1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD NRI
1945 adalah “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Upaya
merealisir tujuan negara itu ditempuh melalui pembangunan nasional. Menurut Sjachran Basah sebagaimana dikutip Ridwan, pembangunan
nasional yang bersifat multikompleks membawa akibat pemerintah turut campur dalam kehidupan rakyat yang mendalam di semua sektor.
1
Dalam rangka mencapaian tujuan bernegara tersebut, aspek keuangan negara merupakan hal yang sangat penting yang menjadi salah faktor penentu
tercapainya tujuan negara tersebut. Keuangan Negara adalah bentuk pembiayaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilakukan
1
Ridwan, Disk resi Dan Tanggung Jawab Pemerintah , FH UII Press, Yogyakarta, 2014, h. 1.
2
oleh penyelenggaran negara. Tanpa keuangan negara, berarti tujuan negara tidak dapat terselenggara sehingga hanya berupa cita-cita hukum belaka.
2
Tugas pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara tersebut merupakan tugas yang sangat luas, oleh sebab itu tindakan pemerintah
menjadi sangat penting untuk melakukan danatau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan baik dalam bidang
hukum publik atau dalam bidang hukum privat khususnya berkaitan dengan keuangan negara.
3
Ahli hukum Romawi, Ulpianus melakukan pembagian hukum ke dalam hukum publik dan hukum
privat ketika ia menulis “Publicum ius est, quod ad statum rei romanea spectat, privatum quod ad singulorum utitilatem”
hukum publik adalah hukum yang berkenaan dengan kesejahteraan negara Romawi, sedangkan hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan
kekeluargaan, pengaruhnya cukup besar dalam sejarah pemikiran hukum, sampai sekarang. Salah satu pengaruh yang masih terasa hingga kini antara
lain bahwa kita tidak dapat menghindarkan diri dari pembagian tersebut, termasuk dalam mengkaji dan memahami keberadaan pemerintah dalam
melakukan pergaulan hukum rechtsverkeer.
4
2
Muhammad Dja far Said i, Huk um Keuangan Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 8.
3
Lihat Pengertian Tindakan Administrasi Pe merintah Dala m Undang-Undang No mor 30 Tahun 2014 tentang Admin istrasi Pe merintahan pada pasal 1 angka 8.
4
Ridwan, Huk um Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 69.
3
Dalam menjalankan tugas pemerintahan untuk mewujudkan negara kesejahteraan “welfare state”
5
, pemerintah disamping melaksanakan aktivitas dalam bidang hukum publik, juga sering terlibat di dalam lapangan
keperdataan dan melakukan perjanjian dengan pihak lain, seperti pelaksanaan pembangunan nasional berupa pembangunan infrastruktur dalam bentuk
pembangunan gedung, pembangunan perumahan, pembangunan jembatan, pembangunan jalan dan lain sebagaimana yang ditujukan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Aktivitas negara tersebut me nunjukan tindak pemerintahan yang sudah tidak lagi berada dalam ranah hukum publik
melainkan berada dalam ranah hukum privat. Dalam menjalankan kekuasaannya pemerintah sering tampil dengan
“dua wajah”, yang masing-masing diatur dan tunduk pada hukum yang berbeda. Ketika tindakan yang dilakukan oleh negara dalam kapasitas publik
atau negara acta jure imperii dan ketika tindakan yang dilakukan dalam kapasitas komersial atau perdagangan acta jure gestionis.
6
Acta jure imperii adalah tindakan suatu Negara yang bersifat berdaulat dan karena itu memiliki
5
i Konsep negara “welfare state” atau “negara kesejahteraan” hadir sebagai reaksi
a tas kegagalan konsep “legal state” atau negara penjaga malam nachtwakerstaat. Lebih
lanjut lihat Ridwan, Huk um Administrasi Negara, Raja Gra findo Persada, Jakarta, 2014, h. 14.
6
Udoka Ndidia maka Nwosu, Head Of State Immunity In International Law, Thesis, Depart ment of Law of the London School of Economics and Political Sc ience for the degree
of Doctor of Ph ilosophy, London, October 2011, h. 42. Lihat juga Elizabeth Helen Franey, Immunity, Individuals and International Law, Thesis, Department of La w of the London
School of Economics for the degree of Doctor of Philosophy, London, June 2009 h. 138.
4
imunitas
7
, artinya bahwa ketika negara bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah ia tunduk pada hukum publik
8
, sedangkan Acta jure gestionis adalah tindakan komersial dari Negara sehingga tidak memiliki imunitas
waiver of immunity dan tunduk pada yurisdiksi kedaulatan territorial
9
, yang berarti ketika bertindak tidak dalam kualitas sebagai pemerintah maka tunduk
pada hukum privat
10
, oleh karena itu kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum
privat, tidak memiliki kedudukan yang istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang
atau badan hukum perdata equality before the law dalam peradilan umum.
11
Terhadap tindak pemerintah yang kerap tampil dengan wajah yang berbeda tersebut N.E. Algra dan kawan-kawan mengatakan bahwa jika
pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah, maka hanya hukum publiklah yang berlaku.
12
Ketika pemerintah melakukan tindakan yang hanya didasarkan pada wewenang publik publiek becoegdheid dan
tanpa menggunakan instrument hukum keperdataan, tindakan pemerintah itu disebut murni bersifat publik puur pbliekrechtelijke, misalnya dalam hal
7
Rajesh Venugopalan, Sovereign Immunity And Arbitration, Thesis, Department Of
La w National University Of Singapore, 2006, h. 25
8
Ridwan, Huk um Administrasi Negara, Op. Cit., h. 115-116.
9
Ra jesh Venugopalan, Op. Cit.
10
Rid wan, Loc. It.
11
Rid wan, Huk um Administrasi Negara, Op.Cit., h. 88-89.
12
N. E. Algra m, et.a l., Mula Huk um, Binacipta, Ja karta, 1983, h. 173-174.
5
pembuatan peraturan perundang- undangan regeling atau keputusan beschikking.
13
Sedangkan terhadap tindak pemerintahan dalam bidang keperdataan, Hadjon mengatakan bahwa :
Kerapkali badan atau pejabat tata usaha negara juga melakukan pelbagai perbuatan hukum keperdataan
privaatrechtelijke handeling, seperti halnya seorang warga dalam arti manusia pribadi natuurlijke person
dan badan hukum perdata. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara itu
tidak diatur berdasarkan hukum publik, tetapi didasarkan pada peraturan perundang-undangan hukum perdata
privaatrecht,
sebagaimana lazimnya
peraturan perundang-undangan yang mendasari perbuatan hukum
keperdataan yang dilakukan seorang warga dan badan hukum perdata.
14
Aktivitas pemerintah dalam bidang hukum publik jure imperii dan di dalam lapangan keperdataan jure gestionis memiliki perbedaan prinsipil
yang membawa implikasi yuridis terhadap status hukum keuangan tersebut, mekanisme pengelolaannya dan lembaga atau badan yang berfungsi
melakukan pengawasan dan pemeriksaan. Ketika negara bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah yang tunduk pada hukum publik, maka status
hukum uang tersebut ialah keuangan negara. Sedangkan status hukum uang tersebut menjadi keuangan privat jika negara bertindak dalam bidang
keperdataan atau melakukan tindakan komersial dengan pihak swasta. Hal ini
13
H.D. van WijkWille m Konijnenbelt, Hoofdstukk en van Administratief Recht, h. 188 d i dala m Ridwan, Huk um Administrasi... Op. Cit., h. 9-100.
14
Philipus M. Hadjon, Pengantar Huk um Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011, h. 166
6
menunjukan sebuah prinsip dasar bahwa status yuridis “uang negara atau
“uang privat” bergantung pada rezim hukum yang mengatur Tindak Pemerintah tersebut.
Dengan kedua status hukum tersebut membawa implikasi juga terhadap mekanisme pengelolaannya dan lembaga yang berfungsi melakukan
pengawasan dan pemeriksaan. Jika status hukum uang tersebut ialah uang negara, maka mekanisme pengelolaan dan lembaga yang berfungsi
melakukan pengawasan maupun pemeriksaan uang tersebut tunduk pada aturan hukum publik. Sebaliknya jika status hukum uang tersebut ialah uang
privat, maka mekanisme pengelolaan dan lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan maupun pemeriksaan uang tersebut tunduk pada aturan hukum
privat. Berbicara mengenai tindakan pemerintah untuk mewujudkan tujuan
negara tentunya tidak dapat mengesampingkan pembahasan tentang keuangan negara sebagai salah satu aspek penting dalam rangka mencapai
tujuan negara tersebut. Definisi keuangan negara berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
menyatakan bahwa : Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
7
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, diharapkan menjadi kerangka hukum yang kokoh dalam
upaya mendorong terwujudnya tata cara pengelolaan keuangan negara yang bersih dari korupsi. Kehadiran undang-undang ini diharapkan dapat
menjawab tuntutan perkembangan zaman terhadap Hukum Keuangan Negara. Namun demikian, ternyata setelah hampir tiga belas tahun
berjalannya reformasi keuangan negara tersebut, kini malah dirasakan ada problematika, khususnya terkait dengan keuangan negara dan kekayaan
negara yang dipisahkan. Berbicara mengenai kekayaan negara yang dipisahkan, Badan Usaha
Milik Negara BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi
dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi
melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
15
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang danatau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting
15
Tri Budiyono, Umbu Rauta, dan Christiana Tri Budhayati, Problematik a Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah BUMD, Griya Media, Sa latiga, 2013, h. 24-25.
