BAB II PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN RELEVANSINYA UNTUK
PERKEMBANGAN IMAN ANAK
Bab sebelumnya sudah disampaikan tentang latar belakang mengenai penulisan topik pendidikan lingkungan hidup, rumusan masalah yang dibahas,
tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika penulisan yang digunakan sebagai salah satu acuan pengembangan tulisan ini. Pada bab II ini
penulis membahas dan mendalami pendidikan lingkungan hidup yang dibagi ke dalam empat bagian, yaitu: pendidikan, lingkungan hidup, pendidikan lingkungan
hidup dan perkembangan iman anak.
Pada bab ini penulis memaparkan kajian pustaka yang didapat dari berbagai sumber yang berhubungan erat dengan pendidikan lingkungan hidup dan
perkembangan iman anak. Pembahasan yang pertama berisi pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan. Pembahasan kedua berisi pengertian lingkungan hidup,
tanggung jawab atas lingkungan hidup, pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama mengenai lingkungan hidup, Ajaran Sosial Gereja mengenai lingkungan hidup,
manusia ditugaskan memelihara bumi, macam-macam pencemaran lingkungan dan hubungan antara manusia dan alam. Pembahasan ketiga berisi pengertian
pendidikan lingkungan hidup, tujuan pendidikan lingkungan hidup dan lingkup materi pendidikan lingkungan hidup. Pembahasan keempat berisi mengenai iman
dan perkembangan iman anak. Berikut ini penulis akan menguraikan secara
lengkap mengenai pokok-pokok bahasan di atas.
11
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Gatut Saksono 2008: 73 mengungkapkan pendapat dari Driyarkara mengenai pendidikan. Dikatakan bahwa “pendidikan terjadi dengan dan dalam
hidup bersama.” Artinya proses pendidikan merupakan perbuatan ataupun tindakan yang disadari untuk memasukkan manusia muda ke dunia manusia. Hal ini
menunjuk bagaimana keberadaan seorang manusia menjadi manusia seutuhnya menjadi hal yang ditekankan.
Bartolomeus Samho 2013: 74 mengungkapkan pandangan Ki Hadjar Dewantara bahwa “pendidikan dan pengajaran adalah daya-upaya yang disengaja
secara terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah dan batiniah manusia.” Pengajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Pengajaran adalah
pendidikan dengan cara memberikan ilmu ataupun pengetahuan serta memberikan ketrampilan, pengertian dan pelatihan kepada anak yang akhirnya dapat bermanfaat
untuk hidup anak tersebut. Ki Hadjar Dewantara juga menerapkan tiga semboyan pendidikan yang
menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”
Samho, 2013: 78. Dari penggalan semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha dapat diartikan bahwa di dalam dunia
pendidikan, saat seorang pendidik berada di depan ia sebaiknya memberikan teladan kepada murid-muridnya. Seorang pendidik adalah pemimpin yang
memberikan contoh baik dalam perkataan maupun perbuatannya sehingga pantas diteladani oleh para muridnya. Kemudian untuk makna Ing Madya Mangun Karsa,
bahwa ketika seorang pendidik berada di tengah para muridnya haruslah terus-
12
menerus memotivasi mereka untuk terus berkarya, membangun niat, semangat dan menumbuhkan ide-ide agar para muridnya produktif dalam berkarya. Sedangkan
Tut Wuri Handayani, mempunyai arti bahwa seorang pendidik ketika berada di
belakang hendaknya selalu mendorong dan mendukung para peserta didiknya untuk berkarya ke arah yang benar. Ketiga semboyan ini juga sebaiknya diimbangi
dengan prinsip pembelajaran learning by doing antara pendidik dan murid. Belajar dengan mengerjakan atau yang sering terkenal dengan istilah learning by doing
tentunya bukan hanya sekedar metode pembelajaran tetapi suatu kenyataan hidup. Seluruh aspek di dalam kehidupan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.
Menurut pandangan Maria Montessori yang diterjemahkan oleh Dariyatno 2008: 356 di jelaskan bahwa “manusia merupakan makhluk yang utuh, namun
keutuhan ini harus dibangun dan dibentuk melalui pengalaman aktif di dunia nyata, yang diatur oleh hukum-hukum alam”. Hal tersebut ingin menunjukkan bahwa
pengalaman nyata yang dilakukan oleh anak-anak menjadi bekal yang penting bagi keutuhan perkembangan dirinya. Anak tidak hanya terbatas untuk mempelajari hal-
hal yang bersifat kognitif saja, namun harus mempraktekkan apa yang telah mereka terima ke dalam pengalaman nyata di kehidupan sehari-harinya.
Sukardjo Ukim Komarudin 2009: 7 mengungkapkan istilah pendidikan berasal dari kata paedagogie yang secara etimologik kata ini “berasal dari bahasa
Yunani yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Perkataan untuk pedagogi juga berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu paid yang bermakna anak dan
ogogos yang berarti membimbing”. Pendidikan adalah proses pembinaan yang
memungkinkan anak mampu mengembangkan semua potensi dan kemampuan yang ia miliki yang dapat bernilai positif di dalam masyarakat sekitar ia tinggal.
13
Menurut Sukardjo Ukim Komarudin 2009: 9 “Pendidikan dimulai di dalam keluarga bagi anak yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan
tetangga atau komunitas sekitar, lembaga prasekolah, persekolahan formal dan tempat-tempat lain”. Pendidikan tidak hanya sekedar mengajarkan sesuatu kepada
seseorang terlebih kepada anak, melainkan lebih kepada proses membimbing dan membina. Sudah diketahui sejak dahulu bahwa keluarga adalah tempat yang paling
pertama dan terutama dalam proses mendidik seorang anak. Seorang anak menyerap segala sesuatu yang dia peroleh dalam keluarga. Kemudian setelah itu
lingkungan sekolah dan masyarakat yang kemudian juga memberikan pengaruh terhadap pendidikan seorang anak.
2. Tujuan Pendidikan menurut Dokumen Konsili Vatikan II Gravisimum
Educationis dan Para Ahli
“Semua orang dari suku, kondisi atau usia manapun, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi, mempunyai hak yang tak dapat diganggu gugat atas
pendidikan yang cocok dengan tujuan” GE, art. 1. Pernyataan ini menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Tidak ada pengecualian yang mempengaruhi seseorang untuk tidak menerima pendidikan, baik dilihat dari suku, kondisi
ekonomi, maupun jenis kelamin karena semua orang mempunyai hak yang sama. Bahkan faktor usia tidak menjadi penghalang untuk terus memperoleh pendidikan,
karena pendidikan berlangsung seumur hidup. Tujuan pendidikan adalah perkembangan manusia sebagai suatu pribadi dan akhirnya demi kesejahteraannya
sebagai anggota suatu masyarakat.
14
“Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia seperti telah diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai, supaya mereka yang telah
dibabtis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan” GE, art. 2. Melalui dunia pendidikan, khususnya pendidikan Kristiani, seseorang yang
menerima pendidikan tidak hanya diharapkan mencapai perkembangan pribadinya saja, namun sampai kepada penyadaran karunia iman yang telah diterima sejak
dibabtis dan mampu menghayati hidup sebagai manusia baru dalam kebenaran. Sardy 1985: 3 mengungkapkan gagasan mengenai tujuan pendidikan
menurut UNESCO yakni: menjunjung tinggi nilai luhur manusia, pendidikan mengarah kepada kreativitas, orientasi pada keterlibatan sosial, pendidikan adalah
pembentukan manusia sempurna.
a. Menjunjung Tinggi Nilai Luhur Manusia
“Pendidikan bertujuan menjadikan orang semakin menjunjung tinggi nilai- nilai luhur manusia. Keluhuran manusia haruslah dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah” Sardy, 1985: 3. Manusia harus dipandang sebagai pribadi yang kongkrit yang hidup dan mempunyai martabat yang tidak boleh diobjekkan. Di
antara manusia perlu adanya kesadaran untuk mau menerima orang lain dengan segala perbedaannya dan diharapkan setiap individu tidak menjadikan agama,
kepercayaan, ideologinya dan hal-hal yang melekat pada dirinya sebagai patokan bagi orang lain.
b. Pendidikan Mengarah kepada Kreativitas
“Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi kreativitas, potensi inilah
15
yang ingin dijadikan aktual oleh pendidikan” Sardy, 1985: 4. Salah satu tujuan pendidikan adalah menjadikan seseorang agar menjadi pribadi yang kreatif. Segi
kekreatifan ini dapat dilihat dalam kehidupan anak-anak dan orang muda, mulai dari semangat kreatif, rasa ingin tahu yang tinggi dan berpikir secara kritis.
c. Orientasi pada Keterlibatan Sosial
“Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup berinteraksi dalam masyarakat secara bertanggungjawab” Sardy, 1985: 4. Kegiatan awal yang dapat
dilakukan agar seseorang mampu berinteraksi dengan penuh tanggung jawab dengan cara belajar berpartisipasi dan melibatkan diri secara aktif dalam setiap
kegiatan yang ada di masyarakat. Dari segi pendidikan, sekolah menjadi faktor yang penting. Sekolah dapat dijadikan sebagai suatu wadah untuk memfasilitasi hal
tersebut. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong manusia muda untuk mampu terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat dan sosialnya.
d. Pendidikan adalah Pembentukan Manusia Sempurna.
“Pendidikan bertugas untuk mengembangkan potensi-potensi individual semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk
manusia yang pandai, trampil, jujur yang tahu kadar kemampuannya dan batas- batasnya serta kehormatan diri” Sardy, 1985: 5. Tujuan ini akan tercapai apabila
dalam diri seseorang tersebut terjadi proses perpaduan dan keselarasan antara unsur fisik, emosional, intelektual dan unsur lainnya. Proses pendidikan ini berlangsung
secara terus-menerus dan seumur hidup.
16
B. Lingkungan Hidup
1. Pandangan Kitab Suci dan Gereja mengenai Lingkungan Hidup
a. Pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama
Chang 2001: 46 menjelaskan bahwa “orang Kristen dan Yahudi tidak menggunakan Kitab Suci sebagai sumber pengetahuan tentang alam semesta. Kitab
Suci bukan merupakan buku ilmiah yang mengisahkan sejarah setiap pengada, namun kitab yang mengajarkan manusia untuk hidup dengan adil”. Hal itu
dikarenakan para penulis Kitab Suci tidak menggunakan gaya bahasa yang khas mengenai ilmu alam atau ilmu fisika, karena mereka adalah orang-orang yang
hidup dalam dunia “prailmiah”. Para penulis Kitab Suci memberikan manusia pada tempat kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan yang hidup berdampingan dengan
makhluk ciptaan yang lain. Chang 2001: 47 mengemukakan pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama
mengenai lingkungan hidup, bahwa “Dalam Perjanjian Lama, kosmos dipandang sebagai yang berbeda dari Tuhan. Dunia dilukiskan sebagai suatu keadaan dengan
keindahan yang tidak sanggup diungkapkan secara penuh oleh gaya sastra Mazmur- Mazmur dan Kebijaksanaan”. Dunia dan segala sesuatu yang terkandung di
dalamnya diciptakan oleh Tuhan melalui sabda-Nya. Dan kisah penciptaan dalam PL tidak diarahkan kepada pemikiran manusia, namun gagasan di dalamnya
diarahkan kepada ajaran iman yang kebenarannya dipertegas secara terus-menerus. Chang 2001: 47 juga mengungkapkan pandangan dari K. Meyer-Abich
yakni “kebijaksanaan dalam PL khususnya Mazmur memahami dunia sebagai keindahan yang terpotret”. Keindahan ini tidak lain berasal dari mutu seni yang
ditentukan secara manusiawi. Keindahan tersebut dapat diartikan sebagai sebuah
17
norma yang dapat digunakan untuk membentengi diri dari hal-hal negatif yang dapat menyerang manusia.
Berikut adalah pandangan mengenai lingkungan hidup menurut Kitab Kejadian dan Kitab Mazmur.
1 Kitab Kejadian
Menurut pandangan Chang 2001: 48 “dalam Perjanjian Lama, Kitab Kejadian dan Ulangan yang paling banyak berbicara mengenai lingkungan hidup”.
Para pengarang dalam kedua kitab ini sering kali mengaitkan pengalaman hidup mereka mengenai lingkungan dengan pemahaman tentang sejarah penyelenggaraan
ilahi Israel sebagai bangsa yang dipersatukan dengan Tuhan dan sebagai bangsa yang telah dijanjikan tanah khusus. Para pengarang kedua kitab ini menggolongkan
alam semesta ke dalam peristiwa penciptaan manusia dan mereka menyisipkannya ke dalam terjadinya kehidupan.
Dalam Kej 1:27-28 dituliskan: Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
“Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi.
Dari kutipan ini, kata-kata “taklukkan” dan “berkuasalah” dijadikan kata kunci yang mengandaikan bahwa tugas manusia adalah menaklukkan dan
menguasai bumi dengan segala isinya. Namun menaklukkan dan menguasai di sini bukan berarti dengan bebas dan tanpa aturan. Allah menyuruh untuk menaklukkan
dan menguasai dalam artian agar manusia mengelola segala sesuatu yang berada di
18
bumi untuk memuliakan Allah bukan untuk mengeksploitasi bumi demi mencari keuntungan dan kenyamanan mereka. Masa depan bumi ini diserahkan kepada
tangan manusia.
2 Kitab Mazmur
Chang 2001: 49 menyampaikan gagasannya bahwa “Mazmur 19 ayat 2- 5b merupakan salah satu contoh kerygma mengenai kosmos sebagai buah tangan
Tuhan”. Chang 2001: 50 juga menyampaikan pendapatnya bahwa “Mazmur 104 juga mengumandangkan pandangan bahwa penciptaan alam semesta dalam
Kejadian 1 dengan menampilkan unsur-unsur alam, seperti cahaya, gunung, matahari, tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, dll”. Di dalam kutipan-kutipan kitab ini
tidak diceritakan tentang peristiwa penciptaan lagi, namun peristiwa penciptaan tersebut direnungkan dan dikidungkan. Kitab Mazmur ini tidak menelusuri dan
menerangkan bagaimana asal-muasal suatu penciptaan tetapi lebih bertujuan agar pembaca memahami keindahan dan keteraturan di dalam penciptaan tersebut.
Penciptaan alam semesta di dalam Kitab Mazmur dipahami sebagai tindakan sekarang ini dan bukan peristiwa yang telah berlalu.
“Dunia dan sejarahnya adalah karya cinta kasih Allah yang menakjubkan” Mzm 136. Di dalam kutipan tersebut manusia dapat menemukan kaitan antara
cinta kasih yang menghubungkan Tuhan dengan alam semesta dan sejarah manusia. Cinta kasih yang Dia berikan kepada manusia menyelamatkan dan
merupakan sumber penciptaan alam semesta. Dari kutipan ini manusia diajak untuk selalu memuji Tuhan dan mengagungkan karya cinta kasih-Nya.