Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Dalam KUHPerdata Pasal 1367, disebutkan mengenai ketentuan ganti kerugian, yang menyatakan bahwa. Pasal 1367 “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang di sebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau di sebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Orangtua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang di sebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali. Majikan dan orang yang
mengangkat orang lain 39 …”
Apabila dikaitkan dengan kegiatan dalam hal penggunaan produk bank khususnya electronic banking yang menyebabkan kerugian bagi nasabah. Pasal tersebut dapat diartikan bahwa bank akan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang
38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 39 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 39 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
1. Adanya suatu perbuatan yang dilakukan oleh bank yang bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perbankan dan perbuatan tersebut tidak terdapat unsur pembenar;
2. Perbuatan yang dilakukan oleh bank telah menimbulkan kerugian bagi nasabah penyimpan;
3. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bank dengan kerugian yang di derita oleh nasabah penyimpan. 40
Hubungan antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual atau hubungan berdasarkan atas perjanjian, oleh sebab itu jika salah satu pihak tidak melakukan hal sebagaimana dimaksudkan dalam perjanjian tersebut maka dapat dikatakan bahwa terjadi wanprestasi atas perjanjian tersebut. Akibat hukum bagi pihak yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa:
a. Membayar kerugian yang diderita (ganti rugi);
b. Pembatalan perjanjian;
c. Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak di penuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
d. Membayar biaya perkara, kalau sampai di perkarakan di depan hakim.
Pihak yang melakukan wanprestasi wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi yang tertera dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga yang tertera dalam Pasal 1244 KUH Perdata - 1246 KUH Perdata. Maka dari itu jika ada pihak baik bank, nasabah ataupun pihak ketiga yang melakukan wanprestasi maka pihak tersebut harus menganti kerugian yang dialami oleh nasabah, tetapi jika nasabah sendiri yang menyebabkan kerugian bagi dirinya maka nasabah tidak dapat menuntut pihak bank untuk melalukan ganti rugi.
Dari paparan di atas dapat di katakana bahwa perlindungan hukum yang dikeluarkan pemerintah bagi nasabah pengguna electronic banking tidak hanya terbatas
40 ibid 40 ibid
Berikut ini adalah gambaran mengenai perlindungan hukum dari berbagai peraturan yang ada seperti yang telah dipaparkan di atas
UU Perbankan Bank Indonesia
UU Perlindungan
Otoritas Jasa
Konsumen
Keuangan
KUHPerdata UU ITE
KUHP
1.2.3 Gambaran Sharing Responsibility dalam perlindungan hukum bagi nasabah pengguna electronic banking
Perlindungan hukum yang di buat pemerintah dan di tuangkan dari berbagai peraturan-peraturan di atas dapat digunakan untuk melindungi nasabah pengguna electronic banking . Lalu bagaimana dengan bank, jika suatu kesalahan atau kelalaian Perlindungan hukum yang di buat pemerintah dan di tuangkan dari berbagai peraturan-peraturan di atas dapat digunakan untuk melindungi nasabah pengguna electronic banking . Lalu bagaimana dengan bank, jika suatu kesalahan atau kelalaian
Tetapi sebelum membahas mengenai sharing responsibility terlebih dahulu penulis akan menggambarkan pihak mana saja yang terlibat dalam transaksi electronic banking yang antara lain
a. Nasabah Bank (Bilateral)
b. Nasabah Pihak ketiga Bank (Multilateral)
c. Multilateral Pihak Bank Selanjutnya pengaturan mengenai sharing responsibility terdapat dalam Pasal
30 OJK menyatakan bahwa;
1) Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, ojk berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi:
a. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan dimaksud;
b. Mengajukan gugatan:
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penugasan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik;dan/atau
2. untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
2) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. 41
Pasal tersebut menyatakan bahwa apabila terjadi suatu kerugian yang dialami nasabah, baik karena perbuatan pihak bank, pihak ketiga atau pihak bank dan pihak
41 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Informasi dan Trankasisi Electronik 41 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Informasi dan Trankasisi Electronik
UU Perlindungan Konsumen yang selama ini menjadi pedoman nasabah selaku konsumen dalam memperoleh suatu perlindungan atas hak yang dimilikinya juga mengatur mengenai sharing responsibility hal ini termuat dalam Pasal 5 butir a, Pasal 6 butir b,c,d dan pasal 27 butir d. Yang menyatakan bahwa;
Pasal 5 butir a Kewajiban konsumen adalah :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
Dalam Pasal ini mengandung arti bahwa selain pihak bank yang harus aktif memberika informasi menggenai produk electronic banking yang dimilikinya pihak nasabah juga mempunyai kewajiban untuk mengikuti petunjuk dan informasi yang telah disediakan oleh pihak bank agar tidak terjadi kerugian dikemudian hari yang dapat merugikan nasabah sendiri akibat perbuatan atau kelalaiannya.