8
sebagai pelopor danatau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta.
16
Keberadaan BUMN sebagai salah satu pilar perekonomian Indonesia, didasarkan
kepada penggarisan
keberadaan BUMN
sebagaimana diamanatkan UUD NRI 1945. Keterlibatan negara dalam kegiatan tersebut
pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang antara lain menyatakan bahwa:
“cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara dan
dipergunakan sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat”
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua
elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Menurut Perspektif Gustav Radbruch, dalam hukum terdapat tujuan yang ingin dicapai yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan Hukum. Setiap
16
Penje lasan Umu m Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
9
kali hukum dibicarakan maka otomatis di dalamnya terkandung makna keadilan, sekaligus ada kepastian dan semua hukum pasti bermanfaat. Oleh
karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang seimbang maka orang dapat saja mengatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan saja, dan itu berarti di
dalam keadilan itu sudah pasti ada pula kepastian dan selalu saja diperoleh manfaat.
17
Peraturan perundang- undangan dalam hal ini Undang-Undang yang merupakan manifestasi dari hukum itu sendiri haruslah mampu
mencerminkan tujuan hukum tersebut. Dalam konteks ini ialah Undang- Undang Keuangan Negara haruslah mampu mencerminkan tujuan hukum
tersebut. Namun, dalam perkembangannya seiring berjalannya waktu, BUMN
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan
18
oleh pemerintah dalam bentuk saham di BUMN yang berbadan hukum persero menimbulkan polemik hukum, karena konsep keuangan
negara yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara ternyata mengakibatkan terjadinya
“antinomi” yang berujung pada tidak adanya kepastian hukum bagi pelaksanaan Undang-
Undang Normor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
17
Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat, Nusa Media, Bandung, 2015, h. 113.
18
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
10
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Undang-undang terkait lainnya.
Antinomi diartikan oleh Fockema sebagai pertentangan antara dua aturan atau lebih yang pemecahannya harus dicari dengan jalan tafsir.
19
Selanjutnya ditegaskan bahwa terjadinya antinomi karena : Berdasarkan teori, hukum berada diantara filsafat hukum
dengan ilmu politik. Ini disebabkan karena pada dasarnya fungsi politik hukum adalah memilih nilai-nilai dan
menerapkannya
pada hukum
yang dicita-citakan.
Sedangkan filsafat hukum merupakan perenungan dan perumusan nilai-nilai hukum. Akibat teori hukum terletak
diantara filsafat hukum dan teori hukum, maka timbul persoalan-persoalan baru yang pada satu sisi berkaitan
dengan filsafat dan sisi lainnya berkaitan dengan politik yang saling bertentangan.
20
Senada dengan kedua pendapat diatas, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mengartikan antinomi sebagai kenyataan yang kontroversial atau
pertentangan antara dua ayat dalam undang-undang.
21
Black’s Law Dictionary sendiri menyebut pengertian antinomi sebagai berikut
22
: “A term used in logic and law to denote a real or apparent
in consistency or conflict between two authorities or propositions”
19
Fockema Andreae, Kamus Istilah Huk um, Belanda – Indonesia, Binacipta, Jakarta,
1983, h. 32.
20
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Kebebasan Hak im Perdata Dalam Penemuan Huk um Dan Antinomi Dalam Penerapannya, Mimbar Hukum, Volume 23 Nomor 1, 2011, h.
72.
21
http:kbbi.web.idantino mi, dikunjungi pada tanggal 11 Novembe r 2015 pada pukul 13.31.
22
Henry Ca mpbell Blac k, Black’ Law Dictionary-, Six edition, West Publishing Co,
1990, h. 93.
11
Antinomi adalah istilah yang digunakan dalam logika dan hukum untuk menunjukkan ketidak konsistenan yang nyata
atau yang terlihat atau pertentangan antara dua kewenangan atau usulan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa antinomi adalah pertentangan antara norma hukum yang satu dengan yang lain. Dalam penerapan hukum,
terkadang terdapat pertentangan yang tidak dapat dihindarkan. Demikian pula dalam hal peraturan perundang-undangan, antinomi yang terjadi antara
peraturan perundang- undangan yang satu dengan peraturan perundang- undangan yang lainnya. Penerapan dari Hukum Keuangan Negara juga
mengakibatkan antinomi. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara mendefinisikan keuangan negara adalah, “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Kemudian pasal 2 menyatakan, Keuangan Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 pada point g yaitu : kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara
perusahaan daerah;
12
Penafsiran Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ialah kekayaan BUMN adalah kekayaan negara
yang dipisahkan, artinya, kekayaan BUMN itu adalah keuangan negara. Namun, jika melihat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menunjukan sebaliknya, Pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa “Modal BUMN merupakan dan berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan ”. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat 1
tersebut dikatakan bahwa “Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan
negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya
pembinaan dan
pengelolaannya tidak
lagi didasarkan pada sistem anggaran pendapatan dan belanja
negara namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Dari sini jelas bahwa Penyertaan Modal Negara PMN pada BUMN sudah terpisah dari APBN. Dengan prinsip pemisahan ini pula, pengelolaan
BUMN tidak mengikuti keuangan negara dan akibat pemisahan tersebut harta kekayaan BUMN bukan sebagai kekayaan negara melainkan sebagai
kekayaan BUMN sendiri. Hal yang menarik lainnya terdapat pada Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 77PUU-IX2011 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara PUPN khususnya
pendapat Mahkamah pada paragraf 3.17 menyatakan bahwa :
13
“...berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara selanjutnya disebut
UU BUMN, Pasal 1 angka 1 dan angka 10 menyatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero danatau Perum serta perseroan
terbatas lainnya. Dengan demikian BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan
negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN
tunduk pada hukum perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
selanjutnya disebut UU PT;
Dan paragraf 3.19 yang menyatakan bahwa :
“Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan dalam paragraph [3.15] sampai dengan paragraf [3.18] di
atas, menurut Mahkamah, piutang Bank BUMN setelah berlakunya UU 12004, UU BUMN serta UU PT adalah
bukan lagi piutang negara
yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke PUPN Piutang Bank-Bank BUMN
dapat diselesaikan sendiri oleh manajemen masing-masing Bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat di
masing-masing Bank BUMN. Bank BUMN sebagai perseroan terbatas telah dipisahkan kekayaannya dari
kekayaan negara
yang dalam menjalankan segala tindakan bisnisnya termasuk manajemen dan pengurusan piutang
masing-masing Bank
bersangkutan dilakukan
oleh manajemen Bank yang bersangkutan dan tidak dilimpahkan
kepada PUPN. Dengan demikian menurut Mahkamah Pasal II ayat 1
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 73 Nomor
14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah adalah tidak sejalan dengan ketentuan UU
12004, UU BUMN, dan UU PT;
14
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut jelaslah bahwa piutang dan utang BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan
terpisah dari kekayaan negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada hukum
perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Di lain sisi hal ini tentu berimplikasi juga pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengertian piutang negara
adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 menyatakan, “Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar
kepada Pemerintah Pusat danatau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah”. Dengan demikian, piutang negara hanyalah piutang Pemerintah Pusat
danatau Pemerintah Daerah, sehingga tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara
termasuk dalam hal ini piutang BUMN. Selain itu, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mempunyai sendiri konsep keuangan negara dan dipersamakan dengan perekonomian negara. Undang-
Undang tersebut dalam penjelasannya menyatakan bahwa : “Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh
kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan
15
atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
yang timbul karena : a
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di
tingkat pusat maupun di daerah; b
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
Badan Usaha
Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan
hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal
pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian
Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan
ataupun usaha
masyarakat secara
mandiri yang
didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan
kepada seluruh kehidupan rakyat.
Terdapat juga pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan OJK yang
memberikan pengertian tersendiri bagi keuangan negara. Pada Pasal 46 ayat 1 berbunyi :
“Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” Dalam penjelasan pasal 46 ayat 1 dijelaskan bahwa :
Yang dimaksud dengan “keuangan negara” adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
pada saat kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
ditetapkan danatau dilaksanakan.
16
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem yang dimaksud ialah Forum yang dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Dari penjelasan
tersebut terlihat bahwa menurut Undang-Undang OJK tersebut memberikan pemaknaan tersendiri terhadap keuangan negara yaitu sebatas Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara APBN.
Sejumlah uraian di atas menunjukkan tidak seragamnya konsep
keuangan negara pada Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Keuangan
Negara, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Panitia Urusan Piutang Negara, Undang-
Undang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan dan undang-undang terkait lainnya yang mengakibatkan ada
problematika, khususnya terkait dengan konsep keuangan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan.
Perbedaan pemaknaan aturan perundang-undangan tersebut tentunya menimbulkan banyaknya multi tafsir terhadap keuangan negara dan
pelaksanaannya di lapangan. Salah satu implikasinya ialah terhadap tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan BPK yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa :
“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara
, Badan Layanan Umum, Badan
17
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.”
Hal ini menunjukan tidak dibedakannya ketentuan yang mengatur tindak pemerintahan di ranah publik jure imperii dan tindak pemerintahan
di ranah privat acta jure gestionis, dimana kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN dianggap sebagai keuangan negara. Ini jelas
berakibat pada tidak adanya kepastian hukum terhadap ketentuan yang mengatur BUMN, dan oleh sebab itu BUMN termasuk menjadi obyek
pemeriksaan BPK. Sehingga dalam hal terjadi kerugian pada BUMN, menjadi pintu masuk entry point bagi aparat penegak hukum untuk
memeriksa proses pengelolaan BUMN. Keuangan negara yang sudah dipisahkan, terutama kedalam bentuk
saham, status hukum uang tersebut bukan lagi merupakan keuangan negara. Akan tetapi, telah terjadi transformasi hukum dari status hukum keuangan
publik menjadi status hukum keuangan privat. Dengan demikian, negara maupun daerah pada saat bersamaan dengan pemisahan kekayaan tersebut,
tidak lagi memiliki imunitas publik sehingga kedudukan negara dari segi hukum, sama halnya dengan kedudukan hukum pemegang saham swasta
lainnya karena perseroan terbatas yang sahamnya, baik di bawah 51 maupun 100 dimiliki oleh negaradaerah, wajib tunduk pada Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berada
18
dalam domain hukum perdata, dan bukan termasuk ke dalam domain hukum publik berdasarkan lingkungan kuasa hukum yang berlaku gebiedsleer.
23
Selain itu, Pasal 11 Undang-Undang BUMN menyebutkan : “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-
prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
24
Badan Usaha Milik Negara menurut UU No. 19 Tahun 2003, secara de jure dan de facto termanifestasi dalam dua bentuk badan usaha yakni Persero
dan Perum.
25
Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima
puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, yang tujuan utamanya mengejar keuntungan Pasal 1 ayat 2 UU BUMN. Perum
adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
danatau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
26
23
Arifin Soeria At madja, Keuangan Publik Dalam Perspek tif Huk um: Teori, Prak tik, dan Kritik , Rajawa li Pe rs, Jaka rta, 2010, h. 77.
24
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
25
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
26
Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
19
Hal ini menunjukan bahwa dalam menjalankan aktivitas perusahaannya ranah hukum privat, BUMN tunduk pada ketentuan hukum perusahaan
yang di atur pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Sehingga, pada saat kekayaan negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut b ukan lagi
masuk di ranah hukum publik tetapi masuk di ranah hukum privat. Pengelolaan BUMN Persero dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas PT dan peraturan pelaksanaannya. Berarti, Undang-Undang PT sesuai dengan asas lex
specialis derograt lex generalis yang berlaku bagi BUMN Persero. Bahkan Terhadap permasalahan mengenai keuangan negara ini, Mahkamah Agung
MA RI
pernah mengeluarkan
Fatwa Hukum
dengan Nomor
WKMAYud20VIII2006 yang isinya menegaskan bahwa pembinaan dan pengelolaan modal BUMN yang berasal dari kekayaan negara tidak
didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
27
Hal ini menunjukan bahwa dalam menjalankan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagai bentuk tindakan pemerintah di
dalam ranah hukum publik dan pengelolaan dan pertanggungjawaban BUMN
27
Fatwa Huku m yang dike luarkan o leh MA tersebut merupakan jawaban atas Permohonan Fatwa dari Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani tahun 2006 sehubungan dengan
adanya ketidaksesuaian pengaturan mengenai penyertaan kekayaan Negara p ada BUMN dala m UU No mor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No mor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara. Fatwa Mahka mah Agung bukanlah sumber hukum menurut peraturan perundang-undangan Indonesia, fatwa hanya merupakan pendapat
Mahkamah Agung sehingga tidak mengikat secara hukum.
20
sebagai bentuk tindakan pemerintah di ranah hukum privat terdapat perbedaan. Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan ne gara
diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keaungan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta ketentuan APBN,
sedangkan tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan BUMN Persero diatur dalam Anggaran Dasar, UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dengan demikian, tidak mungkin menggunakan ketentuan Keuangan Negara yang
berlaku bagi badan hukum publik terhadap suatu PT yang status hukumnya adalah hukum privat atau sebaliknya.
28
Salah satu implikasi dan konsekuensi sebagai akibat tidak dibedakannya ketentuan yang mengatur tindakan pemerintah di ranah publik
jure imperii dan tindakan pemerintah di ranah privat jure gestionis yaitu terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Kasus
yang dapat di teliti lebih lanjut yaitu kasus korupsi BUMN PT Bank Mandiri Persero, atas nama terdakwa ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M. Sholeh
Tasripan. Neloe dan kedua rekannya dihadapkan dipersidangan dengan dakwaan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan
berlanjut, yakni atas pemberintah fasilitas kredit kepada PT Citra Graha Nusantara PT CGN, dan di kemudian hari fasilitas kredit yang diberikan
28
S.F Marbun, Huk um Administrasi Negara I, FH UII Press, Yogyakarta, 2012, h. 288.
21
tersebut dinyatakan menjadi kredit macet. Tindakan tersebut dilakukan ketiga terdakwa yang berkasnya digabung dengan cara memberikan kredit
Bridging Loan kepada PT. Cipta Graha Nusantara PT. CGN sebesar 160 miliar rupiah dengan mengabaikan asas-asas perkreditan yang sehat.
29
Padahal jika di teliti lebih lanjut, sudah jelas bahwa PT Bank Mandiri Persero adalah badan hukum privat yang mekanisme pengelolaan dan
pertanggung jawabannya tunduk dalam lapangan keperdataan UU Perseroan Terbatas, bukan dalam ranah publik sehingga ketiga terdakwa selaku mantan
petinggi Bank Mandiri tidak dapat dikenakan aturan yang berlaku dalam hukum publik terhadap tindakan mereka di dalam ranah privat. Hal serupa
disampaikan oleh Rudy Prasetya selaku Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, ahli hukum perusahaan, yang dihad irkan sebagai saksi
ahli yang meringankan a de charge. Dalam kesaksiannya, Rudy menjelaskan bahwa berdasarkan hukum perusahaan, negara yang memiliki
sejumlah saham dalam suatu perseroan harus menanggalkan statusnya sebagai negara. Begitu berkedudukan sebagai pemegang saham, lanjutnya,
maka otomatis negara berkedudukan sama dengan pemegang saham lainnya. Konsekuensinya, uang negara yang sudah disetor sebagai saham menjadi
29
Putusan Mahkamah Agung No. 1144 KPid2006.
22
harta perseroan. Di dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengenal istilah negara, yang dikenal ialah pemegang saham.
30
Berdasarkan sejumlah uraian di atas menunjukkan adanya antinomi konsep keuangan negara pada Undang-Undang Keuangan Negara dengan
peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini menunjukan tidak dibedakannya ketentuan yang mengatur tindakan pemerintah di ranah hukum
publik dan di ranah hukum privat, dimana kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN dianggap sebagai keuangan negara. Ini jelas berakibat pada
tidak adanya kepastian hukum terhadap ketentuan yang mengatur BUMN, sehingga BUMN termasuk menjadi objek pemeriksaan auditor negara.
Sementara di lain pihak pengaturan mengenai BUMN telah secara detail diatur dalam UU tentang BUMN dan UU tentang Perseroan Terbatas
untuk dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip tata kelola korporasi. Hal ini berimplikasi pada konsekuensi hukum terhadap pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan tersebut. Perbedaan pemaknaan aturan perundang-undangan tersebut akhirnya
membuat para Direksi BUMN Persero takut mengambil keputusan bisnis karena mereka selalu dihadapkan kepada ancaman resiko kerugian keuangan
30
http:www.huku monline.comberitabacahol14167saksi-ahli-begitu-jadi- pemegang-saham-negara-me lepaskan-jubahnya, dikunjungi pada tanggal 16 Mei 2016 pukul
10.32.
23
negara dan ancaman tindak pidana korupsi.
31
Sehingga dalam masalah ini, diperlukan adanya konsepsi hukum yang jelas atas keuangan negara.
B. Rumusan Masalah