Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung di Desa Lumban Julu Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Tobasa

3

TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Racun
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya

berbagai

bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah

diketahui.

Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk
beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun
dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan
memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia
serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis
sayuran dan buah- buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi
membahayakan kesehatan manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat

pada tumbuhan, dan

sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan

tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2012).
Riza dan Tahjadi (2001) menyatakan bahwa racun yang dihasilkan oleh tanaman
merupakan salah satu cara untuk melawan predator maka tidak mengherankan bila
tanaman pangan modern jauh lebih rentan terhadap penyakit.
Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis.
Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang
menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolcisin

dan atropin).

Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikomsumsi oleh ternak, relatif sedikit yang
menyebabkan keracunan. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk
memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan
ruminan (Widodo, 2005).

Universitas Sumatera Utara


4

Kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara
lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau
kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman
yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya (Samsudin,
2008).
Sebagian besar racun atau anti nutrisi umumnya diperoleh dari hasil metabolisme
sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya
yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pinol, antosin, alkohol, asamasam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida,

inositol, asam-asam hidroksi aromatik,

glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang
berat molekulnya tinggi yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tannin dan lignin.
Tanaman yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan
cara pencucian air hujan (daun dan kulit), penguapan dari daun (contoh kamfer), ekskresi
aksudat pada akar (contoh alang-alang) dan dekomposisi pada bagian tanaman itu sendiri
(Widodo, 2005).

Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan
Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan dapat
disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap
jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda,
namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang
mengandung senyawa racun bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum
dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa
racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson
(1980), komponen- komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid,
polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

5

1. Alkaloid
Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan
hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi
lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi

alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut
kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.
2. Polipeptida dan asam amino
Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila
terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.
3. Glikosida
Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis,
yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada
tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida
adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.

4. Oksalat
Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim,
yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur. Karena oksalat
dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama
tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut

dan kerongkongan terasa

terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan

hingga menyebabkan kematian jika terhirup.
5. Resin
Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol,
alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek
keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala

Universitas Sumatera Utara

6

muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan
kulit melepuh.
6. Phytotoxin
Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh ebagian kecil
tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah
iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah
terhirup.
Pestisida Organik
Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan / repellent
yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang menyengat), sebagai

antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah diberi pestisida, sebagai
penghambat reproduksi serangga betina, sebagai racun syaraf, sebagai pengacau sistem
hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang
dapat dipakai pada perangkap serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri
dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Anonim, 2007).
Prakash dan Rao (1997) menyatakan bahwa petani selama ini bergantung pada
penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pestisida
kimia selain harganya yang mahal juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain
adalah hama berpeluang menjadi kebal (resisten), terjadi peledakan hama baru
(resurjensi), berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada
bagian tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di
dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator alami,
pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi bagi pengguna

Universitas Sumatera Utara

7


pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek
buruk lainnya.
Soehardjan (1993) menyatakan bahwa contoh olahan pestisida organik dapat
berupa bahan mentah berbentuk tepung (seperti nimbi dan kunyit), ekstrak tanaman atau
resin yang diperoleh dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman
tertentu dan dapat berupa abu sebagai insektisida yang diperoleh dengan membakar
bagian tertentu tanaman (seperti serai dan tembelekan (Lantana camara).

Universitas Sumatera Utara