Tujuan Penelitian Waktu dan Tempat Materi Uji Pembahasan

3 pengukuran morfologi tetap dibutuhkan karena sifat-sifatnya dapat langsung dilihat, mudah dilakukan, tanpa fasilitas yang rumit, dan lebih murah biayanya dibandingkan dengan pengukuran karakter genotipnya Arifin dan Kurniasih, 2007.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman genotip dan fenotip ikan tambakan yang berasal dari tiga lokasi berbeda Jawa, Sumatera, dan Kalimantan dengan menggunakan metode RAPD dan karakter morfometrik. 4 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2011 di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor.

2.2 Materi Uji

Ikan tambakan yang dianalisis dikoleksi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor berasal dari tiga lokasi yang berbeda yaitu Jawa Jawa Barat berasal dari kolam budidaya, Sumatera Jambi berasal dari kolam budidaya, dan Kalimantan Kalimantan Selatan berasal dari alam . Masing-masing populasi diambil 10 ekor. 2.3 Prosedur Penelitian 2.3.1 Ekstraksi DNA Bagian dari tubuh ikan yang diektraksi adalah potongan sirip dengan berat 5-10 mg. Selanjutnya, sirip dibilas dengan akuades sebanyak dua kali kemudian dikeringkan dengan tisu. Sirip dimasukkan ke dalam tabung eppendorf kemudian ditambahkan 500 μl larutan TNES Urea dan kemudian ditambahkan 10 μl protein kinase lalu divortex hingga homogen dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Selanjutnya, campuran tersebut divortex dan ditambahkan dengan larutan Phenolchloroform sebanyak 1000 μl lalu divortex sampai homogen dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk diambil dan dipindahkan ke tabung yang baru lalu ditambahkan 10 μl natrium asetat dan 1000 μl Etanol. Setelah itu tabung dikocok hingga terlihat benang halus berwarna putih. Selanjutnya tabung disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifuse maka akan terbentuk endapan DNA. Endapan DNA dipisahkan dari larutan dan dikering anginkan. Setelah itu, DNA ditambahkan 100 μl Rehydration Solution DNA Nugroho et al., 1997. 5

2.3.2 Amplifikasi DNA dengan teknik PCR Polymerase Chain Reaction

Amplifikasi PCR dilakukan dengan cara 1 unit dry taq produk Promega ditambahkan dengan 1,5 μl DNA dan 2 μl primer. Primer yang digunakan adalah OPA 2, OPC 2, dan OPC 5. Selanjutnya ditambahkan akuades hingga total volume menjadi 25 μl. Setelah itu dimasukkan ke mesin PCR dengan 35 siklus, yaitu pre denaturasi pada 94ºC selama 2 menit, denaturasi pada suhu 94 ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 36 ºC selama 1 menit, elongasi pada suhu 72 ºC selama 2,5 menit, elongasi akhir pada suhu 72 ºC selama 7 menit, dan proses penstabilan pada suhu 4 ºC selama 3 menit Nugroho et al., 1997.. Tabel 1. Deskripsi primer yang digunakan pada analisis RAPD ikan tambakan Primer Urutan Basa 5’-3’ OPA 2 TGCCGAGCTG OPC 2 GTGAGGCGTC OPC 5 GATGACCGCCC

2.3.3 Elektroforesis

Gel agarose dibuat terlebih dahulu dengan konsentrasi 2 dengan mencampurkan bubuk Agarose dengan larutan TBE yang diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan pada suhu 150°C sampai homogen. Selanjutnya ditambahkan Etidium bromida sebanyak 10 μl. Agarose dituang dalam cetakan yang berlubang. Gel Agarose diletakkan pada alat elektroforesis sampai gel terendam. Sekuen DNA sebanyak 3 μl ditambahkan dengan Loading Dye 50 mM EDTA, 30 gliserol, 0,25 bromophenol biru, dan 0,25 xylene cyanol sebanyak 3 μl kemudian dimasukkan ke dalam lubang cetakan gel dengan mikrotipe.elektroforesis berlangsung selama 30 menit pada tegangan 100 volt dan suhu ruang. Selanjutnya, gel Agarose diamati di atas lampu ultraviolet dan didokumentasikan dengan kamera polaroid khusus Nugroho et al., 1997.. 6

