Sistem Perumusan Tindak Pidana dalam UU Penyiaran

xiii cyber sex adalah pertanda bahwa negarabangsa tersebut sedang menuju gerbang kehancuran moral. Pelaksanaan media penyiaran agar tetap berjalan pada relkoridor yang benar, sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 45 terlebih lagi nilai ketuhanan, maka sangat urgen jika media penyiaran tanah air mendapat pengaturan dari pemerintah melalui undang-undang nasional. Tujuan diadakannya pengaturan yuridis, diharapkan media penyiaran mampu membawa misi dan visi negara ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, serta sebagai media pendidikan bagi masyarakat luas.

1. Sistem Perumusan Tindak Pidana dalam UU Penyiaran

UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dalam Bab X Pasal 57 sampai dengan Pasal 59 mengatur tentang rumusan tindak pidana TP, yaitu: 1. Pasal 57 jo. 36 5 mengancam pidana terhadap SIARAN yang a bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan danatau bohong, b menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau c mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. xiv 2. Pasal 57 jo. 36 6 mengancam pidana terhadap SIARAN isinya memperolokkan, merendahkan, melecehkan danatau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. 3. Psl. 58 jo. 46 3 mengancam pidana terhadap SIARAN IKLAN NIAGA yang di dalamnya memuat antara lain promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi danatau kelompok, yang menyinggung perasaan danatau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain, b minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif, c rokok yang memperagakan wujud rokok, d hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; danatau e eksploitasi anak di bawah umur 18 delapan belas tahun. Ketentuan tersebut diatas dapat dikenakan terhadap CC dibidang kesusilaan khususnya Pasal 57 jo. 36 5 huruf b, Pasal 57 jo. 36 6 dan Psl. 58 jo. 46 3 huruf d. 140 140 Pasal 1 ayat 1 Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Pasal 1 ayat 2 Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran danatau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, danatau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Pasal 1 ayat 6 Siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, danatau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. xv Kelemahan Undang-Undang Penyiaran ini adalah undang- undang ini tidak bisa diterapkan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing dinegara asing namun akibatnyakorbannya adalah negarawarga negara Indonesia. Rumusan Pasal 57 mengandung unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: 1. Ketentuan pidana dirumuskan secara kumulatif dengan sistem maksimal. Sistem maksimal pada dasarnya masih mengacu pada KUHP yang saat ini berlaku. 2. Pelaku tindak pidana Penyiaran dirumuskan dengan kalimat setiap orang. Kata setiap orang bermakna orang-perorangan atau badan hukumkorporasi, mengingat penyelenggara penyiaran adalah badan hukumkorporasi. Rumusan pelaku tampaknya bervariasi ada yang merumuskan setiap orang dan ada juga barang siapa. 3. Terkait dengan banyaknya denda. Jika TP dalam lingkup penyiaran radio maka sanksinya berupa pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. TP dalam lingkup penyiaran televisi, maka sanksinya pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Dilihat aspek xvi pidana denda cukup tinggi, tetapi undang-undang ini tidak memberikan ketentuan lebih lanjut mengenai aturan tentang pidana penggantinya. Aturan pidana pengganti dimaksudkan sebagai upaya sanksi tetap bisa diterapkan jika korporasi tidak membayar pidana denda. 4. Sanksi pidana dalam Undang-Undang Penyiaran ini meliputi pidana penjara, pidana denda dan sanksi tindakan administratif Pasal 55 ayat 1, 2 dan 3 . Dalam ayat 2, sanksi administratif ini meliputi: a. teguran tertulis; b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu; c. pembatasan durasi dan waktu siaran; d. denda administratif; e. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu; f. tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Jenis sanksi administratif Pasal 55 ayat 2 diperuntukkan untuk lembaganya, dengan kata lain badan hukumkorporasi. Undang-Undang Penyiaran ini menambahkan sanksi pidana yang dalam KUHP belum ada, yaitu sanksi tindakan administratif. Penetapan sanksi tindakan dalam Undang-Undang penyiaran adalah gebrakanlangkah baru bahkan kemajuan dibidang produk legislatif. Dikatakan kemajuan karena dalam undang -undang ini, sanksi tindakan tidak hanya bersifat financial sanction denda, xvii tetapi juga Structural Sanctions atau Restriction on Eenterpreneurial Activities pembatasan kegiatan usaha, pembubaran korporasi bahkan sampai pada Stigmatising Sanctions pengumuman keputusan hakim, teguran korporasi. Ada beberapa catatan terhadap undang-undang penyiaran ini, yaitu: 1. Undang-undang ini tidak mencantumkan kualifikasi tindak pidana TP, apakah kejahatan atau pelanggaran dalam pasalnya. Tidak adanya ketentuan mengenai kualifikasi delik sebagai kejahatan atau pelanggaran akan menimbulkan masalah yuridis untuk memberlakukan aturan umum KUHP yang tidak secara khusus diatur dalam UU khusus di luar KUHP. 2. Undang –undang ini merumuskan 2 macam sanksi sekaligus, yaitu sanksi dengan sistem kumulatif dan sanksi dengan sistem tunggal. Untuk pelanggaran pasal 59 maka hakim tidak memiliki pilihan dalam menjatuhkan sanksi, dengan kata lain sanksi tunggal bersifat imperatif dan kaku bagi hakim. 3. Unsur kesalahan. Undang-Undang Penyiaran ini dalam pasalnya tidak merumuskan istilah barang siapa dengan sengaja….., walaupun demikian tindak pidana yang dilakukan didasarkan unsur kesengajaan. Ide dasar ini tampaknya sepaham dengan KUHP Konsep. KUHP kosep 2005 dalam Pasal 33 ayat 2 merumuskan perbuatan yang dapat dipidana adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kensengajaan. Perbuatan yang xviii dilakukan secara tidak sengaja dapat dipidana asalkan ada ketentuan yang mengatur demikian. 4. Pasal 15 ayat 3 KUHP Konsep 2005 merumuskan setiap tindak pidana dianggap selalu bertentangan dengan hukum, kecuali ada alasan pembenar. Konsekuensi terhadap pasal adalah rumusannya tidak merumuskan secara tegas sifat melawan hukumnya. Undang-Undang Penyiaran ini tampaknya juga se-ide dengan KUHP Konsep 2005, bahwa setiap tindak pidana dianggap selalu bertentang dengan hukum, kecuali ada alasan pembenar.

2. Sistem Perumusan Pertanggungjawaban Pidana dalam UU