Faktor yang Mempengaruhi Mortalitas Walang Sangit

membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel. Pada konsentrasi rendah alkaloid dapat masuk ke dalam tubuh walang sangit dan menjadi racun perut dalam tubuh walang sangit. Walang sangit akan mati karena terjadi gangguan pada sistem pencernaan. Selain itu pada konsentrasi rendah alkaloid tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, akibatnya alkaloid yang masuk ke dalam tubuh walang sangit akan merusak sel dari dalam tubuh walang sangit dan menyebabkan kematian. Kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam ekstrak daun sirih juga dapat menyebabkan mortalitas. Menurut Wardani et al 2010 minyak atsiri berperan sebagai racun pernafasan pada serangga. Berdasarkan hal ini kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam daun sirih dapat masuk ke dalam tubuh walang sangit berupa gas dan masuk ke dalam melaui sistem pernafasan. Kemudian menjadi racun pada sistem pernafasan serangga sehingga menyebabkan mortalitas pada walang sangit. Cara kerja dari minyak atsiri adalah masuk kedalam tubuh walang sangit melalui sistem pernapasan yang kemudian menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan sistem pernapasan pada walang sangit dan mengakibatkan walang sangit tidak bisa melakukan respirasi dan akhirnya mati. Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa mortalitas paling tinggi terdapat pada konsentrasi 75, hal ini di karenakan kadungan kimia pada ekstrak 75 lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi rendah, akibatnya mortalitas lebih banyak terjadi pada konsentrasi tinggi dibandingkan konsentrasi rendah. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI oleh Astuti, et al, 2012 bahwa pada konsentrasi tinggi senyawa biokimia akan semakin banyak dan semakin cepat bekerja dalam tubuh serangga dan didukung oleh Wirioadmojo dalam Astuti et al, 2012 menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah racun yang mengenai kulit serangga semakin tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan mortalitas pada serangga lebih banyak. 2 Siklus Hidup Walang Sangit Walang sangit memiliki siklus hidup, berupa telur, nimfa, dan imago. Walang sangit yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam tahap imago atau dewasa. Tujuan penggunaan stadia imago adalah agar walang sangit dapat bertahan hidup saat beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga mencegah kematian sebelum aplikasi. Sedangkan walang sangit pada tahap nimfa cenderung mudah mati dan sulit beradaptasi karena masih lemah. Walang sangit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari alam, jadi usia yang digunakan juga tidak serangam. Menurut Pracaya, 2008 umur walang sangit dewasa yaitu 21 hari. Berdasarkan hal ini kematian dari walang sangit juga dapat disebakan oleh siklus hidup dari walang sangit yang memang sudah waktu walang sangit untuk mati. M ot ali tas

C. Hubungan Antara Frekuensi Penyemprotan Terhadap Tingkat

Mortalitas Walang Sangit Waktu Gambar 4.4 :Diagram hubungan antara frekuensi penyemprotan terhadap mortalitas setiap 4 jam Gambar 4.4 menunjukan bahwa tingkat mortalitas walang sangit dipengaruhi oleh frekuensi penyemprotan yang dilakukan, dimana penyemprotan yang dilakukan setiap 4 jam sekali. Frekuensi perlakuan yang dilakukan karena semakin banyak insektisida yang masuk dalam tubuh walang sangit maka akan semakin banyak senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh walang sangit dan menyebabkan mortalitas, serta semakin cepat juga waktu kematian dari walang sangit. Secara keseluruhan setiap konsentrasi memiliki tingkat mortalitas yang berbeda setiap 4 jam. 10 20 30 40 50 60 70 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 kontrol konsentrasi 25 Konsentrasi 50 Konsentrasi 75 Pada konsentrasi 75 di 4 jam pertama sudah menunjukan adanya mortalitas, kemudian setiap 4 jam mortalitas semakin meningkat. Hal ini dikarenakan mortalitas pada jam ke 4 pada P3 yaitu sebanyak 6,67 kemudian pada jam ke 40 sebanyak 60. Mortalitas pada P3 terus mengalami peningkatan setiap jamnya. Tingginya mortalitas dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan kimia dalam ekstrak daun sirih pada konsentrasi tinggi. Pada P1 mortalitas baru telihat pada 24 jam yaitu sebanyak 13,33 kemudian pada jam ke 40 mencapai 26,67. Pada P2 mortalitas sudah terjadi pada jam ke 4 yaitu sebanyak 6,67, namun sampai jam ke 20 mortalitas cenderung stabil, kemudian pada jam ke 40 terjadi peningkatan mortlitas sebanyak 40. Gambar 4.4 juga terlihat bahwa mortalitas mulai terjadi secara tinggi setelah 24 jam untuk setiap perlakuan P1, P2, dan P3, peningkatan tersebut dapat disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak sudah bereaksi terhadap tubuh walang sangit dan senyawa kimia yang sudah banyak berada dalam tubuh walang sangit akibat dari aplikasi yang dilakukan. Pada jam ke 28-36 mortalitas walang sangit pada P1 dan P2 cenderung stabil, kemudian pada jam ke 40 baru terjadi peningkatan. Sedangkan pada P3 peningkatan mortalitas terus terjadi setiap 4 jam, hingga mencapai mortalitas 40. Pada kontrol mortalitas baru tampak pada jam ke 36 dan 40, yaitu sebanyak 20 dan 26,67. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi aplikasi yang dilakukan akan menyebabkan mortalitas yang semakin tinggi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menandakan bahwa frekuensi aplikasi memiliki pengaruh terhadap mortalitas walang sangit.

