang terus menerus oleh pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, membuat persediaan Sumber Daya Tanah mulai berkurang di desa ini, sekitar tahun 1980, tanah mulai menipis terbukti dari adanya sebagian cekungan sebagai akibat dari penggalian tanah untuk bahan baku pengolahan batu bata. Untuk mengatasi keadaan ini, para pengusaha batu bata mulai memasok tanah merah dari daerah lain sebagai campuran untuk memproduksi batu bata agar mereka tetap dapat memproduksi batu bata dengan menghemat penggunaan tanah galong, tanah asli Desa Sidodadi Batu 8. Pada sekitar tahun 1990-an, cekungan-cekungan bekas penggalian tanah galong di desa ini semakin bertambah banyak. Hasilnya, para pengusaha batu bata di desa ini tidak bisa lagi memperoleh tanah galong untuk dicampur dengan tanah merah, persediaan Sumber Daya Tanah di desa ini tidak memungkinkan lagi untuk diolah. Para pengusaha batu bata kemudian memasok tanah dari luar desa mereka, tanah yang digunakan ialah tanah-tanah perkebunan di sekitar Desa Sidodadi Batu 8. Kebanyakan pasokan tanah didapat dari daerah perkebunan sekitar Dolok Masihul. Harga setiap satu truk tanah yang dipasok dari luar desa sekitar Rp 420.000,00. Hasil produksi yang dihasilkan dari batu bata yang bahan bakunya berasal dari tanah galong, dengan batu bata dari tanah liat yang dicampur dengan tanah merah sangat jauh berbeda. Batu bata yang dihasilkan dari bahan baku tanah galong jelas lebih kuat dari pada batu bata yang dihasilkan dari tanah yang dicampur dengan tanah merah atau tanah yang di pasok dari luar desa. Biasanya produk yang dihasilkan sangat rapuh dan mudah hancur. Tetapi karena permintaan Universitas Sumatera Utara yang meningkat untuk batu bata di sekitar desa ini, maka kualitas batu tidak mempengaruhi permintaan akan batu bata. 4.1.1.3. Alat-alat Produksi Dalam suatu kegiatan produksi, istilah alat produksi ditujukan terhadap seperangkat alat- alat yang digunakan untuk menghasilkan barang produksi. Pada umumnya alat-alat yang digunakan untuk memproduksi batu bata ialah, cangkul, sekop, beko, alat cetak, dan plastik penutup. Pada awal usaha kerajinan batu bata ini dimulai oleh penduduk pendatang pada tahun 1970-an, alat yang digunakan untuk mengangkut yaitu belum mengenal sekop atupun beko. Alat angkut yang pertama kali dipakai oleh masyarakat desa ini dinamakan plengki, yaitu alat angkut yang dibuat sendiri dari kayu. Seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai mengenal beko ataupun sekop untuk pengangkutan tanah, kemudian pengusaha batu bata mulai menggunakan alat ini untuk mengangkut tanah dengan jumlah yang lebih banyak daripada menggunakan plengki. Dalam hal pemijakan tanah untuk tanah coen, pada awal usaha ini dibuka pada tahun 1970-an, perintis usaha ini memijak tanah dengan kaki sendiri. Setelah usaha batu bata mulai berkembang di desa ini, para pengusaha batu bata kemudian menggunakan tenaga kerbau untuk memijak tanah, agar waktu pemijakan relatif lebih cepat. Dengan menggunakan tenaga kerbau dapat memakan waktu dua hari dan produksi yang dihasilkan hanya sekitar satu truk batu bata. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1980, pengusaha mulai menggunakan jetor untuk membuat tanah pijakan tanah coen. Penggunaan Jetor lebih mempersingkat waktu produksi, dimana dalam membuat tanah pijakan hanya membutuhkan waktu satu sampai dua jam saja untuk ukuran produksi satu truk batu bata. Pada awal usaha batu bata ini dikembangkan di Desa Sidodadi Batu 8 sekitar tahun 1970- an, alat-alat produksi yang digunakan adalah alat produksi tradisional yang masih sangat sederhana seperti plengki, kerbau, alat pembakaran yang sederhana juga alat cetak yang terbuat dari kayu yang hanya bisa mencetak 1 blok batu bata. Setelah usaha batu bata ini berkembang menjadi mata pencaharian utama masyarakat Desa yang Sidodadi Batu 8 sebagai usaha keluarga, alat-alat yang digunakan mulai berkembang sedikit demi sedikit, seperti telah menggunakan sekop, beko, jetor, dan alat cetak batu yang bisa menghasilkan lima blok batubata. Alat-alat produksi untuk menunjang usaha batu bata keluarga mulai berkembang walaupun masih dengan teknologi yang sederhana. Pada tahun 1995, usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengenal mesin untuk memproduksi batu bata. Pada saat itu itu kilang yang menggunakan mesin hanya satu kilang saja. Penggunaan mesin mempermudah pengusaha batu bata memproduksi batu bata dalam jumlah yang banyak. Usaha batu bata yang telah mempergunakan teknologi mesin memakai alat-alat untuk memproduksi batu bata sebagai berikut : 1. Mesin pencetak batu bata yang berfungsi sebagai pengaduk tanah merah agar menjadi liat sampai dengan tercetaknya batu bata. 2. Mesin domping, mesin domping berfungsi sebagai penggerak mesin pencetak batu bata. Universitas Sumatera Utara 3. Gerobak kayu 4. Gerobak Arco 5. Cangkul 6. Sekop Perbedaan hasil dari batu bata yang dikerjakan dengan tangan dengan batu bata yang dikerjakan dengan mesin terletak pada kerapiannya. Usaha batu bata yang diproduksi dengan mesin dapat memproduksi 6000-12000 batu bata perhari, sedangkan usaha kerajinan batu bata tradisional dengan cetakan blok hanya dapat menghasilkan 400-800 batu bata perharinya. Perbedaan harga tentu ada antara batu bata cetak tangan dengan batu bata hasil produksi mesin, dimana harga batu bata hasil produksi mesin lebih mahal dibanding batu bata hasil cetak blok. Beberapa tahun kemudian, dari tahun 1995 