Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung di Desa Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tobasa

39

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. “Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Organik”.
www.lestarimandiri.org [Diakses pada bulan Maret 2015].
Hamid, A. Y. Nuryani. 1992. Kumpulan Abstrak Seminar dan Lokakarya
Nasional Etnobotani, Bogor. P. 1. Dalam S. Riyadi, A. Kuncoro, dan
A.D.P. Utami. Tumbuhan Beracun. Balittas. Malang.
Hanenson, I. B. 1980. Clinical Toxicology. Toronto : JB Lippincot Company.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Methods
oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung.
Hal 47-245.
Indriyanto.2006.Ekologi Hutan.Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta.
Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati. Ramuan dan Aplikasi. Cetakan V. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Penuntun Praktikum Kimia Bahan Alam. 2010. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Prakash, A. dan J. Rao. 1997. Tetranortriterpenoids from Azadirachta indica.
Phytochemistry Volume 46, No. 3, pp. 555-558. Great Britain : Elsevier
Science Ltd.
Riza, V. dan Tahjadi. 2001. Alternatif Pengendalian Hama. Jakarta : PAN

Indonesia.
Samsudin. 2008. “Pengendalian Hama dengan Insektisida Botani”. Lembaga
Pertanian Sehat. www.pertaniansehat.or.id. [Diakses pada bulan Mei
2015].
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2012.“Racun Alami pada Tanaman
pangan”.www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunalamitanam
an.pdf.
Soehardjan, M. 1993. “Penggunaan, Permasalahan serta Prospek Nabati dalam
PHT”. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati, Bogor 1-2 Desember 1993. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta : Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Soetarahardja, S. 1997. Inventarisasi Hutan. Bogor : IPB Press.
Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang : UMM
Press.

Universitas Sumatera Utara

8


METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Juni-Juli 2015 di Kawasan Hutan Lindung Lumban
Julu, Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara. Pengidentifikasian
jenis tumbuhan beracun dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam,
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalkulator, kamera, GPS
(Global Positioning System), kompas, kantung plastik, kertas label, parang, meteran, tali,
tabung reaksi, beaker glass, dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : HCl 2 N, HCl 10%,
Pereaksi Lieberman-Bouchard, Pereaksi Wagner, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff,
Pereaksi Salkowsky, Cerium Sulfat 1%, H2SO4 10%, NaOH 10%, FeCl3 1%, Mg-HCl
cair, alkohol-air dan metanol.
Prosedur Penelitian
A. Aspek Pengetahuan Lokal
Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan
beracun yang diketahui masyarakat di Hutan Lindung di Kecamatan Lumban Julu.
Informasi kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar desa Lumban

Julu dan pemandu lapangan lokal sebanyak 3 orang. Data yang diperoleh dari hasil
wawancara bersama informan kunci ditabulasikan dan di analisa secara deskriptif.
B. Aspek Keanekaragaman
Pengumpulan data tumbuhan beracun dilakukan dengan menggunakan metode
sampling plot dimana penentuan titik awal ditentukan dengan metode

purposive

Universitas Sumatera Utara

9

sampling atau sampling pertimbangan, yaitu berdasarkan tempat yang dianggap banyak
tanaman beracunnya. (Soetarahardja,1997).
Luas total hutan lindung Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir adalah 13000
ha.Intensitas sampling sebesar 0.5%, jadi luas kawasan yang di teliti adalah 65 ha, dan
jumlah plot yang dibuat sebanyak 1040 plot. Pengumpulan data analisis vegetasi
tumbuhan aromatik menggunakan metode purposive sampling dengan plot lingkaran
berdiameter 25,2


m, luas plot lingkaran 0,05 ha (Soetarahardja, 1997). Desain plot

tumbuhan beracun disajikan pada Gambar 1.

D= 25,2 m

L= 0,05Ha

100 m
Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Beracun
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:
a. Kerapatan Suatu Jenis (K)
Σ Individu
K=
Luas petak contoh
b. Kerapatan Relatif Suatu Jenis (KR)
K suatu jenis
KR =

x 100 %

K total seluruh jenis

c. Frekuensi Jenis (F)
Σ Sub petak ditemukan suatu spesies
F=

Σ Seluruh sub petak contoh

d. Frekuensi Relatif (FR)
F suatu jenis
FR =

x 100%
F total seluruh jenis

Universitas Sumatera Utara

10

e. Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR
f.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner
Indeks keanekaragaman yang dapat digunakan dalam analisis komunitas
tumbuhan adalah indeks Shanon atau Shanon Indeks of General Diversity (H’).
Rumus Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner atau Shanon Indeks of General
Diversity (H’) :




� = − �(��/�) ln (��/�)
�=1

Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
Ni = Jumlah individu dari suatu jenis i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Kriteria nilai H’ yang digunakan adalah :

a. Nilai H' ≥ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah melimpah tinggi
b. Nilai H’ = 2-3

menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu

transek sedang melimpah
c. Nilai H’ < 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek
adalah sedikit atau rendah. (Indriyanto,2006)
3. Aspek Fitokimia
Aspek fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit sekunder
yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan
senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan
saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Penuntun Praktikum
Kimia Bahan Alam (2010) adalah sebagai berikut:
a.

Pengujian Alkaloid

Universitas Sumatera Utara


11

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 gram.
Selanjutnya direndam dengan HCl 2 N dan dipanaskan di atas penangas air selama 2 jam
pada suhu 60oC. Hasilnya didinginkan dan disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :


Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Maeyer. Jika
mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan
menggumpal berwarna putih kekuningan.



Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff.
Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk
endapan berwarna merah bata.




Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardart.
Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk
endapan berwarna cokelat kehitaman.



Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner. Jika
mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan
berwarna cokelat

Universitas Sumatera Utara

12

HCl 2 N

Sampel (10 gr)

Pemanasan
2 jam (60oC)


Pendinginan

Penyaringan

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Maeyer
(2 tetes)

Filtrat

Filtrat (3 tetes)

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi
Dragendorff

Pereaksi

Bouchardart

Pereaksi Wagner
(2 tetes)

Pengendapa

Pengendapa

Pengendapa

Endapan
merah bata

Endapan cokelat
kehitaman

Endapan
cokelat

Filtrat (3 tetes)

Pengendapa

Endapan putih
kekuningan

b.

Gambar 2. Skema Pengujian Alkaloid

Pengujian Terpen
Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Selanjutnya

ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan
10 ml metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air kemudian
disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :


Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi Lieberman-Bouchard
(20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat). Jika mengandung senyawa

Universitas Sumatera Utara

13

golongan terpen maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hijau
kebiru-biruan.



Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes pereaksi Salkowsky. Jika
mengandung senyawa golongan terpen maka akan tampak perubahan
warna larutan menjadi warna merah pekat.



Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan CeSO4 1% dalam
H2SO4 10%. Jika mengandung senyawa golongan terpen maka akan
tampak perubahan warna larutan menjadi warna cokelat.
Sampel (2-3 gram)

Ekstrak

Metanol (10 mL)

Pemanasan
(15 menit)
Penyaringan

Filtrat (1 tetes)

Pereaksi Lieberman-Bouchard
(3 tetes)

Larutan hijau kebiru-biruan

Filtrat (1 tetes)

Pereaksi Salkowsky
(3 tetes)

Larutan merah pekat

Filtrat

Filtrat (1 tetes)

CeSO4 1% dalam
H2SO4 10% (3 tetes)

Larutan cokelat

Gambar 3. Skema Pengujian Triterpen-Steroid

Universitas Sumatera Utara

14

c.

Pengujian Flavonoid
Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-4 gr, dimasukkan ke dalam beaker glass dan
diekstraksi dengan 20 ml metanol. Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas
maupun dingin kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut:
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika
mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna
larutan menjadi warna hitam.
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan NaOH 10%. Jika
mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna
larutan menjadi warna ungu kemerahan.
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes Mg-HCl encer. Jika
mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna
larutan menjadi warna merah jambu.
• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan H2SO4. Jika
mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna
larutan menjadi warna merah intensif.

Universitas Sumatera Utara

15

Sampel (2-4 gram)

Ekstrak

Metanol (20 mL)

Penyaringan

Filtrat (1 tetes)

FeCl3 1%
(3 tetes)

NaOH 10%
(3 tetes)

Mg-HCl cair
(3 tetes)

H2SO4
(3 tetes)

Warna hitam
/ kehitaman

Warna ungu
kemerahan

Warna merah
muda

Warna jingga
kekuningan

Gambar 4. Skema Pengujian Flavonoid
d.

Pengujian Saponin
Sampel diekstraksi dengan alkohol-air di atas penangas air. Ekstrak

dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya
dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1
menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3
tetes HCl 10%.

Universitas Sumatera Utara

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Pengetahuan Lokal
Aspek pengetahuan lokal berhubungan dengan pengetahuan masyarakat
lokal mengenai jenis tumbuhan yang diteliti. Informasi kunci yang dipilih dalam
penelitian ini adalah masyarakat sekitar Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan
Lumban Julu. Masyarakat lokal sudah sering melihat dan mengerti jenis
tumbuhan yang berada di kawasan Hutan Lindung sehingga dapat mempermudah
dalam pengenalan dan pengambilan sampel.
Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat yaitu Bapak
Manurung dan Bapak Purba, maka diperoleh informasi bahwa beberapa jenis
tanaman yang mengandung racun. Nama lokal tumbuhan beracun yang diperoleh
antara lain Demban-demban, Si Ulat-ulat, Ria-ria, Gala-gala, Keladi, Gulun, Bulubulu, Sitorhom, Mesoyi, Latong andosari, Andor, Raso, Linggas dan Sijubbak.
Ciri-ciri tanaman beracun yang diberikan oleh informan kunci dijelaskan kepada
pemandu di Hutan Lindung Lumban Julu sehingga jenis ini dapat dikenali pada
saat eksplorasi.
Berdasarkan informasi ini maka tumbuhan yang ditemukan di lapangan
tersebut kemudian dijadikan sampel pada saat eksplorasi. Tanaman lain yang
dicurigai mengandung racun berdasarkan aroma, warna, ciri fisik dan kandungan
getahnya juga ikut dijadikan sampel untuk selanjutnya diuji di Laboratorium
Kimia Bahan Alam, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

17

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Lumban
Julu, Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir.
Jenis-jenis tumbuhan beracun yang ditemukan dari penelitian yang
dilakukan di Hutan Lindung Lumban Julu ada 14 jenis tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan obat beracun telah ditemukan dari penelitian yang dilakukan
dideskripsikan sebagai berikut.
1. Demban-demban (Licaria sp.)
Demban-demban (Licaria sp) tumbuh secara

liar di bawah naungan

dengan tanah kaya akan humus dan kondisi cukup lembab. Daun berbentuk oval
dengan tulang daun menyirip. Daun berpasang- pasangan dengan ujung daun
tunggal. Lapisan daun tidak terlalu tebal dan permukaan daun tidak memiliki
bulu. Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi.
Kandungan kimia yang terkandung pada daun Demban-demban (Licaria
sp.) adalah dari golongan terpen / steroid dan alkaloid (Tabel 2).

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Laurales

Famili

: Lauraceae

Genus

: Licaria

Spesies

: Licaria sp

Gambar 5. Licaria sp

Universitas Sumatera Utara

18

2. Siulat-ulat (Syzygium sp)
Pohon salam tumbuh di ketinggian 5 m sampai 1.000 m di atas permukaan
laut. Tumbuhan salam merupakan pohon atau perdu, memiliki tinggi berkisar
antara 5 m hingga 12 m dan biasanya tumbuh liar di hutan. Tumbuhan salam
termasuk dalam tumbuhan menahun atau tumbuhan keras karena dapat mencapai
umur bertahun-tahun. Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi.
Kandungan kimia daun Siulat-ulat (Syzygium sp) adalah senyawa
golongan flavonoid, senyawa golongan terpen dan senyawa golongan alkaloid
(Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Spesies

: Syzygium sp

Gambar 6. Syzygium sp

3. Pandan duri (Pandanus sp.)
Pandanus umumnya merupakan pohon atau semak yang tegak, tinggi 3 –
7 m,bercabang, kadang-kadang batang berduri, dengan akar tunjang sekitar
pangkal batang. Tumbuh secara liar di tempat terbuka dengan tanah kaya akan
humus dan kondisi cukup lembab. Daun umumnya besar, panjang 2 - 3 m, lebar 8
– 12 cm; ujung daun segitiga lancip-lancip; tepi daun dan ibu tulang daun bagian

Universitas Sumatera Utara

19

bawah berduri, tekstur daun berlilin, berwarna hijau muda hijau tua. Bunga jantan
dan betina terdapat pada tumbuhan yang berbeda. Buah letaknya terminal atau
lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar
Kandungan kimia yang terkandung pada daun Pandan duri (Pandanus sp.)
adalah senyawa golongan terpen, dan senyawa golongan flavonoid, (Tabel 2).

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledonea

Ordo

: Pandanales

Famili

: Arecaceae

Genus

: Pandanus

Spesies

: Pandanus sp

Gambar 7. Pandan Duri (Pandanus sp)

4. Ria-ria (Eleusine sp).
Tumbuh secara liar di areal yang dekat dengan sumber air dan biasanya
tumbuh pada daerah terbuka atau tidak tumbuh di bawah naungan, dengan tanah
kaya akan humus dan kondisi cukup lembab.
Daun berbentuk seperti pita. Tulang daun sejajar. Permukaan daun tidak
halus dan terdapat bulu- bulu daun. Sistem perakaran serabut dan warna akar
cokelat muda.

Universitas Sumatera Utara

20

Kandungan kimia yang terkandung pada daun Ria-ria (Eleusine sp) adalah
senyawa golongan alkaloid dan senyawa golongan terpen (Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Genus

: Eleusine

Spesies

: Eleusine sp

Gambar 8. Ria-ria (Eleusine sp)

5. Gala-Gala (Eurycoma longifolia Jack.)
Gala-Gala (Eurycoma longifolia Jack.) tumbuh di tempat yang bersinar
matahari ataupun yang sedikit rindang dan tidak terlalu lembab. Daunnya tunggal
berbentuk bulat telur, panjang 2-20 m, lebar 1-8 cm, berhadapan, ujung dan
pangkal runcing, tepi rata, berbulu, hijau. Bunga majemuk, kelopak berlekatan,
berbulu, bagian ujung pendek dari pangkal, ujung meruncing, daun pelindung
bersisik, ungu kemerahan.
Kandungan kimia pada daun Gala-Gala (Eurycoma longifolia Jack.)
adalah senyawa golongan terpen, dan senyawa golongan alkaloid (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

21

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Sapindales

Family

: Simaroubaceae

Genus

: Eurycoma

Spesies

: Eurycoma longifolia Jack

Gambar 9. Gala-gala (Eurycoma longifolia Jack.)
6. Keladi (Caladium sp)
Keladi (Caladium sp) tumbuh secara liar di bawah naungan dengan tanah
kaya akan humus dan kondisi cukup lembab Daunnya berbentuk jantung/ hati.
Permukaan daun licin dan pada permukaan daun terdapat lapisan lilin. Bunga
berbentuk untaian bunga bersusun, bunganya muncul pada pucuk tangkai batang
serta akarnya serabut.
Kandungan kimia yang terdapat pada daun Keladi (Caladium sp) senyawa
golongan terpen (Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Alismatales

Family

: Araceae

Genus

: Caladium

Spesies

: Caladium sp.

Gambar 10. Keladi (Caladium sp)

Universitas Sumatera Utara

22

7. Mesoyi (Cryptocarya sp)
Mesoyi (Cryptocarya sp) merupakan tumbuhan perdu tegak, tinggi 0,5-4m
dan tumbuh liar pada tempat yang mendapat cukup sinar matahari dan tidak
terlalu gersang di daerah rendah samapai ketinggian 1500 mdpl.
Daun berbentuk bundar telur dan meruncing kearah daun. Daun duduk
melingkar ataupun berlawanan. Daun berbentuk bundar telur dan meruncing
kearah daun. Daun duduk melingkar ataupun berlawanan. Bunga mempunyai
tangkai panjang ± 10 cm. Bunga pada umumnya muncul di dekat pangkal daun.
Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran serabut.
Kandungan kimia yang terdapat pada daun Mesoyi (Cryptocarya sp)
adalah senyawa golongan terpen dan senyawa golongan alkaloid (Tabel 2)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Laurales

Family

: Lauraceae

Genus

: Cryptocarya

Spesies

: Cryptocarya sp

Gambar 11. Mesoyi (Cryptocarya sp)

Universitas Sumatera Utara

23

8. Gulun (Ficus lepicarpa Blume)
Gulun (Ficus lepicarpa Blume) merupakan Daun spiral teratur, berbentuk
lanset. Tulang daun berbentuk menyirip. Permukaan daun tipis dan licin pada
kedua permukaannya. Tanaman beringin memiliki buah tunggal berbentuk bulat
berwarna hijau tua. Biji tunggal terdapat di dalam buah. Tanaman ini termasuk
tanaman dengan biji berkeping dua (dikotil). Tanaman beringin memiliki dua jenis
akar. Akar utama sama dengan jenis tanaman lainnya yaitu di bawah permukaan
tanah. Akar ini berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Selain itu
akar ini juga membantu tanaman agar tetap dapat tumbuh dan berkembang. Akar
yang lain berupa akar gantung dan berada di atas permukaan tanah. Akar menjulur
dan jatuh dari batang tanaman. Akar ini berfungsi untuk membantu respirasi
tanaman.
Kandungan kimia pada daun Gulun (Ficus lepicarpa Blume) yang
terkandung adalah senyawa golongan terpen, senyawa golongan alkaloid dan
senyawa golongan flavonoid (Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Rosales

Famiy

: Moraceae

Genus

: Ficus

Spesies

: Ficus lepicarpa Blume

Gambar 12. Gulun (Ficus lepicarpa Blume)

Universitas Sumatera Utara

24

9. Bulu-bulu (Leea simplicifolia Zoll)
Daun berbentuk lanset. Tepi daun rata dan ujung daun runcing dan untuk
pangkal daun berbentuk tumpul. Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi.
Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang
Kandungan kimia Bulu-bulu (Leea simplicifolia Zoll) yang terkandun g
pada daunnya adalah senyawa golongan terpen dan senyawa golongan alkaloid
(Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Vitales

Famili

: Vitaceae

Genus

: Leea

Spesies

: Leea simplicifolia Zoll

Gambar 13. Bulu-bulu (Leea simplicifolia Zoll)

10. Sijubbak (Homalanthus populneus (Giesel) Pax.)
Daun tunggal, tersusun spiral, berbentuk hati, tebal, mempunyai tangkai
yang cukup panjang. Bunga berupa bulir dan berwarna putih kekuningan. Tipe
perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang
Kandungan kimia Sijubbak (Homalanthus populneus (Giesel) Pax.) pada
daunnya adalah senyawa golongan terpen, senyawa golongan alkaloid (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

25

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Homalanthus

Spesies

: Homalanthus

populneus (Giesel) Pax
Gambar 14. Sijubbak (Homalanthus populneus (Giesel) Pax.)

11. Latong Andosari (Alstonia scholaris L.R. Br.)
Latong Andosari (Alstonia scholaris L.R. Br.) tumbuh mulai dari
ketinggian 10-1250 mdpl dengan kondisi tanah yang agak lembab. Daun tunggal,
tersusun melingkar 4-9 helai, bertangkai dengan panjang 7,5-15 mm, bentuknya
lonjong sampai lanset atau lonjong sampai bulat telur sungsang, permukaan atas
licin, permukaan bawah buram, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10-23
cm, lebar 3-7,5 cm , warna hijau. Perbungaan majemuk tersusun mulai yang
bergagang panjang, keluar dari ujung tungkai. Bunga wangi berwarna hijau terang
sampai putih kekuningan. Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe akar tunggang.
Kandungan kimia yang terdapat pada daun Latong Andosari (Alstonia
scholaris L.R. Br.) adalah senyawa golongan terpen, senyawa golongan flavonoid,
senyawa golongan alkaloid dan senyawa golongan saponin.

Universitas Sumatera Utara

26

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianales

Famili

: Apocynaceae

Genus

: Alstonia

Spesies

: Alstonia scholaris L.R Br

Gambar 15. Latong Andosari (Alstonia scholaris L.R.Br)

12. Andor (Dioscorea sp.)
Andor (Dioscorea sp.) merupakan tumbuhan perdu yang tumbuh
memanjat dan mencapai ketinggian 3-10 m. Daun majemuk, bertangkai, beranak
daun tiga (trifoliolatus), warna hijau, panjang 20-25 cm, lebar 1-12 cm, helaian
daun tipis melemas, bentuk lonjong, ujung meruncing (acuminatus), pangkal
tumpul (obtusus), tepi rata, pertulangan melengkung, permukaan kasap. Bunga
majemuk, bentuk bulir, dan muncul dari ketiak daun. Tipe perakaran tumbuhan
ini adalah tipe perakaran serabut.
Kandungan kimia pada daun Andor (Dioscorea sp.) adalah senyawa
golongan flavonoid, senyawa golongan terpen, senyawa golongan alkaloid dan
senyawa golongan saponin (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

27

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Liliales

Famili

: Dioscoreaceae

Genus

: Dioscorea

Spesies

: Dioscorea spp

Gambar 16. Andor (Dioscorea sp.)

13. Sitorhom (Eugenia sp.)
Kuncup daunnya di ujung ranting terlindungi oleh sepasang daun
penumpu yang lekas rontok, meninggalkan bekas berupa cincin di buku-buku
rantingnya. Serta, tulang daun lateral yang pertama cenderung lurus dan
menyudut terhadap ibu tulang daun di bagian pangkal daun; membentuk pola tiga
cabang (tri-veined) yang khas. Daun tunggal, bersilang berhadapan, tanpa daun
penumpu. Bunga banci. Atinomorf, kelopak dan mahkota 4-5, berlekatan,
benang sari banyak, satu putik. Biji sedikit atau tanpa endosperm. Tipe perakaran
tumbuhan ini adalah perakaran tunggang.
Kandungan kimia Sitorhom (Eugenia sp.) yang terkandung pada daunnya
adalah senyawa golongan terpen, senyawa golongan flavonoid dan senyawa
golongan saponin (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

28

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Eugenia

Spesies

: Eugenia sp

Gambar 17. Sitorhom (Eugenia sp.)

14. Linggas (Baringtonia sp.)
Daun berbentuk membulat telur sungsang atau lonjong, membulat telur
sungsang. Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi. Tipe perakaran
tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang. .
Kandungan kimia yang terdapat pada daun Linggas (Baringtonia sp.)
adalah senyawa golongan terpen, dan senyawa saponin (Tabel 2).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Lecythidales

Famili

: Lecythidaceae

Genus

: Barringtonia

Spesies

: Baringtonia sp

Gambar 18. Linggas (Baringtonia sp.)

Universitas Sumatera Utara

29

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Lumban
Julu, Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir.
Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Lumban Julu,
Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir ada 14 jenis tumbuhan. Data
analisis tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Data Analisis Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Lumban Julu
Jenis Tumbuhan

K ind/ha

KR (%)

F

FR (%)

INP

H'

Demban-demban
Siulat-ulat
Raso
Ria-ria
Gala-gala
Keladi
Mesoyi
Gulun
Bulu-bulu
Sijubbak
Latong Andosari
Andor
Sitorhom
Linggas
Total

802.3976
722.158
1023.057
501.4985
702.0979
2266.773
1103.297
782.3376
601.7982
561.6783
922.7572
722.1578
521.5584
641.9181
11875.48

6.76
6.08
8.61
4.22
5.91
19.08
9.29
6.59
5.07
4.75
7.77
6.08
4.39
5.40
100

0.04
0.06
0.07
0.04
0.05
0.02
0.09
0.07
0.05
0.05
0.08
0.06
0.03
0.05
0.76

4.51
6.09
7.25
4.32
5.30
20.43
9.03
7.46
5.50
5.18
8.64
6.48
3.92
5.89
100

11.28
12.17
15.88
8.55
11.21
39.53
18.33
14.05
10.57
9.84
16.41
12.56
8.32
11.30
200

3.77

Jenis keladi merupakan jenis tumbuhan dengan nilai KR yang paling
tinggi dari kelompok tumbuhan bawah yaitu 19.08% seperti yang terlihat pada
Tabel 1 Nilai ini menunjukkan bahwa jenis keladi banyak tumbuh di Hutan
Lindung Lumba Julu. Sedangkan nilai KR terendah adalah pada jenis ria-ria
dengan nilai KR yang sama sebesar 4.22%. Beragamnya nilai KR dapat
disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan dan
kemampuan adaptasi tumbuhan yang berbeda juga. Sehingga jenis-jenis tersebut
yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh. Sebagian tumbuhan dapat
berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga
tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas (Loveless, 1989).

Universitas Sumatera Utara

30

Frekuensi relatif (FR) yang paling tinggi dari kelompok tumbuhan bawah
terdapat pada jenis keladi sebesar 20.43%. Frekuensi relatif yang terkecil didapat
pada jenis sitorhom dari kelompok tumbuhan bawah sebesar 3.92 %. Hal ini
menunjukkan kedua jenis dengan FR terkecil merupakan jenis tumbuhan yang
jarang dijumpai pada lokasi penelitian.
Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yang ditunjukkan pada tabel 1
masing-masing adalah jenis keladi sebesar 39.52. Besarnya nilai INP ini
menunjukkan

kepentingan

jenis

tumbuhan

dan

peranannya

terhadap

komunitasnya. Besarnya nilai INP jenis keladi dari kelompok tumbuhan bawah
menunjukkan bahwa jenis ini berperan penting dalam komunitasnya.
Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Winner (H`) tumbuhan obat di
Hutan Lindung Lumban Julu yang ditunjukkan pada tabel 1 adalah sebesar 3.77.
Berdasarkan data nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Winner (H`)
tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman 14 spesies tumbuhan beracun yang
ditemukan di hutan Lindung Lumban Julu sedang melimpah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Indriyanto (2006) yang menyatakan bahwa jika nilai H’ ≥ 3
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sangat
melimpah.

Universitas Sumatera Utara

31

Pengujian Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung
Lumban Julu, Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir.
Sebelum dilakukan skrining uji metabolit sekunder, tumbuhan beracun
tersebut dikering udarakan hingga kadar airnya menjadi rendah. Pengeringan
dilakukan untuk mempermudah penghalusan sampel tumbuhan beracun tersebut.
Sampel yang telah dihaluskan, dapat dicampurkan dengan pereaksi-pereaksi kimia
untuk mendapatkan kandungan senyawa metabolit sekundernya. Senyawasenyawa tersebut meliputi Alkaloid, Flavonoid, Terpenoid dan Saponin.
Pengujian dilakukan pada masing-masing spesies tumbuhan obat. Tumbuhan obat
yang mengandung senyawa tersebut, ditandai dengan adanya minimal dua
pereaksi yang bernilai positif. Pengujian saponin hanya digunakan satu pereaksi.
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan
sebagai indikator adanya kandungan senyawa yang dapat dijadikan obat pada
tumbuhan. Ada empat golongan yang diuji yaitu senyawa golongan alkaloid,
senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan saponin dan senyawa golongan
terpen. Data hasil pengujian metabolit sekunder pada tumbuhan obat ditunjukkan
dalam tabel berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

32

Tabel 2. Data Hasil Uji Metabolit Sekunder Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Lumban Julu

Demban-demban (Licaria sp.)

Flavonoid/
Fenolik
FeCl3
-

Terpen
/Steroid
CeSo4
++++

Bouchardart
-

Wagner
-

Meyer
-

Dragendorf
+++

-

Siulat-ulat(Syzygium sp)

++++

++++

-

-

-

+++

-

Pandan duri (Pandanus sp.)

++

+++

-

-

-

-

-

Ria-ria (Eleusine sp)
Gala-gala(Eurycoma longifolia
Jack.)
Keladi(Caladium sp)

-

+

-

-

-

+++

-

-

+++

-

-

-

++

-

-

++

-

-

-

-

-

Mesoyi(Cryptocarya sp)

-

+++

-

-

-

++

-

Gulun(Ficus lepicarpa Blume)

++

+++

++

+++

-

++++

-

Bulu-bulu(Leea simplicifolia Zoll)
Sijubbak(Homalanthus populneus
(Giesel) Pax.)
Latong Andosari(Alstonia scholaris
L.R. Br.)
Andor (Dioscorea sp.)

-

+++

-

-

-

++

-

-

+++

-

-

-

++

-

+++

++++

-

-

-

++

++

-

++

-

-

-

-

++

Sitorhom (Eugenia sp.)

++++

-

-

-

-

++

-

Linggas(Baringtonia sp.)

-

++++

-

-

-

++

-

Jenis Tumbuhan

Keterangan:
CeSo4
Bouchardart
Wagner
Maeyer
Dragendorf

: KI + Aquadest + Iodium
: KI + Aquadest + Iodium
: HgCl2 + Aquadest + KI
: BiNO3 + HNO3 + KI + Aquadest

Alkaloid

+
++
+++
++++

Saponin

: Tidak bereaksi terhadap pereaksi
: Sedikit reaktif terhadap pereaksi
: Cukup reaktif terhadap pereaksi
: Reaktif terhadap pereaksi
: Sangat reaktif terhadap pereaksi

Universitas Sumatera Utara

33

Aktivitas Tanin dan Flavanoid
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu astringen, anti diare, anti diare, anti bakteri,
dan anti oksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,
terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,
mengendapakan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
(Desmiaty et al, 2008).
Senyawa Tanin dan Flavanoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur
senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa Tanin atau
Flavanoid. Fungsi aktivitas senyawa Tanin menurut Goldstein dan Swain (1965)
adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktivitas senyawa Flavanoid
adalah sebagai antimikroba (Leo et al, 2004), antibakteri (Schutz et al, (1995) dan
antifungi (Tahara et al,1994).
Pengujian Tanin dan Flavanoid menggunakan pereaksi FeCl3. Kandungan
Tanin yang terkandung dalam tumbuhan bereaksi dengan FeCl3 ditandai dengan
perubahan warna menjadi warna hitam.Berdasarkan dari data hasil pengujian pada
Tabel 4, Tumbuhan Syzygium sp, Pandanus sp, Ficus lepicarpa Blume, Alstonia
scholaris L.R. Br, dan Eugenia sp mengandung Tanin dan Flavanoid karena
pada saat direaksikan berubah menjadi hitam. Tumbuhan yang mengandung Tanin
dan Flavanoid paling tinggi adalah jenis Syzygium sp dan Eugenia sp

dan

kandungan Tanin dan flavonoid paling rendah adalah jenis Pandanus sp dan Ficus
lepicarpa Blume.

Universitas Sumatera Utara

34

Aktivitas Terpen
Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh
tumbuhan dan terutama tergantung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi
dari senyawa golongan Terpen, yaitu terpenoid, merupakan metaabolit sekunder
tumbuhan. Selain telah ditemukan kamper melalui penelitian mengenai Terpen,
telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami.Fungsi
aktivitas senyawa Terpen adalah sebagai antibakteri (Wang et al, 1997), antivirus
(Nakatani et al., 2002), pestisida dan insektisida (Ragasa et al., 1997; Siddiqui et
al., 2002).
Pereaksi yang digunakan dalam pengujian Terpen adalah Lieberman
Bouchard dan CeSO4. Kandungan Terpen pada tumbuhan ditandai dengan
munculnya warna cokelat kemerahan saat sampel tanaman direaksikan dengan
senyawa pereaksi CeSO4. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel
tumbuhan yang mengandung terpen adalah Licaria sp, Syzygium sp, Pandanus sp,
Eleusine sp, Eurycoma longifolia Jack, Caladium sp, Cryptocarya sp, Ficus
lepicarpa Blume, Leea simplicifolia Zoll dan Moritzi, Homalanthus populneus
(Giesel) Pax, Alstonia scholaris L.R. Br, Dioscorea sp, dan Baringtonia sp .

Aktivitas Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi Alkaloid
yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa
aporphine alkaloid liriodenine dihasilkan pohon tulip untuk melindunginnya dari
seragan jamur parasit dan senyawa Alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu

Universitas Sumatera Utara

35

untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan.Fungsi aktivitas
senyawa Alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah sebagai
antibakteri dan antifungi.
Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Wagner, Maeyer
dan Dragendorff. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan alkaloid ditandai
dengan munculnya endapan berwarna cokelat saat sampel tanaman direaksikan
dengan senyawa pereaksi Bouchardart serta Wagner, endapan berwarna putih saat
sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Maeyer dan endapan
berwarna merah bata saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi
Dragendorff.
Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel, tidak terdapat tanaman
bereaksi terhadap pereaksi Meyer. Tanaman yang bereaksi terhadap pereaksi
Bouchardart dan Wagner adalah Ficus lepicarpa Blume. Dan tanaman yang
bereaksi terhadap pereaksi Dragendorff adalah Licaria sp, Syzygium sp, Eleusine
sp, Eurycoma longifolia Jack, Cryptocarya sp, Ficus lepicarpa Blume, Leea
simplicifolia Zoll dan Moritzi, Homalanthus populneus (Giesel) Pax, Alstonia
scholaris L.R. Br, Eugenia sp,

dan Baringtonia sp. Jenis tanaman tersebut

mengandung semuanya mengandung senyawa Alkaloid dengan konsentrasi yang
berbeda.

Aktivitas Saponin
Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak
metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan
berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik,

Universitas Sumatera Utara

36

disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan
dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam
larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan
kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan mengandung racun golongan
senyawa Saponin. Hostettmann dan Marston (1995) mengatakan bahwa fungsi
aktivitas senyawa Saponin adalah sebagai anti mikroba, fungisida, antibakteri,
antivirus, piscisidaa, molluscisida dan insektisida.
Pereaksi dalam pengujian saponin adalah HCI 10%. Uji skrining
menunjukkan adanya kandungan saponin ditandai dengan munculnya buih
permanen saat sampel tanaman dicampur dan diguncangkan bersama dengan
senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel, tumbuhan
jenis Alstonia scholaris L.R. Br dan Dioscorea sp. Jenis tanaman ini mengandung
senyawa folongan Saponin maka semua ini berpotensi sebagai pestisida.

Universitas Sumatera Utara

37

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Eksplorasi tumbuhan beracun yang telah dilakukan di Hutan Lindung
Lumban Julu, Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tobasa memperoleh
empat belas jenis tumbuhan beracun. Tumbuhan tersebut adalah Licaria sp,
Syzygium sp, Pandanus sp, Eleusine sp, Eurycoma longifolia Jack, Caladium
sp, Cryptocarya sp, Ficus lepicarpa Blume, Leea simplicifolia Zoll dan
Moritzi, Homalanthus populneus (Giesel) Pax, Alstonia scholaris L.R. Br,
Eugenia sp, Dioscorea sp, dan Baringtonia sp
2. Hasil dari data nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Winner (H`)
adalah sebesar 3,77. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis
tumbuhan obat di hutan Lindung Lumban Julu melimpah tinggi.
3. Kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan beracun
yang diteliti antara lain adalah Tanin dan Flavanoid, Terpen, Alkaloid, dan
Saponin. Tumbuhan yang mengandung Tanin dan Flavanoid paling tinggi
adalah jenis Syzygium sp dan Eugenia sp

dan kandungan Tanin dan

Flavonoid paling rendah adalah jenis Pandanus sp dan Ficus lepicarpa
Blume. Tumbuhan yang mengandun g Terpen paling tinggi adalah Licaria sp
dan Syzygium sp dan kandungan Terpen paling rendah adalah Eleusine sp.
Tumbuhan yang mengandung Alkaloid paling tinggi adalah Ficus lepicarpa

Universitas Sumatera Utara

38

Blume dan yang mengandung Alkaloid paling rendah adalah Alstonia
scholaris L.R. Br. Tumbuhan yang mengandung Saponin paling tinggi adalah
Alstonia scholaris L.R. Br dan Dioscorea sp.

Saran
1. Penelitian lebih lanjut mengenai eksplorasi tumbuhan beracun di tempat
yang belum dilakukan penelitian.
2. Upaya budidaya terhadap jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti pada
kawasan Hutan Lindung

Lumban Julu, Kecamatan Lumban Julu

Kabupaten Tobasa perlu dilakukan sehingga jenis-jenis ini dapat
dimanfaatkan dan dilestarikan

Universitas Sumatera Utara

3

TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Racun
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya

berbagai

bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah

diketahui.

Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk
beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun
dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan
memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia
serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis
sayuran dan buah- buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi
membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat
pada tumbuhan, dan

sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan

tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).
Riza dan Tahjadi (2001) menyatakan bahwa racun yang dihasilkan oleh tanaman
merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila
tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis.
Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang
menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolcisin

dan atropin).

Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikomsumsi oleh ternak, relatif sedikit yang
menyebabkan keracunan. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk
memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan
ruminan (Widodo, 2005).

Universitas Sumatera Utara

4

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara
lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau
kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman
yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya (Samsudin,
2008).
Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme
sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya
yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asamasam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida,

inositol, asam-asam hidroksi aromatik,

glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang
berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin.
Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan
cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi
aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri
(Widodo, 2005).
Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan
Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan dapat
disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap
jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda,
namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang
mengandung senyawa racun bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum
dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa
racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson
(1980), komponen- komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid,
polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

5

1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan
hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi
lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi
alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut
kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.
2. Polipeptida dan asam amino
Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila
terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
3. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis,
yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada
tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida
adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.

4. Oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim,
yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat
dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama
tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut

dan kerongkongan terasa

terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan
hingga menyebabkan kematian jika terhirup.
5. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol,
alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek
keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala

Universitas Sumatera Utara

6

muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan
kulit melepuh.
6. Phytotoxin
Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil
tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah
iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah
terhirup.
Pestisida Organik
Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan / repellent
yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang menyengat), sebagai
antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah diberi pestisida, sebagai
penghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf, sebagai pengacau sistem
hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang
dapat dipakai pada perangkap serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri
dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Anonim, 2007).
Prakash dan Rao (1997) menyatakan bahwa petani selama ini bergantung pada
penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pestisida
kimia selain harganya yang mahal juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain
adalah hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru
(resurjensi), berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada
bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di
dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami,
pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi pengguna

Universitas Sumatera Utara

7

pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek
buruk lainnya.
Soehardjan (1993) menyatakan bahwa contoh olahan pestisida organik dapat
berupa bahan mentah berbentuk tepung (seperti nimbi dan kunyit), ekstrak tanaman atau
resin yang diperoleh dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman
tertentu dan dapat berupa abu sebagai insektisida yang diperoleh dengan membakar
bagian tertentu tanaman (seperti serai dan tembelekan (Lantana camara).

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi keanekaragaman tumbuhan dari suatu ekosistem
hutan. Ekosistem alam tropika Indonesia merupakan pabrik alam tercanggih untuk
memproduksi keanekaragaman hutan hasil kayu dan non kayu yang tidak dapat
digantikan fungsi, proses dan kerjanya dengan ekosistem buatan manusia. Sumberdaya
hutan mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, karena hutan dapat
menyediakan berbagai kebutuhan manusia antara lain : kayu sebagai hasil utama
(tumbuhan kayu), serta daun, buah, getah, bahan pewarna, dan bahan baku obat sebagai
hasil hutan ikutan (tumbuhan non-kayu).
Keanekaragaman hayati yang dimiliki hutan tropis Indonesia menjadikan negara
ini menjadi lokasi penelitian yang sangat penting. Jenis-jenis tumbuhan yang beraneka
ragam yang sebagian besar belum teridentifikasi menjanjikan peluang yang besar sebagai
sumber senyawa kimia yang berguna. Biopestisida sebagai salah satu produk dari
tumbuhan tersebut dapat menjadi alternatif penggunaan pestisida kimia yang
membahayakan.
Tumbuhan beracun dapat digunakan masyarakat sebagai bahan pengendali hama
karena mengandung racun. Kandungan senyawa yang ada dalam tumbuhan beracun
bermacam-macam sehinga dapat digunakan sebagai pengendali berbagai macam hama.
Berdasarkan hasil penelitian Hamid dan Nuryani (1992) sebagian tumbuhan tersebut,
interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabakan sejumlah
senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan dan
fisiologis serangga. Denga strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu.
Di Indonesia, sebenarnya terdapat sangat banyak jenis tumbuhan penghasil

1
Universitas Sumatera Utara

2

pestisida nabati. Namun, sampai saat ini

pemanfaatannya belum dilakukan dengan

maksimal. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan
dasarnya berasal dari tumbuhan. Kardian (2004) menyatakan bahwa pestisida nabati
relatif muda dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun di kawasan Hutan Lindung Lumban Julu
Kecamatan Lumban Julu.
2. Analisis keanekaragaman di kawasan Hutan Lindung Lumban Julu Kecamatan
Lumban Julu.
3. Analisis metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun di kawasan Hutan
Lindung Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar nantinya jenis tanaman beracun dapat
diketahui dan kandungan senyawa racun alami pada tumbuhan beracun tersebut dapat
dimanfaatkan misalnya sebagai bahan pembuatan pestisida alam.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
GIDEON LEONARDO PURBA. 111201119. Exploration of Poisonous Plans in
Lumban Julu Protected Forest, District Lumban Julu Toba Samosir Regency.
Preserve by YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

This research in about exploration of poisonous plants in the Lumban Julu
Protected Forest district Lumban Julu Toba Samosir Regency. This research is
about identification, analysis of secondary metabolites, and the potential for
development of that poisonous plant species. The method used in the study
includes three stages. The first phase related to aspects of local knowledge and
was conducted by of local knowledge survey. For the second phase related to
aspects of diversity which is done by collecting data of vegetation analysis. The
third aspect includes the secondary metabolites found in plants and was done by
the detection of the content of secondary metabolites. Exploration has been
carried out poisonous plants in the Lumban Julu Protected Forest. Based on the
exploration conducted found fourteen species of poisonous plants. Each plant has
the potential to be developed. Poisonous plants can be used as raw material for
the manufacture of plant-based pesticides, preservative, and aroma therapy.
Based on the analysis performed, it is known some herbs that can be used as a
pesticide plant among others demban-demban (Licaria sp), siulat-ulat (Syzygium
sp.), pandan duri (Pandanus sp.), ria-ria (Eleusine sp.), gala-gala (Eurycoma
longifolia Jack), keladi (Caladium sp.), mesoyi (Cryptocarya massoia Kosterm),
gulun (Ficus lepicarpa Blume.), bulu-bulu (Leea simplicifolia Zoll dan Moritzi),
andor (Dioscorea sp), latong andosari (Alstonia scholaris L. R. Br), Sitorhom
(Eugenia sp.), linggas (Baringtonia sp.), and sijubbak (Homalanthus populneus
(Giesel) Pax).

Keywords:
Poisonous plants, Lumban Julu Protected Forest, Phytochemicals, Plant based
pesticides

iii
Universitas Sumatera Utara

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN DI HUTAN LINDUNG
LUMBAN JULU KECAMATAN LUMBAN JULU
KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh :
GIDEON LEONARDO PURBA
111201119
TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
16
Universitas Sumatera Utara

17

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian
Nama
NIM
Program Studi
Minat Studi

: Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Hutan Lindung Di Desa
Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tobasa
: Gideon Leonardo Purba
: 111201119
: Kehutanan
: Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Yunus Afifudin, S.Hut., M.Si
Ketua

Lamek Marpaung, M. P.hil, Ph. D
Anggota

Mengetahui :

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph. D
Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang
berjudul “Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di Hutan Lindung Lumban Julu
Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir”. Penu