Latar Belakang Keragaman Tiga Populasi Ikan Tambakan (Helostoma temminckii) dengan Metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan Karakter Morfometrik

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumberdaya genetik SDG ikan air tawar yang cukup besar. Kotellat et al., 1993 menyatakan ikan air tawar di Pulau Sumatera terdapat 30 jenis, di Kalimantan terdapat 149 jenis, di Jawa terdapat 12 jenis, dan di Sulawesi 149 jenis. Dengan demikian banyaknya jenis-jenis ikan di Indonesia tentunya menghasilkan keanekaragaman SDG ikan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Keanekaragaman sumberdaya genetik terbagi menjadi sumberdaya genetik ikan alam liar yang belum dapat diadaptasikan dan sumberdaya genetik ikan yang sudah dapat dibudidayakan. Salah satu sumberdaya genetik ikan liar yang sudah dapat diadaptasikan adalah ikan tambakan Helostoma temminckii Slamat, 2009. Ikan tambakan Helostoma temminckii adalah salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari wilayah tropis, tepatnya Asia Tenggara. Ikan tambakan dibudidaya untuk diambil dagingnya di wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia ikan tambakan merupakan salah satu ikan bernilai ekonomis dengan harga jual sekitar Rp.12.000kg Prianto et al., 2006. Namun dewasa ini, ikan tambakan menjadi salah satu komoditas ikan hias air tawar karena wujud dan perilakunya yang unik karena kebiasaan menempelkan bibir ikan tambakan yang tebal pada benda apapun atau pada bibir pasangannya sehingga disebut juga sebagai kissing gouramy . Sebagai dampak dari popularitasnya sebagai ikan hias, ikan tambakan yang berukuran kecil sekitar 12-15 cm diekspor ke Negara seperti Jepang, Eropa, Amerika Utara, dan Australia Anonim, 2010 a . Diluar negeri, ikan tambakan berukuran 12-15 cm dijual dengan harga USD 3,00-USD 6,00ekor atau setara dengan Rp.27.000-Rp.54.000 Anonim, 2010 b . Berdasarkan data KKP 2006 jumlah produksi budidaya kolam, karamba, maupun sawah ikan tambakan berfluktuasi dari tahun 1996-2005 dan cenderung menurun. Pada tahun 2004 jumlah produksi budidaya ikan tambakan adalah 8137 ton dan menurun pada tahun 2005 menjadi sebesar 3263 ton, sehingga produksi budidaya ikan tambakan kolam mengalami penurunan produksi sekitar 59,89 KKP, 2006. Ikan 2 tambakan merupakan ikan dengan pertumbuhan yang lambat dan FCR yang cukup tinggi, sehingga menjadi kendala bagi pembudidaya. Oleh karena itu, masyarakat kerap mengandalkan tangkapan dari alam. Penurunan populasi yang diakibatkan oleh eksploitasi yang berlebihan perlu dicegah, diantaranya dengan pengembangan budidaya ikan tambakan dan pencegahan kerusakan lingkungan. Untuk meningkatkan produksi ikan tambakan yang berkelanjutan perlu didukung oleh program pemuliaan atau perbaikan sediaan genetik yang unggul Mulyasari et al ., 2010. Habitat yang kurang memadai dapat menyebabkan perkembangan populasi ikan tertekan dan kemampuan reproduksi menurun. Ikan tambakan merupakan ikan omnivora yang bersifat bentopelagik hidup di antara permukaan dan wilayah dalam perairan. Ikan ini tidak membuat sarang maupun merawat anaknya seperti Anabantidae lainnya Anonim, 2010 a . Upaya domestikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya genetik jenis ikan yang saat ini semakin langka seperti ikan tambakan. Upaya domestikasi didahului dengan pengumpulan data dasar genetik ras ikan tambakan yang berada di perairan umum untuk mengetahui variasi genetik serta hubungan antara stok populasi terkait dengan lokasi distribusinya. Menurut Dunham 2004 variasi genetik penting untuk sintasan jangka panjang suatu spesies dan juga dapat menjamin fitness suatu spesies atau populasi dengan memberikan kemampuan beradaptasi pada perubahan lingkungan. Identifikasi variasi genetik pada ikan dapat dilakukan berdasarkan karakter genotip dan fenotip. Secara genotip, identifikasi genetik dapat dilakukan dengan pendekatan analisis polimorfisme alozim maupun molekuler Sugama et al., 1998;Permana et al., 2003 dengan materi DNA inti atau DNA mitokondria Nugroho et al., 1997, Restriction Fragment Length Polymorphism RLFP Moria et al., 2005, menggunakan penanda Random Amplified Polymorphic DNA RAPD Bartfai et al., 2003, maupun DNA mikrosatelit Shikano, 2002 dan Ward et al., 2003. RAPD sangat baik digunakan untuk mendeteksi polimorfisme gen dalam jumlah besar karena primer oligonukleotida bisa teramplifikasi pada semua genom yang memiliki situs ikatan dalam reaksi PCR Mulyasari, 2007. Walaupun demikian teknik pengukuran keragaman genetik dengan metode 3 pengukuran morfologi tetap dibutuhkan karena sifat-sifatnya dapat langsung dilihat, mudah dilakukan, tanpa fasilitas yang rumit, dan lebih murah biayanya dibandingkan dengan pengukuran karakter genotipnya Arifin dan Kurniasih, 2007.

1.2 Tujuan Penelitian