2.3.4 Karakter Morfometrik

Pengukuran karakter morfometrik dilakukan pada 10 sampel ikan untuk masing-masing populasi meliputi pengukuran titik-titik tanda yang dibuat pada kerangka tubuh Gambar 1 dan Tabel 2 modifikasi berdasarkan Blezinsky dan Doyle 1988. Gambar 1 Titik-titik Karakter Morfometrik Tabel 2. Deskripsi 21 karakter morfologi yang diukur untuk analisis Variabilitas intraspesifik Bidang Karakter No Kode Deskripsi Jarak Kepala 1 A1 Atas mulut-atas mata 2 A2 Atas mata-awal sirip punggung 3 A3 Atas mulut-operkulum 4 A4 Atas mulut-awal sirip punggung 5 A5 Operkulum-atas mata 6 A6 Operkulum-awal sirip punggung 7 A7 Operkulum-Awal sirip perut 8 A8 Awal sirip punggung-awal sirip perut Badan 9 B1 Operkulum-akhir sirip punggung 10 B2 Awal sirip punggung-akhir sirip punggung 11 B3 Awal sirip perut-awal sirip anal 12 B4 Awal sirip perut-akhir sirip punggung 13 B5 Awal sirip anal-akhir sirip punggung 14 B6 Akhir sirip perut-akhir sirip anal 15 B7 Awal sirip anal-akhir sirip anal Ekor 16 C1 Akhir sirip anal-pangkal sirip ekor bawah 17 C2 Pangkal sirip ekor atas-pangkal sirip ekor bawah 18 C3 Akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor atas 19 C4 Pangkal sirip ekor atas-akhir sirip anal 20 C5 Akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor bawah 21 C6 Akhir sirip punggung-akhir sirip anal A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B2 B3 B1 B4 B5 B6 B7 C1 C2 C3 C4 C5 C6 7

2.3.5 Analisis Data

Keragaman genetik dianalisis dengan menggunakan program TFPGA Tools for Population Genetic Analysis Nei dan Tajima, 1981. Hubungan kekerabatan interpopulasi dianalisis berdasarkan jarak genetik dengan program UPGMA Unweight Pair Methods Arithmetic menurut Wright 1978 yang dimodifikasi oleh Rogers 1972 dalam Arifin et al., 2007 disajikan dalam bentuk dendrogram. Data seluruh karakter morfometrik dikonversi ke dalam rasio karakter dibagi panjang standar. Data rasio ukuran karakter dianalisis menggunakan program SPSS 16.0. Perbandingan besarnya keragaman morfologis antar lokasi dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan koefisien keragaman CV. Untuk melihat penyebaran karakter dilakukan dengan analisis canonical, untuk melihat keeratan korelasi dengan analisis diskriminan, sedangkan untuk melihat jarak genetik dilakukan melalui analisis hierarki cluster. 8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5 menunjukkan hasil yang bervariasi Tabel 3. Amplifikasi DNA pada tiga populasi ikan tambakan dapat dilihat pada Gambar 2-4 Lampiran 1. Gambar 2 Amplifikasi OPA-2 pada tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Gambar 3 Amplifikasi OPC-2 pada tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. 1 2 3 1 2 3 1 2 3 M Tambakan Sumatera Tambakan Jawa Tambakan Kalimantan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 M Tambakan Sumatera Tambakan Jawa Tambakan Kalimantan 3000 bp 1000 bp 500 bp 300 bp 3000 bp 1000 bp 500 bp 300 bp 9 Gambar 4 Amplifikasi OPC-5 pada tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Jumlah fragmen ikan tambakan Jawa dan Kalimantan memiliki jumlah yang sama yaitu 13-22, sedangkan jumlah fragmen pada ikan tambakan Sumatera berkisar antara 19-24. Ukuran fragmen pada setiap populasi berkisar antara 100- 2000 bp. Tabel 3. Profil DNA tiga populasi ikan tambakan Populasi Ikan Tambakan Jumlah Fragmen Kisaran Ukuran Sumatera 19-24 100 - 2000 bp Jawa 13-22 100 - 2000 bp Kalimantan 13-22 100 - 2000 bp

3.1.2 Polimorfisme dan Heterosigositas

Persentase polimorfisme dan heterosigositas dianalisis dengan menggunakan program TFPGA. Data persentase polimorfisme dan heterosigositas selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase polimorfisme dan heterosigositas tiga populasi ikan tambakan Populasi Ikan Tambakan Polimorfisme Heterosigositas Sumatera 57.1429 0.2259 Jawa 57.1429 0.2324 Kalimantan 60.7143 0.2478 Persentase polimorfisme dari tiga populasi ikan tambakan berkisar antara 57,1429-60,7143. Persentase polimorfisme tertinggi terdapat pada ikan tambakan Kalimantan yaitu sebesar 60,7143, sedangkan polimorfisme terendah terdapat pada ikan tambakan Sumatera dan Jawa dengan nilai yang sama yaitu 57,1429. Nilai heterosigositas berkisar antara 0,2259 sampai 0,2478. Nilai 1 2 3 1 2 3 1 2 3 M Tambakan Sumatera Tambakan Jawa Tambakan Kalimantan 3000 bp 1000 bp 500 bp 300 bp 10 heterosigositas tertinggi terdapat pada populasi ikan tambakan kalimantan sebesar 0,2478, sedangkan nilai heterosigositas terendah terdapat pada populasi ikan tambakan Sumatera sebesar 0,2259.

3.1.4 Uji Perbandingan Berpasangan F

st Secara statistik dengan menggunakan uji perbandingan berpasangan F st Tabel 5 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga populasi ikan tambakan P0,05. Tabel 5. Uji perbandingan berpasangan F st dari rata-rata 3 lokus Populasi Ikan Tambakan Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera Jawa 0.9870 Kalimantan 0.9154 1.0000

3.1.5 Jarak Genetik

Jarak genetik interpopulasi menggambarkan status kekerabatan antar populasi ikan tambakan. Jarak genetik tertinggi adalah antara populasi Sumatera dengan Kalimantan sebesar 0,2877, sedangkan jarak genetik terendah adalah 0,1961 yaitu antara populasi Kalimantan dengan Jawa. Dendrogram pada Gambar 5 memperlihatkan hubungan terdekat adalah antara populasi Jawa dengan Kalimantan, sedangkan hubungan terjauh adalah antara kedua populasi tersebut dengan populasi Sumatera. Tabel 6. Jarak genetik antara 3 populasi ikan tambakan Populasi Ikan Tambakan Sumatera Jawa Kalimantan Sumatera Jawa 0.2717 Kalimantan 0.2877 0.1961 11 Gambar 5 Dendrogram hubungan kekerabatan tiga populasi ikan tambakan.