Pasal 27 butir d UU Perkos juga membebaskan pelaku usaha yang dalam hal ini pihak bank. Pasal 27 butir d tersebut menyatkan bahwa
“pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
d. 42 kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;”
Hal ini juga didukung dengan adanya Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen yang melindungi pihak bank apabila kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian pada nasabah tersebut bukan disebabkan karena kesalahan atau kelalian pihak bank
42 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 42 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Hak pelaku usaha adalah :
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Dalam Pasal 15 ayat 1 UU ITE di sebutkan bahwa;
1. Setiap penyelengara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara handal dan aman serta bertanggungjawab terhadap beroprasinya sistem elektronik sebagai mestinya.
Dalam Pasal ini juga termuat bahwa setiap bank yang menyelenggarakan sistem electronic banking harus menyelenggarakan sistem tersebut secara handal dan aman serta bertanggungjawab terhadap beroprasinya sistem electronic banking tersebut sebagai mestinya. Secara a contrario dapat dianalisis bahwa apabila dapat dibuktikan penyelenggaraan electronic banking yang dilakukan oleh bank ternyata tidak aman, maka pihak bank bertanggung jawab atau dipersalahkan terkait dengan terjadinya gangguan yang menyebabkan kerugian terhadap nasabah tetapi sebaliknya apabila sitem electronic banking yang di miliki oleh pihak bank aman dan pihak bank tidak melakukan kesalahan maka pihak bank tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh nasabah.
Dalam Pasal 21 UU ITE juga menyebutkan bahwa (1) Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak
yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik. (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. Jika dilakukan melalui agen elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik.
(3) Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik.
(4) Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna sistem elektronik. 43
Dalam KUHPerdata juga di sebutkan mengenai sharing responsibility hal ini termuat dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata yang menyatakan bahwa.
Pasal 1365
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”
Pasal 1366
“Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang
Di sebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian Yang di 44 sebabkan kelalaian atau kesembronoannya”
Dari ketentuan di atas yang didapatkan dari berbagai peraturan perundangan yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila kerugian materil yang diderita nasabah pengguna electronic banking di sebabkan oleh karena kesalahan dari nasabah sendiri, maka nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak bank karena kesalahan tersebut dilakukan oleh nasabah bank pengguna electronic banking itu sendiri.
Jika kerugian materil yang diderita oleh nasabah pengguna electronic banking disebabkan oleh karena kesalahan dari pihak bank maka, pihak bank harus memenuhi tuntutan nasabah dan bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang telah diderita oleh nasabah pengguna electronic banking.
43 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 44 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Jika kerugian materil yang diderita oleh nasabah pengguna electronic banking disebabkan karena pihak ketiga maka, pihak ketigalah yang harus memenuhi tuntutan serta bertanggung jawab atas kerugian yang diderita nasabah pengguna electronic banking.
Atau dapat dikatakan bahwa siapa yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah pengguna electronic banking maka dialah yang harus mengganti sejumlah kerugian yang diakibatkan karena perbuatanya. Di dalam KUH Perdata juga dikenal istilah tanggung renteng yang diatur dalam pasal 1278 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1295 KUH Perdata. Tanggung renteng dapat diartikan sebagai suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan satu orang kreditor, dimana salah satu dari debitur itu telah membayar utangnya pada kreditor, maka pembayaran itu akan membebaskan teman-teman yang lain dari utang. Prinsip tanggung renteng ini sebenarnya tidak dapat diterapkan dalam hal pertanggung jawaban atas kerugian yang dialami oleh nasabah pengguna electronic banking dikarenakan dalam hal pertanggung jawaban atas kerugian yang dialami nasabah hanya dibebankan kepada pihak yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah itu sendiri. Tetapi prinsip ini dapat muncul atau bahkan diterapkan dalam transaksi electronic banking apabila ada suatu perjanjian antara pihak bank dan nasabah sebelumnya.
