POA06 BB41 Draft Awal(2)

(1)

ISYE6101

oleh:

POA 06

JOSHUA ADY P. L

1801447250

LUCKY MANGGALA P.

1801375150

MICHIKO TIORONA

1801384880

RICH RANDY

1801387333

TANIA SYIFA ADINDA

1801378940

LABORATORIUM TEKNIK INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK BINUS UNIVERSITY

JAKARTA


(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu kegiatan utama suatu perusahaan adalah memproduksi produk perusahaan tersebut. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi permintaan atau

demand pasar yang ada. Dalam memenuhi demand tersebut, suatu perusahan harus memiliki rencana produksi mengenai berapa jumlah produk atau barang yang harus diproduksi. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah

forecasting. Forecasting digunakan untuk meramalkan demand di periode ke depan dengan menggunakan data demand pada periode sebelumnya. Dengan adanya forecasting, suatu perusahaan dapat mengetahui berapa banyak jumlah barang yang harus diproduksi untuk periode yang akan datang.

Data hasil demand forecast yang sudah diperhitungkan dapat diubah menjadi suatu perencanaan produksi sesuai dengan level produksi sehingga dapat meminimalisir biaya. Namun, hasil dari forecasting tidak selalu benar sehingga seringkali terjadi beberapa masalah. Salah satu masalah tersebut adalah apabila demand yang ada melebihi perencaan produksi yang sudah ada dan biasanya suatu perusahaan akan melakukan kontrak dengan perusahaan lain untuk melakukan kerja sama dalam bentuk penyediaan bahan dasar untuk memproduksi produk perusahaan tersebut sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat merencanakan tingkat level produksi guna meminimalisir biaya produksi. Metode yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan

aggregate planning. Dalam aggregate planning memiliki beberapa rencana produksi yang dapat digunakan sehingga dapat ditentukan plan yang terbaik.

Dalam melakukan kerja sama dengan perusahan lain untuk penyediaan bahan dasar dibutuhkan sebuah metode penjadwalan pemesanan barang sehingga biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir. Terdapat beberapa metode untuk mengetahui jadwal pemesanan seperti The Silver-Meal Heuristic,

Least Unit Cost, Part Period Balancing serta Wagner-Within. Ke-4 metode tersebut digunakan untuk mengetahui kapan jadwal pemesanan dan biaya yang dibutuhkan sehingga dapat dibandingkan antar metode untuk menentukan metode yang terbaik dengan biaya yang lebih minimum.

PT. ToysRoyale merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi mainan pesawat terbang. Mainan pesawat terbang saat ini digemari oleh konsumen khususnya adalah anak-anak. Demand pada PT. ToysRoyale selama 2 tahun sebelumnya stabil. Dengan adanya forecasting, PT. ToysRoyale dapat memprediksi berapa banyak jumlah produk atau barang yang harus diproduksi untuk memenuhi demand periode yang akan datang. Hasil forecast yang dihitung dengan beberapa metode kemudian diubah menjadi suatu perencaan produksi dengan beberapa rencana produksi pada aggregate planning sehingga dapat diperoleh metode yang terbaik dengan biaya yang lebih minimum dan dapat diketahui penjadwalan pemesanan dan biaya yang dibutuhkan dengan beberapa metode penjadwalan yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dihadapi, maka rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Metode forecast apa yang terbaik untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya?

Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department 1 BINUS University


(3)

2. Bagaimana pengaruh nilai konstanta alpha dan beta pada perhitungan

forecast metode Holt’s?

3. Bagaimana pengaruh nilai konstanta alpha, beta serta gamma pada perhitungan MAD pada forecast metode Winters’?

4. Metode aggregate planning apa yang terbaik untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya?

5. Metode aggregate planning apa yang membutuhkan cost paling banyak untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya?

1.3 Tujuan Dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui metode forecast apa yang terbaik untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh nilai konstanta alpha dan beta pada perhitungan forecast metode Holt’s.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh nilai konstanta alpha, beta serta

gamma pada perhitungan MAD pada forecast metode Winters’.

4. Untuk mengetahui metode aggregate planning apa yang terbaik untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya.

5. Untuk mengetahui metode aggregate planning apa yang membutuhkan cost

paling banyak untuk diterapkan dalam PT. ToysRoyale dan apa alasannya.

1.3.2 Manfaat

Manfaat penulisan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat penulisan untuk penulis adalah sebagai salah satu kesempatan untuk mengetahui dan mengimplementasikan beberapa metode yang digunakan dalam analisa produksi dan operasi untuk menghasilkan produksi dan operasi yang efektif.

2. Manfaat penulisan untuk pembaca adalah pembaca dapat lebih mengerti mengenai beberapa metode yang ada seperti forecasting, aggregate planning serta inventory control subject to uncertain demand using DRP

demand.

3. Manfaat penulisan untuk PT. ToysRoyale adalah untuk mendapatkan analisa produksi dan operasi pada perusahan tersebut yang lebih efektif.

1.4 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Penerapan penulisan dibatasi hanya untuk PT.ToysRoyale.

2. Data demand yang digunakan untuk melakukan forecasting dibatasi hanya data PT.ToysRoyale dengan rentang waktu 2 tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 dan 2015, dengan perencanaan produksi untuk tahun 2016.

3. Modul yang digunakan pada penulisan ini adalah Forecasting, Aggregate Planning serta Inventory Control Subject to Uncertain Demand Using DRP

Demand. Penerapan Forecasting pada penulisa ini adalah untuk meramalkan

demand pada periode yang akan datang. Modul Aggregate Planning

digunakan untuk merencanakan tingkat level produksi guna meminimalisir biaya produksi serta modul Inventory Control Subject to Uncertain Demand Using DRP Demand digunakan untuk kapan jadwal pemesanan dan biaya yang dibutuhkan.


(4)

4. Alat perhitungan yang digunakan dalam penulisan ini adalah Microsoft Excel.

1.5 Gambaran Umum Perusahaan

PT. ToysRoyale merupakan suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi mainan pesawat terbang. PT. ToysRoyale berdiri sejak tahun 2009 dan berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. PT. ToysRoyale merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang tertemuka di Indonesia dan menjadi perusahaan manufaktur mainan pesawar terbang terbaik pada tahun 2011 hingga sekarang. Prestasi tersebut diperoleh karena PT. ToysRoyale memiliki standar produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan manufaktur lainnya dan PT. ToysRoyale mengutamakan kepuasan konsumen. PT. ToysRoyale melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan pemasok lain untuk pemasokan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti polycarbonate

yang digunakan sebagai salah satu bahan utama dalam pembuatan badan mainan pesawat terbang.

Sumber: http://www.feifeimx.taobao.com

Gambar 1.1 Produk Pesawat Mainan PT. ToysRoyale

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(5)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Forecasting

2.1.1 Pengertian & Peran

Forecast merupakan pernyataan tentang nilai variabel masa depan yang berupa nilai permintaan. Forecast itu merupakan prediksi tentang masa depan. Semakin baik prediksinya, semakin baik keputusan yang dapat diambil.

Forecasting untuk tujuan bisnis memiliki beberapa pendekatan yang hampir sama. Dalam bisnis, metode yang lebih formal digunakan untuk membuat suatu forecast dan untuk menilai akurasinya. Forecast adalah dasar untuk penentuan budget, kapasitas planning, penjualan, dan inventory. Forecast memiliki peran yang penting dalam proses perencanaan karena forecast membuat manager dapat mengantisipasi kejadian yang terjadi di masa depan sehingga mereka dapat membuat rencana yang sesuai [ CITATION Ste14 \l 1033 ].

Forecast mempengaruhi keputusan dan aktivitas dalam sebuah organisasi, dalam akuntansi, finansial, sumber daya manusia, marketing, dan Management Information Systems (MIS). Berikut ini adalah beberapa contoh dari penggunaan dari forecast dalam suatu organisasi bisnis [ CITATION Ste14 \l 1033 ]:

1. Akuntansi, produk baru, proyeksi keuntungan, dan managemen keuangan. 2. Finansial, penggantian alat, timing, dan jumlah dana yang diperlukan

untuk keperluan peminjaman alat.

3. Sumber daya manusia, aktivitas penerimaan pekerja baru, wawancara, dan pelatihan.

4. Marketing, penetapan harga dan promosi, strategi e-business dan kompetisi global.

5. MIS, sistem informasi dan layanan internet yang diperbaharui.

6. Operasi, pembuatan jadwal, perencanaan kapasitas, dan beban pekerjaan. 7. Desain produk/jasa, desain/revisi baru dari produk/jasa yang dimiliki.

Suatu permintaan dari forecast membentuk suatu dasar dari semua perencanaan supply chain. Jika mempertimbangkan push/pull view dari supply chain, semua proses push dilakukan untuk menanggapi antisipasi permintaan dari pelanggan, dan sedangkan untuk semua proses pull dilakukan untuk menanggapi respon dari permintaan pelanggan. Untuk proses push (make to stock), seorang manager harus merencanakan suatu tingkat dari produksi. Untuk proses pull (make to order), seorang manager harus merencanakan suatu tingkat dari kapasitas yang tersedia. Untuk kedua contoh, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah sebuah manajer harus bisa melakukan forecast tentang permintaan dari pelanggan di masa yang akan datang [ CITATION Cho10 \l 1033 ].

Terdapat banyak variasi dari teknik forecasting yang digunakan, dimana setiap masing-masing langkah itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jadi ada beberapa fitur/karakteristik yang perlu diperhatikan untuk lebih mengenal teknik forecast tersebut, yaitu [ CITATION Ste14 \l 1033 ]:

1. Teknik forecasting biasanya menyatakan bahwa sistem kausal yang telah terjadi di riwayat sebelumnya akan selalu ada di masa yang akan datang.


(6)

2. Forecast jarang sekali untuk menghasilkan yang akurat, hasil yang dihasilkan biasanya berbeda dengan nilai yang telah diprediksi. Tidak ada satu orang pun yang dapat memprediksi seberapa sering faktor besar yan

Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department 5


(7)

terkait akan mempengaruhi suatu variabel secara akurat. Oleh karena itu

allowances harus dibuat untuk mengantisipasi kesalahan dari forecast.

3. Forecast untuk sekumpulan faktor itu biasanya lebih akurat dibandingkan forecast secara individual karena kesalahan dalam forecast secara grup memiliki efek canceling. Peluang untuk untuk berkelompok dapat muncul jika bagian atau bahan mentah yang digunakan untuk beberapa produk atau jika produk/jasa diminta oleh sumber yang independent.

4. Keakuratan forecast berkurang seiring dengan berjalannya periode waktu ketika time horizon itu bertambah. Secara garis besar, forecast jangka pendek memiliki hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan forecast jangka panjang.

Sebuah perusahaan harus mengetahui beberapa faktor sebelum perusahaan tersebut memilih metode forecasting yang tepat. Metode dari

forecasting tersbut diklasifikasi berdasarkan tipe-tipe berikut [ CITATION Cho10 \l 1033 ]:

1. Metode Kualitatif

Metode forecasting kualitatif bersifat subyektif yang berdasarkan pendapat dan pertimbangan manusia untuk membuat forecast tersebut. Metode ini memiliki ketepatan yang akurat jika terdapat sedikit riwayat data yang tersedia atau ketika para ahli memiliki market intelligence yang merupakan hal yang kritis saat pembuatan forecast [ CITATION Cho10 \l 1033 ].

A. Metode Delphi

Metode Delphi merupakan proses yang menggunakan tanggapan dari para ahli dan saran yang terkontrol dalam skema yang berulang untuk mencapai suatu persetujuan umum (konsensus). Kunci kesuksesan dari metode ini tergantung pada kompetensi dari para ahli beserta pengalaman mereka. Seorang koordinator perlu kapabilitas untuk mengubah beberapa variasi opini dan forecast dari variasi pendapat peserta [ CITATION Sha07 \l 1033 ].

2. Metode Kuantitatif

Terdapat 3 tipe dari metode forecasting kuantitatif, yaitu [ CITATION Cho10 \l 1033 ]

a. Time Series

Metode ini menggunakan riwayat permintaan untuk membuat sebuah

forecast. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa riwayat sejarah dari permintaan merupakan indikasi yang baik untuk permintaan di masa yang akan datang. Metode ini paling tepat digunakan ketika situasi lingkungan sedang stabil dan basis pola permintaan tidak berbeda secara signifikan dari satu tahun ke tahun lainnya. Metode ini merupakan metode paling sederhana untuk diimplementasikan dan dapat digunakan sebagai titik awal yang baik untuk melakukan forecast permintaan.

b. Causal

Metode ini mengasumsikan bahwa forecast permintaan sangat berkorelasi dengan beberapa faktor dalam lingkungan (kondisi ekonomi dan suku bunga). Metode ini mencari korelasi antara permintaan dan faktor lingkungan dan menggunakan estimasi apakah yang akan terjadi kepada faktor tersebut untuk forecast permintaan di masa yang akan datang.


(8)

c. Simulation

Metode ini menyamakan pilihan pelanggan yang memberikan peningkatan permintaan dalam suatu forecast.

2.1.2 Pola Permintaan Pada Metode Forecasting Time Series

Time series merupakan sekuensi dari observasi yang beredasarkan waktu secara berurut yang diambil dengan interval regular (per hari, per bulan, per tahun). Analisis dari data time series memerlukan seorang analyst untuk mengidentifikasi perubahan sifat dari time series tersebut. Hal ini dapat dilakukan denga cara menyusun data dan memperhatikan arahnya. Dengan demikian pola-pola data yang berbasis pada data time series akan bermunculan yaitu sebagai berikut [ CITATION Ste14 \l 1033 ]:

1. Trend, pergerakan data dalam jangka panjang yang dapat bergerak condong ke atas maupun ke bawah.

2. Seasonality, mengacu pada jangka pendek, dan variasi regular yang terkait dengan faktor-faktor yang biasanya mengulang setiap interval tertentu. 3. Cycles, variasi data yang durasinya lebih dari 1 tahun yang berbentuk

seperti ombak,

4. Irregular Variation, biasanya muncul kaerena kondisi yang tidak biasa terjadi seperti kondisi cuaca yang tidak menentu atau perubahan yang besar pada produk atau jasa.

Sumber: [ CITATION Rei10 \l 1033 ]

Gambar 2.1 Pola Permintaan

2.1.3 Metode-metode Forecasting

1. Time-series Decomposition

Tujuan dari berbagai macam metode forecasting adalah untuk memprediksi sistematik komponen dan mengestimasi komponen asalnya. Dalam bentuk generalnya, komponen sistematik dari data permintaan mengandung level, trend, dan faktor seasonal [ CITATION Cho10 \l 1033 ].

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(9)

a. Regression

y=a+bX b=Sxy

Sxx

Dimana: Sxx=n

i=1 n

i Di- n(n+1) 2

i=1

n

Di

Sxy=n 2

(n+1)(2n+1)

6 -

n2(n+1)2 4

a = D-b(n-1)/2 y = Nilai prediktif

D = Rata-rata aritmetik dari permintaan yang diamati b = penurunan (slope)

a = level

Di = Nilai dari permintaan saat waktu i

2. Metode Moving Average

Metode ini digunakan ketika permintaan tidak memiliki trend atau

seasonality yang bisa diamati. Dalam kasus ini, permintaan forecast

dinyatakan dalam [ CITATION Rei10 \l 1033 ]:

a. Single Moving Average

Ft+1=

i=1 n

Di n Dimana:

Dt= Permintaan aktual dalam periode t

n = Jumlah periode dalam moving average

b. Weighted Moving Average

Ft=C1Ft1+C2Ft2++CNFtN

Dimana:

Ft = Forecast saat periode t

Cn = Berat dari masing-masing data

N = Jumlah dari time series

3. Metode Exponential Smoothing

Metode simple exponential smoothing tepat digunakan ketika permintaan tidak memiliki trend atau seasonality yang dapat diamati. Metode ini dapat lebih bereaksi terhadap perubahan yang terjadi belakangan ini. Dalam kasus ini, tingkat estimasi inisial, L0, diambil dari rata-rata dari semua

riwayat data sebelumnya karena permintaan telah diasumsikan untuk tidak memiliki trend atau seasonality yang dapat diamati. Jika data permintaan


(10)

untuk periode 1 melalui n, dimiliki rumus sebagai berikut [ CITATION Cho10 \l 1033 ]:

L0= 1 N

i=1

n

Di

Jadi, formula untuk forecasting permintaaan adalah:

a. Simple Exponential Smoothing

Ft= α. Dt+(1-α). Ft-1 Dimana:

Ft = Forecast saat periode t

Dt = Permintaan aktual dalam periode t

α = Konstanta smoothing 0 < α < 1 yang didefinisikan secara subyektif

Lt = Level pada periode t

b. Double Exponential Smoothing Double Parameter (Metode Holt’s)

Model metode Holt’s tepat digunakan ketika permintaan diasumsikan memiliki level dan trend dalam komponen sistematik tetapi tidak ada seasonality. Sama seperti sebelumnyaa, konstanta smoothing

α dan β bernilai antara 0 dan 1. Dalam periode t, dengan diberikan estimasi dari level St dan trend Gt, forecast untuk periode dimasa yang

akan datang adalah:

Ft= St+ τ. Gt

Setelah mengamati permintaan Dt dalam periode t, 2 persamaan di

bawah ini digunakan untuk memperbarui dasar dan estimasi trend pada akhir periode t [ CITATION Sha07 \l 1033 ]:

St= α.Dt+(1-α).(St-1+ Gt-1) Gt= β.

(

St-St-1

)

+ (1-β). Gt-1

Model tersebut memerlukan spesifikasi insial dari nilai untuk S0

dan G0, dimana S0 mungkin memiliki nilai yang sama dengan observasi

bulan pertama dan G0 mungkin memiliki nilai yang sama dengan

rata-rata peningkatan observasi per bulan dari tahun lalu.

c. Exponential Smoothing Triple Parameter (Metode Winters’)

Metode model Winter’s tepat digunakan ketika komponen sistematik dari permintaan memiliki level, trend dan faktor seasonal.

Asumsikan perioditas dari permintaan adalah p. Untuk memulai, diperlukan estimasi insial dari level (S0), trend (G0), dan faktor seasonal

(C1, C... , Cp). Didapatkan estimasi tersebut menggunakan prosedur untuk forecast untuk periode di masa yang akan datang yaitu [ CITATION Cho10 \l 1033 ]:

Ft ,t+τ=

(

St+ τ Gt

)

. Ct+τ -N

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(11)

Pada observasi permintaan untuk periode t + 1, didapatkan revisi estimasi untuk level, trend, dan faktor seasonal yaitu:

St= α .

(

Dt/ Ct-N

)

+ (1- α ).(St-1+Gt-1¿

Gt= β .

(

St- St-1

)

+ (1 - β ).Gt-1

Ct= γ .

(

Dt/ St

)

+ (1- γ ).Ct-N

Dimana α merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 <

α < 1; β merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 < β < 1; dan γ merupakan konstanta smoothing untuk level, 0 < γ < 1.

4. Akurasi Forecast

Setiap instansi dari permintaan memiliki komponen yang random

(Chopra & Meindl, 2010). Metode forecasting yang baik seharusnya menangkap komponen sistematik dari suatu permintaan tetapi bukan komponen random nya. Komponen random tersebut membentuk dirinya menjadi forecast error. Forecast error tersebut dapat menunjukan berapa besar forecast yang telah dibuat sebelumnya itu dapat diandalkan. Akurasi

forecast dapat diukur dengan beberapa metode berikut [ CITATION Ren09 \l 1033 ]:

a. MAD (Mean Absolute Deviation)

Mengukur total eror dalam forecast. Persamaannya adalah sebagai berikut:

MAD=

t=1 n

Ft- Dt n

Dimana:

Ft = Forecast dalam periode t

Dt = Permintaan dalam periode t

n = Jumlah eror

b. MSE (Mean Square Error)

Mengukur eror dalam skala yang lebih besar. MSE dapat dikaitkan dengan variansi dari forecast eror. Persamaannya adalah sebagai berikut:

MSE=

t=1 n

(Ft-Dt)2 n

Dimana:

Ft = Forecast dalam periode t

Dt = Permintaan dalam periode t

n = Jumlah eror

c. MAPE (Mean Absolute Percentage Error)

Merupakan rata-rata dari nilai absolut eror yang diekspresikan ke dalam persen dari nilai aktualnya. Persamaannya adalah sebagai berikut:


(12)

MAPE=

t=1 n | F

t- Dt|

Dt

n x 100%

Dimana:

Ft = Forecast dalam periode t

Dt = Permintaan dalam periode t

n = Jumlah eror

d. TS (Tracking Signal)

Mengukur apakah model yang diamati bekerja atau tidak. Persamaannya adalah sebagai berikut:

(Ft-Dt

t=1 n

|Ft- Dt∨¿

n TS=

t=1 n

¿ ¿¿

Jika TS pada periode apapun berada diluar jangkauan ±6, ini adalah pertanda bahwa forecast nya bercondong sebelah ataupun di bawah

forecasting (TS ≤ -6) atau di atas forecasting (TS ≥ 6). Dalam kasus ini, sebuah perusahaan terkait dapat memutuskan untuk memilih metode

forecasting yang baru.

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(13)

2.2 Aggregate Planning

2.2.1 Pengertian

Aggregate planning merupakan perencanaan kapasitas tingkat

intermediate yang secara tipikal mencakup jangka waktu dari 2 sampai 12 bulan, walaupun dalam sebagian perusahaan dapat mencakup jangka waktu sampai 18 bulan. Perencanaan ini berguna untuk organisasi yang mengalami perubahan permintaan dan kapasitas secara seasonal ataupun fluktuasi lainnya. Tujuan dari aggregate planning untuk mencapai perencanaan produksi yang memanfaatkan sumber daya dari perusahaan untuk memenuhi permintaan yang diminta. Seorang perencana harus membuat keputusan pada output, tingkat pekerjaan dan perubahan, tingkat inventory, back orders, dan subcontracting

baik di luar maupun di dalam[ CITATION Ste14 \l 1033 ].

Aggregate planning juga bertujuan untuk menyeimbangkan kelebihan dari hasil produksi untuk memenuhi permintaan yang nilainya berlawanan dengan disrupsi yang dihasilkan oleh perubahan tingkat produksi dan tenaga kerja. Isu-isu masalah utama yang terkait dengan aggregate planning adalah sebagai berikut (Nahmias, 2009):

1. Smoothing, merujuk pada biaya yang dihasilkan dari perubahan tingkat produksi dan tenaga kerja dari periode satu ke periode lainnya. Dua kunci komponen dari biaya smoothing adalah biaya yang dihasilkan dari penerimaan dan pemecatan pekerja.

2. Bottleneck problems, merujuk pada ketidakmampuan sebuah sistem untuk menanggapi perubahan mendadak pada permintaan yang dihasilkan oleh kapasitas yang terbatas. Sebagai contoh, bottleneck dapat muncul ketika

forecast permintaan dalam 1 bulan tiba-tiba melonjak tinggi, dan perusahaan tidak punya kapasitas yang cukup untuk memenuhi jumlah permintaan tersebut. Terjadinya kerusakan pada alat-alat tertentu juga dapat menimbulkan munculnya bottleneck.

3. Planning horizon, jumlah periode yang diforecast, sehingga jumlah periode dapat dihitung untuk tenaga kerja dan tingkat gudang dapat ditentukan, dan dispesifikasi di masa depannya. Pilihan nilai dari sebuah forecasthorizon, T, dapat berguna secara signifikan untuk menentukan kegunaan dari aggregate plan. Jika nilai T terlalu kecil, maka tingkat produksi yang sekarang tidak memenuhi syarat untuk jumlah permintaan yang diminta pada jangka waktu

horizon tersebut. Jika nilai T terlalu besar, ada kemungkinan hasil forecast

di masa yang akan datang menjadi tidak akurat.

4. The linear decision rule, konsep aggregate planning berakar pada hasil pekerjaan Holt, Modigliani, Muth, dan Simon pada tahun 1960 dimana mereka mengembangkan sebuah model untuk Pittsburgh Paints untuk menentukan tenaga kerja mereka dan tingkat produksinya. Model tersebut menggunakan aproksimasi kuadrat untuk biayanya, dan mendapatkan perhitungan linear sederhana untuk kebijakan optimalnya. Pekerjaan mereka selanjutnya berkembang menjadi aggregate planning.

5. Modeling management behavior, pada tahun 1963, Bowman mempertimbangkan peraturan keputusan linear yang sama dengan yang dipertimbangkan oleh Holt, Modigliani, Muth, dan Simon kecuali parameter yang mempengaruhi model tersebut adalah aksi dari manajemen tersebut, bukan aksi optimal berdasarkan biaya minimum.

6. Disaggregating aggregate plans, ketika aggregate planning berguna untuk menyediakan solusi untuk macro planning pada tingkat perusahaan tertentu,


(14)

pertanyaan tentang apakah aggregate planning tersebut menyediakan bimbingan untuk perencanaan pada tingkat bawah dari sebuah perusahaan itu muncul. Skema disaggregation ini berarti mengambil rencana agregat tersebut dan dipilah-pilah lagi untuk mendapatkan rencana yang lebih detil dalam tingkat bawah dari suatu perusaahan.

Aggregate planning diawali dengan forecast dari permintaan agregat untuk tingkat intermediate. Lalu diikuti oleh perencaan general untuk memenuhi syarat permintaan oleh aturan output, pekerjaan, dan tingkat

inventory dari produk yang telah selesai diproduksi. Aggregate plan

diperbarui secara periodic, biasanya tiap bulan, untuk diperbarui perubahan datanya dalam forecast tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya rolling planning horizon [ CITATION Ste14 \l 1033 ].

Metodologi aggregate planning didesain untuk menerjemahkan

forecast permintaan menjadi kerangka untuk perencanaan perekrutan pekerja dan tingkat produksi untuk sebuah perusahaan selama jangka perencanaan waktu yang ditentukan (Nahmias, 2009).

2.2.2 Opsi Permintaan dan Kapasitas

Strategi aggregate planning dapat dideskripsikan sebagai proaktif, reaktif, dan campuran. Strategi proaktif melibatkan opsi permintaan, yang mengubah permintaan sehingga bernilai sama dengan kapasitas. Strategi reaktif melibatkan opsi kapasitas, yang mengubah kapasitas sehingga bernilai sama dengan permintaan. Strategi campuran melibatkan elemen dari masing-masing strategi sebelumnya [ CITATION Ste14 \l 1033 ].

a. Opsi Permintaan

Berikut ini adalah opsi-opsi dari permintaan [ CITATION Ste14 \l 1033 ]:

1. Pricing, diferensiasi pricing biasanya digunakan untuk mengubah permintaan dari periode puncak sampai periode di bawah puncak. Sebagai contoh, beberapa hotel menawarkan harga yang lebih rendah pada hari kerja dan beberapa pelayanan pesawat terbang menawarkan harga yang lebih rendah pada saat malam hari. Untuk meningkatkan

pricing supaya lebih efektif, permintaan akan diubah sehingga dapat berkorespondensi lebih dekat dengan kapasitas, walaupun untuk biaya

opportunity yang mewakilkan keuntungan yang hilang berasal dari kapasitas yang tidak memenuhi permintaan selama periode tertentu.

2. Promotion, iklan atau bentuk promosi lainnya kadang-kadang dapat memberikan efek yang efektif untuk mengubah permintaan sehingga dapat menyesuaikan dengan kapasitas secara lebih dekat. Tidak seperti kebijakan pada pricing, dalam opsi ini terdapat kontrol waktu dari permintaan yang lebih sedikit, sehingga terdapat resiko bahwa promosi dapat memperburuk kondisi dengan cara membawa permintaan pada waktu yang tidak tepat sehingga menekan kapasitas.

3. Back orders, sebuah perusahaan dapat mengubah permintaan ke periode lainnya dengan cara memperbolehkan back order. Pesanan diambil dari satu periode dan pesanan tersebut akan dikirim pada periode nantinya. Kesuksesan dari dari opsi ini bergantung pada bagaimana pelanggan mau menunggu untuk pengirimannya. Bahkan, biaya yang diasosiasikan dengan back order sulit untuk dipikirkan karena biaya tersebut melibatkan hasil penjualan yang hilang, pelanggan yang kecewa, dan pekerjaan tulis-menuli tambahan.

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(15)

4. New demand, banyak organisasi mengalami masalah untuk menyediakan produk atau jasa untuk puncak permintaan dalam situasi dimana permintaan itu sangat tidak stabil.

b. Opsi Kapasitas

Berikut adalah beberapa opsi kapasitas:

1. Hire and lay off workers, untuk memperpanjang operasi tertentu menentukan efek yang dapat mengubah kapasitas yang dimiliki dalam suatu gaya kerja. Syarat sumberdaya tiap pekerja dapat juga menjadi faktor. Sebagai contoh, jika sebuah supermarket biasanya memiliki 10 antrian kasir yang terbuka dari 14 barisan, 4 tambahan pada antrian tersebut dapat ditambahkan. Jadi kemampuan untuk menambah pekerja dikaitkan dengan poin tertentu dimana sumberdaya itu diperlukan untuk membantuk pekerja.

2. Overtime or slack time, penggunaan opsi ini berguna untuk mengubah kapasitas dibandingkan dengan hiring and laying off workers. Pengunaan

overtime dapat mengurus puncak permintaan seasonal dengan cara mengurangi keperluan untuk menerima dan melatih pekerja yang akan diberhentikan pada waktu tertentu. Overtime jugaa memperbolehkan perusahaan untuk menjaga gaya kerja dan pekerja yang berkualitas untuk meningkatkan pendapatan.

3. Part-time workers, pada kondisi tertentu, penggunaan pekerja sampingan merupakan salah satu opsi yang tergantung tipe dari pekerjaannya, diperlukan pelatihan dan keahlian, dan persetujuan union. Beberapa perusahaan juga menggunaan pekerja kontrak (independent contractor), untuk memenuhi keperluan perusahaan tertentu. Walaupun mereka bukan pegawai reguler, mereka biasanya juga sering bekerja sama dengan pegawai regular.

4. Inventories, penggunaan dari produk yang selesai diproduksi memperbolehkan perusahaan untuk menghasilkan barang dalam satu periode tertentu dan kemudian menjual atau mengirim barang tersebut dalam periode lainnya, walapun opsi ini melibatkan holding atau

carrying barang dalam inventories sampai mereka diperlukan. Biaya yang diperlukan hanya biaya gudang dan biaya uang yang dapat diinvestasikan di tempat lainnya, seperti biaya asuransi, dan lain-lain. Secara keseluruhan, inventories dapat dibangun selama periode tertentu ketika kapasitas produksi melebihi permintaan dan ditarik ke bawah dalam periode tertentu ketika permintaan melebihi kapasitas produksi.

2.2.3 Rencana Alternatif Untuk Mengatur Tenaga Kerja

Aggregate planning menjadi lebih menantang ketika jumlah permintaan berfluktuasi melebihi planning horizon. Terdapat 3 rencana alternative untuk mengatur tenaga kerja yaitu (Nahmias, 2009):

1. Evaluation of a Chase Strategy (Zero Inventory Plan)

Chase strategy merupakan rencana alternative untuk mengurangi tingkat inventory dalam suatu perusahaan. Strategi ini akan berhasil dilakukan dengan cara mengatur jumlah antara permintaan dan pekerja dalam periode tertentu. Pekerja yang kompeten dijaga, diterima, dan biaya pemecatan dihindari, dan permintaan dipenuhi sementara tanpa mengunakan biaya pada sumber daya permanen. Kelemahan dari rencana ini melibatkan pembayaran mahal untuk kerja overtime, tenaga kerja yang lelah dan tidak


(16)

efisien, dan kemungkinan overtime sendiri dapat membuat permintaan puncak periode tidak efisien. Berikut adalah tabel untuk rencana alternative dari zero inventory plan (ZIP):

Tabel 2.1 Kalkulasi inisial untuk metode ZIP

Perio d (1) Number of Working Days (2) Number of Units Produced per Worker

(3) = (2) x K

Forecast Net Demand (4) Minimun Number of Workers Required

(5) = (4)/(3)

Rounded Up Sumber: (Nahmias, 2009)

K = Jumlah unit agregat yang dibuat oleh satu pekerja dalam satu hari K= Average of the production rate

Number of workers

Average of the production rate=Number of production Number of working days Tabel 2.2 Rencana Agregat ZIP

Perio d (1) Number of Worker s (2) Number Hired (3) Number Fired (3) Number of Units Produced per Worker (5) Number of Units Produced

(6) = (2) x (5) Cum. Production (7) Cum. Deman d (8) Ending Inventory

(9) = (7) – (8)

Sumber: (Nahmias, 2009)

2. Evaluation of the Constant Workforce Plan

Constant workforce plan merupakan rencana alternatif untuk menghapus keperluan untuk menerima dan memecat pekerja selama

planning horizon. Strategi ini dilakukan dengan menerima jumlah tenaga kerja yang maksimun selama planning horizon. Kelemahan dari rencana alternatif ini adalah memiliki ending inventory yang berlebih. Berikut adalah tabel perhitungan dari rencana alternatif constant workforce plan:

Tabel 2.3 Perhitungan Tenaga Kerja Minimun yang Diperlukan Perio d (1) Cumulative Net Demand (2)

Cumulative Number of Units per Worker

(3)

Ratio

(4)=(2)/(3)

Sumber: (Nahmias, 2009)

Tabel 2.4 Perhitungan Tenaga Kerja Minimun yang Diperlukan Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department BINUS University


(17)

Period

(1)

Number of Units Produced per Worker

(2)

Monthly Production

(3) = (2) x (Max Worker)

Cumulativ e Production

(4)

Cumulativ e Net Demand

(5)

Ending Inventor

y

(6) = (4) – (5)

Sumber: (Nahmias, 2009)

3. Mixed Strategies and Additional Constraints

Mixed strategies dan additional constraints merupakan rencana alternatif yang dibagi menjadi 3 cara. Pertama, menggunakan kapasitas maksimun dari produksi untuk memenuhi permintaan. Kedua, jika jumlah produksi tidak memenuhi jumlah permintaan, gunakan strategi overtime

atau backordering. Ketiga, jika overtime tidak memenuhi jumlah permintaan, gunakan strategi subcontracting. Kelemahan dari rencana alternatif ini melibatkan pengurangan dari keuntungan yang didapat, kehilangan kontrol terhadap produksi, dan potensi bahwa subcontractor


(18)

2.3 Inventory Control Subject To Uncertain Demand

2.3.1 Distribution Resources Planning (DRP)

Distribution Resources Planning adalah alat penjadwalan yang mengkalkulasi pesanan bulan-bulan berikutnya mengunakan format MRP. DRP mengoptimalisasikan perencanaan untuk pesanan dan distribusi produk dengan menentukan persyaratan aggregate tahap-waktu distribusi pada titik yang sama dengan aliran material seperti di MRP master product. MRP adalah teknik penjadwalan untuk manufaktur. DRP menerapkan prinsip dan teknik MRP untuk distribusi. Mengintegrasikan DRP dengan perencanaan manufaktur memastikan stok akan tersedia ketika distribusi dibutuhkan, dan sumber daya manufaktur digunakan secara efisien [CITATION Mag15 \l 1033 ].

DRP sangat bermanfaat untuk pengelolaan material ketika diperlukan untuk mengirimkan dalam jumlah banyak pada interval yang relatif jarang terjadi. DRP berdasarkan pada persyaratan tahap-waktu masa depan daripada penjualan sebelumnya, dan mempertahankan sebagian besar safety stock di penyimpanan pusat. Ini memungkinkan manejer material untuk mengalokasikan sumber daya dan kapasitas, batas sumber daya, dan memenuhi keseluruhan permintaan organisasi dengan cara yang konsisten bersama dengan tujuan keseluruhan perusahaan [ CITATION Mag15 \l 1033 ].

2.3.2 The Silver-Meal Heuristic

Silver-Meal Heuristic (dinamai dari Harlan Meal dan Edward Silver) adalah metode forward yang membutuhkan rata-rata biaya per periode sebagai fungsi dari jumlah periode urutan saat ini adalah untuk menjangkau, dan menghentikan perhitungan ketika peningkatan pertama [ CITATION Nah15 \l 1033 ].

Pengertian C(T) sebagai rata-rata holding and setup cost per periode jika pesanan sekarang menjangkau sampai periode T berikutnya. Seperti di atas, biarkan ( r1, ……. , rn) menjadi persyaratan untuk n-period horizon.

Pertimbangkan periode 1. Jika kita memproduksi hanya cukup untuk periode 1 untuk permintaan di periode 1, maka kita hanya membuat biaya pemensanan K. Maka:

C(1) = K

Jika kita memsan lebih dari 1 periode untuk memenuhi permintaan di periode 1 dan 2, maka kita harus menyimpan r2 untuk 1 periode. Maka,

C(2) = (K + h r2) 2

Demikian pula,

C(3) = (K + h r2 + 2hr3) 3

Dan, secara umum,

C(j) = (K + h r2 + 2hr3 + ... + (j-1) hrj) j

Ketika C(j) > C(j - 1), kita berhenti dan mengatur

y1= r1 + r2 + … + rj-1 dan memulai proses lagi mulai dari periode j.

2.3.3 Least Unit Cost

Least Unit Cost (LUC) heuristic serupa dengan metode Silver-Meal kecuali bukannya pembagian biaya sampai peiode j dengan jumlah periode, Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department BINUS University


(19)

kita membaginya dengan jumlah unit yang diminta sampai j, r1+ r2+…+ rj .

Pilih order horizon yang minimalisasi biaya per unit permintaan daripada biaya per periode [ CITATION Nah15 \l 1033 ].

Pengertian C(T) sebagai rata-rata holding and setup cost per unit untuk periode T order horizon. Maka,

C(1) = K r1

C(2) = (K + h r2)

( r1 + r2)

Dan, secara umum

C(j) = (K + h r2 + h2 r3 + … + (j-1)h rj) ( r1 + r2 + … + rj)

Seperti dengan Silver-Meal heuristic, perhitungan ini di hentikan ketika C(j) > C(j - 1), dan di level produksi ditetapkan sama dengan

r1+ r2+…+ rj-1 . Proses di ulangi, mulai di periode j dan terus-menerus sampai akhir planning horizon tercapai.

2.3.4 Past Period Balancing

Metode Part Period Balancing adalah untuk mengatur order horizon sama dengan jumlah periode yang paling mendekati total holding cost dengan setup cost selama periode itu. Order horizon yang sama dengan holding and setup cost akan jarang menjadi integer jumlah period [ CITATION Nah15 \l 1033 ].

2.3.5 Wagner-Whitin

Model Wagner-Whitin mempertimbangkan permintaan deterministik yang berubah selama beberapa periode, untuk satu produk. Model ini membantu untuk menemukan solusi yang akan cenderung (tapi belum pasti) lebih baik dari solusi biaya Silver-Meal dan least unit heuristic. Metode Wagner-Whitin memberikan hasil optimal untuk period yang dipertimbangkan tetapi tidak melampau period yang dipertimbangkan tersebut. Ide dasar dari model adalah meminimalisasi holding and setup cost. Tidak seperti dengan heuristic, metode Wagner-Whitin tidak berhenti ketika biaya meningkat di satu periode karena metode optimalisasi membandingkan periode yang berbeda satu dengan yang lain [ CITATION Iva16 \l 1033 ].


(20)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Berikut adalah diagram alir yang digunakan dalam penulisan laporan akhir Production & Operation Analysis:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penulisan Laporan Akhir Production & Operation Analysis

Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department 18 BINUS University


(21)

3.2 Penjelasan Diagram Alir Penelitian 1. Studi Kasus

Studi kasus merupakan tahap awal dalam pengerjaan laporan ini. Penulis melakukan studi kasus dari soal-soal yang telah diberikan. Soal-soal ini diaplikasikan pada perusahaan penulis agar dapat mengetahui produksi barang pada tahun-tahun kedepan hingga meminimalkan cost agar perusahaan penulis tidak bangkrut.

2. Studi Pustaka

Tahap selanjutnya sebelum melakukan penulisan laporan ini adalah melakukan studi pustaka yaitu mempelajari dan memahami teori-teori dan rumus-rumus mengenai forecasting, aggregate planning, dan inventory control subject to uncertain demand juga modul-modul yang akan digunakan dalam mengaplikasikan forecasting, aggregate planning,

inventory control subject to unknown demand, dan inventory control subject to uncertain demand dalam suatu perusahaan.

3. Identifikasi Masalah

Pada soal-soal yang telah diberikan, suatu perusahaan pastilah memiliki banyak masalah perihal produksi barang-barang untuk tahun yang akan datang dan bagaimana meminimalkan cost agar suatu perusahaan tidak bangkrut. Maka modul-modul yang digunakan adalah Forecasting,

Aggregate Planning, Inventory Control Subject to Unknown Demand, dan

Inventory Control Subject to Uncertain Demand.

4. Pengumpulan Data

Setelah mengetahui masalah-masalah apa saja yang perlu dijawab, maka dapat dilanjutkan dengan pengumpulan data dari soal-soal yang telah diberikan. Soal-soal tersebut dikumpulkan dan kemudian ditulis kembali di laporan ini.

5. Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan jika data-data yang diperlukan sudah cukup. pengolahan data dalam laporan ini dibagi menjadi 2 yaitu

forecasting dan aggregate planning. Data-data yang ada kemudian diolah dengan aplikasi Microsoft Excel dan digunakan rumus-rumus yang bersangkutan.

6. Hasil dan Analisis

Setelah data-data tersebut diolah, maka akan didapatkan hasil. Hasil ini akan dianalisis agar diketahui metode forecasting dan metode aggregate planning mana yang paling baik untuk digunakan dan membantu sebuah perusahaan agar menjadi lebih baik dan memenuhi permintaan konsumen.

7. Kesimpulan dan Saran

Setelah selesai melakukan kegiatan-kegiatan penulisan hingga proses pengolahan data dan analisis, maka rumusan-rumusan masalah akan terjawab seluruhnya. Jawaban-jawaban dari rumusan masalah tersebut akan dibentuk sehingga menciptakan kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan ini. Kesimpulan-kesimpulan yang ada akan menunjukkan metode forecast dan aggregate planning yang baik untuk perusahaan yang kemudian diberikan saran untuk menggunakan metode-metode tersebut.


(22)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

4.1.1 Forecasting

PT. ToysRoyale adalah perusahaan yang memproduksi mainan pesawat terbang. Penjualan mainan pesawat terbang dari dua tahun terakhir sudah stabil. Kemudian divisi marketing dan penjualan telah mengumpulkan data penjualan untuk perencanaan produksi untuk satu tahun kedepan dan memberikan data tersebut kepada divisi produksi untuk menentukan perencaan produksi yang dimulai dari menggunakan peramalan menurut permintaan.

Tabel dibawah ini adalah data penjualan dari mainan pesawat terbang dari bulan Januari 2014 sampai bulan Desember 2015:

Tabel 4.1 Data Penjualan Mainan Pesawat Terbang Bulan Januari 2014 s/d Desember 2015

N

o Period Sales

N

o Period

Sale s

1 Januari 2014 6436 13 Januari 2015 2614

2 Februari 2014 4097 14 Februari 2015 2436

3 Maret 2014 3834 15 Maret 2015 2183

4 April 2014 1662 16 April 2015 988

5 Mei 2014 5497 17 Mei 2015 3276

6 Juni 2014 4867 18 Juni 2015 2586

7 Juli 2014 4400 19 Juli 2015 2792

8 Agustus 2014 3568 20 Agustus 2015 2302

9 September 2014 3372 21 September 2015 2066

10 Oktober 2014 1203 22 Oktober 2015 675

11 November 2014 3685 23 November 2015 2364

12 Desember 2014 3523 24 Desember 2015 1844

Data penjualan dari setiap bulan dijumlahkan dengan 2 angka terakhir dari masing-masing nomor kartu identitas kelompok.

Contoh: Joshua Ady Patrick Lubis 1801450390

Lucky Manggala Putra 1801375150

Michiko Tiorona 1801384880

Rich Randy 1801387333

Tania Syifa Adinda 1801378940 Jadi, total penjumlahan adalah 90+50+80+33+40 = 293

Penjualan di bulan Juni 2014 menjadi: 4867 + 293 = 5160

*Dilakukan pada semua data penjualan.

Berikut adalah tabel dari data penjualan mainan pesawat yang sudah dijumlahkan dengan 2 angka terakhir dari nomor kartu identitas kelompok:

Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department 20 BINUS University


(23)

Tabel 4.2 Data Penjualan Mainan Pesawat Terbang Bulan Januari 2014 s/d Desember 2015 yang telah Dijumlahkan Dengan Nomor Kartu Identitas Kelompok

No Period Sales No Period Sales

1 Januari 2014 6729 13 Januari 2015 2907

2 Februari 2014 4390 14 Februari 2015 2729

3 Maret 2014 4127 15 Maret 2015 2476

4 April 2014 1955 16 April 2015 1281

5 Mei 2014 5790 17 Mei 2015 3569

6 Juni 2014 5160 18 Juni 2015 2879

7 Juli 2014 4693 19 Juli 2015 3085

8 Agustus 2014 3861 20 Agustus 2015 2595

9 September 2014 3665 21 September 2015 2359

10 Oktober 2014 1496 22 Oktober 2015 968

11 November 2014 3978 23 November 2015 2657

12 Desember 2014 3816 24 Desember 2015 2137

Peramalan penjualan menggunakan metode seperti: Moving Average, Holt’s Method, Time-series Decomposition, dan Winters’ Method. Perhitungan peramalan yang paling baik dapat digunakan untuk perencanaan produksi selanjutnya.

0.01< α <1.00 0.01< β <1.00 0.01< γ <1.00

4.1.2 Aggregate Planning

PT. ToysRoyale adalah perusahaan yang memproduksi badan pesawat mainan. Polycarbonate adalah bahan utama dari pembuatan badan pesawat mainan disuplai dari pabrik pemasok. Polycarbonate dipotong agar membentuk ukuran yang tepat untuk pesawat mainan. Polycarbonate

kemudian di press selama beberapa waktu agar mengering. Setelah

polycarbonate mengering, badan pesawat mainan ini kemudian dikirim ke pabrik untuk dibentuk dan dihaluskan. Kemudian, badan pesawat mainan dari

polycarbonate dilubangi dan dikirim ke toko cat dimana desain untuk badan pesawat mainan akan dipasang. Setelah badan pesawat mainan selesai di cat, badan pesawat mainan sudah siap untuk dirakit dengan bagian lain. Komponen dari bagian lain dibeli dari peusahaan pemasok lain.

Dengan menggunakan forecast demand 12 bulan kedepan dari produksi yang telah dihitung, temukan metode aggregate planning mana yang paling baik agar PT. ToysRoyale membayar cost paling sedikit (Zero Inventory Plan,

Constant Workforce Plan, Overtime + Subcontract, dan Overtime + Back Order) jika sekarang (akhir Desember 2015) ada 50 pekerja di PT. ToysRoyale, satu pekerja dapat membuat badan pesawat mainan dalam shift satu hari selama 8 jam kerja dengan maksimum 3 jam lembur. Sementara unit produksi agregat oleh satu pekerja dalam satu hari adalah 0,6 unit. Dengan hari kerja selama 21, 21, 23, 21, 22, 22, 21, 23, 22, 21, 22, dan 22 pada bulan Januari 2016, Februari 2016, Maret 2016, April 2016, dan seterusnya. Ending inventory pada bulan Desember 2015 adalah 125 unit dan expected ending inventory pada bulan Desember 2016 harus sebanyak 70 unit.


(24)

cost of hiring one worker = $ 400

cost of firing one worker = $ 550

cost of holding one unit of inventory for one month = $ 8

cost of subcontract = $ 40

cost of backorder = $ 34

wage/month = $ 1825

overtime cost/hour = $ 13

Tabel 4.3 Hasil Forecast Bulan Januari 2016 s/d Desember 2016

No Period Sales

1 Januari 2016 2063

2 Februari 2016 1586

3 Maret 2016 1410

4 April 2016 595

5 Mei 2016 1568

6 Juni 2016 1255

7 Juli 2016 1105

8 Agustus 2016 787

9 September 2016 635

10 Oktober 2016 235

11 November 2016 512

12 Desember 2016 303

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(25)

4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Forecasting

Berdasarkan data yang ada, forecasting dapat dihitung menggunakan 4 metode, metode-metode tersebut adalah Metode Time-series Decomposition, Metode Moving Average, Metode Holt’s, dan Metode Winters’s. Berikut adalah pengolahan data forecasting menggunakan metode-metode tersebut.

4.2.1.1 Pengolahan Data Menggunakan Metode Time-series Decomposition

Berikut adalah pengolahan data forecasting menggunakan Metode Time-series Decomposition: Tabel 4.4 Tabel Pengolahan Data Menggunakan Metode Time-series Decomposition

No Period Sales CMA6 dt bar Seasonal Forecast Error MSE ErrorABS Error% MAPE MAD Bias TS

1 Januari 2014 6729 4728,97 1,42 5688 -1041 1083681,00 1041 15,47 15,47 1041,00 -1041 -1,00

2 Februari 2014 4390 4599,57 0,95 4603 213 11342,25 213 4,85 10,16 627,00 -828 -1,32

3 Maret 2014 4127 4470,18 0,92 4321 194 4181,78 194 4,70 8,34 482,67 -634 -1,31

4 April 2014 1955 4522,17 4340,78 0,45 1966 11 7,56 11 0,56 6,40 364,75 -623 -1,71

5 Mei 2014 5790 4308,42 4211,39 1,37 5567 -223 1989,16 223 3,85 5,89 336,40 -846 -2,51

6 Juni 2014 5160 4225,83 4081,99 1,26 4874 -286 2272,11 286 5,54 5,83 328,00 -1132 -3,45

7 Juli 2014 4693 4149,08 3952,60 1,19 4754 61 75,94 61 1,30 5,18 289,86 -1071 -3,69

8 Agustus 2014 3861 3959,83 3823,20 1,01 3827 -34 18,06 34 0,88 4,65 257,88 -1105 -4,29 9 September 2014 3665 3696,83 3693,81 0,99 3570 -95 111,42 95 2,59 4,42 239,78 -1200 -5,00 10 Oktober 2014 1496 3436,00 3564,41 0,42 1614 118 139,24 118 7,89 4,76 227,60 -1082 -4,75 11 November 2014 3978 3192,83 3435,02 1,16 4541 563 2619,58 563 14,15 5,62 258,09 -519 -2,01 12 Desember 2014 3816 2999,42 3305,62 1,15 3947 131 119,17 131 3,43 5,44 247,50 -388 -1,57 13 Januari 2015 2907 2882,42 3176,23 0,92 3821 914 4943,17 914 31,44 7,44 298,77 526 1,76 14 Februari 2015 2729 2830,42 3046,83 0,90 3050 321 525,72 321 11,76 7,74 300,36 847 2,82 15 Maret 2015 2476 2718,25 2917,44 0,85 2820 344 525,94 344 13,89 8,15 303,27 1191 3,93


(26)

Tabel 4.4 Tabel Pengolahan Data Menggunakan Metode Time-series Decomposition (lanjutan)

No Period Sales CMA6 dt bar Seasonal Forecast Error MSE ErrorABS Error% MAPE MAD Bias TS

16 April 2015 1281 2655,00 2788,04 0,46 1263 -18 1,27 18 1,41 7,73 285,44 1173 4,11

17 Mei 2015 3569 2658,67 2658,65 1,34 3515 -54 10,09 54 1,51 7,37 271,82 1119 4,12

18 Juni 2015 2879 2637,75 2529,25 1,14 3020 141 61,36 141 4,90 7,23 264,56 1260 4,76

19 Juli 2015 3085 2601,92 2399,86 1,29 2887 -198 108,60 198 6,42 7,19 261,05 1062 4,07 20 Agustus 2015 2595 2499,83 2270,47 1,14 2273 -322 259,21 322 12,41 7,45 264,10 740 2,80 21 September 2015 2359 2362,00 2141,07 1,10 2070 -289 189,39 289 12,25 7,68 265,29 451 1,70

22 Oktober 2015 968 2011,68 0,48 911 -57 6,71 57 5,89 7,60 255,82 394 1,54

23 November 2015 2657 1882,28 1,41 2488 -169 53,99 169 6,36 7,54 252,04 225 0,89

24 Desember 2015 2137 1752,89 1,22 2093 -44 3,36 44 2,06 7,31 243,38 181 0,74

25 Januari 2016 1623,49 1953

26 Februari 2016 1494,10 1496

27 Maret 2016 1364,70 1319

28 April 2016 1235,31 560

29 Mei 2016 1105,91 1462

30 Juni 2016 976,52 1166

31 Juli 2016 847,12 1019

32 Agustus 2016 717,73 719

33 September 2016 588,33 569

34 Oktober 2016 458,94 208

35 November 2016 329,54 436

36 Desember 2016 200,15 239

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(27)

Berikut adalah grafik dari data permintaan bulan Januari 2014 s/d Desember 2015:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0

1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Gambar 4.1 Grafik dari Data Permintaan Bulan Januari 2014 s/d Desember 2015 Untuk Metode Time Series Decomposition, dibutuhkan perhitungan

center moving average, dt bar, dan seasonal untuk mengetahui nilai forecast

pada Metode Time-series Decomposition. Agar dapat menghitung keseluruhan Time Series Deviation, sebelumnya diperlukan nilai center moving average. Rumus dari Center Moving Average adalah sebagai berikut:

CMAgenap=

(n+2) 2 Keterangan:

n = Jumlah satu series dalam grafik Berikut adalah contoh perhitungan CMAgenap:

CMAgenap= (6 + 2) 2

CMAgenap= (8) 2

CMAgenap= 4

Setelah mengetahui nilai CMAgenap, maka dapat diketahui nilai CMA4.

Berikut adalah contoh perhitungan CMA4:

CMA4= D1

2 +D2+D3+D4+D5+D6+ D7 2 6

CMA4= 6729

2 +4390+4127+1955+5790+5160+ 4693 2 6


(28)

CMA4= 27133 6 CMA4= 4522,17

Nilai dtbar dapat dicari dengan rumus berikut:

dtbar = St + (Gt x n)

Keterangan:

St = Nilai level pada periode t

Gt = Nilai trend pada periode t

n = Periode

Berikut adalah contoh perhitungan dt bar pada periode pertama: dtbar = 4858,36 + (-129,39 x 1)

dtbar = 4728,97

Setelah mendapatkan nilai dt bar, maka dapat dicari nilai seasonal

dengan rumus berikut: Seasonal =Di

dtbar

Keterangan:

Di = Nilai sales pada periode ke-i

Berikut adalah contoh perhitungan seasonal pada periode pertama: seasonal =D i

dtbar

seasonal =6729 4728,97

Untuk mendapatkan nilai forecasting pada Metode Time-series Decomposition, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Ft = dt bar x S´t

Keterangan: ´

St : Rata-rata seasonal ke-t

Ft : Forecast pada periode ke-t

Berikut adalah contoh perhitungan forecast pada periode pertama: Ft = dt bar x S´t

Ft = 4728,97 x 1,2 Ft = 5688

Selain menentukan forecast pada Metode Time-series Decomposition, diperlukan juga nilai error, Mean Square Error (MSE), ABS error, % error,

Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean Absolute Deviation (MAD), Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department BINUS University


(29)

bias, dan Tracking Signal (TS). Untuk mencari nilai error dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut:

error = forecast - demand

Berikut adalah contoh perhitungan error pada periode pertama:

error = forecastdemand error = 5688 – 6729

error = -1041

Untuk mendapatkan nilai dari Mean Square Error (MSE) dapat digunakan rumus sebagai berikut:

MSE=

t=1 n

(Ft- Dt)2

n Keterangan:

Ft = Forecast pada periode ke-t

Dt = Demand pada periode ke-t

n = Periode

Berikut adalah contoh perhitungan MSE pada periode pertama:

MSE=

t=1 n

(Ft- Dt)2

n

MSE=

t=1 1

(5688-6729)2 1

MSE= 1083681 1

MSE= 1083681

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari ABS error pada periode pertama:

ABS error = |error|

Keterangan:

ABS error = Absolute error

ABS error = |error|

ABS error = |-1041|

ABS error = 1041

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari % error pada periode pertama:

% error = ABS error


(30)

% error = ABS error

demand x 100% % error = 1041

6729 x 100% % error = 15,47%

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari Mean Absolute Percentage Error (MAPE) pada periode pertama:

MAPE=

t=1 n

|

F

t- Dt

|

Dt

n x 100%

Keterangan:

Ft = Forecast pada periode ke-t

Dt = Demand pada periode ke-t

n = Periode

MAPE=

t=1 n

|

F

t- Dt

|

Dt

n x 100%

MAPE=

t=1 1

|5688 - 6729|

6729

1 x 100%

MAPE= -0,1547

1 x 100%

MAPE= 15,47 %

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari Mean Absolute Deviation (MAD) pada periode pertama:

MAD =

t=1 n

|

Ft- Dt

|

n

Keterangan:

Ft = Forecast pada periode ke-t

Dt = Demand pada periode ke-t

n = Periode

MAD =

t=1 n

|

Ft- Dt

|

n

MAD =

t=1 1

|5688 - 6729|

1

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(31)

MAD = 1041

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari bias pada periode pertama:

bias =

t=1 n

( Ft- Dt)

Keterangan:

Ft = Forecast pada periode ke-t

Dt = Demand pada periode ke-t bias =

t=1 1

(5688- 6729)

bias = -1041

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai dari Tracking Signal (TS) pada periode pertama:

TS= bias MAD Keterangan:

Jika TS pada saat periode tertentu lebih dari +6 atau -6, maka dianjurkan untuk mencari forecast dengan metode yang lain.

TS = bias MAD TS = -1041 1041


(32)

4.2.1.2 Pengolahan Data Menggunakan Metode Moving Average

Berikut adalah pengolahan data forecasting menggunakan Metode Moving Average:

Tabel 4.5 Pengolahan Data Menggunakan Metode Moving Average

No Period Sales Forecasting (MA4) Error MSE ABS Error % Error MAPE MAD Bias TS

1 Januari 2014 6729 2 Februari 2014 4390

3 Maret 2014 4127

4 April 2014 1955

5 Mei 2014 5790 4301 -1489 2217121,00 1489 0,26 0,26 1489 -1489 -1

6 Juni 2014 5160 4066 -1094 1706978,50 1094 0,21 0,23 1291,50 -2583 -2

7 Juli 2014 4693 4258 -435 1201060,67 435 0,09 0,19 1006 -3018 -3

8 Agustus 2014 3861 4400 539 973425,75 539 0,14 0,18 889,25 -2479 -2,79

9 September 2014 3665 4876 1211 1072044,80 1211 0,33 0,21 953,60 -1268 -1,33

10 Oktober 2014 1496 4345 2849 2246170,83 2849 1,90 0,49 1269,50 1581 1,25

11 November 2014 3978 3429 -549 1968346,57 549 0,14 0,44 1166,57 1032 0,88

12 Desember 2014 3816 3250 -566 1762347,75 566 0,15 0,40 1091,50 466 0,43

13 Januari 2015 2907 3239 332 1578778,44 332 0,11 0,37 1007,11 798 0,79

14 Februari 2015 2729 3050 321 1431204,70 321 0,12 0,35 938,50 1119 1,19

15 Maret 2015 2476 3358 882 1371815,55 882 0,36 0,35 933,36 2001 2,14

16 April 2015 1281 2982 1701 1498614,33 1701 1,33 0,43 997,33 3702 3,71

17 Mei 2015 3569 2349 -1220 1497828,62 1220 0,34 0,42 1014,46 2482 2,45

18 Juni 2015 2879 2514 -365 1400356,93 365 0,13 0,40 968,07 2117 2,19

19 Juli 2015 3085 2552 -533 1325939,07 533 0,17 0,39 939,07 1584 1,69

Tabel 4.5 Pengolahan Data Menggunakan Metode Moving Average (lanjutan) Integrated Industrial Engineering Laboratory

Industrial Engineering Department

BINUS University


(33)

No Period Sales Forecasting (MA4) Error MSE ABS Error % Error MAPE MAD Bias TS

20 Agustus 2015 2595 2704 109 1243810,44 109 0,04 0,36 887,19 1693 1,91

21 September 2015 2359 3032 673 1197288,00 673 0,29 0,36 874,59 2366 2,71

22 Oktober 2015 968 2730 1762 1303252,22 1762 1,82 0,44 923,89 4128 4,47

23 November 2015 2657 2252 -405 1243292,89 405 0,15 0,43 896,58 3723 4,15

24 Desember 2015 2137 2145 8 1181131,45 8 0,00 0,40 852,15 3731 4,38

25 Januari 2016 2031

26 Februari 2016 2031

27 Maret 2016 2031

28 April 2016 2031

29 Mei 2016 2031

30 Juni 2016 2031

31 Juli 2016 2031

32 Agustus 2016 2031

33 September 2016 2031

34 Oktober 2016 2031

35 November 2016 2031


(34)

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan forecast dari Moving Average pada periode ke-4:

Ft-1=

t=1 n Di n Keterangan:

Dt = Demand pada periode ke-t

n = Periode

Hasil forecast mulai ditulis pada periode ke-5.

Ft-1=

t=1 n

Di n

F4-1=

t=1 4

(6729+4390+4127+1955) 4

F3 = 4301

Berikut adalah rumus dan contoh perhitungan Mean Square Error

(MSE) pada Metode Moving Average di periode ke-5:

MSE=

t=1 n

(Ft- Dt) 2

n - t Keterangan:

Ft = Forecast pada periode ke-t

Dt = Demand pada periode ke-t

n = Periode

t = Periode pada MA yang ditentukan Hasil MSE mulai ditulis pada periode ke-5.

MSE=

t=1 n

(Ft- Dt)2

n - t

MSE=

t=1 5

(4301- 5790)2

5 - 4

MSE=

t=1 n (1489)2 1 MSE= 2217121

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(35)

4.2.1.3 Pengolahan Data Menggunakan Metode Holt’s

Berikut adalah pengolahan data forecasting menggunakan Metode Holt’s:

Tabel 4.6 Tabel Pengolahan Data Menggunakan Metode Holt’s

No Period Sales Level Trend Forecast Error MSE ErrorABS % Error MAPE MAD Bias TS

4984,08 -134,39

1 Januari 2014 6729 4868,48 -134,20 4850 -1879 3530641,00 1879,00 27,92 27,92 1879,00 -1879 -1,00 2 Februari 2014 4390 4730,84 -134,23 4735 345 1824833,00 345,00 7,86 17,89 1112,00 -1534 -1,38 3 Maret 2014 4127 4591,91 -134,28 4597 470 1290188,67 470,00 11,39 15,72 898,00 -1064 -1,18 4 April 2014 1955 4432,61 -134,53 4458 2503 2533893,75 2503,00 128,03 43,80 1299,25 1439 1,11 5 Mei 2014 5790 4313,00 -134,38 4299 -1491 2471731,20 1491,00 25,75 40,19 1337,60 -52 -0,04 6 Juni 2014 5160 4188,43 -134,28 4179 -981 2220169,50 981,00 19,01 36,66 1278,17 -1033 -0,81 7 Juli 2014 4693 4060,54 -134,22 4055 -638 1961151,57 638,00 13,59 33,37 1186,71 -1671 -1,41 8 Agustus 2014 3861 3925,66 -134,23 3927 66 1716552,13 66,00 1,71 29,41 1046,63 -1605 -1,53 9 September 2014 3665 3790,17 -134,24 3792 127 1527616,22 127,00 3,47 26,53 944,44 -1478 -1,56 10 Oktober 2014 1496 3634,34 -134,45 3656 2160 1841414,60 2160,00 144,39 38,31 1066,00 682 0,64 11 November 2014 3978 3504,67 -134,41 3500 -478 1694784,55 478,00 12,02 35,92 1012,55 204 0,20 12 Desember 2014 3816 3374,72 -134,36 3371 -445 1570054,58 445,00 11,66 33,90 965,25 -241 -0,25 13 Januari 2015 2907 3237,02 -134,39 3241 334 1457862,38 334,00 11,49 32,18 916,69 93 0,10 14 Februari 2015 2729 3098,89 -134,43 3103 374 1363720,50 374,00 13,70 30,86 877,93 467 0,53 15 Maret 2015 2476 2959,57 -134,48 2965 489 1288747,20 489,00 19,75 30,12 852,00 956 1,12 16 April 2015 1281 2809,65 -134,64 2826 1545 1357389,56 1545,00 120,61 35,77 895,31 2501 2,79 17 Mei 2015 3569 2683,96 -134,55 2676 -893 1324451,88 893,00 25,02 35,14 895,18 1608 1,80 18 Juni 2015 2879 2552,71 -134,51 2550 -329 1256884,61 329,00 11,43 33,82 863,72 1279 1,48


(36)

No Period Sales Level Trend Forecast Error MSE ErrorABS % Error MAPE MAD Bias TS 19 Juli 2015 3085 2424,86 -134,45 2419 -666 1214077,84 666,00 21,59 33,18 853,32 613 0,72 20 Agustus 2015 2595 2293,46 -134,42 2291 -304 1157994,75 304,00 11,71 32,11 825,85 309 0,37 21 September 2015 2359 2161,05 -134,40 2160 -199 1104737,90 199,00 8,44 30,98 796,00 110 0,14 22 Oktober 2015 968 2016,06 -134,50 2027 1059 1105498,95 1059,00 109,40 34,54 807,95 1169 1,45 23 November 2015 2657 1889,32 -134,42 1882 -775 1083547,91 775,00 29,17 34,31 806,52 394 0,49 24 Desember 2015 2137 1758,71 -134,39 1755 -382 1044480,25 382,00 17,88 33,62 788,83 12 0,02

25 Januari 2016 1625

26 Februari 2016 1490

27 Maret 2016 1356

28 April 2016 1222

29 Mei 2016 1087

30 Juni 2016 953

31 Juli 2016 819

32 Agustus 2016 684

33 September 2016 550

34 Oktober 2016 415

35 November 2016 281

36 Desember 2016 147

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department

BINUS University


(1)

Practicum Weekly Report 56 Production & Operation Analysis (ISYE6101)

Total Cost = (Total Overtime x Overtime Cost) + (Total Subcontract x

Subcontract Cost) + (Total Inventory x Inventory Cost) + (12x 50 x Wage Cost)

Keterangan:

50 = Jumlah pekerja yang dimiliki saat ini

12 = Jumlah bulan dalam satu tahun

Total Cost = (Total Overtime x Overtime Cost) + (Total Subcontract x

Subcontract Cost) + (Total Inventory x Inventory Cost) + (12 x 50 x Wage Cost)

Total Cost = (436 x $13) + (3757 x $40) + (2178 x $8) + (12 x 50 x $1825)

Total Cost = $1.546.104

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(2)

4.3 Analisis Hasil Pengolahan Data 4.3.1 Forecasting

Dalam Metode Time-series Decomposition cocok digunakan untuk data yang memiliki trend, level, serta seasonal. Grafik data permintaan pada PT. ToysRoyale yang terbentuk merupakan grafik seasonal dimana terdapat 4 pola dengan masing-masing pola memiliki 6 titik sehingga CMA yang digunakan adalah CMA 6. Nilai forecast merupakan hasil perhitungan dari hasil perhitungan nilai level atau intercept dengan perkalian nilai trend atau slope

dengan periode. Nilai level, trend serta seasonal dipengaruhi oleh data permintaan yang ada dan periode permintaan. Jumlah nilai TS yang diperoleh dalam metode ini tidak ada yang melewati batas jangkauan standar yaitu tidak melebihi -6 dan 6 sehingga nilai forecast yang diperoleh tidak ada yang membias. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai MAD yang diperoleh sebesar 243,38.

Metode selanjutnya adalah Metode Moving Average. Metode ini tidak

dipengaruhi oleh nilai level, trend dan seasonal melainkan dipengaruhi oleh data permintaan dan periode permintaan. Nilai forecast dalam metode ini diperoleh dari nilai rata-rata permintaan pada periode yang ditentukan. Pada 10 percobaan, terdapat 7 percobaan dimana nilai TS melebihi batas jangkauan standar. Nilai MAD yang terkecil sebesar 612,47 pada MA 6. Namun, data

forecast pada MA 6 tidak dapat digunakan karena terdapat nilai TS yang melebihi batas. Diantara 3 percobaan yang nilai TSnya tidak melebihi batas standar, nilai MAD yang terkecil adalah pada MA 4 sebesar 852,15. Nilai MAD pada metode ini dipengaruhi oleh data permintaan yang ada. Apabila data permintaan besar nilai MAD yang diperoleh lebih besar dibandingkan apabila data permintaan memiliki nilai yang kecil.

Metode Holt’s atau Exponential Smoothing Double Parameter

merupakan metode perhitungan forecast yang cocok digunakan untuk data yang memiliki level dan trend. Kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh konstanta smoothing yaitu alpha dan beta yang bernilai antara 0 dan 0,99 dimana semakin besar nilai konstanta tersebut semakin besar nilai level dan

trend. Nilai alpha mempengaruhi nilai level sedangkan nilai beta mempengaruhi nilai

trend. Nilai forecast pada metode ini merupakan hasil penjumlahan nilai level

dan trend sehingga dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai alpha dan beta

maka semakin besar nilai forecast. Berdasarkan 11 percobaan dengan nilai

alpha dan beta yang bervariasi, nilai TS yang diperoleh tidak ada yang melebihi batas standar yang telah ditentukan sehingga hasil forecast dari 11 percobaan tersebut dapat dikatakan akurat. Percobaan pertama merupakan hasil dengan nilai keakuratan paling tinggi dengan nilai alpha sebesar 0,01 dan beta

sebesar 0,01 serta nilai MAD sebesar 788,83. Hal ini dikarenakan nilai MAD yang diperoleh merupakan nilai terkecil dibandingkan dengan 11 percobaan lainnya. Salah satu variabel yang mempengaruhi nilai MAD dalam Metode Holt’s adalah nilai alpha dan beta, jika nilai alpha dan beta semakin mendekati

1 maka nilai MAD yang merupakan variabel yang mengukur tingkat error

memperoleh nilai yang besar dibandingkan dengan apabila nilai alpha dan beta

mendekati 0. Secara keseluruhan percobaan pertama memiliki tingkat ketepatan yang lebih besar dibandingkan dengan percobaan lainnya.

Metode selanjutnya adalah Metode Winters’ atau Exponential Smoothing Triple Parameter. Metode ini digunakan ketika pada data permintaan terdapat tiga faktor yaitu level, trend dan seasonal. Pada metode ini terdapat tiga


(3)

Practicum Term Project 58 Production & Operation Analysis (ISYE6101)

konstanta smoothing yang digunakan yaitu alpha, beta serta gamma dimana

alpha mempengaruhi nilai level, beta mempengaruhi nilai trend dan gamma

mempengaruhi nilai seasonal. Nilai forecast pada metode ini diperoleh dari hasil perkalian antara seasonal dengan penjumlahan antara level dan trend. Berdasarkan beberapa percobaan dalam Metode Winters’ dengan ketiga konstanta yang bervariasi, menyatakan bahwa 9 percobaan dari 10 percobaan memiliki nilaiTS yang melewati batas standar yaitu di bawah -6 dan di atas 6. Percobaan ke-6 merupakan percobaan dengan hasil forecast yang diperoleh lebih akurat dibandingkan dengan percobaan lainnya. Hal tersebut dikarenakan tidak ada nilai TS yang melebihi batas standar nilai MAD yang diperoleh merupakan nilai terkecil dari percobaan lainnya yaitu sebesar 239,25. Nilai MAD pada percobaan ke-6 ini dipengaruhi oleh nilai alpha, beta serta gamma

yang secara berturut-turut bernilai 0,32, 0,01, dan 0,01. Apabila nilai alpha

besar sedangkan nilai beta dan gamma kecil maka nilai MAD akan lebih besar dibandingkan jika nilai alpha kecil sedangkan nilai beta dan gamma besar. Berdasarkan data yang diperoleh, maka percobaan ke-6 merupakan percobaan dengan hasil forecast yang diperoleh lebih tepat dibandingkan dengan percobaan lainnya.

4.3.2 Aggregate Planning

Forecast yang diperoleh dengan metode yang tepat kemudian di transformasikan kedalam suatu perencanaan yang disebut sebagai Aggregate Planning. Terdapat berbagai macam Aggregate Planning yaitu Zero Inventory Plan, Constant Workforce Plan, Mixed Strategies (Overtime and Backorder Plan, Overtime and Subcontract Plan). Ke-3 metode tersebut digunakan untuk

mengetahui strategi produksi yang terbaik sehingga dapat memenuhi demand

yang diminta. Pada kasus yang terdapat pada Bab 1, diperoleh bahwa jumlah

inventory pada periode sebelumnya adalah sebesar 125 sehingga pada demand

bulan Januari 2016 merupakan hasil pengurangan dari forecast yang ada dengan 125. Selain hal tersebut, pada akhir periode yaitu Desember 2016 perusahaan diharapkan memiliki jumlah inventory sebesar 70 sehingga pada

demand Desember 2016 ditambahkan dengan 70 dan juga pada total inventory, hal ini disebabkan karena nilai 70 yang ditambahkan pada demand pertama itu merupakan demand yang dibeli untuk dijadikan safety stock sehingga secara tidak langsung jumlah ending inventory juga akan bertambah sesuai jumlah

demand yang sudah dibeli pada bulan Desember 2015 sebelumnya.

Metode Zero Inventory Plan (ZIP) merupakan metode yang bertujuan

untuk meminimalkan jumlah inventory yang ada pada sebuah perusahaan. Dalam Metode ZIP jumlah pekerja tiap bulan berbeda satu dengan yang lain karena dalam Metode ZIP jumlah pekerja disesuaikan dengan kebutuhan yang ada berdasarkan pembagian antara jumlah demand dengan jumlah unit yang dapat diproduksi oleh satu pekerja sehingga apabila jumlah pekerja yang ada terlalu banyak untuk target pada bulan berikutnya akan ada beberapa pekerja yang harus dipecat dan sebaliknya. Dalam metode ini diperlukannya biaya

hiring, biaya firing, dan biaya tersebut adalah biaya gaji pekerja yang diberikan kepada pekerja tiap bulan. Selain biaya-biaya tersebut terdapat biaya holding inventory. Berdasarkan data yang telah diperoleh dan diolah, dapat dinyatakan bahwa metode ZIP ini memiliki jumlah ending inventory yang lebih kecil jumlahnya. Kelebihan metode ini adalah meminimalkan jumlah inventory

tetapi kekurangan pada metode ini adalah adanya penyesuaian jumlah pekerja

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(4)

tiap bulan. Secara keseluruhan, total cost yang diperoleh dalam metode ini adalah sebesar $ 1.894.784,00 yang berasal dari jumlah dari biaya total hiring

($ 78.000,00), total firing ($ 118.800,00), total inventory ($ 4.384,00), dan

totalwage ($ 1.693.600,00).

Metode selanjutnya adalah Metode Constants Workforce Plan (CWP).

Metode ini tidak sama seperti Metode Zero Inventory Plan dimana pada metode ini hiring dan firing pekerja tidak dilakukan setiap bulan, dalam metode ini jumlah pekerja selama 12 bulan yang akan datang merupakan rasio terbesar dalam perhitungan selama 12 bulan. Rasio terbesar dalam metode ini adalah sebesar 154 sehingga diibaratkan bahwa selama 12 bulan kedepan, jumlah pekerja yang ada adalah 154 walaupun sebenarnya jumlah pekerja yang dibutuhkan tidak sebesar itu. Tidak ada hiring dan firing pekerja dalam metode ini sehingga biaya hiring dan firing yang dikeluarkan akan lebih kecil dari Metode ZIP, akan tetapi hal ini tentu membawa dampak buruk yang berujung pada ending inventory yang bernilai sangat besar. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak pekerja akan semakin banyak gaji yang harus diberikan sehingga nilai ending inventory akan bertambah dan akan mengakibatkan total cost yang semakin besar. Kelebihan pada metode ini adalah mengurangi proses

hiring dan firing pekerja, tetapi kelemahan pada metode ini adalah jumlah pekerja yang ada sesuai dengan rasio terbesar sehingga membuat biaya gaji menjadi besar. Berdasarkan data yang telah diperoleh dan diolah pada bab sebelumnya dapat dinyatakan bahwa total cost yang diperoleh adalah sebesar $ 3.890.168,00 yang berasal dari jumlah dari biaya total hiring ($ 41.600,00),

total firing ($ 0), total ending inventory ($ 475.968,00), dan total wage ($ 3.372.600,00). Dapat dilihat bahwa total cost pada Metode CWP lebih besar dari pada Metode ZIP.

Metode Mixed Strategies dibagi menjadi dua yaitu Metode Overtime and Backorder dan Metode Overtime and Subcontract. Metode Overtime and Backorder merupakan metode penggabungan antara Overtime dan Backorder

dimana Overtime merupakan metode dimana para pekerja lembur atau melebihi batas waktu jam kerja yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan

demand yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah produksinya sedangkan metode Backorder adalah ketika demand yang diminta lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi sehingga membuat perusahaan tidak dapat memenuhinya maka perusahaan akan membuat pesanan tersebut pada produksi selanjutnya. Hal tersebut menyebabkan perusahaan membayar biaya lembur pekerja diluar biaya gaji dan biaya backorder. Pada Metode Overtime and Backorder jumlah pekerja dianggap tetap yaitu 50 sehingga tidak dibutuhkan biaya penyewaan dan pemecatan pekerja. Jumlah inventory yang ada adalah sebesar 70 karena produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan demand, jadi nilai ini didapat dari expected ending inventory pada soal. Kelebihan pada metode ini adalah tidak adanya proses pemecatan dan penyewaan pekerja tetapi kelemahan pada metode ini adalah pekerja yang ada diharuskan lembur dan dengan adanya backorder perusahaan harus membayar biaya backorder. Secara keseluruhan, total cost yang diperoleh dalam metode ini adalah sebesar $ 2.561.132,00 yang berasal dari jumlah dari biaya total overtime cost ($ 508.950,00), total backorder cost ($ 1.046.622,00), total inventory ($ 560,00), dan totalwage ($ 1.095.000,00).

Metode selanjutnya adalah Metode Overtime and Subcontract. Metode


(5)

Practicum Term Project 60 Production & Operation Analysis (ISYE6101)

Overtime and Subcontract adalah ketika pekerja yang bekerja melebihi batas jam kerjanya tetapi demand tetap tidak dapat dipenuhi maka perusahaan

membuat kontrak dengan perusahaan lain untuk memenuhi demand yang ada.

Pada metode ini jumlah pekerja tidak berubah yaitu 50 untuk 12 bulan sehingga tidak diperlukannya biaya hiring dan firing tetapi diperlukan biaya lembur pekerja dan biaya kontrak untuk perusahaan lain. Kelebihan pada metode ini adalah tidak adanya proses firing dan hiring pekerja tetapi kelemahan pada metode ini adalah pekerja yang ada diharuskan lembur dan dengan adanya subcontract dengan perusahaan lain perusahaan harus membayar biaya subcontract. Secara keseluruhan, total cost yang diperoleh dalam metode ini adalah sebesar $ 1.536.688,00 yang berasal dari jumlah dari biaya total overtime cost ($ 283.400,00), total subcontract cost ($ 150.280,00),

total inventory ($ 8.008,00), dan totalwage ($ 1.095.000,00).

Integrated Industrial Engineering Laboratory Industrial Engineering Department BINUS University


(6)

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved from http://www/feifeimix.taobao.com

Chopra, S., & Meindl, P. (2010). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation 4th edition. New Jerey: Prentice Hall.

Ivanov, D., Tsipoulanidis, A., & Schönberger, J. (2016). Global Supply Chain and Operations Management: A Decision-Oriented Introduction to the Creation of Value. New York: Springer.

Magad, E. L. (2013). Total Materials Management: The Frontier for Maximizing Profit in the 1990s. New York: Springer Science & Business Media.

Nahmias, S. (2009). Production and Operations Analysis 6th edition. USA: McGraw Hill.

Nahmias, S. (2015). Production and Operations Analysis (th ed.). North America: McGraw Hill.

Reid, W. J., & Sanders, N. R. (2010). Operations Management 4th edition. New York: John Wiley.

Render, B., Stair, R. M., & Hanna, M. E. (2009). Quantitative Analysis for Management 4th edition. New Jersey: Pearson.

Shapiro, J. F. (2007). Modeling the Supply Chain 2nd edition. USA: Thompson. Stevenson, W. J., & Chuong, S. C. (2014). Operations Management. Singapore: