MAD Mean Absolute Deviation MSE Mean Square Error MAPE Mean Absolute Percentage Error TS Tracking Signal Opsi Permintaan

Production Operation Analysis ISYE6101 Pada observasi permintaan untuk periode t + 1, didapatkan revisi estimasi untuk level, trend, dan faktor seasonal yaitu: S t = α . D t C t-N + 1- α .S t-1 + G t-1 ¿ G t = β . S t - S t-1 + 1 - β .G t-1 C t = γ . D t S t + 1- γ .C t-N Dimana α merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 α 1; β merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 β 1; dan γ merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 γ 1.

4. Akurasi Forecast

Setiap instansi dari permintaan memiliki komponen yang random Chopra Meindl, 2010. Metode forecasting yang baik seharusnya menangkap komponen sistematik dari suatu permintaan tetapi bukan komponen random nya. Komponen random tersebut membentuk dirinya menjadi forecast error. Forecast error tersebut dapat menunjukan berapa besar forecast yang telah dibuat sebelumnya itu dapat diandalkan. Akurasi forecast dapat diukur dengan beberapa metode berikut [ CITATION Ren09 \l 1033 ]:

a. MAD Mean Absolute Deviation

Mengukur total eror dalam forecast. Persamaannya adalah sebagai berikut: MAD= ∑ t=1 n F t - D t n Dimana: F t = Forecast dalam periode t D t = Permintaan dalam periode t n = Jumlah eror

b. MSE Mean Square Error

Mengukur eror dalam skala yang lebih besar. MSE dapat dikaitkan dengan variansi dari forecast eror. Persamaannya adalah sebagai berikut: MSE= ∑ t=1 n F t -D t 2 n Dimana: F t = Forecast dalam periode t D t = Permintaan dalam periode t n = Jumlah eror

c. MAPE Mean Absolute Percentage Error

Merupakan rata-rata dari nilai absolut eror yang diekspresikan ke dalam persen dari nilai aktualnya. Persamaannya adalah sebagai berikut: Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University Production Operation Analysis ISYE6101 MAPE= ∑ t=1 n | F t - D t | D t n x 100 Dimana: F t = Forecast dalam periode t D t = Permintaan dalam periode t n = Jumlah eror

d. TS Tracking Signal

Mengukur apakah model yang diamati bekerja atau tidak. Persamaannya adalah sebagai berikut: F t -D t ∑ t=1 n |F t - D t ∨ ¿ n TS= ∑ t=1 n ¿ ¿ ¿ Jika TS pada periode apapun berada diluar jangkauan ±6, ini adalah pertanda bahwa forecast nya bercondong sebelah ataupun di bawah forecasting TS ≤ -6 atau di atas forecasting TS ≥ 6. Dalam kasus ini, sebuah perusahaan terkait dapat memutuskan untuk memilih metode forecasting yang baru. Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University Production Operation Analysis ISYE6101

2.2 Aggregate Planning

2.2.1 Pengertian

Aggregate planning merupakan perencanaan kapasitas tingkat intermediate yang secara tipikal mencakup jangka waktu dari 2 sampai 12 bulan, walaupun dalam sebagian perusahaan dapat mencakup jangka waktu sampai 18 bulan. Perencanaan ini berguna untuk organisasi yang mengalami perubahan permintaan dan kapasitas secara seasonal ataupun fluktuasi lainnya. Tujuan dari aggregate planning untuk mencapai perencanaan produksi yang memanfaatkan sumber daya dari perusahaan untuk memenuhi permintaan yang diminta. Seorang perencana harus membuat keputusan pada output, tingkat pekerjaan dan perubahan, tingkat inventory, back orders, dan subcontracting baik di luar maupun di dalam[ CITATION Ste14 \l 1033 ]. Aggregate planning juga bertujuan untuk menyeimbangkan kelebihan dari hasil produksi untuk memenuhi permintaan yang nilainya berlawanan dengan disrupsi yang dihasilkan oleh perubahan tingkat produksi dan tenaga kerja. Isu-isu masalah utama yang terkait dengan aggregate planning adalah sebagai berikut Nahmias, 2009: 1. Smoothing, merujuk pada biaya yang dihasilkan dari perubahan tingkat produksi dan tenaga kerja dari periode satu ke periode lainnya. Dua kunci komponen dari biaya smoothing adalah biaya yang dihasilkan dari penerimaan dan pemecatan pekerja.

2. Bottleneck problems, merujuk pada ketidakmampuan sebuah sistem untuk

menanggapi perubahan mendadak pada permintaan yang dihasilkan oleh kapasitas yang terbatas. Sebagai contoh, bottleneck dapat muncul ketika forecast permintaan dalam 1 bulan tiba-tiba melonjak tinggi, dan perusahaan tidak punya kapasitas yang cukup untuk memenuhi jumlah permintaan tersebut. Terjadinya kerusakan pada alat-alat tertentu juga dapat menimbulkan munculnya bottleneck.

3. Planning horizon, jumlah periode yang diforecast, sehingga jumlah periode

dapat dihitung untuk tenaga kerja dan tingkat gudang dapat ditentukan, dan dispesifikasi di masa depannya. Pilihan nilai dari sebuah forecast horizon, T, dapat berguna secara signifikan untuk menentukan kegunaan dari aggregate plan. Jika nilai T terlalu kecil, maka tingkat produksi yang sekarang tidak memenuhi syarat untuk jumlah permintaan yang diminta pada jangka waktu horizon tersebut. Jika nilai T terlalu besar, ada kemungkinan hasil forecast di masa yang akan datang menjadi tidak akurat.

4. The linear decision rule, konsep aggregate planning berakar pada hasil

pekerjaan Holt, Modigliani, Muth, dan Simon pada tahun 1960 dimana mereka mengembangkan sebuah model untuk Pittsburgh Paints untuk menentukan tenaga kerja mereka dan tingkat produksinya. Model tersebut menggunakan aproksimasi kuadrat untuk biayanya, dan mendapatkan perhitungan linear sederhana untuk kebijakan optimalnya. Pekerjaan mereka selanjutnya berkembang menjadi aggregate planning.

5. Modeling management behavior, pada tahun 1963, Bowman

mempertimbangkan peraturan keputusan linear yang sama dengan yang dipertimbangkan oleh Holt, Modigliani, Muth, dan Simon kecuali parameter yang mempengaruhi model tersebut adalah aksi dari manajemen tersebut, bukan aksi optimal berdasarkan biaya minimum.

6. Disaggregating aggregate plans, ketika aggregate planning berguna untuk

menyediakan solusi untuk macro planning pada tingkat perusahaan tertentu, Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University Production Operation Analysis ISYE6101 pertanyaan tentang apakah aggregate planning tersebut menyediakan bimbingan untuk perencanaan pada tingkat bawah dari sebuah perusahaan itu muncul. Skema disaggregation ini berarti mengambil rencana agregat tersebut dan dipilah-pilah lagi untuk mendapatkan rencana yang lebih detil dalam tingkat bawah dari suatu perusaahan. Aggregate planning diawali dengan forecast dari permintaan agregat untuk tingkat intermediate. Lalu diikuti oleh perencaan general untuk memenuhi syarat permintaan oleh aturan output, pekerjaan, dan tingkat inventory dari produk yang telah selesai diproduksi. Aggregate plan diperbarui secara periodic, biasanya tiap bulan, untuk diperbarui perubahan datanya dalam forecast tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya rolling planning horizon [ CITATION Ste14 \l 1033 ]. Metodologi aggregate planning didesain untuk menerjemahkan forecast permintaan menjadi kerangka untuk perencanaan perekrutan pekerja dan tingkat produksi untuk sebuah perusahaan selama jangka perencanaan waktu yang ditentukan Nahmias, 2009.

2.2.2 Opsi Permintaan dan Kapasitas

Strategi aggregate planning dapat dideskripsikan sebagai proaktif, reaktif, dan campuran. Strategi proaktif melibatkan opsi permintaan, yang mengubah permintaan sehingga bernilai sama dengan kapasitas. Strategi reaktif melibatkan opsi kapasitas, yang mengubah kapasitas sehingga bernilai sama dengan permintaan. Strategi campuran melibatkan elemen dari masing-masing strategi sebelumnya [ CITATION Ste14 \l 1033 ].

a. Opsi Permintaan

Berikut ini adalah opsi-opsi dari permintaan [ CITATION Ste14 \l 1033 ]: 1. Pricing, diferensiasi pricing biasanya digunakan untuk mengubah permintaan dari periode puncak sampai periode di bawah puncak. Sebagai contoh, beberapa hotel menawarkan harga yang lebih rendah pada hari kerja dan beberapa pelayanan pesawat terbang menawarkan harga yang lebih rendah pada saat malam hari. Untuk meningkatkan pricing supaya lebih efektif, permintaan akan diubah sehingga dapat berkorespondensi lebih dekat dengan kapasitas, walaupun untuk biaya opportunity yang mewakilkan keuntungan yang hilang berasal dari kapasitas yang tidak memenuhi permintaan selama periode tertentu.

2. Promotion, iklan atau bentuk promosi lainnya kadang-kadang dapat

memberikan efek yang efektif untuk mengubah permintaan sehingga dapat menyesuaikan dengan kapasitas secara lebih dekat. Tidak seperti kebijakan pada pricing, dalam opsi ini terdapat kontrol waktu dari permintaan yang lebih sedikit, sehingga terdapat resiko bahwa promosi dapat memperburuk kondisi dengan cara membawa permintaan pada waktu yang tidak tepat sehingga menekan kapasitas.

3. Back orders, sebuah perusahaan dapat mengubah permintaan ke periode

lainnya dengan cara memperbolehkan back order. Pesanan diambil dari satu periode dan pesanan tersebut akan dikirim pada periode nantinya. Kesuksesan dari dari opsi ini bergantung pada bagaimana pelanggan mau menunggu untuk pengirimannya. Bahkan, biaya yang diasosiasikan dengan back order sulit untuk dipikirkan karena biaya tersebut melibatkan hasil penjualan yang hilang, pelanggan yang kecewa, dan pekerjaan tulis-menuli tambahan. Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University Production Operation Analysis ISYE6101

4. New demand, banyak organisasi mengalami masalah untuk menyediakan

produk atau jasa untuk puncak permintaan dalam situasi dimana permintaan itu sangat tidak stabil.

b. Opsi Kapasitas