Perkembangan Mutakhir dalam Studi Teologi Islam

B. Perkembangan Mutakhir dalam Studi Teologi Islam

Beberapa aliran Teologi sebagaimana disebutkan diatas, ada lagi beberapa aliran teologi dalam Islam seperti Syiah, Qadariyah dan Jabariyah. Aliran Khawarij,

Murji’ah dan Mu’tazilah adalah aliran yang berkembang pada masa lampau. Sekarang yang dianut mayoritas umat Islam adalah aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah yang dalam soal Iman meng anut paham moderat Murji’ah. Tetapi, pemikiran rasional Eropa yang berasal dari Islam abad kedua belas itu masuk kembali ke dunia Islam abad kesembilan belas dan kedua puluh, dan menghidupkan kembali pemikiran rasional Mu’tazilah masa silam. Dalam pada itu , kaum Syi’ah dari sejak semula tetap menganut aliran rasional dan filosofis Mu’tazilah. Inilah salah satu sebab yang membawa golongan intelektual muda Islam di Indonesia tertarik kepada buku-buku yang dikarang penulis- penulis Syi’ah. Tulisan -tulisan pengarang al- Asy’ariah pada umumnya bercorak tradisional deskriptif dan jarang bercorak analisis rasional apalagi filosofis.

Fazlur Rahman membenarkan bahwa aliran-aliran teologi semata-mata semakin menjadi bertentangan dalam pengertian teoritis. 150 Selanjutnya akhir-akhir

ini muncul gagasan dari sebagian pakar di Indonesia yang menghendaki agar diadakan kajian terhadap Teologi yang lebih memusat pada manusia (antropo centris ) dan bukan teologi yang memusat pada Tuhan (theo centris). Untuk ini perlu adanya pembaharuan Teologi, yaitu pemikiran keagaman yang merefleksikan respon manusia terhadap wahyu Allah. Meskipun dikalangan umat Islam, khuusnya umat Islam di Indonesia, pembaharuan teologi ini kurang popular karena cara berfikir fiqh telah begitu mapan di kalangan umat Islam Indonesia, tetapi walau bagaimanapun pembaharuan teologi mesti dilakukan kalau umat Islam ingin menerapkan ajaran Islam dalam kerangka kehidupan sosial yang baru dan dalam kerangka budaya universal sebagai pedoman dalam merumuskan konsep-konsep

hidupnya. 151 Gagasan untuk mencari dan memilih (antropo centris) sebagaimana dikehendaki itu sebenarnya terdapat dalam teologi Mu’tazilah. Mu’tazilah misalnya

menganut paham Qadariyah yang mangatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan untuk berbuat sesuai dengan kehendaknya. Perbuatan yang dilakukannya itu adalah perbuatannya sendiri, bukan ditentukan

150 Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam; Studi tentang Fundamentalisme Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 69.

151 Dawan Rahardjo. Umat Islam dan Pembaharuan Teologi ; dalam Aspirasi Umat Islam Indonesia , (Jakarta: LAPPENAS, 1985), cet. I. hlm. 119.

oleh Tuhan. Paham serupa ini mendorong manusia menjadi kreatif dan dinamis, bertanggung jawab dan berani mengambil inisiatif. Sikap manusia yang demikian ini sejalan dengan pola hidup modern. Demikian pula paham Mu’tazilah tentang keadilan Tuhan adalah sangat mengandung pesan anthropo centris itu. Menurut paham ini Tuhan harus berbuat sesuai dengan kesanggupan yang ada pada manusia, dan tidak boleh berbuat di luar kesanggupan manusia itu. Manusia juga dianggap dapat menentukan baik dan buruk berdasarkan kreatifitasnya sendiri, tanpa menunggu komando wahyu dari Tuhan. Dengan demikian terbukalah gagasan inovatif dan kreatif sesuai dengan tuntutan masyarakat. Demikian pula keharusan menjauhi perbuatan yang buruk atau jahat sekalipun wahyu baelum dating sudah harus dilakukan. Dengan demikian tidak akan terjadi perbuatan sekehendak hati melainkan ada aturan yang disepakati dan kemudian berkembang menjadi norma. Selain itu manusia juga dituntut untuk mengembangkan sikap berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar. Teologi Mu’tazilah nampaknya akan menjadi teologi yang sejalan dengan tuntutan zaman, dan akan diperhitungkan karena sifatnya yang banyak melahirkan kreatifitas manusia walaupun ini baru dalam dataran teoritis

yang masih perlu dibuktikan. 152 Sebaliknya adanya dominasi teologi Asy’ariyah dengan beberapa

karakteristiknya mendorong pengamat dan peneliti mengambil kesimpulan, bahwa aliran teologi ini bertanggung jawab atas keterbelakangan sosial-ekonomi kaum muslimin di Indonesia. Aliran Asy’ariyah yang bersifat Jabariyah ( pridestinasi ) dipandang telah melemahkan etos sosial-ekonomi umat Islam, sehingga mereka lebih cenderung menyerah kepada takdir daripada melakukan usaha-usaha kreatif

untuk memperbiki dan memajukan diri dan masyarakat mereka. 153