Pengaturan Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

e. Pasal 33 ayat 1, Untuk mewujudkan arah dan tujuan penyelenggaraan perfilman,terpeliharanya ketertiban umum dan rasa kesusilaan; penyajian hiburan yang sehat sesuai dengan norma-norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, setiap film dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, danatau ditayangkan wajib disensor. f. Pasal 33 ayat 2, Penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film: a. diluluskan sepenuhnya; b. dipotong bagian gambar tertentu; c. ditiadakan suara tertentu; d. ditolaknya seluruh film; untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, danatau ditayangkan. g Pasal 40, Mempidana barangsiapa yang dengan sengaja mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan danatau menayangkan: a. Film danatau reklame film yang ditolak oleh Lembaga Sensor Film, b. Potongan film danatau suara tertentu yang ditolak oleh Lembaga Sensor Film, c. Film yang tidak disensor. h Pasal 41, Mempidana barangsiapa yang mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan danatau menayangkan: reklame film yang tidak disensor. Menurut penulis, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman pasal-pasal di atas kalau lebih dikhususkan terkait dengan pengaturan pornografi adalah Pasal 3 dan Pasal 33 ayat 1. Karena dari dua pasal itu yang memuat kata-kata ’kesusilaan’. Walaupun kalau diterapkan dalam kejahatan pornografi di internet cyberporn masih perlu adanya kajian yang lebih lanjut mengenai pengertian kesusilaan sendiri agar tidak salah tafsir.

3. Pengaturan Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pada tanggal 8 September 1999, suatu undang-undang telekomunikasi yang baru bagi Indonesia telah lahir. Undang-undang tersebut adalah Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Undang-undang baru tersebut merupakan pengganti dari undang- undang sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi. Sebagaimana dikemukakan dalam pertimbangannya, undang-undang tersebut dilahirkan sebagai konsekuensi dari adanya perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap terhadap telekomunikasi yang memerlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan Telekomunikasi Nasional. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang sudah demikian maju di bidang telekomunikasi, penggantian undang-undang telekomunikasi Indonesia dengan undang- undang yang baru itu tidak terlalu ketinggalan. Karena Amerika Serikat baru di tahun 1996 memiliki undang-undang telekomunikasi baru, yaitu dengan diundangkannya Telecomunications Act of 1996 Sutan Remy Syahdeini, 2009:274. Apabila dibaca ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, maka tak diragukan lagi pengiriman dan penerimaan informasi melalui internet termasuk yang dicakup dalam ruang lingkup undang-undang ini. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999, telekomunikasi diberi pengertian sebagai berikut: Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, danatau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk, tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- undang tersebut bertujuan untuk menghilangkan bariers to market entry , dan menciptakan level playingfield yang sama dan adil fair dalam bidang telekomunikasi. Terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22 Nomor 36 Tahun 1999, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi: a. akses ke jaringan telekomunikasi b. akses ke jasa telekomunikasi c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus Apabila seseorang melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun danatau denda paling banyak Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah”. Undang-undang ini sama sekali tidak menyentuh secara eksplisit hal-hal yang menyanngkut pengiriman dan penerimaan informasi secara elektronik melalui internet. Undang-undang ini juga tidak menyangkut pengaturan mengenai aspek-aspek pengamanan terhadap pengiriman dan penerimaan pesan melalui internet. Kalau membaca pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan penjelasan dari masing-masing pasal tersebut, tidak terdapat nuansa yang jelas bahwa undang-undang ini memang bermaksud melingkupi juga pengiriman dan penerimaan informasi secara elektronik melalui internet. Namun seperti dikemukakan di atas, apabila dibaca ketentuan Pasal 1 ayat 1 mengenai pengertian telekomunikasi, maka jelas pengiriman dan penerimaan informasi secara elektronik melalui internet juga tercakup di dalamnya Sutan Remy Syahdeini, 2009: 274. Menyambut lahirnya Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentamg Telekomunikasi, Jonathan Parapak mengemukakan bahwa penyelenggaraan internet, yang dulu hanya berkonsentrasi pada jasa non dasar, kini sudah dapat menyalurkan Voice Over Internet protocol VOIP atau telepon internet dari terminal internet atau dari terminal mana saja yang secara teknis dapat terhubung dengan internet. Dengan pernyataan Parapak itu, bahwa Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 sekalipun tidak secara spesifik menyebutnya demikian adalah melingkupi pula telekomunikasi melalui ienternet Sutan Remy Syahdeini, 2009: 275. Oleh karena Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi belum secara spesifik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan telekomunikasi melalui internet, maka di samping Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tersebut Indonesia masih memerlukan Undang-undang Internet law of internet atau Undang-undang Cyber cyberlaw. Undang-undang Internet merupakan undang-undang yang khusus mengatur mengenai pengiriman dan penerimaan pesan elektronik melalui internet. Undang-undang tentang internet telah lahir yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE. Apabila Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 UU ITE tersebut dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999, maka Undang- undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi akan merupakan lex generalis, sedang Undang-undang Internet, merupakan lex specialis dari Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999.

4. Pengaturan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers