II.6 Tipe – Tipe Sambungan
Berikut ini dapat dilihat beberapa tipe sambungan antara lain :
Gambar 2.6 Tipe sambungan a single web – angle dan b single plate
Gambar 2.7 Tipe sambungan double web – angle
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle.
Gambar 2.9 Tipe sambungan top –and seat-angle
Gambar 2.10 Tipe sambungan header plate
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Tipe sambungan extended end-plate a extended on tension side
only b extended on tension and compression sides
Gambar 2.12 Tipe sambungan flush end-plate
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Pengaruh deformasi elastis terhadap sambungan top-and seat-angle
dengan double web angle
Sebagai gambaran, dibawah ini dapat dilihat pengaruh terjadinya mekanisme collapse pada sambungan dengan tipe seperti diatas akibat
M
Sambungan
M
Kapasitas Plastis
II.7 Jenis – jenis alat penyambung
Didalam suatu struktur konstruksi yang menggunakan alat penyambung dapat digunakan dengan menggunakan alat sambung seperti : baut bolt , paku
keling rivet dan las welded . Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya alat sambung baut dan las.
Universitas Sumatera Utara
II.8 Baut Bolt
Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja baja, baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut
merupakan alat sambung yang paling sering digunakan.Selain baut mutu tinggi, juga ada jenis baut lain yang masih digunakan sebagai alat penyambung. Adapun
jenis baut yang dimaksud antara lain : a
Baut Hitam Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM
A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena jumlah baut
yang dibutuhkan pada sambungan cukup banyak. Pemakaian baut ini biasanya digunakan pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku,
anjungan platform , jalan haluan cat walk , gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat
statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las.
Baut hitam yang tidak dihaluskan kadang-kadang disebut dengan baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala atau murnya dapat
berbentuk bujur sangkar. b
Baut Sekrup Turned Bolt Baut ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan
toleransi yang lebih kecil sekitar 150 inchi bila dibandingkan dengan baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan
baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini
Universitas Sumatera Utara
bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali
digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.
c Baut bersisip
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersisip tealah lama
dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang
tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang realatif erat. Jenis
baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu bearing dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti bolak – balik .
Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan adlam menghitung kekuatan baut adalah :
1. Tegangan geser yang diijinkan :
σ τ
. 6
, =
2. Tegangan tarik yang diijinkan :
σ τ
. 7
, =
trk
3. Tegangan tumpu yang diijinkan :
Untuk s1 ≥ 2.d
σ σ
. 5
, 1
=
tu
Untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2.d
σ σ
. 2
, 1
=
tu
Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu
Universitas Sumatera Utara
menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring
harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.
Penentuan ukuran elemen struktur tarik merupakan salah satu masalah yang sederhana yang sering dijumpai oleh perencana struktur. Sekalipun demikian
perencana harus berhati-hati dalam desain dan pendetailan hubungan connectios elemen struktur. Telah banyak kegagalan structural yang diakibatkan oleh
buruknya detail titik hubung elemen struktur tarik. Elemen struktur tarik tidak menimbulkan masalah stabilitas seperti pada balok dan kolom. Beban tarik yang
bekerja pada sumbu longitudinal elemen cenderung menahan elemen itu pada garis longitudinal. Jadi, elemen tarik pada umumnya tidak memerlukan bracing
yang biasanya diasosiasikan pada balok dan kolom. Pada elemen struktur tarik, potensi untuk runtuh secara tiba-tiba hanya dapat terjadi apabila ada
ketidakcukupan, misalnya perlemahan di titik hubung. Yang paling penting diperhatikan dalam pemillihan elemen struktur tarik
adalah konfigurasi penampang melintang sehingga titik-titik hubungnya sederhana dan efisien. Titik hubung itu juga harus dapat meneruskan beban ke elemen
strukturnya dengan eksentrisitas sekecil mungkin. Contoh-contoh elemen struktur tarik dapat dijumpai pada banyak struktur
misalnya pada penggantung untuk catwalks, pada strukturr rangka batang, kabel untuk tumpuan atap, sag rods, dan berbagai jenis brace pengekang . Elemen
bracing kecil dapat berupa batang baja bulat berulir atau elemen flexible, misalnya kabel atau kawat.Siku tunggal, siku rangkap, bentuk T, dan kanal juga dapat
Universitas Sumatera Utara
An P
tr t
.
σ
=
digunakan sebagai elemen struktur tarik. Batang tarik pada rangka batang besar dapat terdiri atas profil-profil IWF atau terdiri atas elemen tersusun.
1. Tegangan Tarik Rumus tegangan tarik merupakan dasar perhitungan analisis dan desain
elemen struktur tarik. Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Atau untuk kapasitas tarik :
Dimana σtr = tegangan tarik yang dihitung
P = gaya aksial yang dialami
Pt = kapasitas gaya tarik aksial gaya tarik aksial izin maksimum
tr
σ = tegangan tarik aksial izin An
= Luas netto penampang melintang elemen struktur yang dibebani Gaya Aksial.