sampai tahun 1998 telah berdiri enam kilang batu bata mesin di Desa Sidodadi Batu 8, disamping usaha kerajinan batu bata keluarga dengan teknologi konvensional masih tetap ada. 4.1.1.4. Tenaga Kerja Hal yang juga penting dalam proses produksi adalah adanya tenaga kerja. Dalam kegiatan proses pembuatan batu bata tenaga kerja adalah penggerak bagi berlangsungnya proses produksi menghasilkan barang. Seluruh bahan baku untuk menghasilkan barang harus diolah dan diproses oleh para tenaga kerja. Mekanisme usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini yang sudah dapat Universitas Sumatera Utara dikatakan sebagai Industri Rakyat Kecil Menengah tidak akan pernah berjalan jika tidak ada tenaga kerja. Pada awal usaha batu bata ini mulai diusahakan pada tahun 1970, usaha ini merupakan usaha kecil yang merupakan usaha dengan skala rumah tangga. Pekerja ataupun tenaga kerjanya berasal dari anggota keluarga sendiri. Misalnya orang tua suami yang mengolah bahan baku tanah galong tersebut, maka istri yang mencetak, sedangkan anaknya bertugas untuk menjemur batu bata yang telah selesai dicetak. Selanjutnya anak-anak yang bertugas menyusun batu bata dan menjemur batu bata kemudian menutup dengan plastik jika telah kering. Untuk tahapan selanjutnya, yakni pembakaran biasanya dilakukan secara bersamaan oleh satu keluarga, tetapi apabila tidak memungkinkan, maka akan memerlukan tenaga kerja satu orang saja untuk membantu proses pembakaran batu bata tersebut. Tenaga kerja yang diperlukan dalam usaha batu bata ini pada umumnya ialah pria. Terutama dalam proses pengangkutan tanah, pengangkutan batu bata yang sudah dicetak, juga terutama dalam proses pembakaran batu bata. Sedangkan tenaga kerja wanita hanya untuk proses pencetakan batu bata saja, jika usaha batu bata tersebut tidak menggunakan mesin dalam proses pencetakan batu batanya. Jumlah tenaga kerja pada usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 pada sekitar tahun 1970-1980, hanya berjumlah dua sampai tiga orang saja. Pada saat itu usaha batu bata hanya sebatas usaha rumah tangga. Teknologi pengolahan batu bata juga masih menggunakan teknologi manual. Setelah tahun 1990-an, tepatnya tahun 1995 teknologi produksi batu bata mulai berkembang. Kilang-kilang batu bata di desa ini sudah mulai menggunakan mesin untuk Universitas Sumatera Utara memproduksi batu bata. Tenaga kerja yang diperlukan juga semakin banyak, karena jumlah produksi yang dihasilkan juga semakin banyak per harinya. Dalam satu kilang batu bata mesin membutuhkan 10-17 orang lebih. Kisaran umur para tenaga kerja usaha kerajinan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 antara 16-40 tahun. Para pekerja dengan usia muda biasanya didominasi pemuda yang masih bersekolah ataupun belum bekeluarga. Mereka menggunakan gaji yang mereka terima untuk memenuhi kebutuhan sekolah, sedangkan pekerja dengan kisaran umur 25 tahun ke atas biasanya telah menikah dan menggunakan gaji mereka untuk tambahan kebutuhan hidup sehari-hari. Pada tenaga kerja dengan usia muda biasanya didominasi oleh para laki-laki.Tenaga kerja wanita didominasi oleh para ibu rumah tangga sebagai mata pencaharian sampingan untuk membantu perekonomian keluarga. Upah antara pekerja wanita dengan pekerja pria berbeda. Tenaga kerja pria yang kerjanya cenderung lebih berat daripada tenaga kerja wanita yakni dari proses pengolahan bahan baku, menjemur sampai menyusun hasil produksi batu bata yang sudah kering tersebut sampai batu bata yang telah selesai dibakar mendapat upah antara Rp 16.000,00 sampai 20.000,00 perhari. Tenaga kerja perempuan yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga yang hanya bekerja menyusun batu bata hasil cetak mesin mendapat upah Rp 6000,00 sampai Rp 12.000,00 perhari. 19 19 Wawancara dengan Ernawati ibu rumah tangga dan buruh batu bata, tanggal 20 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara 4.1.2. Sistem Teknologi Pengolahan Dalam kegiatan ekonomi, proses produksi ataupun proses pengolahan adalah proses ataupun teknik untuk menghasilkan sebuah barang produksi. Sebuah barang yang dihasilkan dari proses produksi atau teknologi pengolahan tentu saja akan memiliki nilai konsumsi . Untuk mengetahui nilai konsumsi maka harus terlebih dahulu mempelajari bagaimana proses teknologi pengolahan barang tersebut. Dalam hal ini proses pengolahan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 dimulai dari pengangkutan bahan baku, pencetakan, pembakaran, dan penjemuran. 4.1.2.1. Pengangkutan Bahan Baku Dalam memproduksi batu bata, bahan baku untuk diolah menjadi bahan jadi batu bata harus diangkut ke lokasi produksi lahan pengolahan. Proses pengangkutan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami banyak perkembangan dari awal usaha ini dikembangkan sampai tahun 1998. Pada awal usah batu bata ini mulai dibuka oleh warga pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 pada tahun 1970 an, bahan baku yang digunakan untuk memproduksi batu bata di desa ini berasal dari tanah asli Desa Sidodadi Batu 8, yakni tanah galong. Tanah Galong merupakan tanah yang sangat baik untuk menghasilkan batu bata berkualitas tinggi. Tanah galong yang merupakan tanah asli di desa ini untuk pengangkutannya sangat sederhana. Setelah digali, tanah diangkut dengan menggunakan alat tradisional yang dinamakan plengki, dimana plengki tersebut hanya dapat mengangkat bahan baku tanah sesuai dengan kemampuan ataupun tenaga si pengangkut. Plengki