3.1.6 Karakter Morfometrik

Pengukuran karakter morfometrik dilakukan terhadap 21 karakter ikan tambakan Lampiran 2. Rata-rata karakter morfometrik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata ±sd 21 karakter morfometrik ikan tambakan cm Karakter yang diukur Sumatera Jawa Kalimantan A1 0,20±0,122 0,22±0,015 0,25±0,033 A2 0,19±0,037 0,18±0,020 0,13±0,029 A3 0,23±0,021 0,25±0,041 0,22±0,029 A4 0,39±0,014 0,40±0,023 0,37±0,019 A5 0,28±0,026 0,31±0,026 0,31±0,025 A6 0,39±0,024 0,42±0,029 0,39±0,020 A7 0,21±0,014 0,19±0,025 0,21±0,034 A8 0,41±0,031 0,44±0,025 0,42±0,020 B1 0,85±0,019 0,83±0,041 0,85±0,027 B2 0,63±0,022 0,65±0,025 0,66±0,015 B3 0,12±0,019 0,10±0,015 0,07±0,034 B4 0,70±0,011 0,69±0,017 0,69±0,009 B5 0,59±0,014 0,60±0,017 0,64±0,023 B6 0,65±0,018 0,65±0,015 0,65±0,012 B7 0,54±0,018 0,55±0,017 0,59±0,022 C1 0,03±0,008 0,03±0,008 0,03±0,006 C2 0,15±0,007 0,15±0,012 0,15±0,007 C3 0,03±0,011 0,03±0,008 0,03±0,010 C4 0,15±0,004 0,15±0,010 0,15±0,006 C5 0,16±0,003 0,15±0,012 0,15±0,008 C6 0,15±0,004 0,15±0,013 0,15±0,007 Keterangan: A1 atas mulut-atas mata, A2 atas mata-awal sirip punggung, A3atas mulut-operkulum, A4 atas mulut-awal sirip punggung, A5 operkulum- atas mata, A6 operkulum-awal sirip punggung, A7 operkulum-awal sirip perut, A8 awal sirip punggung-awal sirip perut, B1 operkulum-akhir sirip punggung , B2 awal sirip punggung-akhir sirip punggung, B3 awal sirip perut-awal sirip anal, B4 awal sirip perut-akhir sirip punggung, B5 awal sirip anal-akhir sirip punggung, dan B6 akhir sirip perut-akhir sirip anal, B7 awal sirip anal-akhir sirip anal, C1 akhir sirip anal-pangkal sirip ekor bawah, C2 pangkal sirip ekor atas-pangkal sirip ekor bawah, C3 Jawa Kalimantan Sumatera 12 akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor atas, C4 pangkal sirip ekor atas- akhir sirip anal, C5 akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor bawah, dan C6 akhir sirip punggung-akhir sirip anal. Keragaman morfometrik dinyatakan dalam bentuk koefisien keragaman karakter CV Lampiran 3. Koefisien keragaman tertinggi terdapat pada karakter C3 akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor atas, sedangkan koefisen keragaman terendah terdapat pada karakter B4 awal sirip perut-akhir sirip punggung . Hasil uji signifikansi yang dilakukan untuk mengetahui karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai penciri ikan disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui terdapat 9 karakter yang berbeda nyata, yaitu A1 atas mulut-atas mata, A2 atas mata-awal sirip punggung, A4 atas mulut-awal sirip punggung, A5 operkulum-atas mata, A6 operkulum-awal sirip punggung, B2 awal sirip punggung-akhir sirip punggung, B3 awal sirip perut-awal sirip anal, B5 awal sirip anal-akhir sirip punggung, dan B7 awal sirip anal-akhir sirip anal. Tabel 8. Uji signifikansi pada 21 karakter morfometrik ikan tambakan Wilks Lambda F df1 df2 Sig. A1 .481 14.592 2 27 .000 A2 .500 13.526 2 27 .000 A3 .869 2.031 2 27 .151 A4 .714 5.400 2 27 .011 A5 .721 5.230 2 27 .012 A6 .763 4.197 2 27 .026 A7 .829 2.788 2 27 .079 A8 .818 3.002 2 27 .066 B1 .962 .529 2 27 .595 B2 .658 7.025 2 27 .003 B3 .497 13.688 2 27 .000 B4 .957 .604 2 27 .554 B5 .395 20.666 2 27 .000 B6 .961 .551 2 27 .583 B7 .393 20.893 2 27 .000 C1 .961 .552 2 27 .582 C2 .912 1.302 2 27 .289 C3 .989 .155 2 27 .857 C4 .926 1.077 2 27 .355 C5 .914 1.265 2 27 .298 C6 .993 .094 2 27 .910 Keterangan: menunjukkan berbeda nyata P0,05. 13 Hasil analisis fungsi kanonikal menunjukkan karakter morfologi ikan tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan tidak saling bersinggungan Lampiran 4. Keeratan semua komponen antar populasi ikan tambakan yang diamati lebih nyata dengan menggunakan sharing component atau index kemiripan. Gambar 6 Penyebaran karakter morfometrik ikan tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa karakter morfometrik ikan tambakan tidak saling bersinggungan antar populasi ikan. Populasi ikan tambakan menyebar satu sama lain. Pada Tabel 9 menunjukkan tidak terjadi percampuran antar populasi ikan tambakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai 0 pada sharing component . Pada Gambar 7 diketahui populasi tambakan Sumatera memiliki kemiripan karakter yang lebih dekat dengan populasi Jawa, sedangkan populasi Kalimantan memiliki kemiripan yang lebih jauh dibanding dengan populasi lainnya. Sumatera Jawa Kalimantan 14 Tabel 9. Nilai sharing component intrapopulasi ikan tambakan Populasi Ikan Tambakan Sumatera Jawa Kalimantan Total Sumatera Jawa Kalimantan 100.0 .0 .0 100.0 .0 100.0 .0 100.0 .0 .0 100.0 100.0 2 5 2 0 1 5 1 0 5 0 +--------+----------+---------+---------+-----------+ Gambar 7. Dendrogram hubungan kekerabatan antara ikan tambakan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

3.2 Pembahasan

Pada profil RAPD dapat diketahui jumlah fragmen ikan tambakan Jawa dan Kalimantan memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 13-22, sedangkan jumlah fragmen pada ikan tambakan Sumatera lebih banyak yaitu berkisar antara 19-24. Namun, ukuran fragmen pada setiap populasi memiliki nilai yang sama berkisar antara 100-2000 bp. Hasil amplifikasi setiap primer memiliki karakter yang berbeda sehingga jumlah dan ukuran fragmen yang muncul pun berbeda. Pemilihan primer pada RAPD berpengaruh terhadap polimorfisme fragmen yang dihasilkan karena setiap primer memiliki situs penempelan sendiri sehingga fragmen dari DNA yang diamplifikasi oleh primer berbeda menghasilkan polimorfik dengan jumlah fragmen dan berat molekul berbeda Roslim, 2001. Persentase polimorfik tertinggi diperoleh pada populasi Kalimantan yaitu 60,7143, sedangkan polimorfik ikan tambakan Sumatera dan Jawa memiliki nilai yang sama yaitu 57,1429. Nilai heterosigositas tertinggi diperoleh populasi Kalimantan sebesar 0.2478, sedangkan nilai terendah pada populasi Sumatera sebesar 0.2259. Tingginya keragaman genetik ikan tambakan diduga karena ikan Kalimantan Jawa Sumatera 15 tambakan memiliki tingkat migrasi yang lebih tinggi dibandingkan ikan air tawar lainnya sehingga peluang adanya persilangan dengan populasi stok yang lainnya semakin besar pula Nugroho et al., 2005. Ikan tambakan merupakan jenis ikan yang tidak merawat anaknya Anonim, 2010 a sehingga memungkinkan ikan tambakan untuk melakukan migrasi dengan jarak yang cukup jauh. Imron et al., 1999 menyatakan populasi dengan laju migrasi yang sempit atau jarak yang pendek mempunyai heterosigositas rendah dibandingkan dengan populasi yang mempunyai migrasi luas dan bersifat terbuka. Menurut Sugama et al., 1996 pada lingkungan yang stabil akan lebih sedikit ditemukan variasi alel daripada kondisi lingkungan yang labil karena laju mutasi dan seleksi lingkungan relatif rendah. Secara statistik dengan menggunakan uji perbandingan berpasangan Fst menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan genetik secara nyata antara populasi ikan tambakan yang diuji P0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan tambakan yang berasal dari Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih sekerabat. Mulyasari et al. 2010 menyatakan populasi yang tidak berbeda nyata mungkin disebabkan banyaknya kesamaan genetik antar populasi-populasi tersebut. Jarak genetik antara populasi Kalimantan dan Jawa relatif rendah yaitu 0,1961. Hal ini menandakan bahwa antara kedua populasi mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup dekat. Meningkatnya kemiripan genetik dapat disebabkan oleh proses aliran gen disuatu populasi ke populasi lain genetic introgression Moria et al., 2005. Jarak genetik antara populasi ikan tambakan Sumatera dan Kalimantan lebih tinggi yaitu 0,2877 dibandingkan dengan tambakan dari Jawa menandakan bahwa kedua populasi tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh dibanding populasi lainnya. Keragaman morfometrik ikan tambakan relatif tinggi. Karakter yang memiliki nilai koefisien keragaman yang tertinggi adalah C3 akhir sirip punggung-pangkal sirip ekor atas, sedangkan karakter dengan koefisien keragaman terendah adalah B4 awal sirip perut-akhir sirip punggung . Uji beda nyata dilakukan untuk mengetahui karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai penciri dari suatu jenis ikan. Karakter yang berbeda secara nyata dapat digunakan sebagai penciri ikan tersebut Iriana et al., 2010. Berdasarkan hasil penelitian, dari 21 karakter yang diuji terdapat 9 karakter yang berbeda nyata, 16 yaitu A1 atas mulut-atas mata, A2 atas mata-awal sirip punggung, A4 atas mulut-awal sirip punggung, A5 operkulum-atas mata, A6 operkulum-awal sirip punggung, B2 awal sirip punggung-akhir sirip punggung, B3 awal sirip perut-awal sirip anal, B5 awal sirip anal-akhir sirip punggung, dan B7 awal sirip anal-akhir sirip anal. Pada gambar diagram diskriminan kanonikal Gambar 6. terlihat bahwa pola penyebaran karakter masing-masing populasi terpisah satu sama lain namun masih mendekati sumbu. Pemisahan ketiga populasi ikan tambakan diduga disebabkan oleh karakter A8 awal sirip punggung-awal sirip perut pada fungsi-1 dengan nilai koefisien kanonikal tertinggi yang membedakan populasi tambakan Kalimantan dengan populasi tambakan Sumatera dan Jawa Lampiran 4. Pada fungsi-2 terdapat karakter C6 akhir sirip punggung-akhir sirip anal yang membedakan populasi tambakan Jawa dengan tambakan Sumatera dan Kalimantan. Pemisahan yang terjadi antara ketiga populasi juga ditunjukkan pada fungsi-1 yang menjelaskan terdapat perbedaan ukuran pada sampel ikan yang diuji Lampiran 5, sedangkan pada fungsi-2 menunjukkan terdapat perbedaan karakter morfometrik yaitu perbedaan dibagian kepala dan badan yang didukung dengan terdapatnya 9 karakter yang berbeda nyata. Kombinasi dari karakter-karakter yang dominan pada fungsi-1 dan fungsi-2 yang menyebabkan pemisahan karakter masing- masing populasi, sedangkan karakter-karakter yang berbeda nyata dapat dijadikan sebagai penciri masing-masing populasi ikan tambakan secara individu. Hasil analisis fungsi kanonikal menunjukkan bahwa karakter morfologi ikan tambakan tidak saling bersinggungan. Pola penyebaran yang tidak saling bersinggungan menunjukkan tidak terjadinya pencampuran populasi ikan tambakan dan tidak menunjukkan adanya kemiripan karakter morfologi ikan tambakan. Hasil ini sesuai dengan nilai sharing component dimana antar populasi ikan tambakan tidak menunjukkan adanya kemiripan karakter dengan populasi lainnya nilai 0. Pada Gambar 7 diketahui populasi tambakan Sumatera memiliki kemiripan karakter yang lebih dekat dengan populasi Jawa, sedangkan populasi Kalimantan memiliki kemiripan yang lebih jauh dibanding dengan populasi lainnya. Jika dibandingkan dengan hasil analisa genetik diperoleh hasil populasi 17 Jawa memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan Kalimantan, sedangkan populasi Sumatera memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh. Hal ini diduga karena variasi fenotip yang diamati secara kuantitatif adalah gabungan dari variasi genetik, variasi lingkungan, dan variasi interaksi genetik dengan lingkungan Tave, 1999. Perbedaan karakter morfometrik menunjukkan adanya faktor lingkungan yang membentuk morfologi yang berbeda walaupun secara genetik tidak berbeda nyata antar populasi. Sampel populasi ikan tambakan Jawa dan Sumatera diperoleh melalui kegiatan budidaya sehingga karena lingkungan budidaya yang cenderung sama menghasilkan kemiripan secara morfometrik dibandingkan dengan sampel populasi ikan tambakan yang berasal dari alam yang berbeda lingkungannya dengan budidaya sehingga kemiripan morfometriknya lebih jauh dibanding populasi lainnya. Potensi genetik tidak dapat terealisasi dengan baik tanpa dukungan lingkungan Dunham, 2004. Semua fenotip dikontrol oleh lingkungan nutrisi, kualitas fisikbiologikimia, dan penyakit tetapi lingkungan memiliki peranan penting dalam memunculkan fenotipe kuantitatif Tave, 1999. Pengaruh lingkungan terhadap setiap individu berbeda. Potensi genetik yang baik tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal jika tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai. Pada umumnya pertumbuhan ikan air tawar akan optimal apabila didukung dengan lingkungan yang optimal, seperti kisaran pH 7-8,5, kadar oksigen terlarut 5 ppm, kesadahan 20 mgl CaCO 3, dan nilai TAN 1 mgl Effendi, 2000. Pada kondisi yang optimal kemampuan metabolisme tubuh akan berjalan secara optimum sehingga pertumbuhan dan respon stres akan berjalan baik. Namun, jika kondisi yang tidak optimal akan terjadi sebaliknya Mahardika, 2010. 18 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan