HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

DOMESTIC VIOLENCE RELATIONSHIP TO DO WITH HUSBAND TO WIFE MOTHER VIOLENT BEHAVIOR IN CHILDREN IN THE REGION

WARD KALIAWI DISTRICT TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

By: Novita Diniyanti

Domestic violence are all forms of violence perpetrated by husbands against wives that resulted in harm to the physical, psychological, sexual, and economic development, including threats and deprivation of liberty that occurred in the household. The husband who always act unpleasant for her parenting can affect the mother to the child. Emotions peaked wife and the absence of impingement or courage to disclose or their husbands, so that the child which will become victims of the impact of parents' emotional outlet.

The formulation of the problem in this research is: “How can the behavior of domestic violence committed husband to his wife, and how the behavior of domestic violence on the children of women done in the area of Tanjung Karang Village Center District Kaliawi Bandar Lampung?, And whether there is a relationship of domestic violence that husband and wife carried on the mother's violent behavior in children Kaliawi Sub Sub Regional Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung?. While the purpose of this study was to describe the acts of


(2)

who had experienced kekarasan from husband to children Kaliawi Sub Sub Regional Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, and to explain the relationship of domestic violence husband and wife carried on the mother's violent behavior in children Kaliawi Sub Sub Regional Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.

Type of research is explanatory (explanatory research), by taking a sample of the mother who has a husband and children who have experienced domestic violence in the Territory Kaliawi Village District Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, amounting to 47 people. Data was collected by questionnaires and documentation. Meanwhile, the technique is done by the statistical analysis using Spearman Rank test.

The results of this study indicate that there is a correlation between domestic violence committed by the husband to his wife to violent behavior to the child's mother. The results of the analysis explains that the behavior of a wife who never get a husband's violence would have negative effects on maternal behavior in guiding their children everyday. If the violence of husbands against wives increased the acts of violence committed mothers to children tend to increase.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN

TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG Oleh :

Novita Diniyanti

Kekerasan dalam rumahtangga merupakan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumahtangga. Suami yang selalu bertindak tidak menyenangkan bagi sang istri dapat mempengaruhi terhadap pola asuh ibu kepada anak. Emosi istri yang memuncak dan tidak adanya pelampiasan atau keberanian untuk mengungkapkan ataupun melawan suami, sehingga anaklah yang akan menjadi korban dari adanya dampak pelampiasan emosi orang tuanya.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah perilaku kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri, dan bagaimanakah perilaku kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan ibu pada anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung?, dan apakah ada hubungan kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri dengan perilaku kekerasan ibu pada anak di Wilayah


(4)

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tindak kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri, dan perilaku kekerasan oleh istri yang pernah mengalami kekarasan dari suami kepada anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, dan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri dengan perilaku kekerasan ibu pada anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.

Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatori (explanatory research), dengan mengambil sampel yaitu ibu yang mempunyai suami dan anak yang pernah mengalami KDRT di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung yang berjumlah 47 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan dokumentasi. Sementara itu teknik analisa dilakukan dengan perhitungan statistik menggunakan uji Rank Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami kepada istri dengan perilaku tindak kekerasan ibu kepada anak. Hasil analisis menjelaskan bahwa perilaku seorang istri yang pernah mendapatkan tindak kekerasan oleh suami akan memberikan dampak yang negatif terhadap perilaku ibu dalam membimbing anaknya sehari-hari. Jika kekerasan suami terhadap istri mengalami peningkatan maka tindak kekerasan yang dilakukan ibu kepada anak cenderung akan mengalami peningkatan.


(5)

ii

HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN

TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

Oleh Novita Diniyanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN

TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

SKRIPSI

Oleh:

NOVITA DINIYANTI NPM 0856011025

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(8)

xi DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekerasan dalam Rumahtangga ... 8

2.2 Kekerasan terhadap Istri ... 10

2.3 Dampak Kekerasan terhadap Istri ... 13

2.4 Kekerasan terhadap Anak ... 15

2.5 Dampak Kekerasan terhadap Anak ... 17

2.6 Respon Korban Tindak Kekerasan ... 19

2.7 Hubungan Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan oleh Suami terhadap Istri dengan Kekerasan Ibu terhadap Anaknya ... 22

2.8 Kerangka Teori ... 25

2.9 Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 28

3.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

1. Populasi ... 31

2. Sampel ... 31

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 32

3.5 Analisis Data ... 33

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Letak Kelurahan Kaliawi ... 35

4.2 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 36

4.3 Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan ... 38

4.4 Pendidikan ... 39

4.5 Agama ... 40

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Identitas Responden ... 42

5.2 Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan Suami pada Istri ... 45

1. Kekerasan Fisik ... 46


(9)

xii

3. Kekerasan Seksual ... 57

4. Kekerasan Ekonomi ... 62

5.3 Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan Ibu terhadap Anak ... 66

1. Psysical Abuse ... 67

2. Emotional Abuse ... 74

3. Neglect atau Pengabaian ... 79

4. Kekerasan Ekonomi terhadap Anak ... 85

5.4 Hubungan antara Kekerasan Suami pada Istri dengan Kekerasan Ibu pada Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung ... 90

5.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ...101

6.2 Saran ...102

DAFTAR PUSTAKA ...104 LAMPIRAN


(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung, Tahun 2011 ... 38 Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk di Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung Thun 2011 menurut

Umur dan Jenis Kelamin ... 39 Tabel 3. Penganut Agama di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 41 Tabel 4. Jumlah Ibu yang Mengalami KDRT di Kelurahan Kaliawi

Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung menurut

Tingkat Pendidikan, Tahun 2012 ... 42 Tabel 5. Jumlah Ibu yang Mengalami KDRT di Kelurahan Kaliawi

Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung menurut

Usia, Tahun 2012 ... 43 Tabel 6. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga dari Responden Penelitian

di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar

Lampung, Tahun 2012 ... 44 Tabel 7. Tindakan Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan

Suami Kepada Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

dalam Enam Bulan Terakhir ... 45 Tabel 8. Tindak Kekerasan Fisik oleh Suami kepada Istri dalam Enam Bulan

Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 47 Tabel 9. Frekuensi Kekerasan Fisik oleh Suami kepada Istri dalam Enam

Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 48 Tabel 10. Bentuk Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami kepada Istri

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang


(11)

xv

Tabel 11. Alasan Suami Melakukan Tindak Kekerasan Fisik terhadap Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir ... 50 Tabel 12. Akibat Tindak Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami terhadap

Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 51 Tabel 13. Kekerasan Psikis yang Dilakukan Suami terhadap Istri

dalam Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung ... 53 Tabel 14. Frekuensi Kekerasan Psikis yang Dialami Istri dalam Enam

Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 54 Tabel 15. Bentuk Kekerasan Psikis yang Dialami Istri di Wilayah

Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir ... 55 Tabel 16. Alasan Suami Melakukan Kekerasan Psikis terhadap Istri

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 56 Tabel 17. Akibat Tindak Kekerasan Psikis yang Dilakukan Suami terhadap

Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 57 Tabel 18. Kekerasan Seksual yang Pernah Dialami Istri dalam Enam

Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 58 Tabel 19. Banyaknya Tindakan Kekerasan Seksual yang Dialami Istri

dalam Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi

Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 59 Tabel 20. Bentuk Kekerasan Seksual yang Dialami Istri di Wilayah

Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar

Lampung Enam Bulan Terakhir ... 60 Tabel 21. Akibat Tindak Kekerasan Seksual yang Dialami Istri di

Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 61 Tabel 22. Tindak Kekerasan Ekonomi yang Dialami Istri dalam Enam

Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan


(12)

xvi

Tabel 23. Bentuk Kekerasan Ekonomi yang Dialami Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung ... 63 Tabel 24. Alasan Suami Melakukan Tindak Kekerasan Ekonomi terhadap

Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 64 Tabel 25. Akibat Tindak Kekerasan Ekonomi yang Dialami Istri di

Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 65 Tabel 26. Tindak Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan

Ibu terhadap Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

Enam Bulan Terakhir... 67 Tabel 27. Kekerasan Fisik yang Pernah Dilakukan Ibu terhadap Anak

dalam Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung ... 68 Tabel 28. Frekuensi Physical Abuse yang Dilakukan Ibu terhadap Anak

dalam Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung ... 70 Tabel 29. Bentuk Physical Abuse yang Dilakukan Ibu terhadap Anak

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir ... 71 Tabel 30. Alasan Ibu Melakukan Physical Abuse terhadap Anak di

Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 72 Tabel 31. Akibat Physical Abuse yang Dilakukan Ibu terhadap Anak

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 73 Tabel 32. Tindak Emotional Abuse yang Pernah Dilakukan Ibu dalam

Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan

Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 75 Tabel 33. Frekuensi Perlakuan Emotional Abuse atau Menyakiti Hati

Anak yang Dilakukan Ibu dalam Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan


(13)

xvii

Tabel 34. Bentuk Emotional Abuse yang Dilakukan Ibu terhadap Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir ... 77 Tabel 35. Alasan Ibu Melakukan Tindak Emotional Abuse atau Menyakiti

Hati Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 78 Tabel 36. Akibat Emotional Abuse yang Dilakukan Ibu terhadap Anak

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 79 Tabel 37. Tindakan Pengabaian yang Dilakukan Ibu terhadap Anak dalam

Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan

Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 80 Tabel 38. Frekuensi Perlakuan Pengabaian yang Dilakukan Ibu terhadap

Anak dalam Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat

Bandar Lampung ... 81 Tabel 39. Bentuk Kekerasan Pengabaian yang Dilakukan Ibu terhadap

Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 82 Tabel 40. Alasan Ibu Melakukan Pengabaian terhadap Anak di

Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 83 Tabel 41. Akibat Pengabaian yang Dilakukan Ibu terhadap Anak

di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang

Pusat Bandar Lampung ... 84 Tabel 42. Kekerasan Ekonomi yang Dilakukan Ibu terhadap Anak dalam

Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan

Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 85 Tabel 43. Frekuensi Perlakuan Kekerasan Ekonomi yang Dilakukan Ibu

terhadap Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 86 Tabel 44. Bentuk Kekerasan Ekonomi yang Dilakukan Ibu terhadap

Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 87 Tabel 45. Alasan Ibu Melakukan Tindak Kekerasan Ekonomi terhadap

Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 88


(14)

xviii

Tabel 46. Akibat Tindak Kekerasan Ekonomi yang Dilakukan Ibu terhadap Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung ... 89 Tabel 47. Pengaruh Tindak Kekerasan yang dialami oleh Istri terhadap

Tindak Kekerasan Ibu pada Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang

Pusat Bandar Lampung ... 90 Tabel 48. Hubungan Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan

Suami kepada Istri dengan Perilaku Kekerasan Ibu kepada Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung


(15)

vi MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah

beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah: 153)

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.

Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.

“Andrew Jackson”

Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-Nya dipukul ombak.

Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah ombak dan gelombang itu.

“Marcus Aurelius”

Berangkat dengan penuh keyakinan Berjalan dengan penuh keikhlasan Istiqomah dalam menghadapi cobaan.

Jadi diri sendiri, cari jati diri, and dapetin hidup yang mandiri optimis, kaena hidup terus mengalir dan kehidupan terus berputar

sesekali liat ke belakang untuk melanjutkan perjalanan yang tiada berujung.

Bila semua menjadi amat sangat mudah Tak akan ada lagi rasa syukur

Kesulitan dan hambatan itu yang mengajarkan seseorang agar tetap bersyukur.

Railah apa yang di inginkan,

Jangan biarkan keinganan itu tetap menjadi harapan Wujudkan apa yang menjadi impian, jangan biarkan

Impian itu tetap menjadi mimpi. ˜Novita Diniyanti˜


(16)

iv

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. I Gede Sidemen, M.Si ...

Penguji Utama : Dewi Ayu Hidayati, S.Sos. M.Si ...

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. NIP. 19580109 198603 1 002


(17)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Ku persembahkan karya sederhana ini untuk Kedua Orang tuaKu yang selalu memberikan

hal terbaik dalam hidupKu.

kakakKu Suci yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan studi ini.

Sahabat-sahabat terbaik dan semua orang yang selalu Mendoakan keberhasilanKu.

Kekasihku yang selalu memberikan motivasi dan support selama ini M. Ibnu Maulana Ryacudu.

AlmamaterKu tercinta Universitas Lampung


(18)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan Hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Ku persembahkan karya sederhana ini untuk Kedua Orang tuaKu yang selalu memberikan

hal terbaik dalam hidupKu.

kakakKu Suci yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan studi ini.

Sahabat-sahabat terbaik dan semua orang yang selalu Mendoakan keberhasilanKu.

Kekasihku yang selalu memberikan motivasi dan support selama ini M. Ibnu Maulana Ryacudu.

AlmamaterKu tercinta Universitas Lampung


(19)

iii

Judul Skripsi : HUBUNGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DILAKUKAN SUAMI PADA ISTRI DENGAN PERILAKU KEKERASAN IBU PADA ANAK DI WILAYAH

KELURAHAN KALIAWI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Novita Diniyanti Nomor Pokok Mahasiswa : 0856011025

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. I. Gede Sidemen, M.Si. NIP. 19580415 1988603 1 004

2. Ketua Jurusan Sosiologi

Drs. Susetyo, M.Si. NIP. 195810041989021001


(20)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 November 1990 di Palembang. Putri bungsu Dua bersaudara dari pasangan AKP Nurdin Syukri, SH dan Ibu Aiptu Elysa Waryanti.

Penulis mengawali pendidikan pada Taman kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Palembang pada tahun 1996, dilanjutkan ke pendidikan formal pada Sekolah Dasar Muhammadiyah 10 Palembang samapi kelas 4 SD dan kelas 5 SD dilanjutkan di Sekolah Dasar Pertiwi Teladan Metro Pusat pada tahun 2002, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Metro pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 8 Bandar Lampung yang di selesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Lampung melalui Ujian Masuk Mandiri (UM).

Semasa menjadi Mahasiwi, penulis juga aktif di beberapa Organisasi di Kampus. Pada periode 2008-2009 penulis aktif di HMJ Sosiologi sebagai Sekretaris Bidang Kemasyarakatan. Tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata yang di adakan UNILA di Desa Rejo Asri Lampung Tengah. Di luar Kampus penulis juga aktif di KNPI Kota Bandar Lampung sebagai anggota dan di Hijabers Lampung yaitu komunitas muslimah di Bandar Lampung sebagai bendahara.


(21)

viii

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Hubungan Kekerasan dalam Rumahtangga yang dilakukan Suami pada Istri dengan Perilaku Kekerasan Ibu pada Anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung”

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan

support dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang dalam dan tulus kepada:

1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. I. Gede Sidemen, M.Si. selaku dosen pembimbing penulis, terima kasih atas waktu, motivasi, bimbingan, saran dan kesabarannya dalam proses penulisan skripsi ini, sehingga saya dapat meraih gelar Sarjana Sosiologi (S.Sos) di Universitas Lampung.


(22)

ix

5. Ibu Dewi Ayu Hidayati, S.Sos. M.Si. selaku dosen pembahas terimakasih telah memberi banyak saran, perhatian dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini, ibu is the best.

6. Seluruh dosen di Jurusan Sosiologi dan FISIP Unila yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama menjalani masa perkuliahan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

7. Seluruh staf administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

8. Seluruh staff Polresta Bandar Lampung, Dispenda, dan responden penelitian di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, dan semua yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses pengumpulan data.

9. Kedua orang tuaku tercinta Papa dan Mama, begitu banyak energi, materi dan perhatian yang kalian curahkan untuk penulis, tak cukup lembaran dan goresan tinta ini untuk menuliskan segala pengorbanan yang kalian berikan. Kesabaran Mama menjadi kekuatan penulis. Semoga Allah SWT memuliakan kalian berdua di dunia ini dan akhirat kelak.

10.Kakaku Suci yang selalu memberikan masukan dan semangat, nenekku tercinta, saudara-saudara ku Desti dan Devi, keponakan kecilku Rafi dan fadil

love you so much.

11.M Ibnu Maula Ryacudu kekasihku terimakasih masukan dan sarannya, kesabarannya yang senantiasa menemaniku di saat bimbingan skripsi love you more.


(23)

x

12.Sahabat-sahabatku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas motivasi dan dukungannya yang sangat luar biasa.

13.Teman seperjuanganku Anisa dan Aniek. Alhamdulillah kita bisa menyelesaikan skripsi ini, terimakasih waktu dan saran kalian.

14.Untuk teman-teman Sosiologi 2008, Iha, Obrin, Hendi, Agus, Febri, Elyson, Amel, Asep, Sutikno, Denny, Lova, Iyan, Putri, Ambar, Desi, Nur tetep semangat buat jadi orang sukses, terimakasih atas persahabatan yang indah ini... really-really miss you.

15.Teman ku Raysa Deagustama, Dwi Agung Novrian, all frend Hijabers Lampung terimakasih masukan dan semangat nya.

Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan dan balasan atas jasa dan budi yang telah diberikan kepada penulis. Demikian juga halnya dalam penulisan skripsi ini, mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 02 November 2012 Penulis,


(24)

2.1 Kekerasan dalam Rumahtangga

Kekerasan dalam rumahtangga adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumahtangga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan, dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Artinya kekerasan pada istri bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan secara verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang. Kekerasan dalam rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh suami kepada istri (Susilowati, 2008).

Dengan adanya perilaku tersebut Susilowati dalam teorinya juga menambahkan bahwa suami yang selalu bertindak tidak menyenangkan bagi sang istri dapat mempengaruhi terhadap pola asuh ibu kepada anak. Disebabkan emosi istri yang memuncak dan tidak adanya pelampiasan atau keberanian istri untuk mengungkapkan ataupun melawan suami, sehingga anaklah yang akan menjadi korban dari adanya dampak pelampiasan emosi orang tuanya tersebut.


(25)

Adapun bentuk kekerasan tersebut dapat berupa kekerasan yang meliputi fisik dan non fisik kepada anak, sehingga dampak negatif dari kejadian tersebut adalah kemungkinan kehidupan sang anak akan dibimbing dengan kekerasan. Peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah kelak, karena anak akan mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya terhadap dirinya (Susilowati, 2008).

Kekerasan dalam rumahtangga lebih banyak terjadi di kalangan kelompok sosial ekonomi kelas bawah, meskipun masih ada pertanyaan menyangkut hal ini. Kekerasan tentu saja tidak terbatas pada kelas sosial tertentu, kebanyakan kekerasan dalam rumahtangga berhubungan langsung dengan stres sosial dalam keluarga. Keluarga yang melakukan kekerasan secara sosial terisolasi keberadaannya dengan masalah-masalah kepribadian dan psikopatologi dalam keluarga yang memiliki hubungan dengan kekerasan dalam keluarga itu sendiri (Susilowati, 2008).

Steinmetz (dalam Susilowati, 2008) menyatakan bahwa kekerasan dalam keluarga merujuk pada suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang anggota keluarga dengan sengaja, atau suatu tindakan yang terasa memiliki unsur kesengajaan, yang secara fisik dapat melukai seorang anggota keluarga lainnya.


(26)

Jadi yang dimaksud kekerasan dalam rumahtangga menurut undang-undang No. 23 tahun 2004 ditegaskan bahwa Kekerasan dalam Rumahtangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, tetapi ada juga sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumahtangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumahtangga, tinggal di rumah yang sama.

2.2 Kekerasan terhadap Istri

Tindakan kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam rumahtangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat (Hasbianto, 2006).

Menurut Saputri, (2008) menyatakan bahwa tindak kekerasan terhadap istri dalam rumahtangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki merupakan superior dan perempuan adalah inferior, seakan laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan


(27)

perempuan tersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadapstereotipi genderyang tersosialisasi sangat lama, dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki umumnya lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997; dan Suara APIK,1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superiorlaki-laki terhadap perempuan.

Kecenderungan terjadinya tindak kekerasan dalam rumahtangga disebabkan karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya), dimana istri dipersepsikan sebagai orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, yaitu istri harus nurut apa kata suami. Jika istri melawan, maka suami tidak segan-segan untuk melakukan pemukulan. Kultur di masyarakat suami lebih dominan pada istri, sehingga tindak kekerasan dalam rumahtangga dianggap masalah privasi, dan masyarakat tidak boleh ikut campur (Saputri, 2008).

Faktor lain yang dapat menjadi pencetus kekerasan didasarkan pada pendidikan istri yang rendah, masalah seksual dan ekonomi. Ada suami yang malu mempunyai istri yang pendidikannya rendah, lalu melakukan perselingkuhan. Ketika diketahui oleh istrinya, istri mendapat perlakuan kekerasan dari suami (Kurniasih, 2007).

Adapun bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri menurut (Susilowati, 2008), antara lain:


(28)

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan, seperti memukul, menendang, dan lain-lain yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam di hati istri.

3. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

4. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, atau sebaliknya membiarkan istri yang bekerja untuk dieksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya, mengambil harta istri,


(29)

tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja samasekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka peneliti hanya membahas mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.

2.3 Dampak Kekerasan terhadap Istri

Menurut Suryakusuma (2005) efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih buruk dibanding efek fisiknya, seperti merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas, kurang percaya diri, cenderung banyak melamun, tekanan mental yang berkepanjangan, cemas berkepanjangan, merasa tidak memiliki harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. Dampak kekerasan jangka pendek bagi istri adalah penderitaan fisik seperti luka-luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh hingga menyebabkan kematian.

Menurut Mu’tadin (2006), penyiksaan atau kekerasan dapat berdampak pada beberapa masalah, yaitu:

1. Masalah Relasional

a. Kesulitan membina hubungan atau persahabatan dengan orang lain b. Merasa kesepian


(30)

c. Kesulitan membentuk hubungan yang harmonis d. Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain

e. Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya terlalu bergantung atau terlalu mandiri

f. Sulit membagi perhatian antara mengurus diri sendiri dan orang lain g. Mudah curiga dan terlalu berhati-hati terhadap orang lain

h. Memiliki perilaku yang tidak sopan i. Kesulitan beradaptasi

j. Lebih suka menyendiri

k. Suka memusuhi orang lain atau dimusuhi

l. Merasa takut menjalin hubungan fisik dengan orang lain m. Sulit membuat komitmen

n. Terlalu bertanggungjawab atau justru menghindar dari tanggungjawab.

2. Masalah Emosional a. Merasa bersalah

b. Menyimpan perasaan dendam c. Depresi

d. Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua e. Merasa takut masalah dirinya diketahui oleh orang lain

f. Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara positif g. Merasa bingung dengan identitasnya


(31)

3. Masalah Kognisi

a. Memiliki persepsi negatif terhadap kehidupan

b. Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung merugikan diri sendiri

c. Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan prestasi d. Sulit berkonsentrasi di sekolah

e. Memiliki citra negatif 4. Masalah Perilaku

a. Perilaku berbohong

b. Perbuatan kriminal dan kenakalan c. Tidak mengurus diri sendiri dengan baik d. Menunjukkan perilaku yang tidak wajar e. Mengalami sulit tidur

f. Muncul perilaku seksual yang tidak wajar

g. Kecanduan obat bius, minuman keras, dan narkotika

2.4 Kekerasan terhadap Anak

Kekerasan pada anak adalah perilaku orangtua yang melakukan kekerasan kepada anak. Contoh kasus perilaku tersebut adalah orangtua yang menyetrika kaki, menyiram dengan air panas, pemerkosaan terhadap anak kandung atau anak tiri oleh sang Bapak, dan juga pemukulan dan bahkan pembunuhan. Ada juga dalam bentuk non-fisik, seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, memarahi anak hampir setiap saat, mengkomersialkan anak sebagai pelacur, sebagai pengamen jalanan, dan diusir keluar rumah (Jacinta, 2009).


(32)

Menurut Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA), yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perbuatan atau tindakaan terhaap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisisk, seksual, mental atau emosi, ataupun psikologis dan penelantaran, termasuk ancaman, pemaksaan, dan perendahan martabat (Budi, 2009).

Latar belakang kekerasan bermacam-macam, ada yang menyebutkan si anak memang bandel atau susah diatur, pola asuh yang salah, pelampiasan emosi orang tua akibat himpitan ekonomi, dan karena tidak sadar ketika melakukan kekerasan. Dengan sedikit saja faktor pemicu, seperti berkaitan dengan tangisan tanpa henti, dan ketidakpatuhan, terjadilah penganiayaan pada anak yang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya. Saat kekerasan pada anak terjadi, lantaran perbuatan itu, pelaku tidak sadar bahwa tindakannya akan diancam dengan pidana penjara dan denda. Akibat kekerasan yang dialami anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah berakibat pada trauma. Bahkan bukan tidak mungkin peristiwa yang dialaminya itu menjadi ingatan buruk yang akan ia ulangi kelak pada orang lain (Rasmun, 2000).

