BAB II Tinjauan Pustaka dan Pembahasan 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pengguna Elektronik Banking dalam Perspektif Hukum Perbankan
BAB II Tinjauan Pustaka dan Pembahasan
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum
Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Memang dalam suatu lalu lintas kepentingan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak lain.
Menurut Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasannya dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak hal ini di karenakan tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja yaitu yang di berikan oleh hukum kepada seseorang. Oleh karena itu menurut hukum bukan hanya kepentingan saya saja yang mempeoleh perlindungan, tetapi juga kehendak saya. Berkaitan dengan itu, lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat bergantung pada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya Menurut Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasannya dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak hal ini di karenakan tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja yaitu yang di berikan oleh hukum kepada seseorang. Oleh karena itu menurut hukum bukan hanya kepentingan saya saja yang mempeoleh perlindungan, tetapi juga kehendak saya. Berkaitan dengan itu, lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat bergantung pada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya
Perlindungan hukum ini terjadi karena adanya suatu hubungan hukum antara pihak bank dengan nasabahnya. Hubungan yang terjadi antara dua pihak ini didasarkan oleh suatu perjanjian, untuk itu tentu adalah sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank.
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindugan terhadap nasabah penyimpan dana. Dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu;
a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection) Yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kerugian bank. Perlindungan ini diperoleh dengan melalui;
1) Perturan perundang-undangan di bidang perbankan;
2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang di lakukan oleh Bank Indonesia;
3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya;
4) Memelihara tingkat kesehatan bank;
5) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian;
6) Menyediakan informasi resiko pada nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit (eksplicit deposit protection) Yaitu perlindungan yang meliputi pembentukan suatu lembaga guna menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang di simpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.
Selain perlindungan hukum menurut Marulak Pardede di atas, perlindungan hukum dapat di kategorikan menjadi dua bagian besar, antara lain;
1. Perlindungan tidak langsung Berupa perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hl yang di kemukakan berikut ini;
1) Prinsip kehati-hatian (prudential principle) Menurut ketentuan Pasal 2 UU Perbankan di kemukakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usaha berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana di maksud dalam ketentuan Pasal 2 di atas, 1) Prinsip kehati-hatian (prudential principle) Menurut ketentuan Pasal 2 UU Perbankan di kemukakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usaha berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana di maksud dalam ketentuan Pasal 2 di atas,
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung- an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya. Bank dalam menjalankan usahannya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat di pertanggung jawabkan secara hukum.
2. Perlindungan langsung Merupakan suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung, terhadap kemungkinan timbulnya resiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan secara langsung ini, dapat ditemukan dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan yang selengkapnya menyatakan bahwa;
Pasal 29 ayat(4)
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi Mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan
dengan transaksi 1 nasabah yang dilakukan melalui bank.”
Walaupun UU Perbankan sudah sangat jelas mengatur bahwa bank harus secara transparan memberikan informasi kepada nasabah mengenai suatu produk yang ditawarkan pihak bank, guna untuk meminimalkan tingkat kerugian yang diderita nasabah dan juga pihak bank sudah melakukan apa yang diperintahkan UU kepadannya. Tetapi tidak dapat di pungkiri resiko kerugian bagi nasabah penyimpan
1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998
undangan yang terkait dengan kegiatan usaha yang dilakukan. 2 Sehubungan dengan pengertian perlindungan hukum yang dipaparkan di atas
penulis beranggapan bahwa perlindungan hukum adalah suatu upaya yang diberikan oleh pemerintah yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang ada dengan tujuan untuk melindungi setiap hak dan kepentingan seseorang, lembaga atau suatu organisasi yang hak dan kepentingannya dirampas oleh orang, lembaga atau organisasi tertentu lainnya. Selain itu juga perlindungan hukum dapat digunakan sebagai langkah prefentif yang dapat mencegah seseorang, lembaga atau organisasi tertentu yang melanggar hak dan kepentingan seseorang, lembaga atau organisasi lainnya, hal ini dikarenakan di dalam setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat sanksi yang diterapkan yang membuat para pelaku berfikir ulang untuk melanggar hak dan kepentingan seseorang, lembaga atau organisasi lain.
