Hukum Acara Pidana 004

(1)

Hukum Acara Pidana

Perkara pidana tidak bisa diselesaikan dengan damai (dading), dengan lembaga arbitrase karena ia bersifat hukum publik. Jadi hanya negara yang bisa menyelesaikan hukum pidana.

Hukum Pidana selalu melibatkan kepentingan individu yang bertentangan dengan kepentingan negara, dimana kekuatan individu selalu lebih rendah sehingga sering dikalahkan, sedangkan individu itu punya hak asasi & kepentingan negara sama dengan kepentingan masyarakat, sehingga pelaksanaan acara pidana harus menjamin kepentingan individu & masyarakat, sehingga putusan pidana tidak boleh melebihi kesalahan individu itu karena kita harus menjaga hak asasi.

Hukum acara pidana membatasi kepentingan individu dengan kepentingan negara, yang diwakili oleh aparatnya.

Kewenangan negara lebih besar dari kepentingan individu

Bila ada kasus maka Hukum acara pidana ditetapkan lebih dulu dari pada hukum pidana.

Norma Hukum Acara Pidana (HAPid) :

1. Mengatur wewenang yang bisa dilakukan pejabat (kompetensi aparat) HAPID masuk dalam Lapangan HAN

2. Mengatur tentang lembaga-lembaga yang dibuat oleh negara untuk mempertahankan hak-haknya HAPID masuk dalam lapangan HTN.

Landasan HAPid : KUHAP UU No.8 Thn.1981

Ilmu-ilmu pembantu HAPid :

1. Logika

Sebagai analisa bila ada masalah sehingga dapat dilakukan asumsi (dibuktikan) hipotesa verifikasi (benar atau salah)

2. Psikologi

Untuk melihat jawaban saksi karena belum tentu benar, biasanya untuk mengetahui orang yang diperiksa dalam keadaan tertekan atau tidak.


(2)

Sesuai dengan psl. 44 KUHPidana : orang sakit ingatan tidak bisa dipidana 4. Krimonologi

Ilmu yang mempelajari causa verbal (sebab akibat) melakukan tindak pidana 5. Kriminalistik

Bukan ilmu yang berdiri sendiri, tapi dengan ilmu lain untuk mengungkap kasus pidana.

Contoh : ilmu balistik (senjata) dactijloscopy (sidik jari) tehriftkunde (tulisan tangan). 6. Ilmu Kedokteran Kehakiman

Tahun 1966 muncul UU kesehatan jiwa yang menyatakan bahwa : untuk memasukkan seseorang ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa) tidak memerlukan lagi ijin hakim, karena dianggap sebagai pengobatan. (membatalkan pasal 333 KUHP)

Batasan dan Definisi HAPid

Sering dihubungkan dengan pekerjaannya :

Hakim : hukum yang dipergunakan di muka sidang Sarjana-sarjana lain : proses, tapi tidak menyeluruh (hanya akhirnya saja).

Simmons (menjelaskan asas-asas hk. Pidana)

Hukum yang mengatur bagaimana negara menggunakan alat-alatnya, hak-haknya untuk menghukum & menjatuhkan hukuman.

J. de Bosch Kemper Mendukung Simmons

Keseluruhan asas-asas peraturan UU menurut mana negara menggunakan haknya untuk menghukum sementara menurut UU pidana yang dilanggar.

Terlalu menitikberatkan pada pemidanaan, seolah-olah hukum Pidana dibuat hanya untuk menjatuhkan hukuman padahal tidak semua putusan hukum adalah penjatuhan sanksi / hukuman.

J. M van Bemmelen


(3)

1. Kedua sarjana tersebut membuat definisi hukum pidana terlalu sempit, seolah-olah HAPid hanya menjatuhkan hukuman.

2. Kedua sarjana tersebut telah melupakan tujuan utama HAPid mencari kebenaran.

3. Definisi terlalu sempit sehingga seolah-olah hanya membicarakan proses dimuka sidang saja, sedangkan proses sudah berjalan sejak ada persangkaan.

Sekumpulan ketentuan hukum atau peraturan yang mengatur tentang cara bagaimana negara bila dihadapkan pada suatu keadaan / peristiwa yang menimbulkan (sejak) sangkaan telah terjadi pemidanaan dengan perantaraan alat-alatnya mencari dan menetapkan dimuka oleh hakim suatu perbuatan yang telah didakwakan bagaimana hakim harus memutus suatu perbuatan yang telah terbukti dan bagaimana putusan itu harus dilaksankan atau dijalankan.

Kesimpulan definisi tersebut memuat 3 hal tujuan pokok HAPid : 1. mencari dan menemukan kebenaran.

2. meminta putusan hakim 3. melaksanakan putusan hakim.

Kebenaran ada 2 macam :

1. Kebenaran Formal : kebenaran yang diterima oleh UU sebagai suatu kebenaran, mis : dalam perkara perdata.

2. Kebenaran Materil : kebenaran yang dicari oleh HAPid kebenaran yang sesungguhnya, haqiqi, sanir, harus dapat dibuktikan.

Fase mempelajari HAPid :

1. Penyidikan (Voor anderzort) 2. penuntutan (na anderzort)

3. pemeriksaan sidang (eine anderzort)

Penyidikan dan Penyelidik

Ω Penyidik pejabat POLRI :

o Polisi yang berpangkat setidaknya Pelda atau jika tidak ada (di sebuah Resort) maka komandan yang berpangkat bintara setidaknya sersan mayor dapat jadi penyidik. Bertindak untuk seluruh wilayah Indonesia, tetapi apabila diluar


(4)

daerah dia ditugaskan maka dia harus berkoordinasi dulu dengan kepolisisan setempat.

o Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyidikan. Setidaknya golongan II B atau pengatur muda, tapi kalau tidak ada bisa juga gol. I B. Dan wilayah tugasnya juga hanya terbatas pada daerah dimana dia ditugaskan.

Penyidikan : Serangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan barang-barang bukti. Dengan barang bukti mana digunakan untuk membuat terang atau jelas perkara pidana yang terjadi dan untuk menemukan tersangkanya.

Ω Tujuan penyidikan :

1. Mengumpulkan barang bukti yang ada kaitannya dengan tindak pidana.

a. barang yang digunakan untuk melakukan tiundak pidana atau instrumentum delicti (contoh : linggis)

b. barang yang diperoleh atau menjadi sasaran hasil kejahatan atau corpora delicti (contoh : mayat)

c. barang yang tercipta atau diciptakan sehingga terjadi tindak pidana (contoh : uang palsu)

d. barang petunjuk atau aanwasjing.

tidak berhubungan langsung dengan pidana, tapi menunjukkan pelaku. (contoh : baju yang terkena cipratan darah korban).

Setiap barang bukti yang dikumpulkan harus diawetkan, dibungkus dan disegel, agar tidak rusak, dan baru dibuka pada saat pembuktian.

Jika tidak bisa diawetkan, maka dijual atau dilelang. Hasilnya (berupa uang), disimpan (dibungkus atau disegel). Contohnya :

(a) Es balok

(b) Ayam 500 ekor. Dijual lelang. Tapi disisakan, misalnya, 2 helai bulunya sebagai barang bukti.

(c) Mobil. Disematkan label keterangan ditempat dimana orang sering keluar masuk mobil.

(d) Mayat, label keterangannya digantungkan ditempat yang tidak mudah lepas misalnya ibu jari kaki.


(5)

2. Menemukan pelaku.

a. 24 jam setelah penangkapan, pegawai penyidik harus sudah dapat menetapkan dia (tersangka) itu bersalah atau tidak dalam tindak pidana. b. Lalu dilakukan penahanan, jika tersangka terbukti bersalah.

Ω Penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik mengetahui terjadinya tindak pidana, dengan :

1. menerima laporan / aangifter 2. pengaduan / aanklacht 3. tertangkap tangan 4. mengetahui sendiri

Ω Perbedaan laporan dan pengaduan

Laporan Pengaduan 1. Bisa dilakukan oleh siapapun 1. Hanya bisa dilakukan oleh orang

tertentu yang berhak (yang dirugikan dan yang berkepentingan)

2. tidak terikat tenggang waktu 2. Terikat tenggang waktu 3. tidak bisa dicabut kembali 3. Dapat dicabut kembali

4.Tidak merupakan syarat penuntutan 4.Merupakan syarat mutlak penuntutan 5. bisa disampaikan untuk semua delik 5. hanya untuk delik aduan saja.

Tertangkap tangan

Ω HIR Staatblaads (Lembaran Negara) 1941 No.14 : tertangkap basah Ω Belanda : di ont desckhingop hetridard bestrupt

Ω Empat (4) kriteria tertangkap tangan menurut KUHAP :

1. Perbuatan diketahui pada waktu sedang atau tengah dilakukan.

2. Diketahui segera setelah dilakukan (dalam praktek harus berasal dari yurisprudensi)

Contoh kasus : kasus Van Houten

Van Houten berkelahi dengan pedagang, karena ia tidak mau membeli pada pedagang yang dilempar ke luar, Van Houten dipukuli di rumahnya. Van Houten mengadu ke Polisi dengan tuduhan penganiyaan. Si pedagang tertangkap tangan


(6)

6 jam setelah pengaduan. Lalu diajukan ke Rechtbank (Pengadilan), dan pengadilan memutuskan pedagang bersalah. Karena tidak diterima mengajukan ke Landraad lalu Recht van Justice lalu ke Hoge Raad tapi keputusannya tetap sama.

3. Bila perbuatan diketahui lalu diserukan oleh khalayak ramai bahwa dia pelakunya.

4. Bila dibawah kekuasaannya ditemukan barang-barang, alat-alat atau surat yang menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya (diutamakan bukti barang).

Ω KUHAP UU No.18 Tahun 1981 tanggal 28 Desember 1981

Sebelum adanya KUHAP, dulu berlaku HIR yang berasal dari IR (Irlander Reglement) 1848 diundangkan atas Firman Raja Belanda 1 Mei 1848.

Ω Pada tahun 1929 di Belanda yang dimaksud tertangkap tangan adalah no. 1 & 2, karena menurut Mr. Van Ben Den untuk melaksanakan no. 1 & 2 saja sudah sulit, apalagi ditambah dengan no. 3 & 4.

Ω Tugas Penyelidik :

1. Menerima laporan pengaduan 2. Mencari barang bukti

3. Mengurus barang bukti

4. Mengadakan tindakan yang perlu dilakukan

Ω Penyelidik boleh melakukan tindakan lain atas perintah penyidik, misalnya: melakukan penggeledahan

• • • • • • Ω Ω

penyitaan barang mengambil sidik jari pemeriksaan surat

mengambil foto tersangka

menghadapkan tersangka dengan penyidik.

Hasil penyelidikan dikembalikan untuk pemeriksaan tersangka yang diberitahukan dan dilaporkan kepada pegawai penyidik.

Tugas atau wewenang penyidik : 1. menerima laporan dan aduan

2. melakukan tindakan pertama di TKP


(7)

4. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan pemeriksaan surat. 5. mengambil sidik jari

6. memanggil orang unruk didengar keterangannya, baik dari tersangka maupun saksi.

7. mendatangkan ahli sehubungan dengan perkara pidana yang terjadi.

8. mengadakan penghentian tindakan penyelidikan serta tindakan-tindakan lain yang mendukung.

Ω Dalam melaksanakan tugasnya pegawai penyidik harus menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan HAM dari si tersangka.

Ω Hasil penyidikan yang berupa rangkaian tindakan penyidik harus dibuatkan berita acara.

Ω Tindakan yang dilakukan oleh penyidik harus sesuai dengan pengertian penyidikan (rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan barang-barang bukti guna membuat terang atau jelas perkara pidana dengan alat bukti mana yang digunakan untuk menemukan si tersangka atau pelaku).

Ω Tujuan dari penyidikan : harus menemukan si pelaku atau tersangka, maka bila si tersangka bisa diketahui berdasarkan adanya gugatan serta bukti permulaan yang teguh, maka tersangka dapat dikenakan penangkapan.

Ω Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian dengan memperlihatkan surat tugas serta kepada tersangka diberikan surat perintah penangkapannya. Didalam surat itu mencantumkan identitas tersangka dan alasan penangkapannya (beberapa uraian singkat tentang tindak pidana yang dipersangkakan)

Ω Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat dengan ketentuan bahwa tersangka harus segera diserahkan kepada penyidik beserta barang-barang buktinya. Selanjutnya dikembangkan untuk mengetahui apakah orang yang dicurigai dapat dikenai penahanan karena penangkapan selama-lamanya hanya dapat dilakukan 1 hari (24 jam)

Ω Jika dari penangkapan ia terbukti, maka pegawai penyidik atau pembantu bisa memberikan surat perintah penahanan.