Kasus kekerasan terhadap anak seringkali berlangsung kronis dan tidak terdeteksi dalam waktu lama atau diketahui setelah anak menderita akibat yang parah baik secara fisik maupun mental emosional. Semua tindak kekerasan kepada anak-anak tesebut akan direkam dalam alam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus menerus sepanjang hidupnya (Aryana, 2009).


(33)

2.5 Dampak Kekerasan terhadap Anak

Anak merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang dititipkan kepada orang tua untuk dijaga, dirawat, dan diberikan pendidikan serta penghidupan yang layak bukan untuk dianiaya maupun ditelantarkan yang tidak lain dilakukan oleh orangtua si anak itu sendiri (Kuncoro, 2010).

Kekerasan terhadap anak memiliki berbagai macam faktor yang dapat menjadi penyebab dari adanya tindakan tersebut, dan tentu saja mempunyai dampak yang secara langsung maupun tidak langsung terhadap anak, baik secara fisik, tumbuh kembang dan psikologi pertumbuhan anak. Anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena kondisinya yang rentan terhadap perilaku dan hal-hal yang baru, jika dibandingkan dengan orang dewasa jelas anak lebih beresiko terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan lain-lain (Kuncoro, 2010).

Dampak yang terjadi akibat kekerasan tersebut mungkin saja akan diingat dalam jangka panjang oleh anak hingga ia beranjak dewasa. Tidak menutup kemungkinan kekerasan yang telah menimpanya akan ia lakukan juga terhadap anaknya nanti. Berbagai kasus terhadap terjadinya kekerasan terhadap anak sering disertai dengan penelantaran terhadap anak. Baik penganiayaan maupun penelantaran yang dapat memberikan dampak pada kesehatan fisik dan kesehatan mental sang anak (Suyanto, 2004).


(34)

Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunkan harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah; penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam membuat keputusan (deccision making)(Suyanto, 2004).

Sedangkan menurut Purnianti, (2005) menyatakan bahwa secara umum akibat dari adanya tindak kekerasan terhadap anak adalah sangat serius dan berbahaya karena seorang anak sedang berada pada masa pertumbuhan baik fisik maupun mentalnya. Seseorang anak yang mengalami kekerasan jika penanganannya tidak tepat maka ia akan mengalami cacat tetap yang bukan pada fisik saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi inilah yang akan merubah hidupnya dan masa depannya serta akan dibawanya terus hingga dewasa.

Secara rinci menurut Purnianti (2005) dampak kekerasan terhadap anak adalah sebagai berikut:

1. Anak menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi 2. Menjadi sangat pasif dan apatis

3. Tidak mempunyai kepribadian sendiri, apa yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah memenuhi keinginan orang tuanya (parental extension)


(35)

4. Rendah diri

5. Sulit menjalin relasi dengan individu lain

2.6 Respon Korban Tindak Kekerasan

Respon korban tindak kekerasan sangat tergantung pada tingkat perkembangan korban pada saat terjadi tindak kekerasan tersebut. Bila tindak kekerasan itu pada orang dewasa, biasanya sudah berlangsung lama dan mereka memiliki banyak hambatan psikis.

Respon korban terhadap tindak kekerasan perlu dikaji dengan memperhatikan tahap perkembangan individu dan proses adaptasi terhadap tindak kekerasan, yang dikenal dengan sindroma trauma tindak kekerasan. Korban tindak kekerasan atau korban serangan dengan ancaman akan mengalami ketidak seimbangan internal dan eksternal sebagai akibat situasi yang mengancam kehidupan dan menimbulkan perasaan takut serta tidak berdaya yang luar biasa. Respon korban tindak kekerasan dapat ditinjau dari respons fisik, respons biologik, respons psikologik, respons perilaku, respons interpersonal , dan respons sebagaimana dikemukakan oleh Boyd dan Nihart (dalam Yani, 2004), sebagai berikut:

1. Respon Fisik

Korban tindak kekerasan menderita sejumlah konsekuensi fisik dari yang ringan hingga berat. Cidera ringan bisa hanya abrasi atau lecet pada kepala, leher, muka, torso dan alat pergerakan. Cidera berat merupakan trauma ganda, fraktur yang parah, laserasi, dan cidera bagian dalam tubuh. Kehilangan penglihatan dan pendengaran dapat diakibatkan oleh


(36)

pukulan pada kepala. Korban penganiayaan seksual dapat mengalami trauma pada vagina dan perineum yang sampai memerlukan tindakan pembedahan. Kekerasan fisik atau seksual dapat mengakibatkan trauma kepala yang menimbulkan perubahan dalam kemampuan berfikir, efek, motivasi, dan perilaku.

2. Respons Biologik

Depresi merupakan salah satu respon yang paling sering terjadi akibat penganiayaan. Depresi berdasarkan gangguan yang bersifat biologik sebagai pengaruh dari stress kronik terhadap neurotransmitter dan sistem neuroendokrin. Sebagian besar jenis penganiayaan merupakan bentuk ekstrim dari stres yang kronik.

3. Respons Psikologik

Respons psikologik terdiri dari harga diri rendah, rasa bersalah dan malu serta marah, yang diuraikan sebagai berikut:

Pertama, harga diri rendah. Penganiayaan mempengaruhi harga diri korban. Harga diri rendah bisa sebagai akibat langsung dari penganiayaan fisik atau seksual atau sebagai penyerta penganiayaan psikologik. Kedua, rasa bersalah dan malu. Perasaan bersalah membuat korban meyakini bahwa merekalah yang salah dan penyebab terjadinya tindak kekerasan.

Ketiga,marah. Rasa tersinggung dan mudah marah yang kronik, perasaan

marah yang tidak terkendalikan, dan kesulitan untuk mengekspresikan kemarahan sering dialami oleh korban panganiayaan.


(37)

4. Respons Perilaku

Perempuan yang pernah mengalami penganiayaan, terutama penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, seringkali menjadi peminum alkohol atau penyalahgunaan zat aditif lainnya. Menurut Miller dan Downs (dalam Hermawan, 2003), perempuan peminum alkohol dan obat lain, dua setengah kali lebih banyak yang melaporkan bahwa mereka pernah dianiaya secara seksual ketika kanak-kanak dibandingkan yang tidak menggunakan alkohol.

5. Respons Interpersonal

Sebagai akibat penganiayaan yang sering dilakukan oleh keluarga dekat bahkan orangtua yang seharusnya menyayangi dan melindungi mereka, maka anak-anak korban penganiayaan akan tumbuh sebagai orang dewasa yang sulit untuk menjalin hubungan rasa percaya dan intim. Anak yang mengalami kekerasan akan cenderung merasa kurang percaya diri di masa dewasanya.

6. Respons Ekonomi

Perilaku kekerasan secara ekonomi dengan melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah belanja bulanan merupakan contoh konkrit bentuk kekerasan ekonomi. Sebagai akibat terhadap tindakan tersebut secara langsung ataupun tidak, kondisi ini membuat sang istri atau pasangan merasa terintimidasi terhadap adanya perilaku tindak kekerasan ekonomi yang dialaminya, dan dapat membentuk terhadap perilaku dan sikap pribadi seseorang kepada hal yang lebih buruk.


(38)

Pada anak-anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga. Sehingga memberikan tekanan mental yang buruk kepada anak, anak menjadi murung, iri hati, dan minder dalam bergaul dengan teman-temannya.

2.7 Hubungan Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan oleh Suami terhadap Istri dengan Kekerasan Ibu terhadap Anaknya

Kekerasan dalam rumahtangga menurut Undang-undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumahtangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumahtangga.

Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumahtangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat. Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumahtangga terjadi dikarenakan lelaki lebih berkuasa dibandingkan dengan perempuan, sehingga laki-laki seolah-olah dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan karena perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki lebih kuat. Sesuai dengan yang dinyatakan Sciortino dan Smyth 1997; Suara APIK 1997, bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasi dari sifat superiorlaki-laki terhadap perempuan.


(39)

Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumahtangga terjadi karena faktor dukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri dipersepsikan sebagai orang nomor dua dan bisa diperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu, istri harus mengikuti kata suami, bila istri mendebat dipukul. Kultur di masyarakat menganggap suami lebih dominan pada istri dan tindak kekerasan dalam rumahtangga dianggap masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut campur (Saputri, 2008).

Akibat dari tindakan kekerasan tersebut juga dapat berdampak negatif terhadap anak. Kekerasan ibu terhadap anak sering terjadi sebagai akibat dari perlakuan buruk suami terhadap istri. Istri merasa dilecehkan oleh suami, sehingga melampiaskannya kepada anak. Kekerasan terhadap anak dapat berupa serangan pada bagian tubuh, kekerasan berupa komunikasi berisi penghinaan, membuat malu dan menakut-nakuti, sehingga kekerasan berakibat pada kegagalan anak. Kekerasan pada anak bukan hanya berupa deraan fisik saja, tapi juga hal lain yang dapat melukai perasaan atau mental anak (Saputri, 2008).

Sedangkan menurut Ciciek, (2005) menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan fenomena yang sering dilakukan oleh orang-orang terdekat anak, yaitu kekerasan berupa ancaman yang berpotensi mengakibatkan kematian, trauma, dan hal hal yang berbahaya. Tindakan yang dilakukan mencakup fisik, psikologis, emosional, neglect dan komersialisasi yang dilakukan oleh orang tua (ibu). Adapun jenisnya antara lain:


(40)

(a) Physical Abuse

Physical abuse, terjadi ketika orang tua sebagai pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak.

(b) Emotional Abuse

Emotional abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak tidak memberikan perhatian terhadap anak. Walaupun orang tua mengetahui anaknya meminta perhatian, namun orang tua tetap mengabaikan anaknya. Misalnya Ia membiarkan anaknya basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Kebutuhan anak adalah untuk dipeluk atau dilindungi. Apabila tindak kekerasan seperti ini terjadi secara terus menerus, menyebabkan anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan itu berlangsung konsisten. Pada umumnya orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu, biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambing hitamkan.

(c)Neglectatau Pengabaian

Pengabaian di sini dalam artian anak tidak mendapatkan perlindungan ataupun perhatian dari orang-orang terdekat maupun orang di lingkungan


(41)

sekitarnya. Pengabaian bisa terjadi baik secara sengaja maupun tidak di sengaja, yaitu orangtua mengabaikan dalam perawatan anak, gagal menciptakan lingkungan yang aman dan gagal memenuhi kebutuhan dasar anak dengan baik. Pada umumnya, tanda-tanda pengabaian tersebut yaitu seperti ibu membiarkan pakian anak yang kotor dan tidak sesuai dengan ukuran,hygieneburuk, tanda-tanda malnutrisi (tubuh kurus, perut buncit dll), lesu dan lelah, dan isolasi sosial.

(d) Komersialisasi

Kekerasan tipe ini merupakan kekerasan dimana orangtua dengan sengaja memforsir tenaga anak untuk dapat menghasilkan uang dengan sebanyak-banyaknya, yaitu dengan cara memaksa anak melakukan pekerjaan yang keuntungannya hanya sedikit dirasakan oleh anak dan bahkan tidak sama sekali. Tipe kekerasan ini merupakan unsur pengambilan keuntungan materi secara sepihak oleh pelaku kekerasan terhadap korban, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

2.8 Kerangka Teori

Kekerasan yang dilakukan suami kepada istri dapat terjadi dalam bentuk kekerasan fisik seperti pemukulan, penganiayaan, dan lain sebagainya. Kekerasan psikis juga dilakukan dengan tindakan penyiksaan secara verbal (seperti menghina, berkata kasar, dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan seksual dilakukan dengan perbuatan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar. Kekerasan pada anak adalah perilaku orangtua


(42)

yang melakukan kekerasan kepada anak. Contoh kasus perilaku tersebut adalah orangtua yang menyetrika kaki, menyiram dengan air panas, pemerkosaan terhadap anak kandung atau anak tiri oleh sang Bapak, dan juga pemukulan dan bahkan pembunuhan (Susilowati, 2008).

Adapun kekerasan ekonomi dilakukan dengan membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, atau sebaliknya membiarkan istri yang bekerja untuk dieksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Semua bentuk kekerasan tersebut akan berdampak pada masalah-masalah relasional, emosional, kognisi, dan perilaku dengan menyimpan trauma atau dendam untuk melakukan kekerasan kepada orang lain termasuk anaknya (Susilowati, 2008). Keseluruh teori tersebut dirangkum dalam bentuk kerangka variabel-variabel teori berikut ini:

Skema Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Teori

Kekerasan Suami terhadap Istri

1. Kekerasan Fisik 2. Kekerasan Psikis 3. Kekerasan Seksual 4. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan Istri terhadap Anak

1. Physical Abuse 2. Emotional Abuse

3. Neglectatau Pengabaian 4. Komersial


(43)

2.9 Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya atau dapat dikatakan proposisi tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih (Masyhuri dan Zainuddin, 2008). Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri dengan perilaku kekerasan ibu pada anak di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung”.

2. Tidak ada hubungan kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri dengan perilaku kekerasan ibu pada anak di Wilayah Kelurahan


(44)

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah eksplanatori (explanatory research) yakni tipe penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu pengambilan data (berasal dari variabel independen dan variabel dependen) yang dilakukan secara bersamaan. Penelitian eksplanatori meliputi pengumpulan data dalam rangka pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian (Istijanto, 2005).

3.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel 1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep yang digunakan sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan (Singarimbun dan Effendi, 1995). Definisi konseptual dan operasional variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Kekerasan Suami terhadap Isteri

Segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan yang terjadi


(45)

dalam rumahtangga. Adapun operasionalisasi dari definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kekerasan Fisik

Suatu tindakan kekerasan, seperti memukul, menendang, dan lain-lain yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.

2) Kekerasan Psikis

Suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya.

3) Kekerasan Seksual

Suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

4) Kekerasan Ekonomi

Suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, atau sebaliknya memaksa istri bekerja untuk dieksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

b. Kekerasan Istri terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak dapat berupa serangan pada bagian tubuh, kekerasan berupa komunikasi berisi penghinaan, membuat malu dan menakut-nakuti, sehingga kekerasan berakibat pada kegagalan anak.


(46)

Kekerasan pada anak bukan hanya berupa deraan fisik saja, tapi juga hal lain yang dapat melukai perasaan dan mental anak. Kekerasan terhadap anak merupakan fenomena yang sering dilakukan oleh orang-orang terdekat anak, yaitu kekerasan berupa ancaman yang berpotensi mengakibatkan kematian, trauma, dan hal-hal yang berbahaya. Tindakan yang dilakukan mencakup fisik, psikologis, emosional, dan seksual yang dilakukan oleh orang tua (ibu). Adapun operasionalisasi dari definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Physical Abuse

Physical abuse merupakan perbuatan atau tindakan ibu terhadap anaknya dengan cara menganiaya atau memukuli anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Adapun kekerasan yang dilakukan ibu adalah berupa melukai bagian tubuh anak.

2) Emotional Abuse

Emotional abuseadalah perbuatan atau tindakan ibu dengan tidak memberikan perhatian terhadap anak, seperti mengabaikan anak yang ingin dipeluk atau dilindungi oleh ibu. Walaupun ibu mengetahui anaknya meminta perhatian, namun ibu tetap mengabaikan anaknya.

3) Neglectatau Pengabaian

Dalam artian anak tidak mendapatkan perlindungan ataupun perhatian dari ibunya serta orang di lingkungan sekitarnya. Perbuatan ini lebih mengarah terhadap perilaku ibu yang mengabaikan dalam perawatan anak, gagal menciptakan


(47)

lingkungan yang aman dan gagal memenuhi kebutuhan dasar anak dengan baik.

4) Komersialisasi

Yaitu dengan cara memaksa anak melakukan pekerjaan yang keuntungannya hanya sedikit dirasakan oleh anak dan bahkan tidak sama sekali. Tipe kekerasan ini merupakan unsur pengambilan keuntungan materi secara sepihak oleh ibu terhadap anaknya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

3.3 Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2002). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah istri yang mempunyai suami dan anak, pernah mengalami KDRT selama empat tahun terakhir (2008-2011) yang tinggal di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung. Berdasarkan data dari Polresta setempat, didapati jumlah keluarga yang melaporkan tindak kekerasan dalam rumahtangganya selama empat tahun terakhir yaitu sebanyak 47 Kepala Keluarga (Polresta Bandar Lampung, 2011).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari subjek penelitian (populasi) yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2002). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode total sampling yaitu dengan melakukan wawancara terhadap ibu yang mempunyai suami dan anak yang pernah mengalami KDRT di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.


(48)

Adapun jumlah sampel berdasarkan banyaknya rumahtangga yang melaporkan tindak kekerasan dalam rumahtangganya kepada Polresta setempat selama empat tahun terakhir (2008-2011) yaitu berjumlah 47 Kepala Keluarga (Polresta Bandar Lampung, 2011).

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Penggunaan kuesioner atau angket digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dengan menggunakan daftar pertanyaan. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer yang diarahkan pada masalah yang diteliti. Kuesioner disebarkan atau diberikan pada orang tua (ibu) yang berdomisili di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.

2. Wawancara

Suatu percakapan yang diarahkan pada masalah yang diteliti. Hal ini merupakan proses tanyajawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Wawancara ini dilakukan pada orang tua (ibu) yang berdomisili di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.

3. Observasi

Suatu studi yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Metode ini digunakan untuk mengamati keadaan responden yang tidak secara mudah dapat ditangkap melalui metode wawancara dan kuesioner. Dari sini dapat diketahui keadaan sebenarnya dari kegiatan sehari-hari responden.


(49)

4. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan litelatur yang dapat mendukung dan memberikan informasi bagi pelaksanaan penelitian ini, seperti buku-buku atau arsip-arsip yang terkait dengan kegiatan penelitian.

3.5 Analisis Data

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), analisis data merupakan penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan sesuai dengan tipe penelitian yang digunakan. Analisis ini diambil dari data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan yang didapat dari penelitian. Setelah semua data diolah, data kemudian disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan analisisnya. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistika deskriptif, kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan susunan kata, dan kalimat bermakna secara sistematis sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah nonparametrik, yakni korelasi “Rank Spearman” yang dimaksudkan untuk melihat hubungan antara kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami pada istri dengan perilaku kekerasan ibu pada anak. Uji ini dipilih dengan pertimbangan bahwa kedua variabel penelitan skala pengukurannya adalah ordinal.


(50)

Rumus korelasi “Rank Spearman” yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Pxy : Korelasi rho

N : Jumlah kasus atau sampel

D : Selisih ranking antara variabel X dan Y untuk tiap subyek 1&6 : Angka konstant

) 1 (

. 6

1 2

2

 

N N

D xy


(51)

5.1 Identitas Responden

Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, yang melaporkan tindak kekerasan dalam rumahtangganya selama empat tahun terakhir ini yaitu sebanyak 47 Kepala Keluarga (data tersebut didapatkan dari Polresta Bandar Lampung tahun 2011). Penentuan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Total Sampling, dimana seluruh anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Dari keseluruhan responden, diketahui karakteristik secara demografis seperti usia, pendidikan dan jenis mata pencaharian kepala keluarga, distribusi datanya terlihat seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Ibu yang Mengalami KDRT di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 2012

No Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tamat SD 13 27,7

2 Tamat SMP 17 36,2

3 Tamat SMA 17 36,2

Total 47 100,0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Pada Tabel 4 terlihat distribusi tingkat pendidikan responden, dimana Tiga-belas responden atau sebanyak 27,7 persen berpendidikan tamat SD,


(52)

responden yang tamat SMP sebanyak 36,2 persen, dan responden yang tamat SMA sebanyak 36,2 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SMP dan SMA memiliki persentase yang sama. Adapun karakteristik responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Jumlah Ibu yang Mengalami KDRT di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung menurut Usia, Tahun 2012

No Usia Jumlah Persentase

1 21-27 tahun 12 25,5

2 28-34 tahun 26 55,3

3 35-42 tahun 9 19,1

Total 47 100,0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Data di atas menunjukkan bahwa, responden yang berusia antara 21-27 tahun berjumlah sebanyak 25,5 persen, responden yang berusia 28-34 tahun sebanyak 55,3 persen, dan responden yang berusia antara 35-42 tahun sebanyak 19,1 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki usia antara 28-34 tahun memiliki proporsi yang paling banyak mengalami kekerasan dalam rumahtangga. Disebabkan pada usia tersebut responden masih labil dalam membina keutuhan rumahtangganya, adanya kebosanan dengan permasalahan-permasalahan baru yang semakin bertambah, adanya tuntutan terhadap suami dalam pemenuhan kebutuhan yang semakin bertambah.

Untuk mengetahui terhadap kegiatan sehari-hari kepala keluarga responden, yaitu peneliti juga melakukan penelitian terhadap pekerjaan atau mata pencaharian yang dimiliki. Adapun jenis mata pencaharian dalam penelitian


(53)

ini adalah jenis kegiatan kepala keluarga untuk mendapatkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jenis mata pencaharian yang didapat sangat berpengaruh pada latar belakang pendidikan yang dimiliki. Berdasarkan penelitian, kepala keluarga yang berada di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai buruh, hal ini dapat disebabkan oleh latar belakang pendidikan yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga dari Responden

Penelitian di Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung, Tahun 2012

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

Responden

Persentase (%)

1 Buruh 17 36,2

2 Dagang 11 23,4

3 Wiraswasta 8 17,0

4 Pengemudi Becak 3 6,4

5 Pegawai Negeri Sipil 2 4,3

6 Fotografer 1 2,1

7 Tukang Kayu 1 2,1

8 Ojek 2 4,3

9 Tidak Bekerja 2 4,3

Jumlah 47 100

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Pada Tabel 6 dapat dilihat sebagian besar dari responden yaitu sebanyak 17 KK atau 36,2% bekerja sebagai buruh, dan sisa responden lainnya memiliki mata pencaharian yang beragam tetapi hanya 2 KK atau 4,3% yang memiliki mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil. Banyaknya responden yang bekerja sebagai buruh tersebut dapat disebabkan karena latar belakang tingkat


(54)

pendidikan yang rendah sehingga sulit untuk bersaing dalam mendapatkan mata pencaharian pada sektor formal.

5.2 Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan Suami pada Istri

Kekerasan dalam rumahtangga adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti baik secara fisik maupun hati. Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam rumahtangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat. Adapun dalam penelitian ini, dapat digambarkan tindak kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami kepada istri meliputi tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.

Tabel 7. Tindakan Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan Suami Kepada Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung dalam Enam Bulan

Terakhir

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak pernah 11 23.4

2 Pernah 36 76.6

Total 47 100.0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Tabel 7 menjelaskan gambaran kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami kepada istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung. Sebanyak sebelas responden atau 23,4% menyatakan bahwa suami tidak pernah melakukan tindak kekerasan, dan sebanyak


(55)

tigapuluh enam responden atau 76,6% menyatakan bahwa suami pernah melakukan tindak kekerasan dalam rumahtangganya.

Pada penelitian ini bentuk kekerasan suami terhadap istri dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Masing-masing bentuk kekerasan tersebut ditanyakan kepada responden melalui kuesioner yang sudah disebarkan. Untuk bentuk kekerasan fisik terdiri dari 5 pertanyaan, bentuk kekerasan psikis terdiri dari 5 pertanyaan, kekerasan seksual terdiri dari 4 pertanyaan, dan kekerasan ekonomi terdiri dari 3 pertanyaan. Adapun informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang berkaitan dengan kekerasan suami terhadap istri berdasarkan masing-masing bentuk kekerasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik merupakan suatu tindakan kekerasan, seperti memukul, menendang, dan lain-lain yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri, bahkan hingga menyebabkan kematian. Untuk mengetahui jawaban responden dari masing-masing pertanyaan tentang kekerasan fisik yang terdiri dari 5 pertanyaan, informasinya adalah sebagai berikut:

a. Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami dalam Waktu 6 Bulan Terakhir

Suami yang selalu melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap istri akan berdampak buruk pula terhadap kondisi psikologis istri. Kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri biasanya dilakukan


(56)

dalam bentuk perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyulut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah, atau bekas luka lainnya. Data mengenai kekerasan fisik yang dilakukan suami dalam waktu 6 bulan terakhir ini, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tindak Kekerasan Fisik oleh Suami kepada Istri dalam Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Pernah 32 68.1

2 Tidak pernah 15 31.9

Total 47 100,0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Dari Tabel 8 di atas, terdapat tigapuluh dua responden yang pernah mengalami kekerasan fisik atau 68,1 persen, sedangkan limabelas responden lainnya atau sebesar 31,9 persen tidak pernah mengalami kekerasan fisik. Dengan demikian secara persentase responden yang pernah mengalami kekerasan fisik lebih banyak dibandingkan responden yang tidak pernah mengalami kekerasan fisik. Kekerasan fisik yang dilakukan biasanya dalam bentuk tindakan seperti memukul, menendang, dan lain-lain yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.


(57)

b. Frekuensi Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami kepada Istri dalam 6 Bulan Terakhir

Banyaknya tindak kekerasan fisik yang dilakukan suami memberikan dampak yang buruk bagi istri, terlebih jika kekerasan fisik itu dilakukan suami kepada istri berulang-ulang. Keadaan ini tentunya dapat memberikan siksaan dan kesakitan di pihak istri. Data mengenai frekuensi kekerasan fisik yang dilakukan suami dalam 6 bulan terakhir dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Frekuensi Kekerasan Fisik oleh Suami kepada Istri dalam Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan

Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar

Lampung

No Jawaban Frekuensi Persentase 1 Tidak pernah mengalami 15 31,9

2 1-3 kali 4 8,5

3 4-6 kali 23 48,9

4 7-9 kali 5 10,6

Total 47 100,0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Pada Tabel 9 terlihat frekuensi kekerasan fisik yang dialami oleh para responden dalam kurun waktu 6 bulan terakhir ini, yaitu empat responden atau 8,5 persen mengalami kekerasan fisik sebanyak 1-3 kali, sebanyak duapuluh tiga responden lainnya atau sebesar 48,9 persen mengalami 4-6 kali kekerasan fisik, dan lima responden atau sebesar 10,6 persen mengalami kekerasan fisik sebanyak 7-9 kali. Dengan demikian, yang mengalami kekerasan fisik sebanyak 4-6 kali adalah yang terbanyak. Kekerasan fisik dipengaruhi oleh


(58)

masalah-masalah yang muncul dalam rumahtangga, banyaknya permasalah-masalahan dalam rumahtangga, ketegangan maupun konflik, perdebatan, pertengkaran, saling mengejek, atau bahkan memaki merupakan hal yang umum terjadi. Penyesalan dan permintaan maaf sering dilakukan untuk mengembalikan keharmonisan rumahtangga. Seorang istri yang telah mengalami kekerasan fisik dari suaminya, pada akhirnya akan kembali mengalami kekerasan. Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri terjadi ketika suami melakukan kekerasan pada istri kemudian suami menyesali perbuatannya dan meminta maaf pada istri, pada tahap selanjutnya suami bersikap mesra pada istri, namun apabila terjadi konflik maka suami kembali melakukan kekerasan pada istri.

c. Bentuk Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami

Bentuk-bentuk kekerasan fisik merupakan gambaran dari adanya perlakuan tindakan kekerasan fisik yang dilakukan seseorang, seperti menampar sang istri, menendang, dan bahkan melukai sang istri.

Tabel 10. Bentuk Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami kepada Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak mengalami 15 31.9

2 Ditampar 16 34.0

3 Ditendang 9 19.1

4 Dilukai 6 12.8

5 Dipukul 1 2.1

Total 47 100,0


(59)

Dari Tabel 10 terlihat bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh responden, dimana enambelas responden atau 34,0% pernah mengalami kekerasan fisik dengan cara ditampar, sebanyak sembilan responden atau 19,1% pernah mengalami kekerasan fisik dengan cara ditendang, sebanyak enam responden atau 12,8% dilukai, dan sisanya sebanyak satu responden atau 2,1% pernah mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan.

d. Alasan Suami Melakukan Kekerasan Fisik kepada Istri

Berbagai alasan dapat menjadi penyebab sehingga sang suami melakukan tindak kekerasan fisik kepada sang istri. Penyebab tersebut bisa jadi karena suami yang sedang emosi terhadap istri, ingin dihormati istri, dan suami merasa dia adalah sebagai kepala keluarga sehingga merasa dituakan. Data mengenai alasan suami melakukan kekerasan fisik kepada istri dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Alasan Suami Melakukan Tindak Kekerasan Fisik

terhadap Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi

Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir

No Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak mengalami 15 31.9

2 Suami emosi terhadap istri 15 31.9 3 Suami kesal terhadap istri 11 23.4 4 Suami ingin lebih

dihormati 3 6.4

5 Suami merasa sebagai

kepala keluarga 3 6.4

Total 47 100.0


(60)

Tabel 11 menjelaskan alasan suami melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya, dimana limabelas responden atau 31,9% mengalami kekerasan karena suami emosi terhadap istri, sebelas responden atau 23,4% mengalami kekerasan fisik karena suami kesal terhadap istri, tiga responden atau 6,4% mengalami kekerasan fisik dengan alasan suami ingin lebih dihormati, dan tiga responden atau 6,4% mengalaminya karena suami merasa sebagai kepala rumahtangga.

e. Akibat yang Dialami Istri dari Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami

Tindak kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap istri dapat berdampak buruk terhadap kondisi psikologis istri, seperti tidak percaya diri, selalu minder, merasa takut terhadap suami, dan menjadi acuh terhadap suami. Akibat yang dialami oleh responden dari kekerasan fisik yang dilakukan suaminya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Akibat Tindak Kekerasan Fisik yang Dilakukan Suami

terhadap Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi

Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak mengalami 15 31.9

2 Tidak percaya diri 2 4.3

3 Selalu minder 6 12.8

4 Merasa takut terhadap

suami 23 48.9

5 Menjadi acuh terhadap

suami 1 2.1

Total 47 100.0


(61)

Dari Tabel 12 terlihat beberapa akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindak kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada responden, dimana dua responden atau sebanyak 4,3% menjadi tidak percaya diri, enam responden atau 12,8% menjadi minder, duapuluh tiga responden atau 48,9% menjadi takut terhadap suami, dan satu responden atau 2,1% menjadi acuh terhadap suami.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis merupakan tindakan penyiksaan secara verbal (seperti menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam di hati istri.

a. Kekerasan Psikis yang Dialami Istri dalam Enam Bulan Terakhir

Perilaku kekerasan psikis yang dilakukan oleh suami akan sangat menyakiti hati sang istri. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Artinya apapun yang diperintah suami akan diturutinya karena takut dengan tindak kekerasan yang biasa dilakukan kepadanya. Data mengenai kekerasan psikis oleh suami yang dialami responden dalam enam bulan terakhir dapat dilihat pada Tabel 13.


(62)

Tabel 13. Kekerasan Psikis yang Dilakukan Suami terhadap Istri dalam Kurun Waktu Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1 Pernah 26 55.3

2 Tidak pernah 21 44.7

Total 47 100.0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Pada Tabel 13 terlihat frekuensi kekerasan psikis yang dialami oleh responden dalam 6 bulan terakhir, yaitu duapuluh enam responden atau sebesar 55,3% menyatakan pernah mengalami kekerasan psikis dan duapuluh satu responden atau 44,7% menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan psikis. Dengan demikian secara persentase responden yang pernah mengalami kekerasan psikis lebih banyak dibandingkan responden yang tidak pernah mengalami kekerasan psikis. Kekerasan psikis yang dilakukan suami biasanya dalam bentuk menghina, berkata kasar dan kotor, yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan tidak berdaya.

b. Frekuensi Kekerasan Psikis yang Dialami Istri dalam Enam

Bulan Terakhir

Banyaknya tindak kekerasan psikis yang dialami responden akan memperparah sakit hati istri dan dapat menimbulkan luka mendalam jika perilaku tersebut terus menerus dilakukan suami. Untuk


(63)

mengetahui frekuensi tindak kekerasan psikis yang dialami istri dalam kurun waktu enam bulan terakhir ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Frekuensi Kekerasan Psikis yang Dialami Istri dalam Enam Bulan Terakhir di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak mengalami 21 44.7

2 1-3 kali 15 31.9

3 4-6 kali 10 21.3

4 7-9 kali 1 2.1

Total 47 100.0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Dari Tabel 14 terlihat banyaknya perlakuan tindak kekerasan psikis yang dialami oleh istri, dimana limabelas responden atau 31,9% mengalami kekerasan psikis sebanyak 1-3 kali, sebanyak sepuluh responden atau 21,3% mengalami kekerasan psikis sebanyak 4-6 kali, dan 1 responden atau 2,1% mengalami kekerasan psikis sebanyak 7-9 kali. Frekuensi tindak kekerasan yang dialami istri menunjukkan bahwa tindakan kekerasan psikis sangat mudah terulang, adakalanya hal itu terjadi karena istri menganggap tindak kekerasan psikis yang dilakukan suami hanya kekhilafan sesaat, sementara disisi lain justru suami menganggap tindakannya masih wajar.

c. Bentuk Kekerasan Psikis yang Dilakukan oleh Suami terhadap Istri

Data mengenai bentuk kekerasan psikis yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya berbeda-beda, adapun bentuk kekerasan psikis tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.


(64)

Tabel 15. Bentuk Kekerasan Psikis yang Dialami Istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung Enam Bulan Terakhir

No. Jawaban Frekuensi Persentase

1 Tidak mengalami 21 44.7

2 Berkata kasar 14 29.8

3 Mencaci maki 8 17.0

4 Selalu membentak 4 8.5

Total 47 100.0

Sumber: Data Primer, Juni 2012

Dari Tabel 15 terlihat bentuk-bentuk kekerasan psikis yang dialami istri, sebanyak empatbelas responden atau 29,8% mengalami kekerasan psikis dalam bentuk kata-kata kasar, delapan responden atau sebanyak 17,0% mendapatkan caci maki, dan sebanyak empat responden atau 8,5% mengalami kekerasan psikis berupa bentakan.

d. Alasan Suami Melakukan Kekerasan Psikis

Alasan suami melakukan kekerasan psikis terhadap responden banyak faktornya, alasan tersebut antara lain karena suami sedang mengalami emosi, ada masalah di kantor atau di luar rumah, suami kesal terhadap istri, pengaruh minuman keras, dan sebagainya. Adapun alasan suami melakukan kekerasan psikis tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tindak kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami kepada istri di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung tergolong cukup banyak (karena dari 47 sampel penelitian, sebanyak tigapuluh enam responden atau 76,6% menyatakan bahwa dalam enam bulan terakhir ini pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumahtangganya).

2. Tindak kekerasan oleh istri terhadap anaknya juga tergolong cukup tinggi, hal ini merupakan akibat dari adanya tindak kekerasan yang dilakukan suami kepadanya. Sehingga memberikan dampak yang negatif terhadap perilaku ibu, karena berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap ibu yang pernah mendapatkan perlakuan tidak baik dari suami, sebanyak 66,0% menyatakan bahwa ia pernah melakukan tindak kekerasan kepada anak dalam enam bulan terakhir ini.

3. Ada korelasi antara kekerasan dalam rumahtangga yang dilakukan suami kepada istri dengan perilaku tindak kekerasan ibu kepada anak. Hasil analisis menjelaskan bahwa perilaku seorang istri yang pernah


(2)

mendapatkan tindak kekerasan oleh suami akan memberikan dampak yang negatif terhadap perilaku ibu dalam membimbing anaknya sehari-hari. Jika kekerasan suami terhadap istri mengalami peningkatan maka tindak kekerasan yang dilakukan ibu kepada anak cenderung akan mengalami peningkatan.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat banyak dari responden yang pernah mengalami tindak kekerasan oleh suami dan hal itu berdampak terhadap terjadinya tindak kekerasan oleh ibu terhadap sang anak. Oleh karena itu, penulis mengajukan beberapa saran yang dapat diperhatikan, yaitu:

1. Bagi suami (selaku kepala rumahtangga) hendaknya lebih mampu mengendalikan emosinya yang dapat berakibat menyakiti perasaan ataupun fisik sang istri, karena perilaku suami yang melakukan tindak kekerasan kepada istri dapat merujuk kepada suatu tindakan yang berakibat fatal sehingga mengakibatkan keretakan rumahtangga dan terlebih berakibat terhadap perlakuan buruk sang istri kepada anak. Diharapkan pula suami mampu menjadi kepala rumahtangga yang baik dan dapat menjadi panutan dalam rumahtangganya, khususnya bagi istri dan anak-anaknya.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih baik, bahwa KDRT dapat berdampak pada kondisi psikologis dan hubungan sosial yang buruk.


(3)

103

3. Bagi Pemerintah Daerah, khususnya pemerintahan di Wilayah Kelurahan Kaliawi diharapkan agar lebih meningkatkan perhatiannya terhadap kasus-kasus KDRT di lingkungannya dan membuat pos pelayanan pengaduan KDRT bekerjasama dengan instansi terkait lainnya seperti Puskesmas atau Kepolisian.

4. Untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan judul yang sama tentang kasus-kasus KDRT, diharapkan agar dapat menambahkan variabel lain yaitu selain variabel yang diangkat dalam penelitian ini, seperti faktor pelaku dan korban kekerasan dalam rumahtangga sehingga dapat melengkapi penelitian ini.


(4)

Arikunto, Suharsimi, 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,

Farha, Ciciek. 2005. Jangan Ada lagi kekerasan dalam rumahtangga. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hastono, Sutanto Priyo. 2001. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.

Hasbianto, Elli N. 2006. Kekerasan dalam Rumah Tangga: Potret Muram Kehidupan Perempuan dalam Perkawinan.Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hermawan Kartajaya. 2003. Marketing In Venus. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Istijanto.2005. Riset Sumber Daya Manusia.PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. Mu’tadin. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Mahyuni, Linda. 2001. Pengaruh Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan Suami pada Istri terhadap Kondisi Rumahtangga di Wilayah Kelurahan Kelapa Tiga Kota Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Notoatmodjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Purnianti. 2005. Mashab dan Penggolongan Teori dalam Kriminologi. Cetakan Kedua. PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta.

Rasmun. 2000.Gangguan Kognitif dan Kesehatan Jiwa.Bina Aksara. Jakarta. Ridwan. 2002. Analisis Multivariat untuk Penelitian. Alfabeta. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Pustaka LP3ES. Jakarta.


(5)

105

Siti Musdah Mulia. 2007. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumahtangga. APU, Ketua Tim PUG Departemen Agama RI dan Dosen Pascasarjana UIN Syahid, dalam Blok ICRP. Jakarta.

Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Media Group. Jakarta.

Internet :

Badan Pusat Statistik. 2011. Perilaku Tindak Kekerasan terhadap Perempuan. Diakses 07 April 2012, dariwww.bps.go.id

Budi, Aryana. 2009. Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan terhadap Anak. (Pusat Data dan Informasi Komnas Pelindungan Anak. http://jklpk-indonesia.org.Diakses tanggal 08 April 2012.

Kurniasih, Nani. 2007. Kekerasan dalam Rumahtangga Merupakan Urusan Intern Suami Istri. Harian Pikiran Rakyat, 21 April 2007. www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 07 April 2012.

Kuncoro, Wahyu. 2010. Solusi Cerdas Menghadapi Kasus Keluarga. Raih Asa Sukses. Jakarta.

Solihin, Lianny. 2009. Tindakan Kekerasan pada Anak dalam Keluarga. http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 23 Oktober 2012.

Pollack, Robert A. 2002. “An Intergenerational Model of Domestic Violence”. Jurnal Kesehatan. Volume VI/03/2002. Diterjemakan oleh Agvitarina Lubis. www.jurnal-kesehatan.com. Diakses pada tanggal 12 Februari 2011.

Rini, Jacinta F. 2009. Mengapa Orang Tua Menyiksa atau Mengabaikan Anak. www.e-psikologi.com/. Diakses tanggal 22 Februari 2011.

Sciortino dan Smyth, 1997. Wanita Korban Tindak Kekerasan, Suara APIK. http://ichwanmuis.com/?p=1363. Diakses tanggal 04 Maret 2011. Saputri, Maya. 2008.Kesadaran Lapor Meningkat Kasus KDRT Naik 51 Persen.

http://nasional.kompas.com. Diakses tanggal 12 Februari 2011.

Susilowati, Pudji. 2008. Dampak Kekerasan dalam Rumahtangga Bagi Wanita. www.epsikologi.com. Diakses tanggal 22 Februari 2011.

Susilowati, Pudji. 2008. Kekerasan terhadap Perempuan. www.genderkesrepro.info/. Diakses tanggal 22 Februari 2011.


(6)

Suryakusuma. 2005. Modul: Kekerasan pada Istri dalam Rumah Tangga Berdampak terhadap Kesehatan Reproduksi.http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 22 Oktober 2012.

Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga www.sumbarprov.co.id/image Diakses tanggal 26 November 2012

Yani. 2004.Klasifikasi Perilaku Kekerasan.Http://ugm.kesartikel.com. Diakses tanggal 22 Februari 2011.

Data :

Data Rekapitulasi KDRT Polresta Bandar Lampung, tahun 2011. Data Rekapitulasi KDRT LSM Damar Bandar Lampung, tahun 2011.