Identitas Diri Pustakawan yang Berkelanjutan Continuining Self Identity

3 Pustakawan mempunyai motivasi berprestasi apabila pustakawan mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi kerja orang lain. Untuk mencapai prestasi yang diharapkan agar lebih memuaskan, maka pustakawan akan berusaha mencari cara dan melakukan usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Pada diri pustakawan ada keinginan untuk meningkatkan apa yang sudah dicapai. Keinginan pustakawan untuk berprestasi dalam pekerjaannya atau biasa disebut dengan motivasi berprestasi need for achievement akan dapat meningkatkan kinerjanya dan dapat mencapai kedudukan yang lebih tinggi. Nababan, 2007. Lebih lanjut dikatakan bahwa pustakawan yang profesional diharapkan memiliki etos kerja yang tinggi, keterampilan skill, sikap attitude, dan pengetahuan knowledge untuk mampu bersaing dan bekerja secara mandiri dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Objek penelitiannya adalah pustakawan di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada dan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sample sampel bertujuan. Sampel informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, dari Perpustakaan UGM sebanyak 8 orang dan dari Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 4 orang. Untuk memilih informan, peneliti meminta pandangan atau pendapat yang berupa penilaian kinerja dari atasan langsung para informan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah peneliti sendiri, catatan lapangan, tape recorder, dan panduan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Adapun langkah- langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Nasution 2003: 129 yakni 1 reduksi data, 2 “display“ data, 3 mengambil kesimpulan dan verifikasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi. Dalam hal ini penulis melakukan triangulasi dengan dua jalan, pertama dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Kedua dengan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Analisis dan Pembahasan Citra diri pustakawan dapat diketahui dari konsep diri yang dimiliki pustakawan. Berdasarkan hasil penelitian, akan diuraikan tentang konsep diri pustakawan yang meliputi identitas diri pustakawan yang berkelanjutan continuining self identity, rasa bangga pride atau harga diri self esteem sebagai pustakawan, pengembangan diri extention self pustakawan, dan citra diri self image pustakawan.

A. Identitas Diri Pustakawan yang Berkelanjutan Continuining Self Identity

Pembentukan konsep diri pustakawan dimulai dari awal masuknya informan dalam jabatan fungsional pustakawan. Faktor-faktor yang mendorong informan masuk dalam jabatan fungsional pustakawan yaitu adanya kebijakan 4 pemerintah, kesadaran sendiri, dorongan dari keluarga, teman, dan himbauan dari pimpinan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Kep. Menpan No. 18 tahun 1988, syarat untuk menjadi pustakawan adalah berpendidikan minimal Diploma II Ilmu Perpustakaan, golongan IIb, dan sudah bekerja selama 2 tahun di perpustakaan. Pada saat dikeluarkannya Keputusan tersebut, masih sedikit pegawai perpustakaan yang mempunyai latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan in passing penyesuaian untuk masuk dalam jabatan fungsional pustakawan. Syarat untuk memperoleh in passing adalah minimal berpendidikan SLTA, telah menduduki golongan IIb dan sudah bekerja selama 2 tahun berturut-turut di perpustakaan. Kebijakan pemerintah tentang in passing hanya berlaku bagi tenaga perpustakaan yang bekerja sebelum tahun 1988, dan bagi yang bekerja setelah tahun tersebut maka syarat untuk menjadi pustakawan harus sesuai dengan SK Menpan No. 18 tahun 1988. Dengan adanya kebijakan tersebut maka semua tenaga perpustakaan yang memenuhi syarat tersebut diajukan menjadi pustakawan melalui jalur in passing. Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua informan dari jalur inpassing tidak berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan, ada yang dari SLTA, diploma dan strata satu di luar ilmu perpustakaan. Mereka tidak melanjutkan studi lanjut lagi baik di bidang perpustakaan atau bidang yang lainnya dengan alasan keluarga dan usia. Semua informan dari jalur in passing masuk jabatan fungsional pustakawan dengan suka rela. Ada informan yang merasa bangga sebagai pustakawan karena merupakan pustakawan yang diangkat pertama kali. Informan yang berasal dari jalur pendidikan ilmu perpustakaan, masuk dalam jabatan fungsional pustakawan karena kesadaran sendiri, dorongan dari keluarga, teman, maupun himbauan dari pimpinan. Keluarga merupakan orang-orang yang paling dekat dengan diri informan sehingga sangat besar pengaruhnya dalam berbagai hal. Informan dalam memasuki jabatan fungsional pustakawan juga dipengaruhi oleh keluarganya. Kebiasaan dan pendidikan dari orang tua yang ditanamkan kepada anggota keluarga seperti membaca, langganan surat kabar atau majalah, mendorong seseorang untuk masuk dalam jabatan fungsional pustakawan dengan senang hati. Dengan bekerja di perpustakaan maka seseorang akan mendapatkan berbagai sumber informasi dan pengetahuan. Selain itu, informan yang anggota keluarganya bekerja di perpustakaan atau yang berkecimpung dalam bidang pendidikan seperti guru, akan mempengaruhi seseorang untuk menjadi pustakawan. Informan yang mendapat dukungan dari keluarga untuk menjadi pustakawan akan membuat informan lebih yakin dan lebih mantap menjadi pustakawan. Teman sejawat juga merupakan orang-orang terdekat setelah keluarga karena sehari-hari mereka berinteraksi di tempat kerja. Elfiky 2011 menyatakan bahwa teman adalah bukti kebebasan dan bukti penerimaan masyarakat. Kita belajar perilaku negatif atau positif dari teman. Dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa bergaul dengan teman dapat mempengaruhi kehidupan seseorang baik pengaruh positif maupun negatif. Adanya interaksi dengan teman sejawat yang sudah menjadi pustakawan di lingkungan kerja perpustakaan juga dapat memotivasi informan untuk masuk dalam jabatan fungsional pustakawan. Mereka dapat menjelaskan tentang jabatan fungsional pustakawan dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepustakawanan. Himbauan dari pimpinan instansi juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi pustakawan. Sebagai contoh kasus di UGM pada tahun 2007, Bagian 5 Sumber Daya Manusia UGM mengeluarkan surat yang isinya menghimbau agar semua tenaga perpustakaan yang belum menjadi pustakawan dan berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan supaya masuk dalam jabatan fungsional pustakawan. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka sebagian besar dari tenaga perpustakaan bersedia masuk dalam jabatan fungsional pustakawan walaupun pada awalnya ada yang merasa terpaksa, namun setelah berjalannya waktu akhirnya mereka menjalani dengan senang hati. Rahmawati 2012 menyebutkan bahwa dalam hidup kita sebagai pustakawan juga tidak jarang berawal dari keterpaksaan. Apabila keterpaksaan ditanggapi secara positif maka pada diri pustakawan akan timbul kemauan untuk melakukan tindakan yang benar. Dari beberapa faktor di atas maka dapat diketahui bahwa kebijakan pemerintah, keluarga, teman, dan himbauan dari pimpinan mempengaruhi konsep diri seseorang untuk masuk dalam jabatan fungsional pustakawan. Beberapa faktor tersebut yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pustakawan yang berupa pengenalan identitas diri yang berkelanjutan yang dimulai dari masukmya seseorang dalam jabatan fungsional pustakawan. Konsep diri pustakawan tersebut akan berkembang yakni dari faktor keluarga serta dari pengalamannya selama berinteraksi dengan pustakawan lainnya maupun lingkungan kerjanya. Selanjutnya konsep diri pustakawan juga dipengaruhi oleh sikap pustakawan dalam memaknai pekerjaannya. Dalam bekerja seseorang memberikan makna yang berbeda-beda terhadap pekerjaannya. Ada orang yang bekerja hanya sekedar untuk mencari nafkah, tetapi ada juga orang bekerja ingin mencari makna yang lebih berarti, yakni dalam bekerja dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain, berguna bagi institusi dan profesinya, dapat mengembangkan diri serta berprestasi. Pustakawan yang menekankan bekerja untuk kemanfaatan bagi pemustaka akan selalu memikirkan agar perpustakaan dapat dimanfaatkan oleh pemustaka sehingga kebutuhan pemustaka dapat terpenuhi. Perpustakaan akan sia-sia apabila tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemustaka. Untuk itu pustakawan harus berupaya agar semua fasilitas perpustakaan dapat dimanfaatkan oleh pemustaka dan pemustaka mengetahui cara memanfaatkannya, seperti cara penelusuran koleksi, akses e-journal atau e-book, penggunaan peralatan teknologi informasi, dan sebagainya. Berikut ini pendapat salah satu informan Nw: “saya lebih menekankan pada kemanfaatan bagi orang lain dengan membantu orang lain. Hal itu dapat diketahui dari feedback dari user, ada apresiasi. Saya belum bisa mengikuti trend, adanya perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dengan media akses yang maju pesat, memang susah untuk menyesuaikan karena kemampuan teknis yang masih terbatas seperti untuk menyediakan layanan twitter, facebook dll, tapi saya lebih mementingkan tingkat relevansi untuk memenuhi kebutuhan, apa yang dicari user tersedia. Apabila tidak ada di perpustakaan sini maka saya mencarikan di perpustakaan lain melalui kerjasama dengan perpustakaan di luar negeri seperti Thailand dan Sidney Australia”. Mensyukuri pekerjaan adalah salah satu cara memaknai sebuah pekerjaan. Pustakawan patut mensyukuri pekerjaannya karena dengan menjadi pustakawan maka banyak memperoleh kesempatan dan peluang. Dengan rasa syukur tersebut akan dapat mendorong pustakawan bekerja dengan baik. Cara memaknai pekerjaan yang lain adalah menyenangi dan menikmati pekerjaan. Pustakawan menyenangi pekerjaannya karena jabatan fungsional pustakawan merupakan suatu pekerjaan yang sudah menjadi pilihan. Pustakawan 6 yang bekerja dengan hati yang senang dan tidak ada keterpaksaan maka akan mau dan mampu melaksanakan pekerjaan walaupun pekerjaan tersebut sulit. Bekerja sepenuh hati dan ikhlas merupakan pemaknaan terhadap pekerjaan yang sangat bermakna. Dengan bekerja sepenuh hati dan ikhlas maka pustakawan akan menghasilkan kerja yang positif. Pustakawan yang memberikan pelayanan kepada pemustaka dengan sepenuh hati dan ikhlas maka akan memberikan kepuasan baik kepada pemustaka maupun pustakawan sendiri. Aktif dan mandiri dalam bekerja merupakan salah satu makna pekerjaan bagi pustakawan. Terkadang teman kerja maupun lingkungan kerja pustakawan tidak selalu mendukung pustakawan dalam melaksanakan pekerjaan. Pustakawan yang telah memiliki konsep diri yang positif, tidak terpengaruh dengan hal tersebut dan tetap bersemangat dalam melaksanakan pekerjaan serta tidak menggantungkan pekerjaannya kepada orang lain. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semua informan memaknai pekerjaannya tidak hanya sekedar untuk mencari nafkah, tetapi mereka bekerja dengan rasa senang, rasa syukur, ikhlas, sepenuh hati, aktif dan mandiri serta untuk kemanfaatan bagi pemustaka. Hal ini berarti bahwa semua informan sudah mempunyai konsep diri yang positif dalam memaknai pekerjaannya sebagai pustakawan. Hal tersebut juga mencerminkan sikap profesional sebagai pustakawan dalam melaksanakan pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Kartosedono 2003, bahwa tanggung jawab utama pelaksanaan tugas pustakawan profesional dituntut adanya keikhlasan, kejujuran, dan pengabdian dalam melayani masyarakat pemakai perpustakaan, serta mempunyai tanggung jawab pada publik. Pustakawan profesional bekerja atas aturan etika profesional Suwarno, 2010

B. Harga Diri Self Esteem atau Rasa Bangga Pride Pustakawan