Seperti yang telah di paparkan di atas mengenai perlindungan hukum bagi nasabah pengguna electroning banking serta sharing responsibility dalam penggunaan produk electronic banking yang di tawarkan oleh pihak bank. Penulis akan menganalisis apakah sudah benar dan sudah tepat dan apakah hukum yang berlaku sekarang sudah ideal untuk menerapkan suatu sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah pengguna electronic banking .
Saat nasabah ingin mempunyai produk electronic banking yang ditawarkan oleh pihak bank, maka nasabah mempunyai kewajiban untuk menyetujui berbagai persyaratan yang dibuat oleh pihak bank. Ketika nasabah telah setuju dengan persyatan tersebut pihak bank memberikan produk electronic banking yang dapat diakses oleh nasabah beserta dengan paswoard, login ID dan PIN. Dan nasabah selaku konsumen mempunyai tanggung jawab untuk menjaga paswoard, login ID dan PIN dari pihak lain dari kemungkinan pihak lain menggunakannya untuk keuntungan dirinya sendiri. Selain kewajiban yang ditekankan pada nasabah pihak bank mempunyai tanggung jawab untuk mengamankan sistem electronic banking serta menjaga rahasia nasabahnya seperti yang termuat dalam pasal 1 angka 28 dan pasal 40 hal ini di maksudkan agar nasabah yang menggunakan produk electronic banking terhidar dari ancaman yang berakibat kerugian pada nasabah. Hal ini juga telah di realisasikan pihak bank dengan menggunakan suatu sistem yang bersandar internasional dalam pengamanan sistem electronic banking .
Tetapi walaupun pihak bank sudah berusaha keras untuk memberikan perlindungan bagi nasabah tidak dapat dipungkiri bahwa resiko kerugian tetaplah ada. Kerugian tersebut dapat di akibatkan karena pihak bank, nasabah sendiri maupun pihak ketiga. jika kerugian tersebut disebabkan oleh bank maka dapat dikatakan hal ini di sebabkan karena bank lalai atau bahkan tidak memberikan informasi dengan jelas mengenai penggunaan produk electronic banking dan adannya gangguan (error) atau virus yang menyerang sistem electroning banking milik bank yang ketika diakses oleh nasabah virus tersebut masuk ke perangkat nasabah baik berupa laptop, computer atau handphone nasabah yang pada ahkirnya menyebabkan nasabah kehilangan sejumlah uang yang disimpan pada bank tersebut maka jelaslah bahwa pihak bank selaku pelaku usaha yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang di alami oleh nasabah. Hal ini
didukung oleh UU Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf f disebutkan bahwa pelaku usaha yaitu pihak bank mempunyai kewajiban untuk memberikan ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan suatu barang atau jasa yang dalam hal ini adalah electronic banking Pasal 7 ini di pertegas dengan adanya Pasal 19 yang membahas mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan pasal pasal 1365-1366 KUHPerdata. Dalam Pasal tersebut jelas disebutkan mengenai prinsip tanggung jawab mutlak atau strict liability adalah bentuk khusus dari trot (perbuatan melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan kepada kesalahan. tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku langsung bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Prinsip strick liability ini disebut juga dengan liability without fault bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada nasabah pengguna electronic banking bawasannya dalam hal pemanfaatan produk electronic banking tersebut merugikan nasabah seperti ketentuan-ketentuan yang telah dipaparkan di atas tetapi Pasal tersebut dapat di patahkan apabila pihak bank dapat membuktikan bahwa tidak melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah.
Tetapi jika kerugian yang di alami oleh nasabah dikarenakan perbuatan nasabah sendiri hal ini dapat disebabkan karena nasabah telah lalai dalam penggunaan produk electronic banking , tedapat virus yang menyerang perangkat nasabah yang tidak diketahui nasabah, pemakaian laman electronic banking yang tidak resmi atau bahkan nasabah lalai dan memberitahukan password, ID login dan PIN pada orang lain yang memungkinkan orang lain untuk mudah mengakses data nasabah pengguna electronic banking maka nasabahlah yang harus bertanggung jawab pada dirinya sendiri untuk kerugian yang di deritanya.
Jika kerugian yang di alami oleh nasabah disebabkan karena pihak ketiga hal ini dikarenakan pihak ketiga secara sengaja mengincar data nasabah pengguna electronic banking yang kemudian menyusupkan suatu virus yang menyerang perangkat nasabah sehingga pihak ketiga dengan mudah dapat mengakses data nasabah dan membelokan sejumlah uang nasabah ke reneningnya maka dapat dikatakana bahwa tanggung jawab atas kerugian yang dialmai oleh nasabah tersebu berada pada pihak ketiga.
Dalam kaitannya dengan tuntutan pada pihak ketiga untuk menganti kerugian yang dialami oleh nasabah apabila nasabah mengalami kerugian, hal ini menjadi suatu pekerjaan yang sulit apabila pihak bank harus membuktikan bahwa kerugian yang dialami nasabah disebabkan karena pihak ketiga. selain itu juga ada kesenjangan jika tanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh nasabah tersebut menjadi kesalahan pihak ketiga, karena pada dasrnya pihak banklah yang mengelola sistem electronic banking secara keseluruhan dan apabila terjadi suatu kerugian yang diakibatkan oleh pihak ketiga itu berarti ada kelemahan dalam sistem electronic banking yang dimiliki oleh pihak bank tersebut karena dalam UU ITE Pasal 15 menyatakan bahwa setiap bank yang menyelenggarakan sistem electronic banking maka bank tersebut harus bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan electronic banking yang aman dan handal kepada nasabahnya.
Dan karena itu maka tidak dapat dipersalahkan pada pihak ketiga saja apabila pihak ketiga mengambil atau membelokan sejumlah uang nasabah karna pada dasarnya kesalahan terdapat pada pihak bank yang kurang memperhatikan sistem keamanan electronic banking. Hal ini juga didukung dengan Pasal 1 angka 28 UU Perbankan yang mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pasal ini juga di pertegas dengan adanya pasal 40 yang mewajibkan bank untuk merahasiakan keterangan Dan karena itu maka tidak dapat dipersalahkan pada pihak ketiga saja apabila pihak ketiga mengambil atau membelokan sejumlah uang nasabah karna pada dasarnya kesalahan terdapat pada pihak bank yang kurang memperhatikan sistem keamanan electronic banking. Hal ini juga didukung dengan Pasal 1 angka 28 UU Perbankan yang mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pasal ini juga di pertegas dengan adanya pasal 40 yang mewajibkan bank untuk merahasiakan keterangan
Jadi dengan kata lain bank memiliki kewajiban untuk menjaga seluruh rahasia nasabahnya maka apabila nasabah sudah menjaga rahasia banknya dengan baik dan tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai PIN, login ID dan Password dapat dikatakan bahwa yang melakukan kesalahan adalah pihak bank yaitu dalam pengaturan self regulation yang di keluarkan yang menyebabkan pihak ketiga dapat melakukan kejahatan melalui sistem electronic banking nasabah. Tetapi berbeda halnya jika nasabah menggunakan laman atau website electronic banking yang tidak resmi yang memang sengaja dibuat oleh pihak ketiga utuk mengelabuhi nasabah pengguna electronic banking guna untuk membelokkan sebagian uang atau seluruh uang milih nasabah. Maka dalam hal ini nasabahlah yang diangap cerobah dan lali sehingga tanggung jawab atas kerugian ada pada nasabah sendiri. Hal ini tertera dalam Pasal 19 UU ITE yang mengharuskan nasabah menggunakan sistem electronic yang disepakati.
Beban pembuktian seperti yang tertera dalam Pasal 22 UU Perlindungan Konsumen memang menjadi tanggung jawab pihak bank selaku pelaku usaha. Jadi apabila pihak bank selaku pelaku usaha dapat menemukan pihak ketiga yang membelokan sejumlah atau bahkan seluruh uang nasabah tersebut. Tanggung jawab pihak bank hanya sebatas meminta pihak ketiga untuk mengembalikan sejumlah uang yang diambil dari nasabah. Tetapi jika pihak nasabah ingin melakukan proses hukum selanjutnya kepada pihak kegita, itu menjadi hak dan kewenangan dari nasabah sendiri.