dibuat sendiri dengan bahan dasar kayu. Universitas Sumatera Utara Bahan baku yang telah diangkut oleh plengki kemudian diolah ataupun digiling dengan menggunakan tenaga kaki sendiri untuk mengolah bahan baku ini. Plengki digunakan pada awal perkembangan usaha batu bata di desa ini. Seiring dengan kemajuan zaman, dan semakin berkembangnya usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 , pada tahun 1982 telah dikenal alat angkut yang lebih canggih yang dapat mempersingkat waktu dan mempermudah pekerjaan, yaitu sekop dan beko. Sekop dan beko dapat menggali dan mengangkut tanah galong di Desa Sidodadi Batu 8 ini sebagai bahan baku utama produksi batu bata dengan lebih cepat dan jumlah yang banyak. Setelah diangkut, kemudian tanah digiling dengan menggunakan tenaga kerbau. Dengan menggunakan tenaga kerbau, proses penggilingan tanah terasa terlalu lama. Penggilingan tanah dengan menggunakan tenaga kerbau dapat memakan waktu dua hari untuk memproduksi satu truk produksi batu bata. Untuk mempersingkat waktu produksi, maka para pengusaha batu bata mulai menggunakan Jetor sebagai alat penggiling tanah untuk memperoleh waktu produksi yang relatif singkat. Dengan menggunakan jetor, hanya menghabiskan satu sampai dua jam untuk menghasilkan satu truk produksi batu bata. Bahan baku batu bata yang tersedia di Desa Sidodadi Batu 8 , yang berupa tanah galong, pada awal tahun 1980-an mulai berkurang persediannya. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka para pengusaha batu bata di desa ini menghemat penggunaan bahan baku tanah galong yang berasal dari desa ini dengan mencampurnya dengan tanah merah yang berasal dari daerah luar desa. Dalam hal pengangkutan bahan baku yang berasal dari luar desa yaitu dengan menyewa truk-truk untuk memperoleh bahan baku dari luar. Universitas Sumatera Utara Truk ataupun sarana transportasi lain untuk mengangkat bahan baku dari luar Desa Sidodadi Batu 8 kemudian akan membayar retribusi untuk masuk ke Desa Sidodadi Batu 8 ini. Setiap truk membayar Rp 250, 00 setiap masuk ke Desa Sidodadi Batu 8. Oleh perangkat desa, dana ini dialokasikan untuk membantu perbaikan jalan beraspal yang berlubang-lubang. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung usaha batu bata memberikan konstribusi yang baik untuk Desa Sidodadi Batu 8 dalam hal membantu pembangunan prasarana desa. Pada awal tahun 1990- an, kuantitas bahan baku tanah galong untuk membuat batu bata yang berasal dari desa ini terus menurun, bahkan desa tidak dapat lagi menyediakan tanah galong untuk pembuatan batu bata di desa ini. Terbukti dengan banyaknya lubang-lubang atau cekungan akibat penggalian tanah secara terus menerus untuk keperluan bahan baku batu bata di desa ini. Akibat dari situasi seperti ini, para pengusaha batu bata mau tidak mau harus memasok bahan baku dari luar Desa Sidodadi Batu 8. Untuk memasok bahan baku para pengrajin memakai sarana transportasi seperti mobil dan truk untuk mengangkut bahan baku yang berasal dari tanah- tanah perkebunan sekitar wilayah Desa Sidodadi Batu 8. Harga setiap satu truk tanah yang dipasok dari luar berkisar Rp 420.000,00. 4.1.2.2. Pencetakan. Pencetakan merupakan proses pengolahan bahan baku yang telah digiling diolah yang kemudian akan di bentuk dengan cetakan yang telah dibuat untuk menghasilkan batu bata. Proses pencetakan pada usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami banyak perkembangan dari mulai usaha ini dikembangkan pada desa ini sampai pada tahun 1998. Universitas Sumatera Utara Pada awal usaha ini dikembangkan di Desa Sidodadi Batu 8 oleh penduduk pendatang sekitar tahun 1970-an, pencetakan batu bata dilakukan dengan memakai cetakan batu bata yang terbuat dari kayu. Cetakan tersebut hanya dapat menghasilkan satu blok batu bata. Kemudian selang beberapa tahun berkembang menjadi dua blok. Pada tahun 1990, cetakan batu bata telah bisa mencetak sebanyak empat sampai lima blok batu bata. Pencetakan batu bata yang dilakukan dengan cetakan satu blok batu bata, lazim disebut dengan cetak basah. Para pengrajin batu bata mencetak sambil duduk dengan mengggunakan air bahan baku di dekatkan dengan air, kemudian dicetak satu demi satu. Dalam proses pencetakan yang seperti ini, cetakannya yang dipindah-pindah lalu diratakan memakai pisau baru kemudian didinding disusun. Setelah beberapa tahun kemudian, dimana jumlah cetakan sudah bisa menghasilkan lebih dari dua blok batu bata, pencetakan dilakukan di atas meja. Bahan baku batu bata di angkut ke atas meja dan di cetak dengan cetakan tersebut.Melalui cara pencetakan tangan ini jumlah batu bata yang dapat dihasilkan dalam satu hari hanya dalam jumlah ratusan, sulit untuk mencapai angka ribuan. Karena pada awal usaha ini dibuka di Desa Sidodadi Batu 8 adalah merupakan usaha keluarga, sistem pencetakan seperti ini masih terus dilakukan, walaupun memakan waktu yang relatif lama dengan hasil yang sedikit. Pada tahun 1995, teknologi pencetakan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami perkembangan dimana sebahagian pengrajin batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 telah mengenal mesin sebagai alat untuk mencetak batubata. Universitas Sumatera Utara Proses pengolahan batu bata dengan mesin pencetak, dimulai daripengolahan bahan baku batu bata yang berupa tanah merah yang telah disiram air, kemudian tanah merah tersebut dimasukkan ke dalam mesin pencetak dengan menggunakan sekop. Berikan minyak sawit