Latar Belakang Resistance of Three Wood Species from Community Forests Against Subterranean Termite

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Potensi hutan rakyat sangatlah besar baik dari segi populasi pohon maupun masyarakat yang mengusahakannya yang ternyata mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan. Departemen Kehutanan RI 2010 menyatakan bahwa total produksi kayu bulat di Indonesia sebesar 34,32 juta m 3 , sebanyak 55,22 18,95 juta m 3 diantaranya dihasilkan dari hutan tanaman industri, 19,28 6,62 juta m 3 dari industri penggergajian kayu, 14,16 4,86 juta m 3 dari HPH, 3,80 juta m 3 dihasilkan dari hutan rakyat dan kayu perkebunan, serta 0,25 0,88 juta m 3 dari Perhutani. Umumnya, kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat didominasi oleh kayu yang memiliki kualitas yang relatif lebih rendah, khususnya dalam hal kekuatan dan keawetan alami jika dibandingkan dengan kayu-kayu dari hutan alam. Hal ini menyebabkan kayu tersebut sangat rentan terhadap serangan organisme perusak kayu sehingga masa pakai kayu tersebut pendek. Dari sekitar 4000 jenis kayu Indonesia sebagian besar 80-85 berkelas awet rendah III, IV, dan V dan hanya sekitar 15 saja yang berkelas awet tinggi Martawijaya 1981 dalam Barly dan Martawijaya 2000 Kasus perusakan kayu oleh organisme perusak tidak hanya menimbulkan masalah secara teknis namun juga secara ekonomis. Selain itu kerusakan kayu oleh organisme perusak mengakibatkan komponen bangunan harus diganti. Hal ini merupakan pemborosan sumber daya alam berupa hutan, karena terlalu banyak hutan yang harus ditebang. Untuk menghindari hal ini, kayu tidak awet yang akan digunakan perlu diawetkan terlebih dahulu, diantaranya dengan mengisi kayu dengan bahan yang bersifat toksik terhadap organisme perusak kayu tersebut. Metode pengawetan kayu yang umumnya digunakan adalah metode rendaman dingin dan pengukusan. Kedua metode tersebut dianggap mudah diaplikasikan oleh masyarakat karena prosesnya yang sederhana dan biayanya yang murah. Kayu dapat diawetkan menggunakan bahan kimia murni atau campuran. Berbagai jenis bahan pengawet tersebut tersedia secara komersial. Di Indonesia, bahan pengawet kebanyakan masih diimpor, salah satu diantaranya mengandung campuran garam tembaga-khromium-boron Anonim 1999; Anonim 2003. Setelah beberapa negara melakukan pembatasan dan pelarangan bahan pengawet kayu dengan bahan aktif arsen terutama bagi kayu bangunan perumahan Ahn et al . 2008; Anonim 2009, senyawa boron termasuk asam borat dan boraks merupakan bahan kimia yang banyak dipilih karena mempunyai toksisistas yang rendah Yamauchi et al. 2007; Mampe 2010. Menurut Carr 1962 dalam Barly dan Supriana 1999 boron diketahui dapat menghambat aktivitas protozoa dalam perut rayap sehingga dapat menyebabkan rayap mati kelaparan.

1. 2. Tujuan