Seperti yang dijelaskan di atas mengenai batas tanggung jawab pihak bank, nasabah dan pihak ketiga. batas tanggung jawab tersebut juga diatur dalam berbagai peraturan yang ada. Tetapi disayangkan bahwa dalam UU Perbankan, UU BI, SEBI dan PBI tidak mengatur mengenai batas tanggung jawab tersebut. Dalam UU perbankan Seperti yang dijelaskan di atas mengenai batas tanggung jawab pihak bank, nasabah dan pihak ketiga. batas tanggung jawab tersebut juga diatur dalam berbagai peraturan yang ada. Tetapi disayangkan bahwa dalam UU Perbankan, UU BI, SEBI dan PBI tidak mengatur mengenai batas tanggung jawab tersebut. Dalam UU perbankan
Begitu pula dalam UU OJK, dalam UU ini tidak disebutkan secara jelas mengenai batas tanggung jawab baik pihak bank, nasabah maupun pihak ketiga. hanya terdapat satu Pasal yaitu Pasal 30 UU ITE yang mengatur mengenai kewenangan OJK untuk mengajukan tuntutan apabila masyarakat atau nasabah merasa di rugikan karena produk yan di tawarkan oleh pihak bank. Tetapi dalam POJK ketentuan mengenai batas tanggung jawab bank ini tidak di jelaskan melalui POJK ini hanya manajemen resiko yang di tekankan dalam hal pengadua nasabah dan penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah.
Maka dari itu perlu UU atau peraturan lain yang guna mengatur mengenai batasan tanggung jawab dalam penggunaan electronic banking ini di karenakan peraturan inti dari UU Perbankan, UU BI, SEBI, PBI, OJK dan POJK yang seharusnya mengatur hal tersebut tetapi faktanya tidak ada satu ketentuan khusus yang mengatur mengenai batas tanggung jawab ini. Maka dalam menganalisis hal tersebut diperlukan aturan lain guna untuk menyelesaikan permasalahan yag sering muncul dalam penggunaan produc electronic banking. Peraturan yang mengatur mengenai batas tanggung jawab ini terdapat dalam UU ITE, UU Perkos, KUHP dan KUHPerdata seperti yang tertera di atas.
Dalam PBI dan POJK hanya ada aturan mengenai pengaduan nasabah yang mengalami kerugian. Tetapi apabila nasabah tidak puas akan hasil dan kesepakatan yang di keluarkan oleh pihak bank maka nasabah mempunyai hak untuk menagjukan gugatan dalam lingkup pengadilan seperti yang tertera dalam Pasal 45 UU Perkos. Dalam KUHP terdapat suatu sanksi pidana guna untuk menyelesaikan sengketa antara bank, nasabah dan pihak ketiga yang terdapat dalam Pasal 406, Pasal 362 dan Pasal 378 KUHP.
Dari papran di atas juga telah memberikan gambaran bahwa kurangnya suatu aturan yang tepat dalam UU Perbankan, UU BI, UU OJK, SEBI, PBI dan POJK dalam kaitannya dengan batasan tanggung jawab. Tetapi peraturan mengenai batasan tanggung jawab antara pihak bank, nasabah dan pihak ketiga justru didapatkan dalam UU ITE, UU Perkos, KUHP dan KUHPerdata. Sehingga dalam hal ini seharusnya ada suatu aturan khusus dalam UU Perbankan, UU BI, SEBI, PBI, OJK dan POJK yang mengatur mengenai batas tanggung jawab yang memungkinkan terdapat suatu keadilan baik bagi nasabah yang mengalami kerugian maupun pihak bank apabila kesalah tidak di sebabkan karena kesalah pihak bank. Selain itu juga beluma ada suatu hukum yang ideal dalam UU Perbankan, UU BI, SEBI, PBI, UU OJK, POJK yang mengatur mengenai hal tersebut sehingga dalam memecahkan suatu masalah yang berhubungan dengan electronic banking masih diperlukan pengarahan dari berbagai peraturan- peraturan yang tersedia selain dari UU Perbankan, UU BI, SEBI, PBI, UU OJK dan POJK. Oleh karena itu sangat ideal menurut penulis bila pengarahan tentang electronic banking diatur dalam UU Perbankan sebagai government regulation.