Parameter kualitas perairan TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Parameter kualitas perairan

Pada saat melakukan kultur fitoplankton, kontrol terhadap parameter kualitas perairan perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya perubahan sistem metabolisme di dalam tubuh fitoplankton. Beberapa parameter tersebut antara lain suhu, salinitas, pH dan DO. Fitoplankton mampu melakukan fotosintesis dengan mengubah energi cahaya menjadi biomassa. Pada saat kultur fitoplankton, pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan suhu. Suhu ruangan biasanya cukup bagi pertumbuhan fitoplankton Hutagalung et al., 1997. Suhu yang dapat ditoleransi oleh Chaetoceros sp. adalah 20 - 30 °C pertumbuhan terjadi secara normal, sedangkan suhu optimalnya adalah 25 - 30 °C Kawaroe et al., 2010. Suhu berpengaruh langsung terhadap laju fotosintesis tumbuhan khususnya reaksi enzimatis. Perubahan temperatur merupakan indikator terjadinya proses perubahan kondisi kimia dan biologi perairan Aunurohim et al., 2009. Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air Kennish, 1990. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Kandungan garam pada air tawar kurang dari 0,05. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasi garamnya mencapai 3 hingga 5 Suriadikarta dan Sutriadi, 2007. Chaetoceros sp. mampu hidup pada kondisi salinitas minimal 6‰ akan tetapi yang optimal adalah 17 - 25‰ Kawaroe et al., 2010. Perubahan salinitas secara signifikan akan berbahaya bagi pertumbuhan organisme. Hal tersebut disebabkan karena proses osmosis di dalam sel sehingga tubuhnya akan kekurangan atau kelebihan cairan. Ketidakseimbangan antara kadar larutan dalam sel lebih pekat dengan media lingkungannya menyebabkan cairan sel menjadi hiperosmosis, akibatnya sel membengkak dan pecah atau lisis Yulianto, 1989. Nilai pH adalah nilai dari hasil pengukuran ion hidrogen H di dalam air. Air dengan kandungan ion H + tinggi akan bersifat asam, dan sebaliknya akan bersifat basa Alkali. Nilai pH yang tinggi terjadi di perairan dengan kandungan fitoplankton tinggi, dimana proses fotosintesis membutuhkan banyak CO 2 . pH akan mencapai 9 hingga 10, bahkan lebih tinggi jika bikarbonat diserap dari air Svobodova et al., 1993. Stabilitas pH dipengaruhi oleh aktivitas respirasi dan fotosintesis. Respirasi akan menurunkan pH, dan sebaliknya fotosintesis menaikan nilai pH Malone dan Burden, 1988. Hubungan antara CO 2 dengan pH berbanding terbalik, semakin tinggi kadar CO 2 maka semakin rendah nilai pH Sanusi, 2006. Konsentrasi O 2 terlarut adalah parameter penting dalam menentukan kualitas perairan. Konsentrasi O 2 dipengaruhi oleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi O 2 dalam ekosistem. O 2 diproduksi oleh komunitas autotrof melalui proses fotosintesis dan dikonsumsi oleh semua organisme melalui pernapasan. Penurunan jumlah O 2 dan peningkatan konsentrasi amoniak NH 3 menjadi ancaman berbahaya bagi organisme. Konsentrasi O 2 rendah akan meningkatkan kecepatan respirasi, menurunkan efisiensi respirasi dan pertumbuhan yang dapat berakibat pada kematian massal Izzati, 2008. Oksigen bagi kehidupan organisme diperlukan terutama pada malam hari untuk kegiatan respirasi. Respirasi mendukung proses metabolisme organisme sehingga kandungan O 2 terlarut dalam perairan sangat diperlukan bagi kelangsungan proses pertumbuhannya Ariyati et al., 2007. Peningkatan bahan organik juga meningkatkan konsumsi O 2 . Hal tersebut diakibatkan oleh perombakan bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri Wetzel, 1983. Kelarutan O 2 di dalam laut dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas perairan maka kelarutan O 2 semakin kecil. Pada umumnya lapisan permukaan laut mengandung O 2 terlarut sebesar 4,5 - 9 mgL Sanusi, 2006.

2.4 Nutrien