LANDASAN YURIDIS

c. Badan Pengawas

Sebagaimana lazim berlaku di dalam tiap-tiap Perusahaan terhadap tugas yang dipercayakan kepada Direksi, yaitu menjalankan pimpinan cara mengurus dan menguasai perusahaan diadakan pengawasan (umum) apakah benar-benar sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh para pemilik/pemegang saham.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah mengatur tentang pengawasan Perusahaan Daerah, Pasal 19 menyatakan bahwa Direksi dalam menjalankan pengurusannya terhadap perusahaan berada di bawah pengawasan Kepala Daerah bagi Perusahaan daerah yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemda. Fungsi pengawasan dilaksanakan oleh Pemegang Saham atau Pemegang Saham Prioritas mana kala saham- saham perusahaan tersebut dimiliki oleh lebih dari satu pegang saham. Pengawasan juga dapat dilakukan oleh badan yang dibentuk atau ditunjuk dengan diberikan mandat untuk melakukan pengawasan oleh Kepala Daerah atau Pemegang Saham.

Biasanya tugas pengawasan yang diserahkan kepada suatu Dewan/Badan terhadap suatu perusahaan yang besarnya ditunjuk satu badan, yang menjalankan pengawasan umum terhadap perusahaan sedang untuk perusahaan-perusahaan yang kecil ditunjuk hanya satu badan untuk melakukan pengawasan.

Pengelolaan BUMD memiliki ketergantungan yang tinggi kepada Pemerintah daerah, sebagai contoh dalam hal merumuskan dan melaksanakan oprasional perusahaan , manajemen BUMD harus mengacu pada Rencana Kerja Anggaran dan Pendapatan (RKAP) yang tidak dapat diputus dalam waktu cepat, karena Direksi harus memintah persetujuan Dewan Pengawas, Gubernur atau Bupati/Walikota. Direksi cenderung takut mengambil resiko, yang menyebabkan BUMD dalam bernegoisasi dengan pihak ketiga selalu dibatasi waktu yang menyebabkan hilangnya kesempatan.

Dari sisi dunia usaha, BUMD yang berorientasi pada keuntungan harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan swasta asing maupun dalam negeri didalam lingkup usahanya. Dalam prakteknya segala aturan main yang ada di dalam dunia usaha harus diikuti oleh BUMD, agar dapat mempertahankan dan meningkatkan eksistensinya pada core bisnisnya. Tujuan pendirian perusahaan daerah dapat dilihat di dalam Bab II Pasal 5 ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan bahwa tujuan Perusahaan Daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur, sangat tidak mungkin untuk meingimplementasikan prinsip ekonomi terpimpin dierah sekarang ini. Terlebih lagi pada kondisi dan perkembangan dunia usaha sekarang ini dimana secara global dunia usaha apakah milik pemerintah ataupun swasta dituntut untuk mampu bersaing secara penuh seiring pemberlakuan pasar bebas.

Kemudian dalam ayat (4) disebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Daerah dan menguasai hajat hidup orang banyak di Daerah diusahakan oleh Perusahaan Daerah. Ketentuan Pasal tersebut pada kenyataannya sudah tidak relevan, masalah ekonomi terpimpin yang terdapat di dalam tujuan perusahaan daerah sudah tidak mungkin lagi dilaksanakan karena yang ada sekarang adalah era globalisasi dan pasar bebas. Demikian halnya dengan penguasaan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak yang diusahakan perusahaan daerah. Bidang usaha yang di kelola Perusahaan Daerah Perkebunan sekarang ini adalah bidang perkebunan yang secara umum bukan merupakan hajat hidup orang banyak dan bidang usaha ini sudah merupakan bisnis terbuka yang dimiliki dan dikuasai oleh pribadi ataupun badan usaha lain dan memiliki persaingan yang ketat di dalam pengelolaannya.

Kerumitan birokrasi juga tidak terlepas dari landasan hukum BUMD, yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahan Daerah, berdasarkan Undang- undang tersebut, kebijakan pengembangan sangat ditentukan oleh Pemda sebagai pihak yang mewakili daerah, sebagai pemilik modal BUMD, Undang-undang tersebut menjadikan Direksi dan mayoritas pegawainya, tidak terpisahkan dari birokasi Pemda, sehingga tidak heran pengelola BUMD mirip dengan pengelolaan lembaga birokrasi, yang walaupun visi dan kultur dari brokrasi sangatlah berbeda dengan visi badan usaha. Berangkat dari kultur yang berbeda tidaklah mudah untuk menyamakan visi dimana kultur korporasi berorientasi pada hasil sementara birokrasi mengutamakan proses. Proses yang berbelit seringkali dengan mudah dibaca sebagai upaya mempersulit. Birokrat berlindung dibalik alibi takut melanggar ketentuan, takut risiko hukum.

Meningkatkan kinerja pelayanan BUMD menyongsong era globalisasi, hal ini didasari pada rasa peningkatan terhadap pelayanan kepada masyarakat serta mendorong peran swasta dan masyarakat dalam mengelola BUMD sebagaimana yang ada pada konsideran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD.

Kepemilikan suatu usaha dapat dibuktikan dengan lembaran-lembaran saham atas suatu usaha. Sehingga saham dapat dikatakan sebagai suatu bagian dalam kepemilikan suatu perusahaan atau suatu modal yang ditanam dalam suatu perusahaan seperti yang diwakili oleh bagian bagian dari modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat saham.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah memang tidak membatasasi kepemilikan BUMD yang berbentuk Perusahaan Daerah, Undang-undang tersebut hanya membatasi kewenangan dari pemegang saham, pembatasan ini dapat dilihat dari beberapa Pasal, Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang menyatakan :

(1) Saham-saham Perusahaan Daerah terdiri atas saham-saham prioritet dan saham-saham biasa.

(2) Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki oleh Daerah. (3) Saham-saham biasa dapat dimiliki oleh Daerah, warga negara Indonesia dan/atau

badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Indonesia dan yang pesertanya terdiri dari warga negara Indonesia.

(4) Besarnya jumlah nominal dari saham-saham prioritet dan saham-saham biasa ditetapkan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah.

Terdapat dua jenis saham pada BUMD yang berbentuk Perusahaan Daerah, saham prioritas dan saham biasa, saham prioritas hanya dapat dimiliki oleh Pemda namun tidak menutup kemungkinan juga bagi Pemda untuk memiliki saham biasa, sedang perorangan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia hanya dapat memiliki saham biasa pada suatu BUMD.

Ketentuan yang ada pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD tidak mengatur tentang klasifikasi saham namun mengatur atau memberikan batasan yang jelas tentang siapa-siapa yang dapat memiliki saham didalam suatu perusahaan yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi perseroaan terbatas, Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD menjelaskan, antara lain :

a) Saham Perseroan Terbatas dapat dimiliki oleh Pemda, Perusahaan Daerah, swasta dan masyarakat.

b) Bagian terbesar dari saham Perseroan terbatas dimiliki oleh Pemda dan Perusahaan Daerah.

Ada beberapa hal yang dapat dilihat dari uraian Pasal ini, Pertama saham Perseroan Terbatas dapat dimiliki oleh Pemda, yang dimaksud Pemda adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemda, sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tenatang Pemda, Kedua, Perusahan Daerah yang merupakan badan hukum dapat juga bertindak sebagai pemegang saham dalam suatu Badan Usaha Milik Daerah. Ketiga, swasta dan masyarakat juga dapat memiliki saham didalam BUMD.

Mengenai klasifikasi saham, Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, tidak mengatur klasifikasi saham, namun Undang-undang tersebut memberikan keleluasaan kepada pendiri untuk menentukan persyaratan kepemilikan dan hal lain mengenai saham termasuk tentang klasifikasi saham dalam anggaran dasar perseroan, selanjutnya Undang-undang membatasi kewenangan ini dengan mengharuskan pendiri memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang,36 sesuai dengan ketentuan perundang undangan sebagai mana yang diatur didalam Pasal 48 Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Sekalipun Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tidak mengatur tentang klasifikasi saham, namun dalam suatu BUMD harus tetap diatur tentang adanya saham dengan hak prioritas sebagimana yang diatur didalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, karena secara juridis formal Undang-undang tersebut masi berlaku bagi BUMD. dalah hal ini penulis berpendapat untuk BUMD harus dibuat Sekalipun Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tidak mengatur tentang klasifikasi saham, namun dalam suatu BUMD harus tetap diatur tentang adanya saham dengan hak prioritas sebagimana yang diatur didalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, karena secara juridis formal Undang-undang tersebut masi berlaku bagi BUMD. dalah hal ini penulis berpendapat untuk BUMD harus dibuat

Pengaturan saham dengan prioritas kemukinan dapat menjadi perdebatan karena tidak diaturnya hal tersebut didalam Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas, maka dapat dikatakan bahwa pengaturan tentang saham prioritas pada BUMD merupakan perintah dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, atau dengan kata lain berlaku asas hukum lex specialis derogat lex generalis , yang memberikan arti bahwa dalam hal ini Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dapat mengesampingkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.