2.1.2. Pengertian Bank dan Nasabah
Pengertian Bank menurut Pasal 1 huruf 2 UU Perbankan
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan 3 taraf hidup rakyat banyak”
Kemudian pengertian bank tersebut juga dipertegas dengan adanya pendapat para ahli yang mengemukakan;
1. G.M. Verryn Stuart yang tertuang dalam buku berjudul bank politik yang mengartikan bank bahwa suatu badan yang memiliki tujuan dalam memuaskan
2 Chatamarrasjid, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, h.121-133. 3 Pasal 1 huruf 2, op. cit.
segala kebutuhan kredit atau to satisfy the needs of credit, baik itu dengan jalan menggunakan alat-alat pembayaran sendiri ataukah dengan menggunakan uang yang telah di dapatkan dari orang lain, maupun dengan cara mengedarkan alat-alat penukar tersebut dalam bentuk uang giral atau circulate new tool excange in the
form of demand deposits; 4
2. B.N. Ajuha menyatakan bahwa pengertian bank adalah suatu tempat untuk menyalurkan modal dari mereka yang tidak mampu menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk
keunntungan masyarkat. 5
Dari pengertian bank menurut UU Perbankan dan dari pendapat para ahli di atas penulis berpendapat bahwa bank adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta yang di gunakan untuk menyimpan uang dari seseorang, lembaga lain atau organisasi tertentu yang biasa disebut nasabah. Yang dalam hal ini nasabah tersebut mempunyai uang berlebih yang disimpankan di bank yang bersangkutan, kemudian bank menyalurkan kembali uang-uang tersebut kepada seseorang, lembaga lain atau organisasi tertentu yang kekurangan dana, dengan ketentuan-ketentuan dan syarat yang telah di tentukan oleh pihak bank.
Sedangkan pengertian nasabah di atur dalam Pasal 1 angka 16 dan dipertegas dengan adanya pembagian nasabah kedalam dua jenis golongan yang diatur dalam Pasal 1 angka 17 dan Pasal 1 angka 18 UU Perbankan yang menyatakan bahwa;
Pasal 1 angka 16 “Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank”
Pasal 1 angka 17
“Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya …”
Pasal 1 angka 18
“Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit …” 6
dari penjelasan mengenai pengertian nasabah yang dikutip dari UU Perbankan di atas, penulis berpendapat bahwa nasabah adalah seseorang, lembaga lain atau
4 http://majalaremaja.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-bank-menurut-prof-gm-verryn.html di ambil tanggal 26 Agustus 2016.
5 http://www.gurupendidikan.com/pengertian-bank-menurut-para-ahli-2/ di ambil tanggal 26 Agustus 2016. 6 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan 5 http://www.gurupendidikan.com/pengertian-bank-menurut-para-ahli-2/ di ambil tanggal 26 Agustus 2016. 6 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
2.1.3. Hubungan Hukum Nasabah dengan Bank
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai hubungan hukum dan kedudukan nasabah beserta hak, kewajiban, dan tanggung jawab hukum dari bank kepada
nasabahnya. 7
1. Hubungan Bank dengan Nasabah Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan nonkontraktual.
a. Hubungan Kontraktual Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontaktual. Hal ini berlaku hampir semua nasabah baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana). Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak (buku ketiga). Sebab menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang di buat secara sah berkekuatan sama dengan UU bagi kedua belah pihak.
Terdapat 3 (tiga) tingkatan dari pemberlakukan hubungan kontraktual pada hubungan antar nasabah penyimpan dana dan pihak bank, yang sebagai berikut
1) Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah);
2) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan debitur-kreditur;
3) Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.
1. Hubungan Nonkontraktual
7 Munir Fuady, op.cit, h.99.
Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan nasabah selain dari hubungan kontraktual, antara lain;
a. Hubungan Fidusia (fiduciary Relation);
b. Hubungan Konfidensial;
c. Hubungan Bailor-Bailee;
d. Hubungan Principal-Agent;
e. Hubungan Mortgagor-Mortgagee dan;
f. Hubungan Trustee-Beneficiary.
Akan tetapi, berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak yang telah disepakati pihak bank dan nasabah. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui eksistensi dari hubungan-hubungan tersebut. Misalnya dalam hubungan dengan lembaga perbankan “trust” merupakan factor utama yang harus dijaga oleh pihak bank. Sehingga dalam hal pihak bank dan nasabah ingin membuat suatu kontrak maka, kontrak tersebut harus dibuat dan ditaati bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya, karena kontrak tersebut bersifat sama seperti UU bagi kedua belah pihak.
Hal yang sama berlaku pula bagi nasabah dan bank dalam hal perubahan policy. Bank wajib memberitahu nasabah mengenai perubahan policy secara signifikan di karenakan dapat mempengaruhi account pihak nasabah. Walaupun hal tersebut tidak ditentukan dalam kontrak, tetapi ada semacam fiduciary relation yang menyebabkan pihak bank mempunyai fiduciary obligation untuk melakukan disclosure mengenai hal tersebut kepada nasabahnya. Begitu pula misalnya dalam hal bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, maka dalam hal ini bank menempatkan posisinya sebagai pelaksana amanat dari nasabahnya. Atau dalam hal bank bertindak sebagai custodian, maka bank akan memposisikan diri dalam kedudukan sebagai penerima kuasa atau sebagai trustee dari nasabahnya. Di samping itu adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank yang sebenarnya hal Hal yang sama berlaku pula bagi nasabah dan bank dalam hal perubahan policy. Bank wajib memberitahu nasabah mengenai perubahan policy secara signifikan di karenakan dapat mempengaruhi account pihak nasabah. Walaupun hal tersebut tidak ditentukan dalam kontrak, tetapi ada semacam fiduciary relation yang menyebabkan pihak bank mempunyai fiduciary obligation untuk melakukan disclosure mengenai hal tersebut kepada nasabahnya. Begitu pula misalnya dalam hal bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, maka dalam hal ini bank menempatkan posisinya sebagai pelaksana amanat dari nasabahnya. Atau dalam hal bank bertindak sebagai custodian, maka bank akan memposisikan diri dalam kedudukan sebagai penerima kuasa atau sebagai trustee dari nasabahnya. Di samping itu adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank yang sebenarnya hal
semacam amanah yang diemban pihak bank untuk kepentingan nasabannya. 8
2.1.4. Pengertian Elektronik Banking
Seperti telah disebutkan bahwa sejak manusia mulai mengenal uang. Maka sudah terbentuk beberapa cara pengirimanan uang. Mulai dari cara yang sederhana, yakni dengan membawa sendiri atau menyuruh orang lain membawa uang, sampai dengan sistem yang canggih-canggih seperti saat ini. Salah satu bukti dari perkembangan teknologi khususnya dalam dunia perbankan adalah dengan adanya suatu inovasi baru dari pihak bank berupa electronic banking. Electronic banking merupakan dana dimana 1 (satu) atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan memanfaatkan kecanggihan tegnologi. Bagian-bagian dalam transfer dana yang dulu memakai paper based, tetapi kemudia diganti dengan menggunakan sistem electronic, diantaranya adalah dengan pengirimanan pesan electronic diantara bank pengirim dengan bank penerima. Misalnya, model lama tersebut diganti dengan intruksi pembayaran via teleks, SWIFT (the society for worldwide interbank financial telecommunications) atau hubungan computer to computer.
Karenya banyaknya produk yang dikeluarkan electronic banking maka penulis membatasi hanya jaringan internet dan pemanfaatan perangkat yang digunakan nasabah dalam hal ini adalah computer atau bahkan hanphone milik nasabah yang dapat digunakan untuk mengakses segala informasi yang berkaitan dengan bank serta
8 Ibid h.100-103 8 Ibid h.100-103
Pengiriman uang via elektronik (seperti lewat komputer bahkan mungkin lewat internet) atau lewat telphon akan tidak mempunyai bukti tertulis sama sekali. Hal itu tentu akan rentan terhadap timbulnya kerawanan-kerawanan dan timbul disputes dikemudian hari di samping dapat terjadi pula penipuan atau pemalsuan. Karena itu banyak bank yang menggunakan teknik ini akan menggunakan sistem konfirmasi tertulis yang dilakukan segera setelah transfer melalui media electronic. Di samping itu tersedia pula berbagai model pengamanan yang lain seperti pemberian contoh tanda
tangan , penentuan seperti apa yang disebut istilah test key dan lain-lain. 9
Ada beberapa ciri dari transfer elektronik yang membedakannya dengan sistem konvensional yang memakai warkat (paper based), ciri-ciri dari transfer elektronik tersebut adalah sebagai berikut;
1. Pemakaian sistem elektronik yang canggih Salah satu ciri dari transfer elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik yang canggih dalam proses transfer tersebut yang telah memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan bank dan dilengkapi dengan aturan main dan alat pengaman yang jelas. Berbagai tahap transfer yang dahulu digunakan dengan warkat dan di kirim dengan surat sekarang ini diganti dengan sistem elektronik.
2. Batch Transmisson Transmisi ramai-ramai (batch transmission) merupakan ciri lain dari transfer elektronik ini. Dengan berbagai pertimbangan, seperti kepraktisan dan penghematan biaya maka transmisi ramai-ramai digunakan, yakni berbagai transfer yang di
9 Munir Fuady op.cit.h.103.
akumulasi menjadi 1 (satu) dan dilakukan sekali transfer untuk keseluruhan transfer tersebut.
3. Transfer yang lebih mengaktifkan nasabah Sistem konvensional yang hampir seluruh proses dan administrasi pengiriman uang dilakukan oleh pegawai bank kini di ganti dengan sistem dimana pihak nasabah pengirim uang lebih berperan dan mengambil beberapa porsi dari kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh pegawai bank tersebut. Bahkan, transfer uang tersebut dapat dilakukan hanya oleh nasabah pengirim uang dengan memasukkan data kedalam sistem perbankan dan diproses langsung oleh sistem komputer perbankan tanpa campur tangan pihak pegawai bank yang bersangkutan. Beberapa perangkat yang digunakan dalam sistem transaksi yang mengaktifkan nasabah adalah sebagai berikut;
a. Cash dispenser;
b. Point-of sale terminal;
c. Mesin ATM;
d. On-line computer terminal;
e. Home banking terminal;
f. Nomor PIN;
g. Karu plastic dengan stripe magnit;
h. Kartu microcircuit;
i. 10 Dan lain-lain. Dari pengertian mengenai electronic banking di atas penulis berpendapat bahwa elektronik banking adalah suatu inovasi baru yang ditawarkan oleh pihak bank kepada nasabahnya. Layanan ini dapat memudahan nasabah dalam melakukan berbagai hal yang dahulunya hanya dapat di lakukan di kantor cabang sekarang dapat di lakukan dengan mudah hanya dengan computer dan mengunakan jaringan internet.
10 Ibid, h.122.
2.1.5. Tujuan Elektronin Banking
Institusi perbankan dalam penerapan electronic banking harus memberikan jasa pelayanan yang lebih sesuai dengan kehendak nasabah dan lebih menjamin keamanannya sehingga terciptalah kenyamanan dan kepuasan dari para nasabah penggunaan electronic banking. Dalam hal penggunaan electronic banking. Media internet memerankan peran yang penting guna kelancaran suatu transfer melalui media electronic. Electronic banking sendiri tidak hanya memudahkan nasabah dalam melalukan berbagai hal melalui media electronic, tetapi juga bagi pihak bank penggunaan electronic banking ini dapat meringankan tugas pegawai bank. Berikut tujuan electronic banking bagi pihak bank maupun nasabah;
a. Bagi Bank Adapun tujuan electronic banking bagi pihak bank yaitu:
1. Menjelaskan produk dan jasa seperti, pemberian pinjaman dan kartu kredit;
2. Menyediakan informasi mengenai suku bunga dan kurs mata uang asing yang terbaru;
3. Memberikan daftar lokasi kantor bank tersebut dan lokasi ATM;
4. Memberikan gambaran mengenai bank;
5. Memberikan pelayanan kepada nasabah untuk memeriksa neraca tabungan dan memindahkan dana antar tabungan;
6. Menyediakan sambungan menuju situs lain di internet yang masih berhubungan dengan electronic banking. 11
Sedangkan manfaat electronic banking bagi pihak bank antara lain:
1. Electronic banking memberikan solusi penghematan biaya operasional (cost effective) 12 dalam penggunaannya di bandingkan dengan saluran lainnya;
2. Bank dapat berhubungan langsung dengan nasabah melalui internet sehingga menghemat kertas dan biaya telepon.; 13
3. Bank tidak perlu menyiapkan tempat atau ruang dan staf operasional yang banyak.;
11 Mary J.Cronin, Banking and Finance on The Internet, (Canada: John Wiley & Sons, 1998), h. 75. 12 Ahmad Sanusi, Prospek Internet Banking di Era Millenium III, Majalah Bank dan Manajemen, Edisi Maret-
April, Jakarta, 2000, h. 67. 13 http://www.kompas.com, di ambil tanggal 5 September 2011.