D. Perhitungan Statistika

Pengujian statistika pada data yang sudah diperoleh pada pengamatan mengenai pengaruh ekstrak daun sirih terhadap mortalitas walang sangit menggunakan uji anova single factor dengan gambaran sebagai berikut : Tabel 4.2 : Anova Single Factor Source of Variation SS Df MS F P-value F crit Between Groups 3405,890945 3 1135,297 4,539253 0,007873 2,838745 Total 13410,15376 43 Berdasarkan hasil perhitungan statistika menggunakan uji anova satu faktor dapat dilihat pada tabel 4.2 yang menunjukan bahwa nilai F hitung 4,53 F tabel 2,83 untuk level signifikan 0,05. Karena F hitung lebih besar dari F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima yang berarti terdapat pengaruh pemberian ekstrak terhadap mortalitas walang sangit yang berbeda secara nyata. Bila Ho ditolak dan Hi diterima berarti keempat kelompok mean berbeda. Untuk mengetahi kelompok mean mana yang berbeda, dilanjutkan dengan menghitung beda nyata pada tiap perlakuan. Perhitungan beda nyata dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0, yaitu menggunakan uji LCD. Setelah dilakukan pengujian didapatkan hasil bahwa konsentrasi 75 menunjukan adanya beda nyata pada kontrol lampiran 2. beda nyata konsentrasi 75 terhadap kontrol yaitu 24,242 dan bedanya kontrol terhadap konsentrasi 75 yaitu -24,242. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsentrasi 75 P3 memberikan pengaruh paling berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara statistika hal ini menunjukan bahwa pemberian ekstrasi daun sirih sungguh memberikan pengaruh yang nyata terhadap kematian walang sangit. Sedang pada kontrol, tidak diberikan perlakuan apa-apa sehingga mortalitasnya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

D. Keterbatasan penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ini memiliki banyak sekali keterbatasan. Dalam penelitian ini, penulis menghadapi beberapa keterbatasan yang mempengaruhi kondisi dari penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan tersebut antara lain : 1. Walang sangit yang digunakan berada dalam tahap imago namun tidak dapat dipastikan secara pasti berapa hari usia walang sangit yang digunakan. Walang sangit yang digunakan berasal dari alam. 2. Tempat pengujian yang tidak sesuai dengan habitat asli dari walang sangit yaitu di sawah. Walang sangit disimpan dalam toples yang lubangi yang merupakan habita asli dari walang sangit. 3. Daun sirih hijau yang digunakan tidak dipetik berdasarkan urutan daun, jadi tidak ada ukuran secara pasti usia tua dan muda dari daun sirih hijau. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN PADA DUNIA PENDIDIKAN

Hasil Penelitian uji efektivitas ekstrak daun sirih Piper betle sebagai insektisida alami terhadap mortalitas walang sangit Leptocorisa acuta dapat menjadi bahan pengetahuan baru bagi dunia pendidikan. Dengan menggunakan kurikulum 2013 berbagai aspek dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah Atas SMA. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada kelas X pada Bab hakekat ilmu biologi dengan Sub Bab Metode Ilmiah. Aplikasi materi dalam hakekat ilmu biologi adalah dengan mempelajari tentang metode ilmiah. Berbagai isu dapat digali menggunakan pendekatan metode ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dapat berupa isu lingkungan mengenai insektisida kimia dan pemanfaatan tumbuhan di lingkungan sekitar sebagai insektisida alami. Pembelajaran akan dirancang agar siswa dapat membuat rancangan penelitian berdasarkan kaidah metode ilmiah mengenai mortalitas hama dengan berbagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan. Tugas dikerjakan secara berkelompok berupa suatu proyek terkait dengan rancang eksperimen dan membuat eksperimen berdasarkan kaidah metode ilmiah. Dalam penelitian siswa diharapkan mendapat gambaran atau pengetahuan terkait pemanfaatan tumbuhan sebagai insektisida alami untuk menanggulangi hama pada tanaman serta lebih memperhatikan lingkungan. Hasil yang diharapkan adalah berupa laporan penelitian yang memungkinkan dapat dijadikan artikel