di tempat keluarnya cetakan batu pada mesin agar batu dapat tercetak rapi. Batu yang keluar dari mesin cetakan yang berupa cetakan batu yang memanjang kemudian dapat dipotong dengan menggunakan alat potong yang tersedia, lalu hasil potongan cetakan dapat disusun oleh tenaga kerja. Pada pengolahan batu bata dengan cetakan mesin, biasanya usaha batu bata ini tidak lagi berskala rumah tangga, tetapi lebih menuju kepada industri rakyat yang berskala besar dimana mempergunakan tenaga kerja lebih dari 12 orang. Pekerja yang mencetak batu dengan mesin ialah tenaga kerja pria, sedangkan tenaga kerja wanita hanya menyusun hasil cetakan batu bata, yang lazim disebut mendinding batubata. Pada usaha kerajinan batu bata dengan teknologi pengolahan mesin cetak, jumlah batu bata yang dapat dihasilkan lebih banyak dengan waktu yang relatif singkat, yaitu mencapai 6000- 12000 batu bata perharinya. 4.1.2.3. Pembakaran Dalam proses pengolahan batu bata, setelah batu bata dicetak, batu bata tersebut harus melalui proses pembakaran untuk kemudian dilakukan tahap selanjutnya, yakni penjemuran. Universitas Sumatera Utara Teknologi proses pembakaran pada usaha batu bata Desa Sidodadi Batu 8 mengalami perkembangan dari mulai usaha ini dibuka oleh penduiduk pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 samapai kepada tahun 1998. Pada awal usaha ini dibuka di Desa Sidodadi Batu 8 oleh penduduk pendatang, sistem proses pembakaran batu bata dilakukan dengan cara membakar batu bata yang telah dicetak dengan kayu sebagai alat pembakar. Pada waktu itu harga kayu masih murah, tetapi karena pada tahun 1980 an harga kayu mahal, pada tahun itu kayu bisa diganti dengan merang sawit bubut sawit. Lokasi pembakaran dilakukan di bangsal yang telah dibuat terlebih dahulu. Barak atau bangsal dibuat memanjang, dimana setiap bangsal dapat membakar sekitar 3000 buah batu. Alat bakar yang merupakan janjangan sawit disiram dengan minyak lampu , pada masa itu minyak dapat dibeli dalam jumlah yang banyak, karena harganya masih murah. Janjangan sawit pada waktu itu dapat dimanfaatkan untuk alat bakar batu bata daripada akhirnya dibuang. Harga merang janjangan sawit ketika itu berkisar Rp 200,00 – 2000,00 per satu mobil truk, sedangkan tahun 1998 harganya telah mencapai lebih dari seratus ribu per satu mobil truk, karena pada tahun 1980 an, harganya telah mencapai Rp. 35.000,00 lebih. Proses pembakaran dengan menggunakan merang sawit pada bangsal yang telah dipersiapkan terlebih dahulu bertahan sampai pada tahun 1998. Pembakaran dilakukan selama 48 jam dua hari nonstop. Setiap kali pembakaran dapat membakar 70.000 biji bata sesuai bangsal yang dibuat. Jika kondisi cuaca cerah musim kemarau pembakaran dapat dilakukan setiap 20 hari, apabila kondisi cuaca di musim penghujan, maka pembakaran hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu bulan. Universitas Sumatera Utara 4.1.2.4. Penjemuran Penjemuran adalah tahap akhir dari proses pengolahan bahan baku batu bata menjadi batubata siap pakai. Proses penjemuran pada usaha kerajinan batu bata di desa Sidodadi Batu 8 mengalami perkembangan sejak usaha ini mulai dikembangkan oleh penduduk pendatang sampai pada tahun 1998. Proses penjemuran yang merupakan tahap akhir dari pengolahan batu bata pada awal usaha ini dikembangkan oleh penduduk pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 adalah dengan cara menjemur di bangsal dengan atap rumbiah, maka apabila hujan, batu bata yang telah dibakar akan basah. Penjemuran seperti ini memakan waktu yang lama untuk proses pengeringan penjemuran batu, tetapi kualitas batu yang dihasilkan dijamin bagus, karena batu bata yang dikeringkan di bangsal cenderung lebih benar-benar kering. Luar dan dalam batu benar-benar kering. Pada proses cetak basah yang menggunakan cetakan satu blok, jika tanah yang dicetak bagus kering , maka proses penjemuran batu bata bisa disusun satu sampai tiga tumpukan batu dari atas bawah ke atas. Apabila tanah yang digunakan untuk mencetak kurang bagus lembek, maka batu hanya bisa di susun dua baris dari bawah ke atas. Pada tahun 1990 -an, proses penjemuran batu bata tidak lagi dilakukan di dalam bangsal, tetapi dilakukan pada area bebas. Batu bata yang dijemur ditutup dengan plastik agar terlindung dari hujan, apabila telah sedikit kering. Penjemuran diluar tanpa memakai bangsal memang relatif lebih cepat, tetapi batu yang dihasilkan tidak terlalau bagus. Pada bagian luar luar batu memang tampak kering, tetapi sebenarnya di dalam batu tidak terlalu kering. Batu bata yang Universitas Sumatera Utara dihasilkan dengan penjemuran di luar lebih mudah pecah dibanding dengan batu bata yang melalui proses penjemuran di bangsal dengan waktu yang agak lama. Penjemuran di dalam bangsal dapat menjemur sekitar 1000 buah batu bata saja dalam jangka waktu 15 hari apabila cuaca cerah dan pabila cuaca dalam musim penghujan memakan waktu sampai satu bulan, sedangkan dengan penjemuran di luar dapat menjemur sekitar 15.000 buah batu bata hanya dengan waktu lima hari nonstop jika cuaca cerah. 