18
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret sampai Juni 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Peralatan yang akan digunakan selama penelitian berlangsung adalah: 1. Sprayer elektrik CCB SUMO flat fan nozzle
2. Komputer Personal TOSHIBA Satellite Pro L510 3. DT HiQ UBB ISP AT89S
4. EMS H-Bridge 30A 5. Mikrokontroler AT89S51
6. Baterai 12V-7A 7. Sensor Magnet Lempengan
8. Patternometer
Adapun Perangkat Lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. SharpDevelop 3.2
2. SDCC 3. USB ISP software
4. Microsoft Office Word 2007 5. Microsoft Office Excel 2007
3.3 Metode
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang divisualisasikan pada Gambar 11 dan dijabarkan sebagai berikut:
3.3.1 Studi literatur dan studi lapangan Referensi berupa buku, jurnal, dan tulisan ilmiah lainnya merupakan literatur yang akan
menjadi dasar dari perancangan. Studi lapangan dilakukan untuk mencari berbagai komponen pendukung yang akan dipakai dalam perancangan tugas akhir ini.
3.3.2 Rancangan Fungsional a. Pemicu
Pemicu dibutuhkan untuk memanggil proses pengambilan citra juga proses aktifasi alat semprot. Alat yang digunakan sebagai pemicu adalah sensor magnet lempengan. Sensor ini akan
mengalirkan arus dengan tegangan sebesar +5V ke salah satu pin IO dari mikrokontroler ketika magnet dekat dengannya. Sebaliknya, arus dan tegangan tersebut tidak akan diteruskan ke
mikrokontroler jika tidak ada magnet yang berdekatan dengannya.
19
b. Pengambilan Citra Dalam penelitian ini, pengambilan citra bukan merupakan perintah dari mikrokontroler
kepada sebuah kamera untuk mengambil citra lahan, melainkan perintah dari mikrokontroler kepada aplikasi pengolahan citra untuk mengambil citra lahan yang telah ada pada sebuah direktori
pada memori komputer jinjing. c. Pengolahan Citra
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses pengolahan citra dilakukan oleh perangkat lunak dengan input berupa gambar yang diambil dari direktori pada komputer jinjing dan akan
menghasilkan tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka yang disimpan pada sebuah variabel matrik. Hasil tersebut merupakan data yang akan digunakan oleh mikrokontroler untuk
mengaktifkan proses penyemprotan. d. Penyemprotan
Proses penyemprotan adalah proses terakhir dari satu siklus pekerjaan sistem ini. Setelah dipicu oleh sensor magnet, mikrokontroler akan meperoleh data tingkat kepadatan gulma yang ada
pada sebuah variabel di aplikasi pengolah citra dengan sebelumnya mengirim sebuah karakter sebagai tanda bahwa mikrokontroler meminta data tersebut sprayer akan mulai melakukan
penyemprotan. 3.3.3 Perancangan Aplikasi
Aplikasi yang dibangun adalah aplikasi penduga tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka. Aplikasi dibangun dengan bahasa pemrograman C. Data sekunder yang digunakan berupa gambar
serangan gulma hasil penelitian Solahudin 2010. Gambar tersebut memiliki ukuran 640 x 480 piksel setara dengan 105 x 85 cm yang kemudian akan dibagi menjadi 4 buah gambar dengan ukuran 320 x
240 piksel. Proses filterisasi gambar untuk membedakan obyek berupa gulma dan latar berupa tanah
dilakukan dengan menggunakan nilai hue dari setiap piksel. Nilai hue sendiri diperoleh dengan menggunakan persamaan 4. Filterisasi akan mengubah warna piksel yang teridentifikasi sebagai
tanah menjadi warna hitam. Setelah proses filterisasi dilakukan, dari keempat bagian gambar tersebut akan ditentukan tingkat kepadatan gulma berdasarkan hasil bagi total nilai hijau piksel yang
teridentifikasi sebagai gulma dengan jumlah piksel total yang ada. Pada Gambar 10, nilai dari gambar a dan b yang akan dikeluarkan setelah aplikasi dijalankan
adalah masing-masing dapat bernilai 1-4 yang merepresentasikan tingkat kepadatan gulma yaitu tidak ada, jarang, sedang, dan banyak secara berturut-turut sehingga menghasilkan 16 kombinasi nilai yang
akan dimasukkan ke dalam sistem kontrol. Nilai 1 sampai 4 diberikan pada bagian citra sebagai hasil dari klasifikasi kepadatan gulma berdasarkan nilai rataan hijau dari warna citra, sedangkan 16
kombinasi tersebut dapat dilihat pada tabel 14. Nilai kombinasi inilah yang akan dijadikan sebagai input pada sistem kontrol.