2. Luas Bersih Luas Netto Luas netto An diilustrasikan pada gambar diatas dan luas ini secara
logis merupakan luas yang secara actual mengalami tagangan tarik . Luas netto dapat divisualisasikan dengan membayangkan bahwa elemen struktur tarik itu
mengalami keruntuhan di sepanjang garis.Jadi luas netto yang dimaksud adalah seperti yang diperlihatkan dengan arsiran pada gambar 2.14 Yaitu ;
An = Luas brutto – luas lubang
An P
tr
=
σ
An = b.t – n.d.t
Universitas Sumatera Utara
Dimana : b = lebar pelat
t = tebal pelat d = diameter perlemahan, dengan :
d = diameter baut + 1 mm untuk baut hitam d = diameter baut + 2 mm untuk baut mutu tinggi
n = jumlah baut pada garis keruntuhan
Gambar 2.14 Luas Netto Penampang batang
Rumus tegangan dapat digunakan untuk elemen struktur homogen yang dibebani aksial tarik. Penggunaannya didasarkan atas asumsi bahwa tegangan
tarik terdistribusi secara merata pada potongan netto elemen tarik, tidak peduli dengan adanya pemutusan tegangan besar yang mungkin terjadi di sekitar lubang
elemen struktur tarik. Baja struktur yang umum digunakan biasanya cukup daktail hingga struktur itu dapat mengalami leleh dan redistribusi tegangan. Hal
ini akan megakibatkan distribusi tegangan yang merata pada saat beban batas. Dari contoh pada gambar 2.14, luas netto kritis dimana keruntuhan dapat
terjasi secara logis adalah mudah ditentukan. Namun dalam banyak keadaan lain,
Universitas Sumatera Utara
susunan baut dapat menyebabkan garis keruntuhan tidak melintang, tetapi mempunyai bentuk seperti terlihat pada gambar 2.15. Situasi ini dapat terjadi
apabila alat penyambung diatur untuk mengakomodasikan ukuran aau bentuk titik hubung yang diiginkan. Perhatikan bahwa dalam gambar 2.15 ada 2 dua garis
keruntuhan yang melintasi lebar pelat, yang maing-masing dapat didefenisikan dengan garis ABCD dan ABE.
Gambar 2.15 Baut yang terletak menyerong
Jarak antara lubang – lubang yang tegak lurus terhadap gaya tarik didefenisikan dengan gage distance g dan jarak antara lubang-lubang yang
sejajar terhadap gaya tarik didefenisikan dengan pitch atau spacing s . Untuk harga s yang lebih besar, garis ABE akan merupakan garis keruntuhan yang lebih
kritis, karena luas netto yang lebih kecil. Untuk harga s yang lebih kecil, garis ABCD akan lebih kritis. Pada kenyataaanya, baik gage distance maupun spacing
sangat mempengaruhi masalah ini. Suatu kombinasi antara tegangan tarik dan geser dapat terjadi pada garis miring BC dan garis keruntuhan ABCD. Adanya
interaksi anatara kedua jenis tegangan ini merupakan masalah teoritis yang cukup rumit. Apabila garis keruntuhan mengandung garis-garis diagonal, lebar netto
Universitas Sumatera Utara
bagian tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan lebar brutto dari diameter semua lubang di sepanjang garis keruntuhan, dan untuk setiap garis diagonal
menambahkan besaran : s
2
4g , dimana s dam g adalah besaran yang telah didefenisikan diatas. Jadi, untuk lebar netto w
n
dapat dituliskan dengan persamaan.
Dimana Wg menunjukka n lebar brutto. Rumus diatas untuk Wn akan lebih sederhana apabila digunakan pada elemen struktur yang tebalnya konstan. Apabila
rumus itu dikalikan dengan tebal t, akan menjadi :
∑ ∑
+ −
= g
t S
dt Wgt
Wnt 4
2
Atau , karena Wnt = An dan Wgt = Ag maka :
∑ ∑
+ −
= g
t S
dt Ag
An 4
2
Rumus terakhir untuk An sangat berguna karena rumus ini memberikan luas netto secara langsung, dan juga dapat diterapkan pada elemen struktur yang
tidak mempunyai tebal konstan. Dalam menentukan luas netto kritis dimana terdapat banyak garis keruntuhan yang mungkin, maka luas netto kritis yang harus
dipakai adalah luas netto yang terkecil. Dari luas terkecil tersebut dibandingkan terhadap Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia PPBBI 1983 pada
bab 3 pasal 3.2 3 disebutkan bahwa ‘‘dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 luas penampang utuh’’, hal ini berarti:
∑ ∑
+ −
= g
S d
Wg Wn
4
2
An = 0,85 Ag
Universitas Sumatera Utara
Dari perbandingan tersebut, maka luas netto yang dipakai adalah yang terkecil.
II.9. Analisa baut memikul Momen, Lintang dan Normal