adalah pegenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum
35
a. Kejahatan rechtsdelict
. Dapat disimpulkan bahwa pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk
menjatuhkan hukumansanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan maupun pelanggaran.
Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya
disebut wetsdelict delik undang-undang . Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569. Contoh pencurian pasal 362 KUHP,
pembunuhan pasal 338 KUHP, perkosaan pasal 285 KUHP b.
Pelanggaran wetsdelict Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-
undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya
disebut rechtsdelict delik hukum. Dimuat didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contoh mabuk ditempat umum pasal 492
KUHP536 KUHP, berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya pasal 551 KUHP
3. Teori dan Tujuan Pemidanaan
a. Teori pemidanaan
Teori pemidanaan dapat digolongkan dalam empat golongan teori
36
35
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, Hlm 7
36
Satochid Kartanegara, Op Cit, Hlm 56.
, yakni:
1. Teori Pembalasan atau teori Imbalan atau teori Absolut.
Teori ini membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana, maka terhadap pelaku pidana mutlak harus
diadakan pembalasan berupa pidana dengan tidak mempersoalkan akibat pemidanaan bagi terpidana.
2. Teori Relatieve atau Teori Tujuan
Teori tujuan membenarkan pemidanaan rechtsvaardigen, pada tujuan pemidanaan, yakni untuk mencegah terjadinya kejahatan
nepeccetur. Dengan adanya ancaman pidana dimaksudkan untuk menakut-nakuti calon penjahat yang bersangkutan atau untuk prevensi
umum. 3.
Teori Gabungan Teori ini mendasarkan pemidanaan pada perpaduan antara teori
pembalasan dengan teori tujuan, karena kedua teori tersebut bila berdiri sendiri-sendiri, masing-masing mempunyai kelemahan
4. Teori Negatif Negativisme.
Teori ini dipelopori oleh Hazelwinkel-Suringa mengatakan, bahwa kejahatan tidak boleh dilawan, dan musuh jangan dibenci karena hanya
Tuhan yang paling berhak untuk mempidana pada mahluk-mahluknya. b.
Tujuan Pemidanaan Pidana sebagai suatu reaksi yang sah atas perbuatan yang melanggar
hukum, namun di dunia diterapkan berbeda – beda atas dasar konteks hukum, agama, pendidikan, moral, alam, dan lain – lain. Atas dasar kenyataan tersebut,
diungkapkan oleh H.L.A Hart, bahwa pidana didalamnya harus:
a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi – konsekuensi lain
yang tidak menyenangkan; b.
Dikenakan pada seseorang yang benar – benar atau disangka benar melakukan tindak pidana;
c. Dikenakan berhubung satu tindak pidana yang melanggar
ketentuan umum; d.
Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana; e.
Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana
tersebut.
37
Pandangan – pandangan tentang tujuan pemidanaan sesungguhnya tidak lepas dan erat kaitanya dengan perkembangan teori – teori pemidanaan. Secara
tradisional, teori – teori pada umumnya dapat dibagi dalam dua kelompok teori, yaitu Teori Retributive pembalasan dan Teori Relative tujuan.
38
Karl O. Christianse
39
a. Pandangan Retributif Retributive View
menyatakan bahwa ada kedua pandangan konseptual diatas masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu
sama lain, yakni ;
Tujuan pemidanaan menurut pandangan ini antara lain 1.
Tujuan pidana adalah semata – mata untuk pembalasan
37
Muladi, lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1992, hlm 21-23
38
Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, Hlm15.
39
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op Cit, Hlm 16 -17
2. Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak ada
mengandung sarana – sarana untuk tujuan lain seperti tujuan untuk kesejahteraan masyarakat;
3. Kesalahan merupakan satu – satunya syarat untuk adanya pidan;
4. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan sipelanggar;
5. Pidana melihat ke belakang. Merupakan pencelaan yang murni
dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, medidik atau memasyarakatkan sipelanggar.
b. Pandangan utilitarian utilitarian view.
Tujuan pidana menurut pandangana ini antaralain; 1.
Tujuan Pidana adalah pencegahan; 2.
Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu kesejahteraan
masyarakat; 3.
Hanya pelanggaran – pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada sipelaku saja yang memenuhi syarat untuk
adanya pidana; 4.
Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk mencegah kejahatan;
5. Pidana melihat ke muka, dan dapat mengandung unsur – unsur
pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu
pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masayarakat.
Pada satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk
mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi kedepan forward-looking dan sekaligus
mempunyai sifat pencegahan detterence. Tujuan pemidanaan, yaitu pencegahan prevention dan retribusi
retribution. Dasar retribusi dalam just desert model menganggap bahwa pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patut diterima oleh mereka mengingat
kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya, sanksi yang tepat akan mencegah para kriminal melakukan tindakan-tindakan kejahatan lagi dan mencegah orang-
orang lain melakukan kejahatan.
4. Jenis – Jenis Sanksi Pidana