Gambar 10. Pengolahan gambar serangan gulma
Gambar serangan gulma
1b 1a
2b 2a
20
Hasil dari seluruh pengolahan gambar serangan gulma yang berupa nilai kombinasi akan disimpan oleh aplikasi ke dalam sebuah variabel matrik 2 dimensi 2 buah kolom dan jumlah baris
yang tidak terbatas. Nilai dari setiap baris matrik ini yang kemudian akan digunakan mikrokontroler untuk menjalankan perannya dalam sistem kontrol.
Tabel 14. Nilai kombinasi hasil pengolahan gambar Nilai A
Nilai B Nilai
Kombinasi Nilai A
Nilai B Nilai
Kombinasi 1
1 a
3 1
i 1
2 b
3 2
j 1
3 c
3 3
k 1
4 d
3 4
l 2
1 e
4 1
m 2
2 f
4 2
n 2
3 g
4 3
o 2
4 h
4 4
p 3.3.4 Perancangan Sistem Kontrol
Nilai kombinasi yang dihasilkan oleh aplikasi penduga kepadatan gulma merupakan nilai yang dijadikan sebagai perintah pada sistem kontrol. Mikrokontroler AT89S51 akan mengolah nilai
tersebut kembali menjadi 2 buah nilai kepadatan gulma untuk bagian kiri dan kanan a dan b. Setelah itu, Mikrokontroler akan mengatur duty cycle dari modulasi lebar pulsa dan mengirimkan pulsa
tersebut ke modul penggerak pompa DC yaitu EMS H-Bridge 30A.
Gambar 11. Perancangan sistem kontrol Modul Penggerak Pompa
EMS 30 A Nilai Kombinasi
Mikrokontroler AT89S51
Pengendali Kecepatan Motor DC AT89S51
PWM Kanan PWM Kiri
H-Bridge Kiri
H-Bridge Kanan
Pompa DC Kanan
Pompa DC Kiri
21
3.3.5 Rancangan Struktural a. Rangka Alat
1. Batang Horizontal Batang horizontal merupakan batang dengan sumbu gerak bebas maju atau mundur. Terbuat
dari besi kotak dengan panjang 100 cm. 2. Batang Vertikal
Batang vertikal merupakan batang yang juga terbuat dari besi kotak dengan panjang 60 cm dan bergerak bebas naik atau turun.
3. Batang Nozzle Berbeda dengan batang horizontal dan vertikal, batang nozzle dibuat dari besi siku sepanjang
120 cm dan pada bagian alas terdapat lubang dengan diameter 1 cm dengan jarak 5 cm. Lubang ini merupakan tempat untuk meletakkan nozzle.
4. Dudukan batang Horizontal Dudukan terbuat dari dua buah besi kotak dan sebuah besi plat dengan ukuran 60 cm x 50 cm.
Terdapat empat buah lubang yang digunakan sebagai tempat penyambungan rangka alat pada trailer.
Gambar 12. Rangka alat penyemprot
Gambar 13. Pendeteksi jarak dan pemicu
1 2
3 4
22
b. Pemicu Rancangan lama penyemprotan per baris potongan citra adalah 0.5 detik atau 1 detik untuk
setiap citra dengan luasan bidang semprot 100 cm x 100 cm. Roda yang digunakan berdiameter 54 cm sehingga memiliki keliling sebesar 169.646 cm. Penentuan jumlah magnet didasarkan pada
error yang dihasilkan dari perbedaan jarak yang ditempuh oleh roda dengan panjang bidang semprot per baris potongan citra yaitu sebesar 50 cm. Magnet diletakkan tepat di samping roda
yang telah terpasang piringan akrilik yang menempel pada cakram roda. Dengan perhitungan trial and error diperoleh jumlah magnet yang digunakan adalah 10
sehingga setiap magnet dapat mewakili jarak tempuh roda sepanjang ±17 cm. Dengan demikian untuk mencapai jarak 50 cm yang juga merupakan proses penyemprotan untuk setiap baris
potongan citra, diperlukan pembacaan magnet sebanyak 3 kali 51 cm oleh sensor magnet lempengan dan untuk proses pengambilan citra dilakukan tepat setelah proses pencacahan yang
dilakukan oleh sensor setiap 6 kali. Error yang terjadi untuk panjang bidang semprot adalah sebesar 2 yang diperoleh dari perbandingan antara jarak tempuh roda dengan panjang bidang
semprot rancangan. Karena proses penyemprotan dan proses pengambilan citra dilakukan dengan cara
pencacahan oleh mikrokontroler melalui sensor magnet lempengan, ketika kecepatan maju alat lebih cepat atau lebih lambat dari 1mdetik maka lama penyemprotan akan mengikuti lama
pencacahan 3 kali oleh sensor. 3.3.6 Analisis dan pengujian
Untuk mengetahui hasil dari perancangan sistem yang telah dibuat, selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan cara pengambilan data dari sistem dan dengan menganalisisnya sehingga diperoleh
hasil yang diharapkan. Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah: a. Kinerja Aktuator
Pengukuran kinerja aktuator yang dalam hal ini adalah sprayer elektrik dilakukan dengan menggunakan patternometer untuk pengukuran distribusi hasil penyemprotan dengan bukaan
katup dan pengukuran distribusi hasil penyemprotan dengan PWM. Volume air yang disemprotkan sprayer selama 30 detik akan ditampung oleh n buah gelas yang merepresentasikan volume air
hasil semprtotan untuk masing-masing kolom dan lebar semprot. Selain itu dengan menggunakan alat uji ini, dilakukan pula perbandingan antara tinggi semprot dan lebar semprot.
Volume air mL yang terdapat pada masing-masing gelas diperoleh dengan mengalikan hasil timbang gr dan massa jenis air 1grcm
3
. Jarak antarkolom patternometer antargelas adalah 7.5 cm sehingga lebar semprot dari sprayer dapat ditentukan dengan n-1 x 7.5 cm dengan n
adalah jumlah gelas yang terisi air hasil semprotan. Pengukuran tinggi semprot dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung nozzle tegak lurus terhadap permukaan jatuhnya semprotan.
b. Ketepatan Penyemprotan Pengukuran ketepatan penyemprotan dilakukan dengan cara membandingkan panjang
bidang semprotan dengan panjang perancangan. Dengan menggunakan rumus di bawah akan diperoleh nilai error dari setiap perbandingan juga nilai rataan error untuk sekian pengulangan.
�
7
23 �
�
8 c. Ketelitian Dosis Penyemprotan
Pengukuran dilakukan dengan menimbang cairan semprotan yang dikeluarkan melalui nozzle sprayer untuk memperoleh volume. Setelah itu nilai tersebut dibandingkan dengan volume
cairan yang seharusnya dikeluarkan oleh nozzle sprayer. Dengan menggunakan persamaan 7 dan 8 akan diperoleh nilai error dari setiap pengulangan dan rataan error untuk sekian kali
pengulangan. d. Peta Perlakuan
Pengolahan citra dilakukan sebanyak 2 kali untuk setiap citra, yaitu pengolahan citra tunggal 640x480 px dan pengolahan citra yang dibagi menjadi empat bagian 320x240 px.
Kedua hasil pengolahan citra diinterpretasikan ke dalam warna dan angka yang menunjukkan 4 tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka Gambar 14.
1 2
3 4
Tidak Ada
Jarang Sedang
Banyak Gambar 14. Interpretasi hasil pengolahan citra
Setelah citra diinterpretasikan, nilai dari pengolahan citra tunggal dibandingkan dengan nilai dari pengolahan citra dengan 4 potongan. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan perbandingan
yang dilakukan untuk sebuah citra.
Ct Cp
1
Cp
2
Cp
3
Cp
4
Citra Tunggal Citra dengan 4 Potongan
Gambar 15. Ilustrasi perbandingan hasil pengolahan citra Perhitungan:
9 Kemudian hasil perbandingan x untuk semua citra dijumlahkan. Hasil penjumlahan
∑x yang bernilai kurang dari nol mengartikan bahwa konsumsi cairan pada perlakuan dengan 4
potongan citra akan lebih sedikit dibanding perlakuan dengan citra tunggal sebaliknya jika lebih dari nol, konsumsi cairan pada perlakuan dengan 4 potongan citra akan lebih banyak dibanding
perlakuan dengan citra tunggal. Jika hasil penjumlahan sama dengan nol, konsumsi cairan untuk
24
kedua perlakuan tersebut adalah sama. Dengan menggunakan cara yang sama, perbandingan dosis aplikasi dilakukan dengan menggunakan nilai debit perancangan untuk setiap tingkat kepadatan
gulma.
Gambar 16. Diagram alir tahapan penelitian Mulai
Desain Citra
Desain Sistem Kontrol
Pengembangan Perangkat Lunak Pengolahan Citra
Perancangan Sistem Aktifasi
Pengujian Laboratorium Kinerja Sistem Kontrol
Sesuai Desain
YA TIDAK
Selesai
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN