Pendekatan Utama Dalam Studi Sejarah

E. Pendekatan Utama Dalam Studi Sejarah

Pendekatan sejarah menjelaskan dari segi mana kajian hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan sebagainya. Deskripsi dan rekontruksi yang diperoleh akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipergunakan. Oleh Pendekatan sejarah menjelaskan dari segi mana kajian hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan sebagainya. Deskripsi dan rekontruksi yang diperoleh akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipergunakan. Oleh

1. Pendekatan Manusia

Penelitian sejarah senantiasa berarti penelitian sejarah manusia. Fungsi dan tugas penelitian sejarah ialah merekonstruksi masa lampau manusia (the human past) sebagaimana adanya (as it was). Harus disadari sepenuhnya bahwa betapapun cermatnya suatu penelitian sejarah, dengan rekonstruksi semacam itu seorang sejarawan akan masih tetap menghadapi sejumlah problem yang tidak mudah. Dengan memberikan aksentuasi “sejarah manusia” untuk mengingatkan bahwa penelitian dan rekonstruksi sejarah hendaknya lebih berperspektif pada konsep manusia seutuhnya. Manusia adalah makhluk yang memiliki rohani dan jasmani. Rohani dengan manifestasinya dalam bentuk akal, rasa dan kehendak yang menjadi sumber eksistensi hanya nyata dalam realitas didalam alam jasmani. Perkembangan rohani manusia menjadi nampak dalam wadah agama, kebudayaan, peradaban, ilmu pengetahuan, seni dan teknologi. Manusia juga beraspek individu sekaligus bersosial, unik ( particular), sekaligus umum (general). Keduanya sekaligus merupakan keutuhan ( integritas), kesatuan (entitas), dan keseluruhan (totalitas). Rekonstruksi sejarahpun hendaknya utuh dan menyeluruh.

2. Pendekatan ilmu-ilmu sosial

Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial di mungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahamam yang lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah.

a. Pendekatan Sosiologi Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahaman interpretatif dalam kerangka memberikan penjelasan (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-perilaku sosial dalam sejarah. Sejauh ini perilaku-perilaku sosial tersebut lebih dilekatkan pada makna subjektif dari seorang individu (pemimpin atau tokoh), dan bukannya perilaku massa. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah menghasilkan sejarah sosial. Bidang garapannya pun sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan sejarah sosial berkaitan erat dengan sejarah sosial-ekonomi.

b. Pendekatan Antropologi Antropologi dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah manusia dan pelbagai dimensi kehidupannya. Hanya bedanya sejarah lebih membatasi diri kajiannya pada peristiwa-peristiwa masa lampau, sedang antropologi lebih tertuju pada unsur-unsur kebudayaan. Kedua disiplin ilmu itu dapat dikatakan hampir tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka, Evans-Pritchard, menyatakan bahwa ‘’Antropologi adalah sejarah’’. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Arnold J. Toynbee(1889-1975) yang menyatakan bahwa tugas seorang sejarawan tidak jauh berbeda dari seorang antropolog, ialah melalui studi komparasi berusaha mempelajari siklus kehidupan masyarakat, kemudian dari masing-masing kebudayaan dan peradaban mereka ditarik sifat-sifatnya yang universal (umum).

Fakta yang dikaji dari kedua disiplin ilmu, antropologi dan sejarah, adalah sama. Terdapat tiga jenis fakta, ialah : artefak, socifact, dan mentifact. Fakta menunjuk kepada kejadian atau peristiwa sejarah. Sebagai suatu konstruk, fakta sejarah pada dasarnya sebagai hasil strukturisasi seseorang terhadap suatu peristiwa sejarah. Maka artefak sebagai benda fisik adalah konkret dan merupakan hasil buatan. Sebagai proses artefak menunjuk hasil proses pembuatan yang telah terjadi di masa lampau. Analog dengan hal itu maka socifact menunjuk kepada peristiwa sosial yang telah mengkristalisasi dalam pranata, lembaga, organisasi dan lain sebagainya. Sedang mentifact menunjuk kepada produk ide dan pikiran manusia. Ketiganya, artifact, socifact, dan mentifact, adalah produk masa lampau atau sejarah, dan hanya dapat dipahami oleh keduanya, antorpologi dan sejarah, dengan melacak proses perkembangannya melalui sejarah. Studi ini jelas menunjukkan titik temu dan titik konvergensi pendekatan antropologi dan pendekatan sejarah.

Secara metodologi pendekatan antropologi memperluas jangkauan kajian sejarah yang mencakup : 1) Kehidupan masyarakat secara komprehensif dengan mencakup pelbagai dimensi

kehidupan sebagai totalitas sejarah ; 2) Aspek-aspek kehidupan (ekonomi, sosial, politik) dengan mencakup nilai-nilai yang menjadi landasan aspek-aspek kehidupan tersebut ; 3) Golongan-golongan sosial beserta subkulturnya yang merupakan satu identitas kelompoknya. 4) Sejarah kesenian dalam pelbagai aspek dan dimensinya, serta melacak ikatan kebudayaan.

5) Sejarah unsur-unsur kebudayaan : sastra, senitari, senirupa, arsitketur, dan lain sebagainya. 6) Berbagai gaya hidup, antara lain : jenis makanan, mode pakaian, permainan, hiburan, etos kerja, dan lain sebagainya. Dengan kata lain segala bidang kegiatan manusia dapat dicakup dalam

sejarah kebudayan.

c. Pendekatan Ilmu Politik Pengertian politik dapat bermacam-macam sesuai dari sudut mana memandangnya. Namun pada umumnya definisi politik menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Fokus perhatian ilmu politik, karenanya, lebih tertuju pada gejala-gejala masyarakat seperti pengaruh dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik, keputusan dan kebijakan, konflik dan konsessus, rekrutmen dan perilaku kepemimpinan, masa dan pemilih, budaya politik, sosialiasasi politik, masa dan pemilih, dan lain sebagainya. Apabila politik diartikan sebagai polity (kebijakan), maka definisi politik lebih dikaitkan dengan pola distribusi kekuasaan. Jelas pula bahwa pola pembagian kekuasaan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, dan kultural. Posisi sosial, status ekonomi, dan otoritas kepemimpinan seseorang dapat memberi peluang untuk memperoleh kekuasaan.

Pendekatan politik dalam penulisan sejarah menghasilkan sejarah politik. Sejarah politik dapat menggunakan berbagai pendekatan sesuai dengan topik yang dipilih.

3. Pendekatan Psikologi dan Psikoanalisis

dengan menggunakan pendekatan psikologi dan psikoanalisis studi sejarah tidak saja sekedar mampu mengungkap gejala-gejala di permukaan saja, namun labih jauh mampu menembus memasuki ke dalam kehidupan kejiwaan, sehingga dapat dengan lebih baik untuk memahami perilaku manusia dan masyarakatnya di masa lampau. Terobosan pertama yang paling terkenal dalam menerapkan psikologi dalam (depth psychology) pada studi ilmu sejarah dilakukan oleh Erik H. Erikson. Ternyata konsep-konsep mengenai krisis identitas di masa remmaja dapat digunakan untuk mengeksplanasi perilaku tokoh-tokoh sejarah terkemuka. Mengenai mengapa Martin Luther tampil sebagai reformator, Mahatma Gandhi menjadi seorang pemimpin gerakan anti kekerasan (non violence) di India, dan Adolf Hitler tampil sebagai seorang yang anti Semitis, serta Sukarno sebagai orang anti kolonialisme dan imperialisme, dapat dilacak kembali melalui analisis kehidupan tokoh-tokoh tersebut di masa remaja mereka. Dengan demikian pendekatan psycho history yang dirintis oleh Erik H Erikson telah membuka suatu dimensi baru dalam studi sejarah.

Pendekatan psycho history juga dapat dikembangkan menjadi konsep psikologi sosial (sociopsychological) untuk menjelaskan perilaku sekelompok anggota masyarakat.

4. Pendekatan Kuantitatif

Dengan pendekatan kuantitatif dimaksudkan sebagai upaya untuk mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka- angka. Quantum, quantitas dalam bahasa latin berati jumlah. Oleh sebab Dengan pendekatan kuantitatif dimaksudkan sebagai upaya untuk mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka- angka. Quantum, quantitas dalam bahasa latin berati jumlah. Oleh sebab

Metode sejarah hingga sekarang lebih cenderung menggunakan pendekatan kualitatif. Harus diakui pendekatan kualitatif mengandung banyak kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu adalah bersumber pada tiadanya kriteria yang jelas dalam penyusunan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur kebenaran data dan fakta, serta tiadanya kaidah-kaidah umum, apalagi khusus, dalam metode dan teknik menganalisis hubungan antar berbagai peristiwa sejarah, hingga dengan demikian dalam menganalisis hubungannya, lebih banyak ditentukan oleh intuisi dan imaginasi peneliti yang kadar kebenarannya tidak dapat diuji secara empirik. Generalisasi sejarah tak pernah mendasarkan diri pada infreerensi dari hubungan antara besarnya sampel dengan jumlah populasi.

Penggunaan pendekatan kuantitatif dalam metode sejarah dapat memperkecil kelemahan-kelemahan tersebut di satu pihak, dan dapat

memperbesar bobot ilmiahnya dalam analisis peristiwa-peristiwa sejarah di lain pihak. Penalaran berdasarkan tata-pikir dan prosedur statistik setidak- tidaknya dapat mengendalikan (mengontrol) analisis dan interprestasi berdasarkan pada pendapat-pendapat pribadi. Lebih jauh tata-fikir dan prosedur statistik dalam metode sejarah dapat membantu metodologi sejarah dalam mengefektifkan tugas-tugas ilmiahnya, ialah untuk memberikan penjelasan ( eksplanasi), meramalkan (prediksi), dan mengendalikan (kontrol) terhadap gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa sejarah. Dalam melakukan generalisasi, dengan demikian, sejarawan harus menjadi lebih berhati-hati dan dalam menganalisis hubungan kausal yang kompleks dan rumit dari berbagai peristiwa kiranya tidak mungkin lagi dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan pendekatan kuantitatif. Pendek kata penggunaan pendekatan kuantitatif dapat mempertajam wawasan metode sejarah.