M = [ ]
Kemudian, perkalian matriks M T
dengan tapis low pass dilakukan dengan menghasilkan matriks D
1 T
.
D = [
√ √
√ √
] x [
] = [ , ,
, ,
, ,
, ,
]
Untuk mengembalikan ke baris dan kolom sebenarnya, proses transpose kembali pada matriks D
1 T
dilakukan.
D = [ ,
, ,
, ,
, ,
, ]
Langkah selanjutnya adalah melakukan perkalian tapis low pass dengan matriks D
1
terhadap kolom. Proses tersebut menghasilkan matriks D
2
, sebagai berikut :
D = [
√ √
√ √
] x [
, ,
, ,
, ,
, ,
] = [ , ]
Matriks D
2
ini yang disebut dengan koefisien aproksimasi LL. Untuk mencari nilai HL, LH dan HH, sama seperti langkah di atas, namun dengan mengalikan tapis low
pass terhadap baris dan tapis high pass terhadap kolom untuk HL, mengalikan tapis high pass terhadap baris dan tapis low pass terhadap kolom untuk LH, dan mengalikan tapis high
pass terhadap baris dan kolom untuk HH.
2.4.2. Wavelet Haar
Haar adalah jenis wavelet tertua dan paling sederhana, yang diperkenalkan oleh Alfred Haar pada tahun 1909 [10]. Koefisien transformasi
h = h
, h =
{
,
} tapis low
pass dan
h = h
, h =
{
, −
} tapis high pass ini merupakan fungsi basis
wavelet Haar. Pada citra, tapis high pass dan tapis low pass dapat direprentasikan sebagai matriks 2D. Dekomposisi perataan dan pengurangan yang telah dilakukan sebelumnya
sebenarnya sama dengan melakukan dekomposisi transformasi citra dengan wavelet Haar. Kedua tapis tersebut bersifat ortogonal namun tidak ortonormal. Tapis Haar yang bersifat
ortogonal dan juga ortonormal adalah : h = {
√
,
√
} 2.1
h = {
√
, −
√
} 2.2
Gambar 2.10. Wavelet Haar
2.4.3. Konvolusi
Konvolusi merupakan sebuah operasi matematika sederhana yang sangat umum digunakan pada pengolahan citra [10]. Jika ada dua barisan u dan h maka hasil
konvolusinya y dapat dinyatakan dalam persamaan: y = ∑
u h
− ∞
= −∞
2.3 Secara singkat, notasi yang digunakan untuk konvolusi adalah :
{y } = {u } ∗ {h } atau y = u ∗ h 2.4 Yang berarti juga bahwa konvolusi mempunyai sifat yang komutatif, yaitu:
y = h ∗ u = u ∗ h 2.5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Matriks dapat memudahkan dalam perhitungan konvolusi. Seperti Gambar 2.11 merupakan contoh penyelesaian sebuah konvolusi dari dua baris u = {2 5 6} dan h = {3
5 1 2}. X
3 5
1 2
2 6
10 2
4
5 15
25 5
10
6
18 30
6 12
Gambar 2.11. Representasi Matriks dari Penjumlahan Konvolusi, y = [ 6 25 45 39 16 12]
Masukan yang diterima, dapat digunakan sebagai low pass filter. Low pass filter dari sinyal xn dengan masukan wn adalah suatu proses konvolusi antara xn dengan
wn. Bila sinyal xn memiliki panjang yang terbatas dan juga ujung-ujung sinyalnya diskontinyu, akan mengakibatkan distorsi pada ujung-ujung sinyal dari hasil konvolusi.
Terdapat suatu metode memperpanjang sinyal xn dengan cara sinyal pengulangan yang disebut periodisasi. Metode ini untuk mengatasi masalah akan sinyal xn yang memiliki
panjang terbatas yang diusulkan oleh Misiti et al [10]. Berikut contoh dari metode tersebut, xn = {x1, x2, ..., xM} yang akan dikonvolusi dengan masukan wn= {w1, w2,
..., wN}, dengan N adalah bilangan genap dan MN, sehingga sinyal pengulangan dengan cara periodisasi akan menjadi :
x
per
n = {xM- j+ ,…,x M ,x
,…,x M ,x ,…,x N-1} 2.6
dengan : j = N2
Konvolusi sinyal yang diperpanjang x
per
n dengan masukan wn akan menghasilkan sinyal keluaran :
� n = x
per
n wn 2.7
atau y n = ∑ x
p r
n w j + − n 2.8 dengan M + N
– 1 lebih besar dari panjang xn. Agar sinyal output memiliki panjang yang sama dengan sinyal input, maka hanya bagian-bagian tertentu dari sinyal output yang
dipilih. Contohnya yn = {y1, y2, … , yL}, dengan L= M + N – 1, jadi yang dipilih
bagian-bagian tertentu dari yn adalah : �
keep
n = {y N+ ,…,y N+M }
2.9
2.5. Template Matching dan Korelasi