4.1.3. Output Produksi Output produksi merupakan benda yang dihasilkan dari proses produksi, benda ini merupakan bahan jadi yang siap dikonsumsi oleh konsumen dengan melalui tahapan –tahapan proses pengolahan dari bahan baku menjadi barang jadi. Output Produksi dari usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ialah batu bata yang siap dikonsumsi oleh konsumen setelah melalui berbagai tahapan proses pengolahan yakni dari pengangkutan bahan baku, pencetakan, pembakaran, serta penjemuran. Sebuah barang yang dihasilkan dari proses produksi tentu saja akan memiliki nilai konsumsi. Untuk mengetahui nilai konsumsi atau harga barang maka harus terlebih dahulu mengetahui proses pembuatan barang tersebut. Proses produksi menentukan jumlah dan kualitas barang yang diproduksi. Universitas Sumatera Utara 4.1.3.1. Kuantitas Kuantitas ataupun jumlah produksi batu bata yang dapat dihasilkan oleh sebuah usaha batu bata dari mulai usaha ini dikembangkan oleh penduduk pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 sampai pada tahun 1998, tentu saja mengalami perkembangan dalam perbedaan jumlah yang bisa dihasilkan. Perbedaan jumlah yang dihasilkan pada awal usaha batu bata ini dikembangkan sampai pada tahun 1998 karena terjadi perkembangan dalam proses pengolahan usaha batu bata di desa ini. Proses pengolahan yang berbeda terhadap usaha batu bata mempengaruhi jumlah yang bisa dihasilkan. Pada tahun 1970-an, dimana usaha ini mulai dikembangkan di Desa Sidodadi Batu 8, proses pengolahan terhadap usaha batu bata ialah dengan teknik yang tradisional. Dengan teknik yang tradisional, barang atau jumlah produksi yang bisa dihasilkan juga sedikit dan memakai waktu yang lama. Jika diuraikan satu persatu tahapan produksi tradisional manual untuk menghasilkan batu bata pada tahun 1970-an, akan jelas terlihat dimana proses pengolahan batubata dengan teknik tradisional manual akan menghasilkan produksi batubata dalam jumlah yang sedikit dengan memakan waktu yang lama. Dalam proses pengangkutan, pada awal perkembangan usaha kerajinan batu bata, tepatnya tahun 1974 pengangkutan yang dilakukan dengan memakai plengki dan alat angkut sederhana yang hanya bisa mengangkut sesuai dengan kemampuan si pengrajin, tentu untuk proses pengangkutan akan memakan waktu yang lama juga cenderung mempengaruhi jumlah produksi. Dalam proses penggilingan tanah, pada awal usaha ini dikembangkan masih Universitas Sumatera Utara menggunakan tenaga kerbau, waktu yang diperlukan adalah dua hari dan hanya menghasilkan satu truk produksi batubata. Dalam proses pencetakan, pada awal perkembangan usaha kerajinan batubata di desa ini pencetakan dengan menggunakan cetakan tangan satu blok sampai dua blok hanya bisa menghasilkan produksi batubata dalam jumlah ratusan per harinya. Dalam proses pembakaran, pada awal usaha batubata ini dikembangkan di desa Sidodadi Batu 8 pembakaran dilakukan di bangsal yang hanya bisa membakar sekitar 3000 buah batu, karena pembakaran hanya dilakukan oleh dua orang dan susunan batu juga tidak terlalu tinggi, hanya 15 tingkat saja. Dalam hal penjemuran, pada awal usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini dikembangkan 1974 , proses penjemuran dilakukan juga di dalam bangsal dengan beratapkan rumbiah, maka untuk mencapai batu yang benar-benar kering mencapai 15 hari untuk cuaca cerah dan satu bulan jika musim penghujan untuk 1000 buah produksi batu bata. Proses pengolahan batu bata pada awal usaha ini di kembangkan di Desa Sidodadi Batu 8 dengan teknik tradisional manual menghasilkan produksi yang lebih sedikit dengan waktu yang cenderung lama. Berbeda dengan proses pengolahan yang menggunakan alat-alat yang lebih canggih dengan teknologi mesin, terutama pada tahun 1980-1990-an. Perkembangan dalam hal pengangkutan bahan baku, dengan penggunaaan beko ataupun alat angkut PX dapat mengangkut lebih banyak bahan baku ke lokasi produksi, mengakibatkan jumlah produksi yang dihasilkan akan lebih banyak. Perkembangan dalam proses penggilingan tanah, yakni dengan menggunakan jetor, hanya menggunakan waktu satu sampai dua jam untuk menghasilkan satu truk produksi batu bata. Perkembangan dalam proses pencetakan batu bata, cetakan mesin dapat menghasilkan lebih dari ribuan produksi batu bata perharinya mencapai 20.000 buah batu bata perharinya. Perkembangan dalam proses pembakaran, batu yang dibakar dapat mencapai 30 tingkat dalam satu bangsal karena mempergunakan tenaga kerja yang cukup. Perkembangan dalam proses Universitas Sumatera Utara penjemuran, yakni penjemuran dengan menjemur ke area luar dan tidak lagi di dalam bangsal, dapat menghasilkan 15.000 buah batu bata hanya dengan penjemuran selama lima hari nonstop untuk cuaca cerah. 4.1.3.2. Kualitas Perkembangan proses produksi batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, juga mempengaruhi kualitas atau mutu dari hasil produksi batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini. Proses pengolahan batu bata dengan teknologi tradisional manual akan menghasilkan kualitas produksi yang cenderung lebih baik daripada hasil produksi pengolahan batu bata dengan teknologi yang lebih canggih. Batu bata yang dicetak dengan mesin akan menghasilkan kuantitas batu yang banyak , tetapi untuk segi kualitas belum tentu batu mesin bermutu lebih tinggi dari batu tangan. Dalam kenyataannya, batubata cetak mesin lebih mudah pecah dibanding dengan batu bata hasil cetakan tangan. Batu bata yang merupakan hasil penjemuran di area bebas dengan ditutup plastik akan menghasilkan jumlah produksi batu bata yang banyak dengan waktu yang singkat, tetapi kualitas batu bata yang dihasilkan tidak begitu bagus, karena batubata tidak benar-benar kering. Pada bagian luar batu memang tampak kering, tetapi di dalam batu masih basah. Warna batu juga cenderung keputih-putihan karena banyaknya debu yang menempel di batu bata-batu bata yang dijemur di luar, sedangkan penjemuran batu bata dengan menggunakan bangsal yang ditutupi atap rumbia akan menghasilkan kualitas batu yang lebih bagus, batu bata yang dijemur akan Universitas Sumatera Utara benar-benar kering walaupun memakan waktu yang lama untuk penjemuran dengan jumlah produksi yang lebih kecil. Selain dipengaruhi oleh proses pengolahan batu bata, kualitas batu bata juga dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang dipakai, apabila tanah yang dipakai berkualitas tinggi, maka produksi yang dihasilkan akan berkualitas tinggi juga. Batu bata yang dihasilkan dari bahan baku tanah galong kualitasnya akan lebih tinggi dari batu bata yang bahan bakunya dicampur dengan tanah merah ataupun tanah yang dipasok dari luar Desa Sidodadi Batu 8. Batubata yang diproduksi dari tanah galong akan menghasilkan batu dengan mutu yang bagus, batunya lebih kuat dibanding dengan batu dari hasil produksi tanah yang dicampur dengan tanah merah, atau tanah yang di pasok dari luar. Pada 1979, diadakan uji kualitas terhadap produksi batu bata yang dihasilkan pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 oleh seorang pengusaha besar. Sekitar delapan kilang batu bata mengikuti uji kualitas batu bata ini. Uji kualitas batu bata dilakukan dengan cara pengepresan batu bata dengan mesin. Hasilnya adalah batu bata yang dihasilkan oleh pengusaha batu bata di Dcsa Sidodadi Batu 8 sangat bagus dan berkualitas tinggi. Batu bata yang dihasilkan tidak gampang pecah. Bahan baku batu bata ketika itu masih berasal dari desa itu sendiri yaitu tanah galong. Batu bata yang berkualitas tinggi hasil produksi dari bahan baku tanah galong ini biasanya berwarna benar-benar merah dan tidak keputih-putihan. Batu bata ini dikenal dengan batu jumbo, batu yang berukuran besar dan kuat tidak gampang retak. Setelah bahan baku batu bata yang berasal dari Desa Sidodadi Batu 8 ini mulai habis, bahan baku yang digunakan dipasok dari luar dan dicampur dengan tanah merah. Batu bata yang dihasilkan dari bahan baku ini mutunya tidak begitu bagus, yakni batu yang dihasilkan lebih Universitas Sumatera Utara gampang retak dan pecah. Penggunaan bahan baku batu bata dari luar desa terjadi sekitar tahun 1990-an. 4.2. Pemasaran Pemasaran hasil-hasil produksi merupakan pekerjaan akhir atau usaha akhir dari kegiatan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 . Pemasaran batu bata menjadi tumpuan utama dalam suatu usaha industri. Kegiatan pemasaran sangat penting dan harus mendapat perhatian utama karena tanpa adanya proses pemasaran maka kegiatan-kegiatan usaha tidak akan menghasilkan nilai komersial. Pada awalnya, usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 memang adalah usaha yang ditujukan untuk memperoleh penghasilan sebagai mata pencaharian utama di Desa Sidodadi ini. Penduduk memproduksi batu bata memang untuk dijual kepada konsumen untuk memperoleh penghasilan. Sejak pertama kali usaha ini dikembangkan oleh penduduk pendatang, hasil produksi batu batanya memang untuk dikomersialisasikan, selain untuk keperluan keluarga juga. Hal ini dilakukan karena ketika itu sebelum muncul usaha batu bata di desa ini, keadaan perekonomian masyarakat Desa Sidodadi kurang baik, maka dengan munculnya usaha batu bata di desa ini dimanfaatkan masyarakat desa setempat untuk dapat keluar dari permasalahan perekonomian yang mereka hadapi. Sekitar tahun 1970-an penduduk Desa Sidodadi Batu 8 yang akan membangun rumah untuk tempat tinggal , agar biaya membangun lebih ringan maka mereka berinisiatif untuk membuat batu bata sendiri. Hal ini juga didukung dengan kondisi tanah yang ada di Desa Sidodadi Batu 8 yakni tanah galong . Dengan bermodal pengetahuan memproduksi batu bata Universitas Sumatera Utara yang didapat dari pengalaman sebagai buruh di kilang batu bata yang dibuka pertama kali oleh penduduk pendatang, penduduk Desa Sidodadi ini kemudian memulai membuat batu bata. Kegiatan ini terus berlanjut dan semakin lama mereka tidak hanya membuat batu bata untuk keperluan sendiri, tetapi juga untuk dijual kepada konsumen dikarenakan banyaknya pesanan batu bata seiring perkembangan pembangunan di sekitar daerah ini. Hasil penjualan batu bata digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti sandang, pangan, juga kebutuhan sekolah. Seiring dengan kenaikan harga jual batu bata di pasaran, maka para pengusaha berupaya untuk terus meningkatkan hasil produksinya. Keadaan yang mempengaruhi proses pemasaran adalah distributor, transportasi,harga, dan kewirausahaan. 4.2.1. Distributor Dalam pemasaran, distributor merupakan penyalur barang dari produsen ke konsumen. Dalam usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, penyalur batu bata sebagai hasil produksi dari pengrajin ke pemakai batu bata dinamakan agen. Pada umumnya pemasaran batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 dilakukan dengan cara, - Para pengusaha batu bata menjual langsung hasil produksi batu bata kepada konsumen yang datang langsung kepada pengusaha batu bata. Biasanya harga yang diberikan akan sedikit lebih murah dan konsumen dapat menawar harga batu bata. Tetapi walaupun demikian para konsumen yang datang ingin membeli batu bata apabila pengusaha sudah Universitas Sumatera Utara terikat perjanjian dengan agen yang mana setelah batu bata siap untuk dipasarkan maka para pengusaha harus menjualnya kepada agen, inilah yang dinamakan agen terikat. Tentu hal ini menyebabkan harga batu bata tersebut lebih murah. Seperti disebutkan di atas hal ini terjadi misalnya karena pengusaha batu bata ada mengambil atau meminjam uang kepada agen baik untuk keperluan produksinya maupun untuk keperluan rumah tangga. Untuk agen terikat, harga yang ditawarkan kepada konsumen relatif lebih tinggi. - Para pengusaha menjual batu batanya kepada agen. Mata rantai perdagangan ini menyebabkan harga batu bata yang dibeli konsumen akan lebih tinggi. Misalnya harga batu bata dari pengusaha seharga Rp 50,00 sampai Rp 100,00buah, tetapi oleh agen harganya akan menjadi Rp 100,00 sampai Rp150,00 buah. Selain agen terikat yang terlebih dahulu memberi pinjaman modal ke pengusaha batu bata, ada juga agen yang tidak terikat, agen tidak terikat ini lazim disebut pengumpul, mereka mengumpulkan produksi batu bata dari kilang-kilang yang ada di Desa Sidodadi Batu 8 untuk kemudian ditolak kepada satu konsumen besar, maka agen tidak terikat ini, harga yang ditawarkan oleh pengusaha batu bata relatif lebih dapat tinggi daripada agen tidak terikat. - Pengusaha batu bata menjual sendiri produksi batu batanya langsung ke panglong. Konsumen akan mendapat harga yang lebih mahal kalau membeli ke panglong daripada membeli langsung ke pengusaha batu bata. Apabila konsumen membeli langsung pada pengusaha batu bata tentu harga dapat diperoleh lebih murah. Pada tahun 1980-an, agen-agen didominasi oleh warga Indonesia suku Tiong Hoa yang berasal dari kota Lubuk pakam, baik itu agen terikat ataupun agen tidak terikat. Mereka mendominasi pemasaran batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini sampai pada tahun 1998, setelah tahun 1998, agen-agen keturunan Tiong Hoa ini tidak mau lagi menjadi agen karena Universitas Sumatera Utara kebanyakan mereka menderita kerugian. Mereka menderita kerugian karena sebahagian besar kilang di desa ini tidak membayar hutangnya. Selanjutnya agen-agen yang mengumpulkan batu bata ataupun sebagai agen terikat didominasi oleh orang-orang Jawa pribumi di sekitar desa . Agen dari keturunan Tiong Hoa terasa lebih tidak menekan daripada agen-agen pengumpul atau agen terikat yang berasal dari warga pribumi di sekitar Desa Sidodadi Batu 8. Selain agen didominasi oleh pribumi, pada tahun 1990-an para pengusaha di desa ini ikut menjadi agen pengumpul, dimana kilang-kilang besar mengumpulkan produksi batu bata yang dihasilkan dari kilang-kilang kecil untuk di jual ke penampung, dalam hal ini panglong dengan angkutan sendiri. Pada dasarnya untuk pemasaran batu bata untuk usaha batu bata yang berada di Desa Sidodadi batu 8 tidak sulit untuk dipasarkan karena lokasi pemasaran yang dekat. Wilayah Galang dan Lubuk Pakam menjadi lokasi pemasaran utama pada produksi batu bata di Desa Sidodadi batu 8, dan kedua wilayah ini tidak begitu jauh dari lokasi usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8. Hal ini yang juga menunjang perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8. 4.2.2. Transportasi Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 cukup berkembang pesat dari awal usaha ini mulai dikembangkan oleh penduduk pendatang sampai tahun 1998 dikarenakan faktor lokasi desa ini dekat dengan tempat pemasaran. Tempat pemasaran utama pada hasil produksi batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 pada awalnya ialah Kota Lubuk Pakam, terbukti dengan banyaknya agen terikat ataupun agen Universitas Sumatera Utara pengumpul keturunan Tiong Hoa yang berasal dari kota Lubuk Pakam pada tahun 1970 sampai 1980 an. Transportasi yang dipakai agen untuk mengangkut hasil produksi batu bata ialah berupa mobil truk. Para agen keturunan Tiong Hoa kemudian memasarkan batu bata hasil produksi usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ke daerah yang lebih jauh, yakni Medan dan Siantar. Permintaan yang cukup besar datang dari daerah Siantar, permintaan mereka tertuju pada hasil produksi batu bata jumbo yang berwarna merah kehitaman, yakni batu yang berkualitas bagus. Untuk mengangkut barang produksi ini sampai ke Siantar ialah dengan menggunakan Mobil Truk Berdikari truk gandeng yang datang dari Siantar. Begitu juga dengan konsumen dari Medan, mereka datang sendiri menjemput barang produksi batu bata dari Desa Sidodadi Batu 8. Mobil, ataupun truk yang dipakai oleh agen untuk mengangkut hasil produksi batu bata oleh perangkat desa dikenakan retribusi Rp 250,00 per truk untuk sekali melintas. Kebijakan ini dipatuhi oleh pengusaha batu bata. Maka, secara tidak langsung usaha batu bata memberikan konstribusi kepada desa. Dana ini kemudian digunakan oleh perangkat desa membangun prasarana di desa ini, yakni perbaikan jalan beraspal yang berlubang. Kebijakan ini berlaku dari tahun 1970- 1998, bahkan sampai sekarang. Pada tahun 1990-an, para pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 menjadi agen pengumpul, dimana kilang-kilang yang sudah besar dan mapan mengumpulkan barang produksi batu bata untuk dijual pada konsumen tetap. Pengangkutan bahan produksi batu bata dilakukan pengrajin ini dengan transportasi milik sendiri, karena para pengusaha yang sekaligus agen pengumpul sudah memiliki transportasi sendiri. Universitas Sumatera Utara 4.2.3. Harga Harga batubata bergantung pada kualitas batu yang dihasilkan, dimana perbedaan harga didasarkan pada besar kecilnya batu bata tersebut. Pada umumnya batu bata berukuran tebal 4,5 cm dan panjang 20 cm, sedangkan batu bata besar berukuran tebal 6 cm dan panjang 22 cm. Walaupun harga batu bata besar lebih mahal, pada dasarnya para pengusaha batu bata hanya membuat batu bata kecil saja karena batu bata tersebut sudah menjadi ukuran umum, sedangkan batu bata besar diproduksi hanya apabila ada pesanan dari konsumen. Sekitar tahun 1980-an bentuk batu bata yang diproduksi lebih besar dari yang di dapat sekarang. Harga dari batu bata setiap tahun mengalami perubahan, dimana sekitar tahun 1970-an harga batu bata mencapai Rp 20,00 per buah. Pada saat itu harga lebih tinggi dari pada modal, maka pengrajin dapat memperoleh keuntungan. Sekitar tahun 1980-an, harga batu bata berkisar Rp 22,00 sampai Rp 25,00. Keuntungan masih dapat diperoleh, karena modal dapat ditekan, sebab bahan baku masih berasal dari tanah di Desa Sidodadi Batu 8. Tetapi di sekitar tahun 1990-an, harga batu bata meningkat pesat menjadi Rp 130 per satu buah batu jumbo, Rp 50,00 sampai Rp 65,00 per satu buah batu biasa. Harga mulai naik sekitar tahun 1990-an karena modal bertambah, sebab bahan baku yang biasa diperoleh dari Desa Sidodadi ini kemudian harus dipasok dari daerah luar hingga menambah modal produksi. Penambahan modal produksi menyebabkan naiknya harga barang produksi. Kenaikan harga juga dipicu kenaikan harga barang-barang pokok untuk kebutuhan sehari-hari, maka secara otomatis harga batu bata juga mengalami kenaikan. Pada tahun 1998, saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia, harga batu semakin melunjak, harga sebuah batu cetak mesin mencapai Rp 200,00 buah. Universitas Sumatera Utara Harga batubata juga dipengaruhi musim, dimana pada musim kemarau harga batu bata akan cenderung lebih murah. Hal ini di sebabkan pada musim kemarau banyak produksi batu bata yang dihasilkan karena penjemuran yang relatif lebih cepat. Pada musim hujan harga batu bata akan sedikit lebih mahal dikarenakan batu bata yang telah selesai diolah dan di cetak akan susah untuk kering sehingga batu bata tersebut tidak akan bisa dibakar dan diproduksi lebih banyak. Jumlah produksi batu bata yang kecil akan menyebabkan batu bata tidak banyak beredar di pasaran sehingga secara otomatis harganya kan melunjak, karena jumlah permintaan lebih besar dibanding jumlah produksi. 4.2.4. Kewirausahaan Wirausaha adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Dalam hal pendidikan kewirausahaan entrepreneurship, Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan luar negeri, di Indonesia pendidikan kewirausahaan baru dibicarakan sekitar tahun 1980-an dan digalakkkan tahun 1990-an. 20 Memiliki usaha sendiri terasa lebih nikmat dibanding hanya sekedar menjadi buruh ataupun pekerja pada suatu perusahaan. Syarat untuk menjadi pegawai dibutuhkan kepandaian, seperti dipersyaratkan dalam batas nilai IPK, harus mengikuti dan lulus tes, pandai bergaul, berpenampilan baik sampai memiliki koneksi atau referensi kenalan, orang dalam tertentu. Sementara itu, syarat untuk menjadi wirausaha relatif lebih mudah. Hal utama yang harus dimiliki adalah kemauan, kemudian baru kemampuan. Paling tidak, ada empat keuntungan yang akan diperoleh dari wirausaha, yaitu: 20 Dr. Kasmir. SE. M.M., Kewirausahaan , Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 4. Universitas Sumatera Utara 1. harga diri; 2. penghasilan; 3. ide dan motivasi; 4. masa depan; Agar langkah kita berwirausaha menjadi lebih mudah dan terang, kita perlu melakukannya dengan langkah-langkah yang mudah. Langkah-langkah ini diartikan sebagai jurus yang akan membimbing dan mengarahkan kita sebelum memulai usaha. Berikut beberapa jurus awal yang harus segera dilakukan jika ingin berwirausaha, 21 1. berani memulai ; : 2. berani menanggung rugi; 3. penuh perhitungan; 4. memiliki rencana yang jelas; 5. tidak cepat puas dan putus asa; 6. optimis dan yakin 7. memiliki tanggung jawab; 8. memiliki etika dan moral; Pada masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, yang memperkenalkan sifat kewirausahaan adalah penduduk pendatang yang merintis untuk membuka usaha batu bata di desa ini. Penduduk pendatang tersebut berasal dari Sumatera Barat yakni Asnawi dan penduduk pendatang yang berasal dari daerah batang Kuis, yakni Harjo. Dengan kemampuan dan keberanian yang mereka miliki, mereka membuka usaha batu bata di desa ini dengan melihat peluang, dimana usaha yang dilakukan dengan pertimbangan tanah yang cocok dengan pengolahan batu bata direncanakan akan berhasil dan memperoleh keuntungan. Terbukti usaha 21 Ibid, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara yang dirintis oleh kedua pendatang ini berhasil, membuktikan mereka meiliki sifat kewirausahaan yang baik. Keberhasilan mereka kemudian diikuti oleh penduduk asli Desa Sidodadi Batu 8, secara tidak langsung para pendatang ini mengalirkan sifat kewirausahaan kepada penduduk asli Desa Sidodadi Batu 8. Kepiawaian dalam berwirausaha menentukan keberhasilan dalam pemasaran batu bata di Desa Sidodadi Batu 8. Adanya kesadaran bahwa usaha kerajinan batu bata menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, maka para pengusaha batu bata tidak boleh saling menjatuhkan harga agar batu bata produksinya saja yang lebih laku karena lebih murah. Adapun kemungkinan tindakan yang merugikan tersebut dapat saja terjadi karena persaingan. Guna menghindari terjadinya hal itu maka para pengusaha mengadakan kesepakatan mengenai harga masing-masing jenis batu bata yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA TERHADAP DESA SIDODADI