(8)

Ω Syarat dilakukannya penahanan : 1. Syarat Objektif :

• •

• a. b. c.

Ω • • • Ω Ω

Apabila seseorang yang disangka melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman penjara 5 tahun atau lebih atau,

Bila tindak pidana yang dilanggar, dicantumkan dalam pasal 21 (4) sub.b KUHAP (memuat ketentuan pidana yang sekalipun ancaman pidananya kurang dari 5 tahun, tapi tetap dapat dikenakan penahanan, mis: ps 372) 2. Syarat Subjektif :

Alasan subjektif datang dari pihak yang melakukan penahanan, diantaranya : Dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri

Dikhawatirkan tersangka akan mengulangi perbuatannya .

Dikhawatirkan si tersangka menghilangkan barang bukti sehingga bisa mempersulit pemeriksaan perkara.

Penahanan

Ω Tempat dilakukannya penahanan : 1. rumah tahanan negara. 2. kediaman tersangka Pemotongan masa hukuman :

jika di rutan : waktu selama ia ditahan maka dihitung dengan masa hukuman

di rumah : dipotong 2/3 nya

dikota tempat tinggal : yang diperhitungkan hanya 1/5 nya saja. Penyidik bisa melakukan penahanan selama 20 hari.

Perintah penahanan dilakukan terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana, dengan bukti :

1. ada keterangan saksi. 2. ada suatu bukti 3. surat

4. petunjuk

5. pengakuan terdakwa


(9)

Ω • • • • •

Keluarga tersangka harus diberi surat penangkapan dan dakwaan, jika tidak maka menimbulkan hak-hak untuk tersangka dan keluarganya untuk menuntut pra peradilan.

Tiga jenis penahanan. :

1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Dilakukan di Rutan negara

Untuk narapidana yang hukumannya kurang dari 1 tahun

Khusus untuk membina narapidana, untuk itu mereka wajib mengikuti program yang ada.

Untuk menghindari dari kesulitan dalam penyidikan maka penyidik yang melakukan penahanan harus melakukan pengecekan ke tempat penahanan. Perintah penahanan dikeluarkan oleh pengadilan tinggi selama 20 hari, dapat diperpanjang ke penuntut umum.

2. Rumah atau kediaman tersangka 3. Kota tempat tinggal

Hal sebagaimana disebut kedua dan ketiga, diwajibkan bagi tersangka untuk melapor kepada yang berwenang (penyidik).

Ω Jika sudah 40 hari (penahanan) namun proses pemeriksaan belum juga selesai, maka bisa diperpanjang lagi menjadi 60 hari (perpanjangan bertingkat).

Ω Jika sudah 60 hari, demi hukum harus dikeluarkan.

Ω Wewenang penahanan bukan hanya pada tingkat penyidikan, tetapi juga pada penuntutan.

Ω Jaksa penuntut dapat mengeluarkan surat penahanan untuk kepentingan penuntutan selama 20 hari.

Ω Jika sudah cukup harus dilepas, jika masih diperlukan dapat diperpanjang 30 hari oleh hakim (di pengadilan) yang juga merupakan batas waktu maksimal untuk melakukan penuntutan.

Ω Penuntut umum berhak memilih jenis penahanan, SP3 (Surat Perintah Penghentian Penuntutan) diberikan bila proses penyidikan ke penuntutan dirasakan sulit, misalnya karena alat bukti sulit, dsb.

Ω Bila terdakwa sakit berat atau dituntut lebih dari 9 tahun penahanan boleh diperpanjang (30 hari x 2).


(10)

Ω Bila terdakwa merasa keberatan, boleh meminta pengurangan atau penghentian pada tingkat yang lebih tinggi.

Ω Jika perkara dilimpahkan ke pengadilan, Hakim yang mengadili perkara untuk kepentingan pemeriksaan di muka sidang berwenang mengeluarkan surat penahanan 30 hari (dalam bentuk penetapan hakim), jika tidak cukup, maka dapat diperpanjang selama 60 hari.

Ω Jika selama itu perkara belum juga diputus, maka terdakwa harus dilepas.

Ω Jika banding maka wewenang penahanan beralih pada Hakim pengadilan tinggi yang mengadili, selama 30 hari, jika diperpanjang maksimal 60 hari.

Ω Orang yang ditahan (atau orang lain) bisa mengajukan penangguhan penahanan dengan menjaminkan sejumlah uang.

Ω Tambahan perpanjangan penahanan terjadi jika : sakit

perkara dengan ancaman lebih dari 9 tahun pidana, maksimal 30 hari perpanjangan lanjutan atas permintaan. Dapat mengajukan keberatan pada instansi yang satu tingkat lebih tinggi dari lembaga yang memeriksanya.

Penggeledahan

Ω Penggeledahan bisa dilakukan dimana saja, kecuali di : 1.

2. 3. Ω

Ruangan gedung dimana sedang dilakukan persidangan. Mis : DPR, MPR Ruangan dimana sedang dilaksanakan upacara keagamaan atau ibadah.

Ruangan dimana sedang dilakukan pengadilan, kecuali untuk tertangkap tangan. Barang-barang yang dapat disita :

a. benda / tagihan tersangka / terdakwa yang seluruh / sebagian diduga berasal dari hasil tindak pidana.

b. benda yang dilakukan secara langsung dalam melakukan tindak pidana. c. benda untuk menghalangi penyidikan, misalnya bendanya di sembunyikan. d. benda / tempat yang khusus dibuat untuk bertindak pidana, mis : surat palsu. e. benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana, seperti barang

petunjuk.

f. barang sitaan perkara perdata (sita jaminan) g. barang yang dibudel pailit.


(11)

Barang bukti akan dikembalikan jika tidak cukup barang bukti atau perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum.

Ω Ω Ω

Jika suatu benda berada di pengadilan, belum tentu kembali ke pemiliknya. Jika dikembalikan, harus dibubuhi stempel (telah diperiksa).

untuk surat-surat yang ada hubungannya dengan tindak pidana, penyidik yang memeriksa itu harus merahasiakannya. Rahasia hilang / habis jika si empunya menyatakan bahwa itu bukan rahasia lagi.

Ω Barang sitaan harus dibuat daftarnya.

Berita Acara Pemeriksaan

Ω Setiap tindakan penyidik harus ditulis dalam berita acara sebagai bukti tangan dan keterangan-keterangan dari barang bukti yang ditulis di berita acara. Agar keterangan itu tidak rusak, dari keterangan saksi agar saksi tidak lupa ketika ia memberi kesaksian di persidangan, ia diingatkan kembali dengan bukti tersebut. Hakim menanyakan lagi hal/ pertanyaan yang sama dengan waktu pembuatan berita acara.

Ω Jika ada keterangan yang lain dengan berita acara, ia ditanya oleh hakim apa alasannya dan yang diterima hakim adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan dan menghapus keterangan yang dibuat di berita acara.

Ω Macam-macam saksi :

1. a charge (memberatkan) diajukan oleh penuntut umum

2. a de charge (meringankan diajukan oleh pembela / penasehat hukum. Berita acara menurut perolehannya :

1. Pendengaran : (a) keterangan saksi (b) keterangan ahli

(c) Keterangan tersangka.

2. Pendapatan : dibuat oleh penyidik mengenai apa yang ditemukannya di TKP. 3. Constantering : yang tidak termasuk 1 & 2 misal : berita acara penangkapan,

penahanan.

Ω Tiga golongan berita acara : 1. Pendengaran :


(12)

Berasal dari keterangan yang diberikan oleh orang-orang yang mengetahui tindak pidana. Misal : Berita Acara karena melihat, mendengar, mengalami sendiri.

• • • •

• • • Ω Ω

Ω Ω Ω

Berita Acara keterangan ahli yang menuntut ilmu yang ia buat jelas suatu tindak pidana. Misal : ahli tulisan tangan.

Sebelum ada KUHAP keterangan ahli bukan merupakan alat bukti. 2. Pendapatan

Didapat dari bukti-bukti yang ditemukan di sekitar tindak pidana dengan keterangan-keterangan dari korban yang ditemui.

Thanatology : ilmu tentang kematian. Contoh ; orang mati akan menumpuk pada daerah yang paling rendah, yaitu disebut lebam mayat. Setelah 4 jam, lebam terbentuk dan menetap. Misalnya bila ada mayat dengan posisi telungkup, sedangkan lebamnya ada di punggung, maka itu berarti posisi mayat sudah diubah/dipindahkan.

3. Constatering.

Berita acara pendengaran, pendapatan, tidak termasuk Berita Acara constatering.

Jika tersangka itu ditangkap dengan dugaan keterangan dan alat bukti yang mengarah padanya.

Berita Acara penahanan, penangkapan juga disebut BA constatering. Penangkapan penahanan

Penahanan ada 2 :

Objektif : diancam lebih dari 5 tahun atau pasal 21 (4) b KUHAP

Subjektif : timbul dari orang yang melakukan penahanan. Contohnya perampasan kemerdekaan (jadi penahanan harus jelas tujuannya).

Dari penyidik ke PU (Penuntut Umum) berkas perkaranya dipelajari selama 7 hari bila tidak lengkap, dikembalikan ke penyidik untuk diperbaiki (selama 14 hari). Jika dalam 7 hari itu tidak dikembalikan, maka penyidikan sudah selesai dan segera masuk ke tahap penuntutan.

Jka dikembalikan oleh penuntut umum ke penyidik untuk diperbaiki, maka tidak ada sanksi (tidak ada batas waktu).


(13)

Dalam HIR Jaksa boleh melakukan perbaikan dalam Berita Acara Penyidikan, karena dalam HIR Jaksa sebagai pimpinan dari penyidikan, namun dalam KUHAP bukan Jaksa yang melakukan perbaikan, melainkan penyidik dan Jaksa mandiri. Ω

Ω Bila dalam proses penuntutan ada kesalahan dalam berkas perkara maka terdakwa boleh mengajukan keberatan dan dilakukan proses Pra Peradilan.

Pra Peradilan

Ω Adalah wewenang Pegadilan Negeri dalam memeriksa atau memberi putusan sesuai dengan UU, tentang 3 hal :

1. Apakah penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan sah atau tidak.

2. Ganti rugi dan rehabilitasi bisa diminta oleh seseorang yang proses pidananya dihentikan baik di tingkat penyidikan ataupun penuntutan.

Ω Perkara pra peradilan bukan perkara pidana juga bukan perkara perdata karena pra peradilan para pihaknya antara pemohon dan termohon.

Ω Bentuk putusannya : penetapan / beschiking.

Ω Tujuannya : melakukan tindakan pengawasan secara menyeluruh tentang keabsahannya.

Ω Pemohon : yang dirugikan (biasanya dari pihak tersangka) atau keluarganya.

Ω Untuk penghentian penyidikan dan penuntutan ada pihak lain yang dirugikan maka pihak ke 3 itu bisa melakukan permohonan untuk dilakukan pra peradilan.

Prosedur pemeriksaan :

Ω Setiap permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan harus diproses dengan lengkap dalam waktu 3 hari setelah permohonan diajukan. Hakim harus menentukan kapan sidang pra peradilan akan digelar.

Ω Dalam pemeriksaan, hakim dan panitera menimbang dari pemohon dan termohon. Dan dalam 7 hari harus sudah dapat mengambil putusan.

Ω Jika perkara sudah diajukan ke pengadilan pokok sementara pra peradilan belum diputus maka pra peradilan itu gugur.

Ω Isi putusan hakim pra peradilan berupa penetapan. Jika penangkapan ditetapkan tidak sah, maka tersangka dalam penangkapan harus dimerdekakan, bila


(14)

penghentian penyidikan/ penuntutan ditetapkan tidak sah maka penyidikan/ penuntutan itu harus dilanjutkan dan tersangka tetap dilanjutkan pemeriksaan.

Ω Upaya menuntut ganti rugi dan rehabilitasi bisa dimintakan ganti kerugian, dilakukan minimal Rp.5000,- setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-.

Penuntutan

Ω Penuntutan : serangkaian tindakan PU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN (Pengadilan Negeri) yang berwenang dalam hal menurut aturan-aturan yang diatur dalam UU dengan permintaan agar diperiksa dan diputus Hakim di sidang pengadilan.

Ω Jaksa meminta pada ketua PN untuk menuntut seseorang didasarkan pada hasil penyidikan, lalu ketua PN memeriksa/ mengadilinya. Jaksa harus membuat surat dakwaan dengan disebut jenis perkaranya.

Ω Perkara ada 3 jenis :

1. Perkara cepat / roll (tidak perlu surat dakwaan)

Dilimpahkan penyidik ke pengadilan atas kuasa PU (mis: masalah tilang) •

• • • • •

2. Perkara singkat/ sumir

Perkara yang mudah pembuktiannya, penerapan hukumnya dan bersifat sederhana.

PU membuat dakwaan perkara sumir, jika saat pemeriksaan terdakwa mengakui perbuatannya, berdasarkan 2 macam alat bukti.

Dakwaan diberikan di muka sidang dengan lisan, panitera mencatat dakwaan.

Catatan panitera itu yang dianggap sebagai surat dakwaan.

Jika tersangka menolak dakwaan maka hakim meminta Jaksa untuk membuat surat dakwaan menjadi perkara biasa.

3. Perkara biasa

Perkara dilimpahkan kepengadilan dengan surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan di muka sidang.

Ω Tujuan surat dakwaan : untuk melakukan penuntutan.


(15)

Ω Serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, memutuskan perkara pidana berdasarkan azas bebas, jujur tidak memihak sesuai UU.

Ω Surat dakwaan mengikat semua pihak (PU, hakim, terdakwa, penasihat hukum) Ω Sidang pelimpahan perkara, yang harus diperhatikan oleh penuntut umum dalam

surat dakwaan :

1. Apakah ada alasan untuk melakukan penuntutan, didasarkan pada :

a. Apakah perbuatan yang disangka telah dilanggar dapat memenuhi rumusan delik.

b. Alat-alat bukti cukup (minimal 2 macam) c. Terdakwa mampu bertanggungjawab.

2. Apakah ada kepentingan umum yang akan/tidak dirugikan. Menyangkut asas penuntutan

• Ω

Ω Ω

Ω Ω Ω

a. Asas oportunitas

Menghendaki bahwa tidak setiap tindak pidana harus dituntut, bila kepentingan umum akan dirugikan.

b. Asal legalitas/ legalitie

Menghendaki bahwa setiap tindak pidana harus dituntut.

Pada dasarnya kedua asas tersebut menghendaki setiap tindakan pidana harus dituntut.

Sekali suatu perkara dikesampingkan maka perkara tersebut tidak dapat dituntut kembali, tetapi apabila perkara dihentikan maka di kemudian hari dapat dituntut kembali.

Acte van Depoc : untuk tidak melakukan penuntutan.

Kepentingan umum harus jelas pengertiannya sehingga untuk mendeponir/ mengesampingkan perkara tidak mudah, wewenang ini hanya dimiliki oleh Jaksa Agung.

Bila kedua syarat sudah terpenuhi, suatu perkara baru boleh dilimpahkan ke pengadilan oleh penuntut umum, tergantung jenis perkaranya. (biasa atau singkat). Perkara Biasa : PU melimpahkan perkara terlebih dahulu membuat dakwaan. Singkat / sumir :

surat dakwaan cukup diberitahukan dalam persidangan dengan menerangkan perbuatan yang didakwakan.


(16)

Waktu dan tempat terjadinya tindak pidana. •

• Ω Ω

Pemberitahuan dicatat oleh panitera dan dianggap sebagi pengganti surat dakwaan.

Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di muka sidang dan mengikat semua pihak sehingga isinya harus jelas.

Surat dakwaan : - acta van vrewijzing - acta van daagraarding. - acta van telastesging - acta van beschuldigen.

Semua pihak harus berorientasi pada surat dakwaan yang sama, perbedaan kesimpulan disebabkan perbedaan pandangan dan posisi masing-masing.

Contohnya :

Hakim : harus obyektif tidak boleh memihak pada salah satu pihak. o

o

o

o

Penuntut umum : melihat dari sisi perbuatan terdakwa, (secara subjektif) mewakili negara.

Terdakwa : melihat dari sudut kepentingannya sendiri / subjektif. Penasihat hukum : membela terdakwa, melihat dari perbuatan dengan melihat

ketentuan yang berlaku, sehingga dia harus objektif. Posisinya harus membela kepentingan terdakwa sebagai subjek. (kesimpulan akhirnya bersifat subjektif).

Ω Skema :

Hakim : Objektif Objektif Objektif. Penuntut Umum : Subjektif Objektif Objektif. Terdakwa : Subjektif Subjektif Subjektif. Penasehat Hukum : Objektif Subjektif Subjektif. Ω T. M. Tripmann :

Jika kita memahami fungsi masing-masing pihak dimana surat dakwaan menjadi dasar“.

Ω Supaya surat dakwaan tidak dinyatakan obscurd, maka syaratnya harus lengkap: 1. Syarat formil : menyangkut jati diri / identitas terdakwa


(17)

Ω Surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani yang isinya menyangkut kedua syarat diatas.

Ω Kelengkapan syarat formil : 1. Nama

2. Tempat tanggal Lahir / Umur. 3. Jenis Kelamin

4. Kebangsaan

5. Tempat Tinggal.

6. Agama.

7. Pekerjaan Tersangka.

Ω Syarat Materil : Harus memuat uraian secara cermat, jelas, lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Ω Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat material akan dinyatakan batal demi hukum.

Ω Salinan surat dakwaan harus diberitahukan pada saat yang sama kepada tersangka / penasehat hukumnya dan penyidik, maksudnya agar mereka dapat menyiapkan diri dan mengetahui untuk perkara apa mereka diadili, dan untuk mengetahui apabila ada perubahan pada surat dakwaan, yang bertujuan untuk melengkapi, memperbaiki atau untuk tidak melanjutkan penuntutan.

Ω Perubahan surat dakwaan hanya dapat dilakukan oleh Penuntut Umum satu kali, dalam tenggang waktu 7 hari sebelum sidang dimulai.

Materi Materiil.

Ω Perbuatan yang didakwakan harus merupakan perbuatan yang nyata, yang disangka telah dilakukan tersangka.

Ω Waktu dan tempat terjadinya tindak pidana berkaitan dengan pasal yang didakwakan serta ketepatan untuk menentukan kewenangan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara tersebut. Contohnya : pencurian di malam hari dengan keterangan bukan pasal 362 tetapi 363 / 365.

Ω Jika dalam surat dakwaan tidak disebut jenis kejahatannya maka surat dakwaan harus dibatalkan.


(18)

Ω Penuntut Umum wajib membuktikan perbuatan yang didakwakan waktu itu, ia harus bisa membuktikan yang harus dibuktikan, bukan unsur dan deliknya tetapi perbuatan yang secara nyata dilakukan.

Ω Bestandel : perbuatan kongkrit, contohnya pasal 362.

Ω Bestandel Ω Element / Unsur

1. Mengambil barang 2. Milik orang lain 3. Sebagian / seluruh

1. Sengaja / opect 2. melawan hukum 3. schuld

4. faith / cause

Ω Bila bestandel terbukti tapi salah satu elemen tidak terbukti maka putusan “onslag” (putusan lepas jika perbuatannya tidak terbukti).

Ω Jika bestandel yang tidak terbukti maka putusannya “bebas” Ω Asas penuntutan oportunitas

Untuk sekali perkara dibatalkan / didisponair maka selamanya itu tidak bisa dituntut. Ω Acta Van Dempot : Permohonan pembatalan tuntutan dari penuntut umum kepada

Jaksa Agung karena merugikan kepentingan umum. Ω Yang perlu dipertimbangkan :

1. Kompetensi / kewenangan mengadili a. Relatif / attribution van rechtsmacht.

Kewenangan mengadili yang diberikan dengan didasarkan kekuatan UU kepada pengadilan yang sejenis, akan tetapi masih dalam lingkungan peradilan yang sama.

b. Absolut / distribution van rechtmacht.

Kewenangan mengadili yang diberikan berdasarkan kekuatan UU kepada pengadilan yang tidak sejenis tapi masih termasuk dalam satu lingkungan peradilan yang sama.

Harus mempunyai pembagian. ∗ Pengadilan Sejenis :

Pengadilan yang sama hak serta kewajibannya, misalnya antara PN yang satu dan yang lain hak dan kewajibannya sama.


(19)

∗ Pengadilan Tidak Sejenis :

Tidak sederajat, sehingga hak dan kewajibannya tidak sama, misalnya PN dengan PT. atau PN dengan MA.

∗ Lingkungan Peradilan yang sama : Lingkungan peradilan umum, urutannya :

1. PN sebagai instansi pertama 2. PT sebagai instansi kedua 3. MA sebagai peradilan kasasi

MA tidak sebagai pihak ketiga, karena tugas MA hanya memutus mengenai alasan-alasan hukumnya, bukan mengenai fakta-fakta. (kasasi berasal dari kata cassiew = membatalkan)

Ω Jurisdictie Gerschill : sengketa mengadili bila suatu peradilan berwenang menolak/ mengadili. Misalnya : PN Bandung dengan PN cianjur, maka yang berwenang adalah PN Jabar.

Ω Kewenangan Relatif dalam surat dakwaan selalu menyangkut tempat (forum). Ω Tempat yang menyangkut kepentingan PN yang berwenang mengadili :

1. forum commisionis : berdasarkan tempat dimana terjadinya tindak pidana. 2. forum aprechensins : tempat tertangkapnya tersangka

3. forum domicilie : tempat tinggal tersangka Ω Sengketa

Pre Yudicial Geschill •

Sengketa mengadili yang terjadi / timbul dari suatu perkara yang sedang didadili namun pengadilan yang sedang mengadili tidak berwenang memeriksa perkara karena merupakan wewenang dari hakim lain, sedangkan perkara yang diperiksa putusannya digantungkan pada hasil putusan dari perkara yang timbul tadi. Misalnya : dalam perkara pidana yang ada perdatanya, maka perkara perdata

harus diputus terlebih dahulu baru kembali lagi ke perkara pidananya dan sebaliknya.

2. Untuk menolak perkara, hakim harus membuat surat penetapan penolakan perkara dengan berkas yang dikembalikan ke PU, bila PU tidak sependapat maka ia bisa melakukan perlawanan / verzet ke PT (Pengadilan Tinggi) untuk meminta ketetapan PN itu berwenang atau tidak.


(20)

3. Pengadilan dan PU.

Hakim menolak mengadili perkara :

Surat penolakan perkara, berkasnya dikembalikan ke PU, jika PU tidak sepakat maka boleh melawan (verzet) ke PT untuk meminta penetapan apakah pengadilan yang bersangkutan mengadili atau tidak, diberi waktu 7 hari sejak tanggal penetapan pengadilan (penolakan perkara) dalam tenggang waktu 2 minggu sejak diterima surat.

Pembelaan 1. Terdakwa

Ω Dalam pemanggilan harus diperhatikan waktunya (sah dengan waktu setidak-tidaknya 3 hari sebelum sidang)

Ω Jika terdakwa tidak ada ditempat domisili, maka surat pemanggilan diberikan pada lurah / camat.

Ω Jika terdakwa berada di Rutan maka surat panggilan ditujukan dan diberikan pada ketua / pejabat RUTAN atau LP (Lembaga Pemasyarakatan) yang bersangkutan.

Ω Surat pemanggilan bisa juga diberikan kepada orang lain yang serumah dengan tanda terima yang ditandatangani.

Ω Jika tempat tinggal tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan di papan pengumuman pengadilan yang berwenang mengadili.

Ω PU menyampaikan surat penuntutan dengan rinci dan jelas (tentang waktu dan duduk perkaranya)

2. Saksi.

Ω Dipanggil oleh PU dengan rinci waktu, tempat dan untuk apa dia dipanggil. Ω Sekurang-kurangnya dalam tempo 3 hari sebelum sidang, surat panggilan sudah

diterima.

Ω Jika sudah ada pemanggilan secara sah, maka majelis hakimlah yang selanjutnya mengatur lalu lintas persidangan.


(21)

Ω Dimulainya sidang dengan azas “terbuka secara umum”. Ω Azas Pemeriksaan sidang :

1. Openbarheid (keterbukaan) 2. Onmiddelijkheid (kelangsungan) 3. Oraldebat (lisan)

Ω Sidang dibuka dengan pemeriksaan dan terbuka untuk umum (semua orang boleh menonton).

Ω Setelah membuka sidang, hakim meminta PU untuk membacakan surat dakwaan. Ω PU harus membacakan dakwaan sambil berdiri, karena PU adalah “Stande

magistratuur”.

Ω Hakim wajib menanyakan pada terdakwa apakah ia mengerti tentang dakwaan yang didakwakan kepadanya, jika terdakwa tidak mengerti maka PU wajib menjelaskan hal-hal apa saja yang didakwakan kepadanya.

Ω Berkenaan dengan masalah pembuktian, hakim menanyakan apakah terdakwa mengakui atau menerima apa yang didakwakan, jika terdakwa mengakui maka harus jelas apa yang diakuinya (sebagian atau seluruhnya)

Ω Persidangan dimulai setelah dibacakannya surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan perkara dimuka sidang.

Ω Selama pemeriksaan, Hakim harus mencegah pertanyaan-pertanyaan yang merugikan terdakwa, yaitu yang menyangkut 4 hal :

1. bersifat menjerat .

2. bersifat mengesankan (suggestiveraken) 3. tidak berhubungan (irrelevan)

4. bertentangan dengan rasa susila.

Ω Sidang sah jika Hakim menyatakan azas openbarheid.

Ω Sistem pemeriksaan di muka sidang adalah accusatoir (kedudukan yang diperiksa sederajat, dia harus bebas dari segala hukum)

Ω Dalam hal terdakwa tidak hadir, tapi sudah dipanggil secara patut, maka hakim wajib memundurkan sidang (karena pemeriksaan di muka sidang tidak boleh secara inabsencia)


(22)

Kecuali kasus tertentu, mis : subversi atau korupsi, maka bisa diperiksa diluar kehadiran terdakwa.

Ω Terdakwa “dipanggil“ oleh penyidik untuk ke muka sidang.

Ω Jika terdakwa lebih dari satu orang, dan tidak semuanya hadir, maka pemeriksaan dapat tetap dilakukan di pengadilan / persidangan. Bagi yang tidak hadir maka dapat diminta datang secara paksa.

Ω Panitera wajib mencatat laporan PU dari pemeriksaan

Ω Identitas terdakwa harus dicocokan/ dicek dahulu, agar tidak terjadi “error personer” Ω Jika eksepsi bersifat relatif, maka hakim menetapkan bahwa pengadilan tersebut

tidak berwenang dan melimpahkan ke PN yang berwenang.

Ω Untuk menentukan suatu pengadilan berwenang atau tidak dalam memeriksa perkara selain karena tangkisan / eksepsi bisa juga karena, misalnya, ternyata suatu perkara itu perkara pidana dan bukannya perdata seperti yang didakwakan.

Ω Hakim wajib mengundurkan diri jika ada hubungan sedarah/ semenda sampai derajat ketiga, (berlaku juga untuk panitera, hakim anggota, penasihat hukum, apakah ada hubungan dengan terdakwa / penasihat hukumnya)

Ω Hakim dilarang untuk menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan tentang salah atau tidaknya terdakwa.

Ω Jika sudah tidak ada lagi eksepsi, maka fase berikutnya adalah pembuktian.

Pembuktian

Ω Menurut pasal 184, alat bukti yang sah diantaranya : 1.

2.

3. Surat 4. Petunjuk 5.

6.

1.

2. Surat. 3. Petunjuk

Keterangan saksi. Keterangan ahli

Keterangan terdakwa

Pengamatan sendiri oleh hakim, keyakinan hakim (339 Ned SU). Ω Menurut 295 HIR, alat bukti yang sah yaitu :


(23)

4. Pengakuan Terdakwa.

Ω Saksi merupakan alat bukti yang pertama, karena tujuan HAPid yaitu mencari kebenaran materiil yang bisa didapat (didekati) dari saksi, yaitu mendengar, melihat atau mengalami sendiri.

Hakim Ketua sidang harus memeriksa apakah para saksi sudah lengkap atau belum dan ia juga harus memastikan bahwa para saksi tidak berhubungan satu sama lain (harus dilakukan sebelum memberi keterangan). Maksudnya agar saksi memberi keterangan berdasarkan yang dialami / diketahuinya sendiri.

Ω Jika saksi sudah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir, maka saksi bisa dihadirkan secara paksa.

Ω Untuk menjadi suatu saksi adalah suatu kewajiban, bukan hak jika menolak menjadi saksi maka ada ancaman kurungan 14 hari.

Sidang Pemeriksaan Saksi

Ω Saksi maju ke muka sidang, biasanya yang pertama kali adalah saksi korban, karena keterangannya lebih lengkap (minimal ia sendiri yang mengalaminya)

Ω Selama pemeriksaan Hakim wajib mendengarkan keterangan saksi.

Janji / Sumpah.

Ω Macam-macam sumpah :

1. Sumpah Promisoris : sumpah yang diberikan sebelum saksi memberikan kesaksian.

2. Sumpah Assetoris : sumpah yang diambil setelah saksi memberikan keterangan.

Kekutan hukum dari kedua sumpah itu sama.

Ω Macam-macam sumpah dilihat dari tingkatannya / gradasi :

1. Berat : diambil dengan upacara khusus di tempat ia menjalankan upacara keagamaan.

Misal : Islam Sumpah pocong. Kong Fu Tzu Memotong ayam putih

Yahudi Menutup seluruh tubuh dengan kain hitam, 2. Biasa : oleh hakim di muka sidang


(24)

kekuatan hukum kesemua sumpah tersebut sama.

Ω Keterangan saksi bisa secara tertulis, tapi tetap dibawah sumpah. Ω Pencabutan kesaksian di BAP boleh dicabut, asal beralasan.

Ω Jika kesaksian di BAP dan dimuka persidangan berbeda maka pertama saksi ditanya terlebih dahulu alasan mengapa sampai berbeda dan agar dipertegas mana yang benar.

Ω Kesaksian yang mengikat adalah kesaksian dimuka persidangan.

Ω Jika keterangan tidak beralasan maka saksi digugat, karena harus berhubungan dengan alat bukti lain.

Ω Majelis hakim dapat meminta saksi untuk memberikan segala keterangan yang dianggap perlu.

Ω Untuk memberi putusan maka majelis hakim saling berpendapat dengan azas musyawarah mufakat. Pendapat pertama ditanyakan kepada hakim anggota yang paling muda agar pendapatnya mandiri (tidak mengikuti yang lain, yang lebih tua). Ω Bila dianggap perlu kita bisa meminta “croscek” (menguji kebenaran saksi)

Ω Setelah memberi keterangan saksi harus tetap berada di ruang sidang.

Ω Jika di tengah sidang saksi ingin keluar, ia harus meminta ijin PU, penasihat hukum dan mereka tidak keberatan.

Ω Sesama saksi tidak boleh mengobrol dalam persidangan.

Ω Saksi yang memiliki hak mengundurkan diri (saksi relatif onbevoegd : )

1. Punya hubungan darah / semenda dalam garis lurus keatas / kebawah sampai derajat ke-3 dari si terdakwa / kawan terdakwa.

2. Karena hubungan perkawinan.

∗ Saudara – saudara terdakwa dari ibu / bapak.

∗ Anak-anak dari saudara terdakwa (keponakan) atau dari kawan terdakwa. 3. Suami / istri sekalipun mereka sudah bercerai.

Ω Dalam HIR saksi relatif onbevoegd, ada 4, yaitu ketiga yang disebut diatas ditambah slaves atau budak.

Ω Saksi ini bisa menjadi saksi, dengan syarat :

1. Para pihak tidak keberatan untuk mendengar keterangan saksi (penasihat hukum dan penuntut umum)


(25)

Saksi Absolut Onbevoegd (Boleh didengarkan keterangannya tapi tidak boleh disumpah) :

1. Anak belum 15 tahun atau belum pernah menikah.

2. Orang yang menderita sakit jiwa atau sakit ingatan yang pikirannya tidak jelas kapan ia sakit dan kapan ia sembuh.

Ω Setelah saksi memberi keterangan, para pihak bisa mengajukan kepada hakim agar saksi yang tidak dikehendaki keluar dari ruang sidang.

Ω Hakim dapat mendengar keterangan saksi tanpa dihadiri terdakwa.

Ω Saksi yang mengangkat sumpah palsu maka hakim harus mengingatkan saksi dengan menyebutkan ancaman pidana / sanksi jika saksi tetap berbohong.

Ω Bila saksi tetap pada kehendaknya, maka hakim meminta PU untuk menuntut saksi dengan dakwaan sumpah palsu, dengan barang buktinya berita acarea persidangan yang ditandatangani oleh panitera.

Ω Pertanyaan yang diajukan harus dijawab langsung oleh orang yang bersangkutan. Ω Terdakwa bisa dikeluarkan dari ruang sidang jika ia tidak tertib, dan pemeriksaan

dapat tetap berlangsung.

Ω Setelah saksi selesai diperiksa, baru giliran saksi ahli (kalau ada).

Ω Ahli : setiap orang yang dianggap mempunyai pengetahuan / pengalaman dibidang tertentu.

Ω Ahli memberikan keterangan berupa pendapat dari (berdasarkan) pengetahuannya dibidang tertentu saja.

Ω Ketentuan-ketentuannya sama dengan saksi (harus disumpah)

Ω Barang bukti harus diajukan dalam bentuk dibungkus/ disegel dan baru dibuka dimuka sidang.

Tahapan persidangan : 1. Surat dakwaan.

2. Pembuktian / verifikasi. 3. Tuntutan / visitoir. 4. Pledoi / nota pembelaan.

5. Replik jawaban ke-2 dari PU 6. Duplik terdakwa


(26)

7. putusan, atrau kalau ada tambahan;

8. Triplik (kata terakhir selalu diajukan pada terdakwa)

9. Quandra duplik (pembacaan pledoi & duplik harus sambil berdiri)

Tiga teori pembuktian :

1. Negatif menurut UU (de Negative Letterlijk Bewijstheorie). Mensyaratkan 2 hal :

∗ Apabila perbuatan bisa dibuktikan denga sekurang-kurangnya 2 alat bukti. ∗ Adanya keyakinan hakim.

“Hakim tidak boleh menjatuhkanhukuman kecuali sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah dan keyakinan Hakim“

2. Positif menurut Undang-undang (de Positive Letterlijke Bewijstheorie).

Hanya menitikberatkan pada masalah alat bukti saja (tidak mempertimbangkan keyakinan hakim).

3. Bebas (Vrij Bewijstheorie).

Menitikberatkan pada keyakinan hakim. Ω Keyakinan hakim bisa dibangun melalui 2 aliran :

1.

2.

1. 2. 3.

4.

Conviction intime.

∗ Didasarkan pada apa yang terlihat / nampak oleh hakim.

∗ Contohnya : teori tampang kriminil (tapi tidak berlangsung lama). Conviction rassionar.

∗ Berdasarkan hasil pemikiran.

Ω Empat hal yang harus diperhatikan hakim / dinilai dari saksi :

Persesuaian keterangan antara saksi yang satu dengan yang lainnya. Persesuaian keterangan antara saksi dengan alat bukti lainnya.

Alasan-alasan yang mungkin digunakan saksi untuk membenarkan keterangan tertentu.

Cara hidup/ kesusilaan saksi dan segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat dipercaya atau tidaknya keterangan saksi.


(27)

Bukti Surat

Ω Surat yang termasuk alat bukti :

1. Dalam bentuk berita acara (dibuat secara resmi) oleh pejabat yang berwenang, yang dibuat dihadapannya.

Memuat keterangan mengenai apa yang dilihat, didengar, dialami.

2. Surat yang dibuat menurut peraturan UU yang dibuat oleh pejabat tertentu (yang berwenang) yang merupakan tata laksananya/ tanggungjawabnya. Mis: akta notaris.

3. Surat yang dibuat oleh hakim yang memuat tentang pendapatnya mengenai sesuatu hal berdasarkan keahliannya, dibuat atas permintaan secara resmi.

Hanya dibuat atas permintaan, sehingga mempunyai kepala surat dan menyebutkan demi keadilan. Mis : Visum et Repertum.

4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan alat bukti lain. Misal: kuitansi tanda terima, surat yang isinya menagih hutang.

Petunjuk

Ω Perbuatan/ kejadian/ keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Ω Merupakan alat bukti yang paling lemah karena harus dikuatkan dengan alat bukti lain berupa keterangan saksi surat atau keterangan terdakwa.

Ω Hakim harus memberikan penilaian terhadap petunjuk secara bijaksana, karena petunjuk harus diperiksa secara seksama.

Ω Petunjuk diperoleh melalui alat-alat bukti yang lain, sehingga kekuatan pembuktiannya harus dikuatkan/ ditunjang alat-alat bukti yang lain. Misalnya : dikuatkan oleh keterangan saksi/ surat/ keterangan terdakwa sendiri.

Keterangan terdakwa.

Ω Apa yang dinyatakan terdakwa dalam persidangan.

Ω Keterangan terdakwa diluar sidang dapat digunakan untuk menemukan alat bukti lain dan keterangan terdakwa ini hanya dapat digunakan untuk diri sendiri. (hanya mengikat diri sendiri).


(28)

Ω Keterangan terdakwa yang berupa pengakuan tidak cukup menyatakan bahwa perbuatan terdakwa terbukti karena harus disertai alat bukti lain.

Ω Asas Presumption of innocent = asas praduga tak bersalah.

Putusan

1. Putusan akhir

Ω Putusan akhir dapat berbentuk putusan yang menyatakan harus dibebaskan dari segala tuntutan / tuduhan.

Ω Tuntutan pembebasan digolongkan :

1. Apabila kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak sah.

2. Jika delik tidak terbukti, tetapi perbuatan terbukti maka putusannya bebas (vrijspraak).

3. Jika elemen tidak terbukti, maka putusan onslag (lepas dari segala tuntutan hukum).

4. Jika bestaling tidak terbukti maka putusannya rechtspraak (bebas dari segala tuduhan).

Ω Empat jenis putusan Rechtspaak :

1. Referee Rechtspaak : murni tidak terbukti. ∗ Dalam hal ini perbuatannya jelas. ∗ Tidak boleh mengajukan kasasi.

∗ Pasal 44 KUHAP: “MA tidak boleh menerima pemeriksaan kasasi yang diperiksa, yang putusannya rechtspraak, karena ada rechtspraak yang tidak murni”.

2. Putusan pembebasan tidak murni.

∗ Pasal 183 KUHAP : “Selain dengan alat bukti juga dengan keyakinan Hakim, jadi perbuatannya terbukti tapi Hakim tidak yakin akan perbuatan terdakwa“

∗ Asas : In Dibiro Proreo : ragu-ragu / tidak yakin. 3. Putusan bebas terselubung.

∗ Hakim hanya melihat pada perbuatan yang didakwakan saja, bila perbuatan yang didakwakan tidak terbukti maka Hakim menjatuhkan putusan bebas, padahal ada perbuatan lain yang terbukti tapi tidak didakwakan.


(29)

∗ Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pada perbuatan yang tidak didakwakan.

∗ Perbuatan terbukti tapi elemen tidak terbukti.

4. Putusan bebas karena tujuan pemidanaan tidak akan tercapai (uitspraak op doelstigheid).

∗ Perbuatan yang didakwakan sulit dibuktikan, mungkin karena alat bukti tidak lengkap atau terdakwa tidak lengkap.

∗ Misalnya : perkara telah diundur beberapa kali sehingga terdakwa tidak utuh lagi (misalnya semula 5 orang tetapi menjadi 3 orang karena tua dan meninggal).

2. Bukan putusan akhir

Ω Merupakan putusan yang tidak pokok perkaranya, maka tidak memutus mengenai pokok perkaranya.

Ω Hukuman yang bukan merupakan putusan akhir : 1. Putusan yang sah tidak dapat diterima.

Misalnya : untuk tindak pidana dengan delik aduan. 2. Tuntutan yang dakwakannya batal demi hukum

Misalnya : rumusan dakwaan tidak jelas.

3. Putusan yang menyatakan bahwa hakim/ pengadilan tidak berwenang mengadili. Ω Bila pengadilan memberikan putusan berupa pembebasan/ lepas dari segala tuntutan

hukum, pengadilan menetapkan mengenai status barang-barang bukti. Biasanya hakim memutuskan barang bukti dikembalikan pada orang yang paling berhak (dicantumkan namanya), kecuali barang tersebut dirampas untuk menjadi milik negara, atau dimusnahkan agar tidak digunakan lagi, misalnya ganja atau obat-obatan terlarang.

Ω Perintah untuk menyerahkan barang bukti dapat dilakukan tanpa syarat apapun. Ω Putusan-putusan pengadilan hanya sah jika dinyatakan terbuka untuk umum.

Pernyataan dilakukan sebelum persidangan dimulai (pada putusan akhir).

Ω Setelah dijatuhi putusan, ada 5 hal yang perlu diketahui terdakwa (hak terdakwa) : 1. Hak untuk menerima atau menolak putusan.


(30)

2. Hak untuk mempelajari putusan sambil menyatakan menerima atau menolak (waktu untuk berfikir 7 hari).

3. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan (dalam hal ia menerima putusan namun mengajukan permohonan grasi (minta ampun), setelah grasi terdakwa harus menerima putusan tapi boleh mengajukan permohonan penangguhan eksekusi.

Grasi hak prerogatif presiden

4. Hak untuk mengajukan pemeriksaan banding ke PT.

5. Hak untuk mencabut pernyataannya dalam tenggang waktu yang dibolehkan Undang-undang.

Ω Beberapa kemungkinan putusan dapat mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu : 1. Bila para pihak menerima putusan yang dijatuhkan.

2. Apabila tenggang waktu untuk melakukan upaya hukum telah terlampaui (kadaluarsa)

3. Upaya hukum yang telah diajukan dicabut kembali. Ω Suatu putusan agar sah harus memuat :

1. Kepala putusan pernyataan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yyang Maha Esa”.

2. Memuat secara lengkap identitas terdakwa.

3. Memuat dakwaan (surat dakwaan yang dituduhkan).

4. Pertimbangan-pertimbangan hakim mengenai fakta dan alat-alat bukti yang terungkap dalam persidangan (sebagai dasar untuk menentukan dan menetapkan salah atau tidaknya terdakwa).

5. Memuat sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan terdakwa. 6. Tuntutan pidana (berapa lama hukumannya).

7. Menyebutkan pasal dari per-UU-an yang menjadi dasar hukum dari putusan. 8. Hari / tanggal hakim bermusyawarah (dasar pemidanaan, jumlah hakim harus

ganjil).

Putusan yang diambil adalah putusan yang paling menguntungkan terdakwa. 9. Pernyataan akan kesalahan terdakwa, setelah mempertimbangkan terpenuhi

semua unsur-unsur dari delik yang didakwakan karena asasnya mengatakan : “tiada hukuman tanpa kesalahan”


(31)

10. Memuat pernyataan kepada siapa biaya perkara akan dibebankan, dengan biaya yang pasti (konkrit).

11. Untuk hal kemungkinan dalam pembuktian, ada surat yang dianggap palsu, ini harus diterangkan.

12. Pernyataan mengenai status terdakwa (ditahan atau tidak, dll). Hakim harus memperhitungkan masa tahanan, Hakim harus menghitung lama penahanan. 13. Memuat hari, tanggal putusan dijatuhkan dengan data PU, Hakim, panitera

dengan jelas diperlukan untuk memproses upaya hukum yang lain, seperti banding (dihitung setelah satu hari putusannya).

Ω Bila syarat diatas tidak terpenuhi maka putusan batal demi hukum.

Ω Putusan ditandatangani hakim dan panitera seketika setelah putusan diucapkan dan putusan hanya bisa dilaksanakan setelah diucapkan pertama.

Ω Bila yang bersangkutan tidak menerima putusan, maka ia bisa melakukan upaya hukum (rechtsmiddel), yang dibagi menjadi :

Upaya Hukum

Ω Dibagi menjadi : 1. Biasa :

a. Perlawanan (Verzet) : - Vonnis Bijverstek

- SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh Kepolisian atau Surat Perintah Penghentian Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum).

b. Banding (Revisie) c. Kasasi (Cassatie Partij). 2. Luar Biasa :

a. Kasasi demi kepentingan hukum (Cassatie in het belang van het recht).

b. Peninjauan kembli putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum lengkap (PK).

Upaya hukum Biasa. Verzet


(32)

Ω Dapat diputus untuk tindak pidana tertentu yang menurut UU bisa diadili tanpa dihadiri oleh terdakwa. Putusan tersebut harus diberitahukan pada terdakwa, bila ia tidak menerimanya, ia dapat melakukan perlawanan verzet, yang diajukan pada pengadilan pertama yang memproses perkara ini.

Ω Perlawanan diberi waktu 7 hari setelah putusan diberitahukan.

Ω Mereka dapat menggunakan haknya untuk melakukan perlawanan dan diberitahukan kepada panitera. Lalu panitera memberitahukan pada Hakim untuk penetapan hari sidang, dan pada hari itu terdakwa harus hadir.

Ω Dalam persidangan, Hakim menentukan apakah perlawanan itu diperkenankan atau tidak. Jika diperkenankan maka pemeriksaan perkara harus dimulai dari awal lagi. Ω Jadi perlawanan verzet hanya bisa dilakukan pada putusan yang belum mempunyai

kekuatan hukum.

2. Perlawanan verzet.

Ω Bila Hakim menyatakan ia tidak berwenang untuk mengadili, maka ia akan mengembalikan perkara ke PU, jika PU tidak menerima hal tersebut maka bisa melakukan verzet yang diajukan ke PT di wilayah PN yang membuat Verzet.

Ω Diberi waktu 7 hari sejak penetapan PT yang menerima perlawanan harus memutus dalam waktu 14 hari untuk menentukan apakah perlawanan diterima atau tidak. Ω Jika diterima, maka PT memerintahkan PN untuk memeriksa perkara, jika tidak PT

memberitahu PN mana yang berhak mengadili.

Banding.

Ω Merupakan upaya untuk melawan putusan PN yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ω Banding diajukan ke PT lewat PN yang memeriksa perkara untuk pertama kali. Ω Banding diajukan dalam waktu 7 hari sejak keesokan harinya putusan dijatuhkan,

jika lebih harus ditolak.

Ω Dapat diajukan oleh para pihak (PU dan Terdakwa) pasal 107 KUHAP.

Ω Terdakwa atau PU berhak meminta banding terhadap putusan di PN (tingkat pertama) kecuali pada putusan bebas/ lepas (onslag).


(33)

Ω Jika terdakwa hendak minta banding, ia dapat memberikan kuasa secara khusus kepada penasihat hukumnya (diwakilkan untuk banding).

Ω Panitera PN mencatat permohonan banding untuk menentukan waktu permohonan (7 hari) dan menandatanganinya.

Ω Kedua belah pihak harus mengatahui jika ada salah satu pihak mengajukan banding. Ω Misalnya jika banding dimintakan oleh terdakwa maka PU harus diberitahu, dan

sebaliknya.

Ω Permohonan banding sewaktu-waktu dapat dicabut lagi jika belum ada biaya perkara.

Ω Risalah (memori) banding (isinya merupakan alasan-alasan mengapa mereka tidak menerima putusan) dan tidak harus dibuat.

Ω Dengan adanya permohonan banding, panitera PN harus mengirim salinan putusan PN dan berkas perkara ke PTY dalam waktu 14 hari, serta dijelaskan tentang status terdakwa apakah masih ditahan atau menunggu putusan PT.

Ω PT bisa menerima banding tanpa ada memori banding. Ω Permohonan banding harus secara tertulis.

Ω Pemeriksaan di PT : 1. Oleh hakim majelis.

2. Dasar pemeriksaan : berkas perkara, yang terdiri dari : a. Berita Acara penyelidikan.

b. Berita Acara pemeriksaan sidang.

c. Bukti surat yang berhubungan dengan perkara.

Ω PT harus menetapkan status terdakwa, 3 hari setelah menerima permohonan banding (masih ditahan atau tidak).

Ω Bila PT berpendapat hakim PN melakukan kelalaian dalam penerapan hukum maka PT bisa mengambil putusan :

1. Agar PN memperbaiki.

2. PT mengadili sendiri, menggagalkan putusan PN.

Ω Tentang status Terdakwa, tergantung pada batas wakttu penahanan, bila terdakwa mengajukan kasasi maka MA yang menetapkan status terdakwa.


(34)

Ω Salinan putusan dan berkas perkara dari PT dikembalikan lagi pada PN dalam waktu 7 hari setelah putusan banding dan diberitahukan oleh PT melalui surat panggilan kepada terdakwa.

Ω Terdakwa mendapatkan salinan putusan untuk menentukan apakah ia menerima putusan atau tidak.

Kasasi.

Ω PU atau terdakwa bisa mengajukan kasasi pada MA, kecuali pada putusan bebas. Ω Putusan pengadilan yang bisa mengajukan kasasi adalah putusan pengadilan yang

terakhir / pengadilan lain sepanjang bukan putusan MA. Ω Kasasi berasal dari kata Casser yang artinya membatalkan.

Ω Permohonan kasasi diajukan (diberikan) kepada panitera pengadilan yang pertama memutus perkara tersebut (PN)

Ω Permohonan kasasi diajukan 14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan permohonan kasasi itu diberitahukan.

Terhitung mulai keesokan harinya setelah putusan, bila hari ke-14 adalah hari libur, maka permohonan harus diajukan sebelum libur.

Ω Perbedaan kasasi pihak dan kasasi demi kepentingan hukum.

Kasasi Pihak Kasasi Demi Kepentingan Hukum 1. Bisa diajukan pada putusan yang

belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

1. Hanya pada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Bisa mengubah putusan yang telah dijatuhkan.

2. Tidak bisa mengubah putusan.

3. Diajukan oleh para pihak. 3. Hanya bisa diajukan oleh Jaksa Agung.

Ω Jika permohonan kasasi lebih dari 14 hari, maka permohonan menjadi gugur. Ω Permohonan kasasi bisa dicabut bila belum ada putusan MA.

Ω Apabila permohonan pencabutan kasasi dilakukan sebelum berkas acara diajukan ke MA dan berarti ia menerima putusan PT (menjadi berkekuatan hukum tetap).


(35)

Ω Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi, jika tidak ditolak, karena MA tidak memeriksa faktanya, hanya memeriksa landasan hukumnya saja.

Ω Memori kasasi diajukan 14 hari sejak permohonan kasasi diajukan. Isi memori kasasi : tentang alasan diajukannya kasasi (untuk membantah putusan pada Pengadilan Tinggi/ PT).

Ω Sebelum diputus pihak yang mengajukan memori kasasi masih bisa menambahkan (memori kasasi) sepanjang pemeriksaannya belum dimulai.

Ω Panitera PT dalam tenggang waktu 14 hari harus mengirimkan berkas ke MA.

Ω Jika permohonan kasasi gugur, panitera harus memberitahu lawan (para pihak) agar lawan bisa melakukan (membuat) kontra memori kasasi.

Ω Berkas yang dikirim panitera PN berisi memori kasasi dan kontra memori kasasi. Ω MA yang menerimanya harus mencatat pada buku register perkara setiap hari kerja

karena (MA) harus menentukan apakah masih dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh UU atau tidak.

Ω Yang dapat diajukan dalam memori kasasi (alasan kasasi) :

1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan/ diterapkan tidak sebagaimana mestinya.

2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU. 3. Apakah benar bahwa pengadilan telah melampaui batas kewenangannya.

Ω MA bersidang dengan 3 orang hakim dan memeriksa berkas perkara yang diajukan PN kecuali bila perlu MA bisa meminta keterangan para saksi.

Ω Wewenang menetapkan status terdakwa ada di tangan MA, sejak diajukannya permohonan kasasi.

Ω Dari 3 alasan permohonan kasasi diatas, cukup 1 saja dan dijelaskan.

Ω Pertama-tama MA hanya menyatakan menolak/ menerima jika waktunya belum daluarsa (habis waktu).

Ω Objek pemberian kasasi (alasan yang diajukan pemohon untuk melawan putusan yang dimohonkan kasasi) :

1. Jika putusan dibatalkan MA karena peraturan hukum tidak dilaksanakan/ diterapkan sebagaimana mestinya maka MA akan mengadili sendiri.


(36)

2. Bila pembatalan putusan, cara pengadilan tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU maka MA akan menetapkan agar pengadilan yang telah menuntut perkara untuk memeriksa kembali sepanjang bagian yang dibatalkan saja.

3. Bila putusan yang dimohonkan kasasi dibatalkan karena pengadilan/ hakim setelah melampaui batas wewenangnya maka MA akan melaksanakan hakim lain untuk memeriksanya (pengadilan lain yang berwenang).

Ω MA bukanlah pengadilan ke-3 karena MA hanya memeriksa alasan-alasan hukumnya saja. Jika putusan sebelumnya ditentukan dengan cara yang salah, maka putusan yang lama harus batal.

Upaya Hukum Luar Biasa

Ω Dilakukan pada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum dengan syarat kasasi tidak boleh merugikan kepentingan para pihak yang berperkara, sehingga putusannya tidak bisa diubah.

Ω Jadi jika sudah diputuskan, maka hukuman itu harus dijalankan.

PK (Peninjauan Kembali)

Ω PK putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali terhadap putusan bebas/ lepas dari segala perbuatan (Vrijspaak/ onslag).

Ω Yang berhak mengajukan adalah terpidana (karena dia telah menerima putusan) atau ahli warisnya.

Ω Diajukannya kepada MA.

Ω Dapat mengubah putusan yang telah dijatuhkan.

Ω Harus diajukan dengan dasar/ alasan tertentu. Diantaranya :

1. Dengan adanya Novum (hal-hal baru / keadaan baru yang diketahui setelah perkara diputus). Jika diketahui sebelum perkara diputus, maka putusannya dapat berupa pembebasan/ lepas dari segala tuntutan hukum/ dihukum dengan hukuman yang lebih ringan.

2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa suatu hal telah terbukti akan tetapi hal/ kebendaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata bertentangan satu sama lain.


(37)

3. Apabila putusan jelas-jelas memperlihatkan kekeliruan/ kekhilafan yang lebih nyata (melebihi batas yang diajukan dalam UU)

Ω Tidak terikat pada batas wqaktu.

Ω Permohonan diajukan melalui panitera PN yang telah memutus untuk pertama kali dengan menyebutkan alasan-alasan secara jelas.

Ω Jika permohonan terpidana dan keluarganya kurang memahami hukum, maka panitera wajib menanyakan apakah yang menjadi alasan peninjauan kembali.

Ω Ketua pengadilan segera mengirimkan permohonan dan seluruh berkasnya kepada MA, PN menyatakan penjelasannya.

Ω Hakim yang memeriksa lagi apakah alasan sudah tepat atau belum.

Ω Dalam putusannya para pihak turut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya (waktu memeriksa alasan) untuk menjadi pertimbangan apakah itu beralasan.

Ω Dibuat Berita Acara yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan panitera. Hakim yang memeriksa membuat Berita Acara Pendapat yang diperiksa oleh panitera.

Ω Pengadilan melanjutkan permintaan PK dengan berkas perkaranya, maupun berkas acara tambahan yang dibuat hakim. Jika permohonan PK tidak memenuhi syarat formil maka MA akan menyatakan bahwa permintaan PK itu tidak dapat diterima.

Ω Dua Sikap MA dalam menerima permohonan PK :

1. Jika MA tidak membenarkan alasan PK maka MA akan menolak permohonan PK dan menyatakan bahwa putusan yang dimintakan PK tetap berlaku.

2. Bila membenarkan alasan PK (menerima), maka MA akan membatalkan putusan yang dimintakan PK sehingga akan mengadili dan menjatuhkan putusan sendiri. Ω Putusan dapat berupa :

1. Membebaskan terpidana dari segala tuduhan. 2. Melepaskan terpidana dari segala tuntutan hukum.

3. Menyatakan bahwa putusan tidak dapat diterima (tuntutan PU tidak dapat diterima)

4. Mengubah putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Ω Salinan putusan MA dalam hal PK dan berkas perkara dalam 7 hari harus dikirim


(38)

Ω Selama permohonan PK diproses tidak menangguhkan/ memberhentikan pelaksanaan eksekusi.

Ω Jika pemohon PK sudah diterima oleh MA, tetapi pemohon meninggal, maka dilanjutkan atau tidaknya dijatuhkan pada keputusan ahli waris.

Ω PK hanya bisa diajukan 1 kali.

Ω Dalam PK tidak ada ganti rugi, yang ada hanya rehabilitasi, karena novum yang diajukan saat PK itu seharusnya diberikan pada waktu proses PN (tapi itu tidak dilakukannya) sehingga tidak ada ganti rugi, disebabkan itu adalah kesalahan dari si pemohon itu sendiri.

Ω Yang melaksanakan eksekusi adalah Jaksa. Ω Salinan putusannya diberikan oleh Panitera.

Ω Bila putusan berupa hukuman denda, terpidana diberi tenggang waktu 1 bulan, jika tidak mencukupi diberi lagi 1 bulan.

Ω Benda sitaan yang ada pada Jaksa akan dikuasakan pada negara untuk dijual dalam waktu 3 bulan, dan dapat diperpanjang selama 1 bulan lagi.

Ω Setiap terpidana yang dijatuhi hukuman dibebani biaya perkara.

Ω Bila terpidana lebih dari satu orang, maka beban biaya bisa dilakukan secara bersama/ berimbang.

Ω Jika sudah dibayar oleh salah seorang diantara mereka, maka yang lain bebas membayar.

Ω Jika terpidana diberi putusan bebas/ lepas maka biaya perkara ditanggung negara. Ω Putusan yang dapat dilakukan adalah putusan yang mempunyai hukum tetap. Ω Setiap putusan harus diawasi oleh hakim.

Ω Hakim yang ditunjuk oleh pengadilan bertugas 2 tahun dan dapat diperpanjang. Ω Dalam pelaksanaan eksekusi, Jaksa harus membuat Berita Acara eksekusi yang

ditandatangani olehnya, dan diserahkan kepada kepala LP.

Ω Hakim pengawasan mengadakan pengawasan untuk kepastian apakah putusan yang telah dijatuhkan telah dilaksanakan sesuai amar putusan atau tidak.

Ω Hakim dan pengamat dapat meminta kepada kepala LP untuk memberikan informasi secara periodik/ berkala mengenai perilaku narapidana yang ada dibawah pengawasannya dan bila dipandang perlu, Hakim pengawas dan pengamat (Hakim


(39)

Wasmat) ini dapat membicarakan masalah pembinaan terhadap narapidana dan tentu dengan kepala LP.

Ω Hasil pengamatan dilaporkan secara periodik kepada ketua pengadilan, dengan demikian diharapkan setiap keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dijalankan sesuai dengan amar putusan/ hukumnya.

Ω Narapidana yang telah melaksanakan putusan dapat mengajukan grasi.

1. Grasi

Ω Merupakan hak prerogatif presiden/ kepala negara untuk memberikan ampunan kepada narapidana tertentu setelah meminta nasehat kepada MA.

Ω Grasi : - Berjalan. - Duduk.

Ω Grasi berjalan : permohonan grasi yang diajukan oleh persidangan dimana ter-pidana tetap menjalankan putusannya sambil menunggu putusan grasi.

Ω Grasi duduk : permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana dimana ia meminta penangguhan eksekusi karena ia mengajukan grasi.

Ω Syarat mengajukan grasi : terpidana harus sudah menerima putusannya (putusan sudah memiliki kekuatan hukum tetap).

2. Abolisi

Ω Penghentian penuntutan yang belum selesai atau mencegah dilaksanakannya penuntutan.

Ω Hak untuk melakukan penuntutan dalam suatu perkara tertentu ditiadakan.

3. Amnesti

Yaitu meniadakan semua akibat hukum pidana dalam perkara tertentu / perbuatan tertentu pada waktu tertentu.

Ω Grasi, abolisi dan amnesti bukanlah termasuk dari upaya hukum.

Ω Amnesti dan abolisi tidak dijatuhkan terhadap perorangan (orang tertentu), melainkan terhadap suatu kelompok yang melakukan tindak pidana pada waktu tertentu.


(40)

Ω Grasi dimintakan oleh perorangan.

Ω Amnesti berlaku baik untuk seseorang yang telah atau belum dijatuhkan hukuman. Ω Abolisi berlaku untuk orang yang belum dijatuhi hukuman.

Ω Grasi berlaku bagi orang-orang yang telah dijatuhi hukuman. Ω Pada amnesti, baik hak penuntutan juga hukuman ditiadakan.

Ω Amnesti dan abolisi tidak hanya meniadakan hak tapi juga meniadakan sifat melawan hukumnya.

Ω Grasi hanya meniadakan hubungan saja.

Ω Jika terpidana yang diberi abolisi dan amnesti melakukan tindak pidana lagi ia tidak termasuk residivis.

Ω HAPid dalam pelaksanaannya selalu bertentangan dengan kepentingan individu, bahkan sering dianggap bertentangan dengan hak asasi.

Ω HAPid dianggap sebagai sesuatu yang dapat menyinggung seseorang, tetapi penting untuk mencegah eigenrichting (main hakim sendiri).

Ω Jika eigenrichting dibiarkan maka akan timbul tindakan balas dendam baik secara individual maupun kelompok.

Ω Dalam lex tallions : Jika anggota satu kelompok diambil oleh kelompok lain maka mereka diperkenankan melakukan hal yang sama kepada kelompok yang telah mengambil temannya tersebut.

Ω Harus ada aturan atau ketentuan yang bisa diberlakukan untuk menindak orang-orang yang menjadi sumber terjadinya tindakan balas dendam dan main hakim sendiri (eigenrichting).

Ω Perbuatan untuk membela diri dengan berlebihan (pasal 49) tidak termasuk dalam kategori balas dendam.

Ω Tidak ada peraturan atau ketentuan yang secara tegas melarang tentang perbuatan main hakim sendiri. Namun pelakunya dapat dituntut pada perbuatan yang diakuinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari semboyan “kekuasaan adalah hukum”.

Ω Perbuatan yang dapat dipandang sebagai eigenrichting adalah pasal 666 BW, pasal 357 KUHD.

Ω Tahun 1215, Laucentius III melarang penyelesaian perkara yang bergantung pada putusan Illahi.


(41)

Ω Paus Honorius III, hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kesalahan-kesalahan pemikiran seseorang, syarat pembuktian harus didasarkan pada pemikiran fisik/ jasmani.

Dalam upaya mendapatkan putusan Illahi HAPid sering disalahgunakan sehingga menimbulkan akses-akses penganiyaan.

Ω Penyelesaian perkara pidana menyangkut kepentingan masyarakat banyak (masalah rakyat), maka seluruh rakyat dianggap mempunyai kepentingan guna mencegah tindakan main hakim sendiri, maka pemeriksaan untuk pertama kali dilakukan oleh seluruh warga masyarakat. Clasium Generalum (seluruh rakyat mengadili)

Ω Karena jumlah masyarakat semakin banyak, maka dalam perkembangan pelaksanaan putusan dengan sistem juri.

Ω Juri diambil dari warga masyarakat, bahkan juri ditentukan oleh Penuntut umum dan terdakwa (ke-2 pihak mempunyai hak veto).

Juri menentukan salah tidaknya terdakwa, sedangkan hakim menentukan lamanya hukuman.

Ω Eropa Kontinental tidak mengenal sistem ini, hakim menentukan salah tidaknya terdakwa, dan ia juga yang menentukan lamanya hukuman. (keputusan ada di tangan hakim).

Sistem Pemeriksaan :

1. Accusatoir (Accuse) = Mendakwa.

∗ Pidana baru ada jika ada pengaduan dari orang yang merasa dirugikan.

∗ Yang menuduh dan yang dituduh kedudukannya sederajat, keduanya mempunyai hak dan wewenang yang sama.

∗ Yang didakwa adalah subjek hukum, sehingga ia berhak membela diri. ∗ Hakim yang memutus harus objektif dan tidak boleh memihak.

∗ Jika pihak yang mendakwa tidak mampu membuktikan maka ia harus mampu menjalankan sanksi yang dijatuhkan pengadilan (pada abad pertengahan), dimana surat dakwaan dibuat oleh hakim.

∗ Hakim hanya sebagai pihak yang mengadili, maka dalam sistem ini ada 3 pihak yang berpekara : hakim, terdakwa dan pendakwa.


(42)

∗ Dalam sistem ini pendakwa diganti oleh institusi yang mewakili negara, yaitu penuntut umum.

∗ Gematige accusatoir : sistem pemeriksaan accusatoir tidak penuh. Ada dua sifat yang digunakan , yaitu :

1. dalam penyidikan dilakukan dengan sistem inquisatoir. 2. dalam persidangan menggunakan sistem accusatoir.

2. Inquisitoir.

∗ Dimana orang yang dituduh ketika menjalankan pemeriksaan dianggap sebagai benda, bukan subjek hukum.

∗ Syarat untuk pengaduan untuk terjadinya tindak pidana yang mengandung bahaya pada pengadu dapat dihapus dengan ditentukan oleh wewenang pada hakim untuk melakukan penuntutan.

∗ Dalam sistem ini hakim mempunyai 3 fungsi kewenangan (yaitu sebagai pendakwa, penuntut dan mengadili).

∗ Jadi yang berpekara dalam sistem ini hanya dua pihak yaitu terdakwa dan hakim.

∗ Terdakwa sebagai objek hukum ia belum boleh membela diri dari awal. Hakimnya tidak objektif, meskipun ia menuntut atas nama negara, tapi karena posisinya sebagai penuntut maka ia tidak akan menjatuhi hukuman untuk dirinya, apabila penuntutan tidak terbukti.

Ω Penyebab perubahan dari accusatoir ke inquisatoir :

1. Hakim lebih bertindak secara ex-officio (karena jabatan). 2. Orang-orang berusaha mencari kebenaran materiil.

Ω Syarat utama untuk mendapatkan pembuktian dalam HAPid yang bersifat inquisatoir : dengan cara memperoleh pengakuan terdakwa sehingga untuk melakukan penuntutan cukup dengan satu orang saja. Untuk mendapatkan pengakuan ini (karena tersangka dijadikan objek pemeriksaan) dilakukan dengan syarat memaksa atau dengan tindakan penganiyaan.

Ω Confessus non apalat : orang yang sudah mengaku, tidak boleh banding.

Ω Karena sifat inquisatoir dianggap bertentangan dengan HAM maka kembali pada sistem pemeriksaan accuisatoir.


(43)

Ω Seseorang yang didakwakan dengan suatu tindak pidana, sebelum ada putusan bahwa ia bersalah, maka ia belum bersalah (asas praduga tak bersalah = presumption of innocent).

Susunan Peradilan di Indonesia

Ω Terbagi menjadi 4 fase :

I. Hindia Belanda (1848 – 1942). II. Pendudukan Jepang (1942 – 1945).

III. Setelah Jepang Menyerah Pemulihan kedaulatan (1945 – 27 des 1949). IV. Jangka Pemulihan Kedaulatan – Sekarang (27 Des 1949 – sekarang)

I. Hindia – Belanda (1848 – 1942).

Ω Terjadi dualisme, dimana per-UU-an yang berlaku di Hindia – Belanda disesuaikan dengan yang berlaku di Belanda.

Ω 1848 : pernah dibuat kodifikasi UU dimana Belanda baru lepas dari penjajahan Perancis. Dampaknya juga terjadi di Hindia – Belanda sehingga 1848 diambil sebagai titik tolak susunan peradilan.

Ω Susunan peradilan untuk Jawa dan Madura diatur dalam RO (Reglement of de Recht Organisatie).

Ω Untuk diluar Jawa dan Madura : RBg (Reglement Wetten Rechten). Ω Setiap golongan bangsa memiliki peradilan sendiri.

Ω Pengadilan dibagi menjadi 2 jenis :

1. Pemerintah / Government Rechtspraak : ∗ Mengadili atas nama raja.

∗ Hakim dan perangkat intinya ditunjuk pemerintah. 2. Pengadilan Bumiputera / jutigensche rechtspraak :

∗ Mengadili tidak atas nama raja.

∗ Hakim yang ditunjuk berdasarkan ketertiban adat.

Ω Susunan peradilan untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan : 1. Landrechter secara lama.


(44)

∗ Sebagai pengadilan yang memberi pengecualian dari sifat dualisme. Pengadilan ini selain mengadili golongan Eropa juga mengadili bangsa-bangsa lain termasuk bumiputera.

∗ Wewenangnya sesuai dengan pasal 116 Novres RO yaitu mengadili perkara – perkara pelanggaran yang bersifat ringan.

∗ Dibentuk tahun 1914, acaranya diatur dalam Landgrecht reglement S. 1914 \ 317.

2. Politie Rechter.

∗ Peradilan yang mengadili perkara dari mana Hakim diambil.

Wewenang mengadili perkara yang bersifat sederhana (diatur dalam pasal 131 RO).

3. Real van Justitie.

∗ Merupakan pengadilan sehari-hari untuk golongan Eropa yang ketentuan acaranya diatur dalam Reglement on de Straf Voordig. Stb 1847 No.40 jo 57.

∗ Mulai berlaku sejak 1 Mei 1848. 4. Hoogerechtshof.

∗ Merupakan pengadilan tertinggi (setingkat dengan MA). ∗ Wewenang :

1. Mengadili pengadilan –pengadilan yang lebih rendah. 2. Mengadili untuk tingkat kasasi.

3. Mengadili pada tingkat banding.

4. Pengadilan yang menyelesaikan sengketa.

5. Mengadili untuk tingkat pertama dan tingkat terakhir bagi golongan-golongan tertentu (yang mendapatkan hak istimewa, penghargaan dari raja / anugerah dari raja (Forum Previlegiatum).

Ω Untuk golongan Bumiputera (Jawa dan Madura) terdiri dari 6 susunan : 1. District Recht (pasal 77 RO).

∗ Didasarkan pada pasal 77 dan 80 RO.

∗ Berlaku pada golongan bumiputera dengan mengadili perkara pelanggaran saja, yaitu pelanggaran yang diancam dengan hukuman 3 Gulden, kecuali pajak.


(45)

2. Regentschap Recht (Pasal 83 RO).

∗ Mengadili perkara yang diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 hari.

3. Landrechter secara lama (Pasal 1413 RO, Stb 1914/17).

∗ Mengadili perkara kejahatan/ pelanggaran yang diatur dalam pasal 116 Novier RO.

∗ Sebagai pengecualian dari sifat-sifat dualisme. 4. Landraad (Pasal 89-99 RO).

∗ Pengadilan sehari-hari, bagi golongan bumiputera serta yang dipersamakan. Hukum acaranya diatur dalam Irlander Reglement.

5. Raad van Justitie.

∗ Merupakan pengadilan tingkat ke-2 (banding) atas putusan Landraad.

∗ Merupakan pengadilan pertama bagi golongan pribumi yang mempunyai hak istimewa.

6. Hooge Rechtshoff.

∗ Pengadilan tingkat kasasi.

Ω Untuk luar Jawa dan Madura, bagi bangsa Eropa susunan pengadilan terdiri dari 8 jenis :

1. Negorij Rechtbank (Maluku Kepulauan) 2. District gerecht (Bangka, Belitung)

3. District Raad (Sumbar, Banjarmasin, Hulu Sungai, Mandailing) 4. Magistraat Gerecht (Lampung, Kalbar, Irian Barat, Jambi, Bengkulu) 5. Landrechter secara lama.

6. RvJ 7. Hgh.

Ω Perbedaan nama hanya dikarenakan perbedaan tempat kedudukan.

Ω 1. Negorij Rechtbank (Maluku Kepulauan), 2. District gerecht (Bangka, Belitung), 3. District Raad (Sumbar, Banjarmasin, Hulu Sungai, Mandailing). ∗ Sebagai pengadilan yang wewenangnya sama, yaitu mengadili perkara

pelanggaran yang diancam kurungan 6 hari atau denda maksimal 15 Gulden. Kecuali masalah pajak dan cukai.


(46)

∗ Mengadili perkara pelanggaran yang diancam kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal 500 Gulden.

5, 6, 7, 8 = sama seperti di Pulau Jawa dan Madura.

Ω Pengadilan bumiputera didasarkan pada pasal 131 IS (Indische Staats Regeling) Ω Di Hindia – Belanda terdapat 3 macam pengadilan bumi putera :

1. Pengadilan Swapraja (Zelf bestuur recht spaak).

∗ Untuk daerah yang tidak langsung dibawah pemerintahan Hindia – Belanda (punya pemerintahan sendiri)

∗ Daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri boleh memiliki pengadilan sendiri.

∗ Pengadilan dijalankan sesuai dengan peraturan adat.

∗ Peradilan swapraja memutus berdasarkan ketentuan adat, tidak atas nama raja tapi pengawasannya diatur oleh presiden.

∗ Ada di Sumatera Timur, Sulawesi, Kalimantan Barat. 2. Pengadilan adat.

∗ Ada di daerah yang langsung di bawah pemerintahan Hindia Belanda, tapi mempunyai pemerintahan sendiri yang ada di luar Jawa dan Madura.

Mis : Palembang = pengadilan rapat besar, kecil, tinggi. Bengkulu = Rapat kecil dan Besar.

∗ Semula berdiri dengan berdasar pada pasal 130 IS lalu diatur lebih lanjut dalam Stb. 1932 No. 80

∗ Pemerintahan Hindia – Belanda untuk daerah tertentu mengadili berdasarkan hukum adat yang memutuskan tidak atas nama raja, tapi pengawasan Presiden.

∗ Untuk Jawa dan Madura peradilan adat didasarkan pasal 3A RO, disebut peradilan desa (dorpsrechtspraak)

∗ Meski pasal 3A RO tidak dihapus, tapi peradilan desa jaman Jepang tidak berlaku lagi (tidak berfungsi lagi).

3. Pengadilan Agama.

∗ Didasarkan pada pasal 134 ayat (2) IS. Diatur lagi oleh Stb.1882 No.152 baru diperbaiki menjadi Stb.1931 No.53, diubah lagi Stb.1937 No.138 . Untuk luar Jawa dan Madura Stb.1937 No.639.


(47)

∗ Hakim peradilan agama disebut Grisster Raad yang wewenangnya mengadili perkara nikah, talaq, rujuk (NTR).

∗ Eksekusi peradilan agama dilakukan kedua Landraad.

∗ Sebagai pengadilan bandingnya dibentuk mahkamah Islam Tinggi di Batavia.

II. Jaman Jepang (1942 – 16 Agustus 1945).

Ω Peradilan Indonesia mengalami perubahan yang didasarkan pada peraturan peralihan yang dibuat oleh Jepang. Yaitu dalam Osuma Serei No.1 (bahwa lembaga pemerintahan dan lembaga lainnya tetap berlaku)

Ω UU No.14/1942 (1½ bulan setelah Jepang menduduki Hindia – Belanda) mengatur sistem susunan peradilan Indonesia yang mengubah dan menghapus beberapa pengadilan yang ada pada jaman Hindia – Belanda :

1. District Recht (di tingkat karesidenan) Gun Hoo In 2. Regent as choprecht (Kabupaten) Ken Hoo In. 3. Landrechter secara lama Keiszai Hoo In 4. Landraad Tihoo Hoo In.

5. Raad van Justitie Kootaa Hoo In 6. Hgh (Pengadilan kasasi) Sakoo Hoo In 7. Pengadilan agama Sarioo hoo In

8. Mahkamah Islam Tinggi (Het Voor Islamteijke Zaken) Kaikio Nootooi Hoo In Ω Pengadilan tidak bersifat dualisme lagi.

Ω Pengadilan berlaku untuk semua orang (golongan), kecuali orang Jepang, mereka harus dikenakan milisi (Militer Jepang).

Ω Irlandesh Reglement diubah manjadi HIR (het Indonisch Reglement) pada tahun 1941.

Ω Pada masa ini mereka mengadili berdasarkan ketentuan adat.

Ω Kaikoo Hoo In wewenang tidak mengadili tingkat pertama bagi orang-orang tertentu tapi merupakan peradilan tingkat II.

Ω Zaikoo Hoo In :

1. Tidak pernah bersidang karena pendudukan tentara Jepang sangat singkat sehingga dihapuskan.


(1)

∗ Pengadilan tingkat 1 yang mengadili untuk semua golongan di wilayah Indonesia.

∗ Berwenang mengadili baik perdata maupun pidana.

∗ UU No. 14 Tahun 1970 tentang Hukum acara di PN (sipil).

Ketentuan HIR harus digunakan sebelum menggunakan ketentuan pidana (pasal 6 UU tahun 51 Drt No.1)

∗ Yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dengan majelis (sejak tahun 1951) adalah PN yang berada di Ibukota propinsi.

∗ Pengadilan Negeri ada di tiap ibukota kabupaten dan ibukota DT.II 2. Pengadilan Tinggi.

3. Mahkamah Agung. ∗ Wewenang MA :

1. Melakukan pengawasan terhadap sejumlah lingkungan peradilan di seluruh wilayah Indonesia.

2. Memberikan keringanan, petunjuk baik dengan surat edaran untuk kepentingan negara.

3. Melakukan pengawasan tertinggi.

4. MA berwenang membereskan sengketa mengadili antara pengadilan, namun tidak dalam satu wilayah.

5. Mengadili pada tingkat kasasi.

Pasal 53 : MA memberikan keterangan, petunjuk tentang hal – hal yang berhubungan bila dimintakan oleh hakim.

Ω Pengadilan tertinggi untuk seluruh pengadilan berkedudukan di ibukota negara. Ω Kekuasaan tertinggi didasarkan pada UU MA tahun 1950 No. 1 LN 1950 No. 30

yang dikeluarkan 6 Mei dan berlaku 9 Mei 1950. Ω Susunan peradilan terdiri dari :

1. Ketua 2. Wakil ketua

3. Para Hakim Agung 4. Panitera Pidana 5. Perdata


(2)

Peradilan Militer

Ω Dalam praktek, kesempatan untuk mengajukan permohonan ke MA jarang dilakukan oditur militer. Karena ada satu kesatuan komando.

Ω Tidak selalu di Mahmil (Mahkamah Militer) tergantung kesepakatan. Ω Hakim yang mengadili pangkatnya harus lebih tinggi dari terdakwa. Ω Pada peradilan militer juga berlaku asas oportunitas dan legalitas.

Ω Bermula dari diserahkannya perkara dengan SK penyalahgunaan disertai dengan surat dakwaan yang dibuat oleh Oditur militer.

Ω Saat pertama menerima perkara dari PamRad di pengadilan, ketua MA pertama memeriksa apakah sudah sesuai dengan ketentuan UU no. 5 / 1960 Ps. 3 menyangkut Justiable (kewenangan) :

1. Seseorang yang pada waktu itu adalah anggota ABRI.

2. Seseorang yang pada waktu itu dengan UU / PP ditetapkan sama dengan anggota ABRI.

3. Seseorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu golongan / jawatan yang dipersyaratkan / dianggap sebagai anggota ABRI berdasarkan UU.

4. Seseorang yang tidak termasuk golongan 1, 2 dan 3, tapi berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Mahkamah di lingkungan Peradilan Militer.

Ω Pengadilan koneksitas harus dilengkapi dengan SK bersama apabila akan diperiksa di lingkungan peradilan militer.

Mahkamah Militer Daerah

Ω Pengadilan militer pada Mahkamah Militer Daerah tingkat I, perkara – perkara kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota ABRI atau angkatan perang yang berpangkat Klapel ke bawah, dengan ketentuan bahwa pelaku itu termasuk ke dalam satu pasukan yang berada dalam wilayah.

Ω Surat penetapan hari sidang harus memuat perintah selambat-lambatnya pemberitahuan surat keputusan itu kepada tersangka dalam waktu 3 x 24 jam sebelum sidang dimulai.


(3)

Ω Pemanggilan Saksi – saksi : jika saksinya adalah anggota ABRI, dilaksanakan melalui atasan masing – masing dan atasan yang bersangkutan wajib memerintahkan bawahannya untuk menghadiri persidangan.

Ω Mahkamah Militer mengadili dengan hakim majelis (3 orang).

Ω Jika anggota ABRI diancam hukuman mati maka mahkamah harus menunjuk pembela, penunjukkannya ditetapkan dalam SK tersendiri.

Ω Untuk perkara – perkara yang kelengkapan syaratnya sudah cukup, dapat segera disidangkan oleh mahkamah.

Ω Persidangan Mahkamah Militer : serangkaian kegiatan yang dilakukan badan peradilan dalam menjalankan fungsinya yaitu melaksanakan kekuasan kehakiman di lingkungan peradilan militer.

Ω Kekuasaan kehakiman : sesuai dengan pasal 1 UUPKK (Undang-undang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman)

Ω Peradilan militer terdiri dari : a. Hakim militer

Seorang hakim militer yang ahli hukum. Biasanya mereka ditunjuk sebagai ketua majelis pangkat : perwira menengah, minimal bintara menengah.

b. Hakim perwira.

Tidak dipersyaratkan seorang yang ahli hukum, namun mempunyai satu keahlian khusus. Misalnya masalah mengenai seni tempur.

Mahkamah militer ini diambil dari berbagai kesatuan. Harus ada : 2 orang hakim perwira

1 penuntut / oditur militer

1 panitera (mencatat segala sesuatu yang terungkap dalam persidangan/ menyelesaikan administrasi persidangan mahkamah).

Ω Setelah pemeriksaan dilakukan, perkara diputus harus secara lisan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dilakukan dihadapan terdakwa.

Ω Setelah putusan, diberitahukan kepada terdakwa tentang hak-haknya : 1. Berpekara

2. Menerima putusan


(4)

4. Penangguhan eksekusi grasi

MahMilTi (Mahkamah Militer Tinggi/ Pengadilan Tingkat Tinggi) Ω Berbeda dengan pengadilan tinggi biasa.

Ω Di lingkungan pengadilan militer dapat memeriksa dan memutus untuk tingkat pertama perkara – perkara kejahatan dan pelanggaran dimana terdakwanya atau salah seorang terdakwanya pada waktu melakukan tindak pidana berpangkat mayor ke atas (minimal bintang satu).

Ω Pengadilan tingkat ini memeriksa dan mengadili tingkat 2 dimana perkaranya dapat banding.

Ω Wewenang mengadakan tingkat pemeriksaan di tingkat banding yang dilakukan oleh pengadilan harus memenuhi beberapa ketentuan :

1. Permohonan banding dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan oleh tersangka ataupun oditur militer atau mengkuasakan kepada orang lain dengan surat khusus kepada ketua mahkamah militer ini.

2. Harus disampaikan dalam waktu 14 hari sejak putusan dijatuhkan.

3. Panitera membuat akta banding atas permohonan tersebut yang telah ditandatangani oleh pemohon dan panitera.

4. Bila yang mengajukan banding adalah oditur militer, maka harus segera diberitahukan kepada terpidana.

Ω Permohonan sidang ini sewaktu – waktu dapat dicabut kembali selama putusan belum diputus.

Untuk permohonan yang pernah dicabut tidak boleh diajukan lagi. Ω Permohonan diajukan 14 hari ke Mahmilti sejak permohonan diajukan.

Ω Tujuh hari sebelum perkara dikirim, kepada pihak yang mengajukan banding diberi kesempatan untuk memeriksa berkas perkara.

Dengan adanya permohonan banding maka wewenang kepada terdakwa beralih kepada Mahkamah Tinggi.

Ω Perkara yang diterima di Mahmilti dan memenuhi syarat selanjutnya dikirim pada ketua Mahmilti yang akan mengajukan persidangan.

Ω Mahmilti bersidang dengan seorang ketua atau ketua pengganti dan 2 orang hakim perwira (sebagai asisten) ditambah 1 orang panitera / panitera pengganti.


(5)

Ω Putusan Mahmilti dapat berupa :

1. Menguatkan putusan mahkamah pertama apabila alasan/ dasar hukumnya dibenarkan.

2. Memperbaiki putusan bila terdapat kesalahan dalam putusannya.

3. Membatalkan putusan mahkamah yang pada tingkat pertama dibatalkan sehingga Mahmilti memberi putusan sendiri.

Misal pertimbangan – pertimbangan yang tidak sesuai dengan Mahmilti. Masalah kompetensi misalnya bila Mahmilda tidak berhak menangani

perkara dalam hal kemudian.

Ω Perkara berikut surat – suratnya harus dikirimkan kepada anggota (majelis) yang dianggap mengadili.

Ω Putusan ditandatangani oleh hakim majelis, panitera.

Ω Isi putusan segera harus diberitahukan kepada terdakwa oleh panitera Mahmil. Ω Eksekusi dilaksanakan oleh oditur militer.

Ω Barang – barang bukti diperlakukan sesuai dengan putusannya.

Ω Eksekusi dijalankan sebelum ada putusan presiden tentang eksekusi, untuk hukuman mati, hakim harus meminta persetujuan kepala negara dulu.

Ω Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan cara ditembak.

Ω Tempat pelaksanaan (ditentukan oleh Menhankam / Pangab) di daerah Mahkamah yang menjatuhkan sanksi.

Ω Pangda bertanggungjawab mengenai pelaksanaan eksekusi setelah mendengar saran dari oditur militer yang menentukan hari dan tanggal pelaksanaan eksekusi.

Ω Eksekusi dilaksanakan oleh satu regu, bila si terpidana adalah wanita yang sedang hamil maka eksekusi ditangguhkan sampai anak itu lahir.

Ω Eksekusi pidana dalam pelaksanaannya harus diberitahukan 3 x 24 jam sebelum dilaksanakan.

Ω Tidak dilakukan di muka umum.

Ω Penguburan jenazah diserahkan pada keluarganya / kenalannya. Tidak boleh dilakukan secara demonstratif.

Ω Dalam pelaksanaannya oditur harus membuat berita acara sesuai UU No.5 / 1960, UU Drt No 1 /1958.


(6)

DAFTAR REFERENSI

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHP Militer) Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI. Undang-undang Peradilan Umum

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.

Sofyan Sastrawidjaja, SH., Hukum Pidana; Asas-Asas Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana, Armico Bandung, 1995.