4. Electronic banking sebagai lahan baru untuk menciptakan sumber pendapatan spesifik (revenue generation) yang tidak dapat di peroleh melalui saluran distribusi lain;
5. Dengan electronic banking, bank dapat melebarkan jangkauan (global reach) sehingga nasabah dapat menghubungi bank dari manapun di seluruh dunia dengan waktu yang tidak terbatas (unlimited time);
6. Dapat menarik nasabah baru dan membentuk nasabah potensial menjadi nasabah yang fanatik akan electronic banking serta menciptakan image sebagai global banking;
7. Cepat mengetahui kebutuhan maupun keluhan nasabah sehingga bank dapat lebih cepat memperbaiki produk maupun layanannya untuk di sesuaikan dengan
kebutuhan nasabah. 14
b. Bagi Nasabah Adapun tujuan electronic banking bagi pihak nasabah yaitu:
1. Mempermudah nasabah dalam bertransaksi perbankan tanpa harus datang ke kantor cabang;
2. Mempercepat kegiatan transaksi perbankan;
3. 15 Menghemat biaya seperti menghemat ongkos jalan ke kantor cabang.
Manfaat electronic banking bagi pihak nasabah adalah:
1. Nasabah dapat menjaga hubungan dan melakukan transaksi langsung dengan beberapa bank dan perusahaan pelayanan finansial hanya dengan menggunakan jaringan yang sama;
2. Nasabah dan bank menjadi lebih mandiri dan tidak lagi bergantung pada satu distributor saja;
3. Nasabah dapat berhubungan dengan semua institusi finansial mereka tanpa harus memiliki perangkat lunak, penyedia jaringan penghubung yang berbeda;
4. Pengurangan biaya transaksi, karena bank berusaha untuk menyediakan harga yang lebih rendah untuk dapat bersaing dengan bank lain. 16
2.1.6. Sistem Keamanan Electronik Banking
14 http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-internet-banking-tujuan-dan.html di ambil tanggal 26
Agustus 2016
15 http://www.kompas.com di ambil tanggal 26 Agustus 2016 16 Mary J.Cronin, op. cit. h.176.
Salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam penggunaan electronic banking adalah sistem keamanan dalam transaksi perbankan dengan menggunakan internet. Hingga saat ini masalah yang paling sering muncul adalah adanya pencurian PIN nasabah. PIN curian ini kemudian di manfaatkan oleh orang yang sesungguhnya tidak berhak untuk mencari keuntungannya sendiri. Sehingga sudah menjadi tanggung jawab pihak bank untuk meyakinkan bahwa transaksi perbankan berjalan aman. Salah satu usaha yang di lakukan oleh pihak bank adalah dengan menyediakan perangkat
keamanan untuk mencegah para hacker mengganggu transaksi mereka. 17 Terdapat dua jenis sistem keamanan yang di pakai dalam electronic banking
antara lain:
1. Sistem Cryptography Sistem ini menggunakan angka-angka yang dikenal dengan kunci (key). Sistem ini disebut juga dengan sistem sandi. Ada dua tipe cryptography yaitu simetris dan asimetris. Pada sistem simetris ini menggunakan kode kunci yang sama bagi penerima dan pengirin pesan. Kelemahan dari cryptography simetris adalah kunci ini harus di kirim kepada pihak penerima dan hal ini memungkinkan seseorang untuk mengganggu ditengah jalan. Sistem cryptography asimetris juga mempunyai kelemahan yaitu jumlah kecepatan pengiriman data menjadi berkurang karena adanya tambahan kode. Sistem ini biasanya di gunakan untuk mengenali nasabah dan
melindungi informasi finansial nasabah. 18
2. Sistem Firewall Firewall merupakan sistem yang digunakan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak di izinkan untuk memasuki daerah yang dilindungi dalam unit pusat kerja perusahaan. Firewall berusaha untuk mencegah pihak-pihak yang mencoba masuk tanpa izin dengan cara melipat gandakan dan mempersulit hambatan-hambatan yang ada. Namun yang perlu di ingatkan adalah bahwa sistem firewall ini tidak dapat mencegah masuknya virus atau gangguan yang berasal dari dalam perusahaan itu
sendiri. 19
1.1.7 Pengaturan Electronic Banking
Dalam UU Perbankan tidak terdapat suatu ketentuan khusus yang mengatur mengenai electronic banking tetapi dalam hal ini pengaturan mengenai electronic
17 http://www.ebizzasia.com/, Di ambil tanggal 5 September 2011. 18 Gary Lewis dan Kenneth Thygerson, The Financial Institution Internet Source Book, Mc.Graw-Hill, New
York, 1997, h. 100-101.
19 Ibid h. 102.
banking dapat dilihat bahwa secara tidak langsung ada suatu kepercayaan yang diberikan nasabah kepada pihak bank sehingga nasabah merasa aman dalam menggunakan produk yang ditawarkan oleh pihak bank tersebut, dasar dari hubungan kepercayaan ini termuat dalam Pasal 29 ayat (4). Kemudian pihak bank dalam menjaga kepercayaan yang telah diberikan nasabah kepadanya pihak bank mengemban tanggung jawab untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam segala hal yang dilakukannya seperti yang termuat dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2).
Selain itu pengaturan mengenai electronic banking ini dapat ditemukan dalam peraturan-peraturan lainnya. Yang antara lain UU ITE, UU Perlindungan Konsumen dan PBI No 9/15/PBI/2007. Dalam UU ITE Pasal yang mengatur mengenai electronic banking terdapat dalam Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 sampai pasal 22. Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk mengenai sistem electronic harus memberikan keterangan yang lengkap serta dalam menyelenggarakan transaksi electronic dapat disertifikasi oleh lembaga sertifikasi keandalan. Dalam Pasal 15 juga di jelaskan bahwa setiap penyelenggara sistem electronic harus secara andal dan aman serta bertanggungjawab terhadap beroperasinya sistem electronic tersebut. Pengaturan mengenai electronic banking ini secara utuh diatur dalam Bab V tentang transaksi electronic yang terdapat dalam Pasal 17-22 UU ITE dalam pasal tersebut mengatur mengenai seluruh transaksi electronic baik dalam lingkup regional maupun internasional.
Selanjutnya pengaturan mengenai electronic banking ini terdapat dalam UU Perlindungan konsumen tetapi sebenarnya dalam UU ini juga tidak dijelaskan secara jelas mengenai electronic banking, maka dalam hal ini electronic banking dalam UU Perlindungan Konsumen dapat dikatakan sebagai suatu jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya. Dalam UU Perlindungan Konsumen pengaturan mengenai jasa Selanjutnya pengaturan mengenai electronic banking ini terdapat dalam UU Perlindungan konsumen tetapi sebenarnya dalam UU ini juga tidak dijelaskan secara jelas mengenai electronic banking, maka dalam hal ini electronic banking dalam UU Perlindungan Konsumen dapat dikatakan sebagai suatu jasa yang diberikan bank kepada nasabahnya. Dalam UU Perlindungan Konsumen pengaturan mengenai jasa
Pengaturan selanjutnya dalam UU Perlindungan Konsumen ini terdapat dalam Pasal 10 huruf c dan huruf e yang menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa dan dalam hal menawarkan barang atau jasa tersebut pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk memberitahu kepada konsumen yaitu nasabah mengenai bahaya penggunaan barang dan jasa yang diedarkan. Dalam hal terdapat suatu kerugian yang dialami oleh nasabah akibat produk electronic banking yang ditawarkan oleh pihak makan maka sesuai dengan Pasal 26 maka pelaku usaha wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Dalam UU Perlindungan Konsumen ini lebih menekankan pada sisi tanggung jawab serta hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dalam menjalanka usahanya. Sehingga dengan hadirnya UU ini diharapkan mampu untuk menangani segala permasalahan yang timbul antara pelaku usaha yaitu pihak bank dengan nasabah.
Pengaturan mengenai electronic banking ini juga terdapat dalam PBI No.9/15/PBI/2007 Pasal 22 menyatakan bahwa (1) Bank yang menyelenggarakan kegiatan electronic banking wajib memenuhi
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. ketentuan Bank Indonesia yang berlaku meliputi ketentuan yang mengatur mengenai produk, seperti ketentuan tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan ketentuan lainnya seperti ketentuan tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (know your customer) dan ketentuan tentang penerapan manajemen risiko serta ketentuan-ketentuan lain yang mengatur prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usaha bank.
(2) Bank harus memberikan edukasi kepada nasabah mengenai produk electronic banking dan pengamanannya secara berkesinambungan. edukasi yang diberikan oleh bank kepada nasabah dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan pemahaman nasabah atas karakteristik produk electronic banking, baik dari aspek manfaat, risiko, pengamanan dan kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak lain yang mengakibatkan kerugian nasabah.
Dalam Pasal 23 (1) Setiap rencana penerbitan produk electronic banking baru harus dimuat dalam rencana bisnis bank. (2) Setiap rencana penerbitan produk electronic banking yang bersifat transaksional wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan sebelum produk tersebut diterbitkan
(3) Pelaporan rencana produk electronic banking sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi produk electronic banking sepanjang terdapat ketentuan Bank Indonesia yang secara khusus mengatur persyaratan persetujuan produk tersebut.
(4) Laporan rencana penerbitan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Bukti-bukti kesiapan untuk menyelenggarakan electronic banking yang paling kurang memuat:
1) Struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak manajemen;
2) Kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk electronic banking ;
3) Kesiapan infrastruktur teknologi informasi untuk mendukung produk electronic banking ;
4) Hasil analisis dan identifikasi risiko terhadap risiko yang melekat pada produk electronic banking ;
5) Kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan (security control) untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality) , integritas (integrity), keaslian (authentication), non repudiation dan ketersediaan (availability);
6) Hasil analisis aspek hukum;
7) Uraian sistem informasi akuntansi;
8) Program perlindungan dan edukasi nasabah.
b. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun kedepan. (5) Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem teknologi informasi terkait b. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun kedepan. (5) Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem teknologi informasi terkait
(6) Dalam hal teknologi informasi yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan electronic banking dilakukan oleh pihak penyedia jasa maka berlaku pula ketentuan sebagaimana diatur dalam bagian penyelenggaraan teknologi informasi oleh pihak penyedia jasa teknologi informasi.
(7) Realisasi rencana penerbitan produk electronic banking wajib dilaporkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak rencana dilaksanakan dengan menggunakan format laporan perubahan mendasar teknologi Informasi.
1.2. Pembahasan
1.2.1. Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pengguna Electronic Banking
Seperti yang telah di paparkan sebelumnya mengenai konsep perlindungan hukum pada sub bab ini penulis akan menjelaskan secara lebih terperinci mengenai perlindungan hukum yang didapat oleh nasabah jika nasabah mengalami suatu kerugian akibat suatu transaksi electronic. tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya suatu kerugian yang di almai oleh nasabah akibat menggunakan suatu produk dari bank berupa fasilitas electronic banking memyebabkan hubungan antara bank dengan nasabah menjadi rusak. salah satu hubungan yang menonjol dari nasabah dan bank adalah hubungan berdasarkan kepercayaan. Nasabah menyimpan uangnya di bank dengan harapan akan memperoleh rasa aman atas uang yang di simpannya tersebut. Tetapi berbeda halnya apabila nasabah mengalami suatu kerugian akibat penggunaan produk electronic banking maka, kepercayaan nasabah kepada pihak bank akan berkurang atau bahkan nasabah sudah tidak percaya lagi dan hal tersebut juga dapat berimbas pada batalnya suatu perjanjian atau kontak baik tertullis maupun lisan antara nasabah dengan pihak bank yang menungkinkan nasabah tidak akan menggunakan jasa dari bank yang bersangkutan. Hal ini yang kemuadian menjadi catatan bagi pemerintah untuk mengeluarkan beberapa peraturan guna melindungi nasabah pengguna electronic banking . Yang selanjutnya peraturan tersebut juga dapat di gunakan untuk Seperti yang telah di paparkan sebelumnya mengenai konsep perlindungan hukum pada sub bab ini penulis akan menjelaskan secara lebih terperinci mengenai perlindungan hukum yang didapat oleh nasabah jika nasabah mengalami suatu kerugian akibat suatu transaksi electronic. tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya suatu kerugian yang di almai oleh nasabah akibat menggunakan suatu produk dari bank berupa fasilitas electronic banking memyebabkan hubungan antara bank dengan nasabah menjadi rusak. salah satu hubungan yang menonjol dari nasabah dan bank adalah hubungan berdasarkan kepercayaan. Nasabah menyimpan uangnya di bank dengan harapan akan memperoleh rasa aman atas uang yang di simpannya tersebut. Tetapi berbeda halnya apabila nasabah mengalami suatu kerugian akibat penggunaan produk electronic banking maka, kepercayaan nasabah kepada pihak bank akan berkurang atau bahkan nasabah sudah tidak percaya lagi dan hal tersebut juga dapat berimbas pada batalnya suatu perjanjian atau kontak baik tertullis maupun lisan antara nasabah dengan pihak bank yang menungkinkan nasabah tidak akan menggunakan jasa dari bank yang bersangkutan. Hal ini yang kemuadian menjadi catatan bagi pemerintah untuk mengeluarkan beberapa peraturan guna melindungi nasabah pengguna electronic banking . Yang selanjutnya peraturan tersebut juga dapat di gunakan untuk
Penulis mengutip pendapat dari Sudikno Mertokusumo yang mengatakan bahwa hukum merupakan sistem yang berarti hukum itu merupakan tatanan yaitu suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain atau dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang memiliki interaksi satu sama lain dan berkerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap komplek unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan
pengertian hukum 20 Bertolak dari pendapat sudikno mertokusumo tersebut, penulis akan
memaparkan perlindungan hukum yang di dapatkan oleh nasabah pengguna electronic banking yaitu berupa self regulation dan government regulation. Self regulation adalah kebijakan yang dibuat oleh pihak bank untuk melindungi nasabah berupa pembuatan sistem electronic banking yang berstandar Internasional, pengamanan yang baik dari pihak bank itu sendiri dan perjanjian yang dibuat antara pihak bank dan nasabah terhadap segala resiko yang terjadi dalam pemanfaatan produk electronic banking. Sedangkan yang dimaksud government regulation adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berbentuk perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi nasabah pengguna layanan electronic banking yang terdiri dari UU Perbankan, UU BI, SEBI, PBI, UU OJK dan POJK, UU ITE, UU Perlindungan Konsumen, KUHP, KUH Perdata. Guna menemukan hukum apa yang paling ideal untuk melindungi nasabah pengguna
20 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty, 1998,h.102.
electronic banking dari kemungkinan timbulnya suatu kerugian. Government regulation tersebut terdiri dari;
1. UU Perbankan
Dalam UU Perbankan Ketentuan yang dapat digunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan layanan electronic banking dapat dicermati dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan yang menyatakan;
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan
dengan transaksi nasabah yang di 21 lakukan melalui bank.”
Aturan tersebut dapat digunakan oleh bank sebagai langkah prefentif dalam meminimalkan terjadinya suatu kerugian yang dialami oleh nasabah pengguna electronic banking akibat ketidak tahuan nasabah dalam menggunakan produk electronic banking yang disediakan oleh pihak bank. Maka dari itu bank harus secara aktif memberikan informasi-informasi sehubungan dengan risiko kerugian atas pemanfaatan layanan electronic banking. Tetapi jika pihak bank lupa atau bahkan lalai dalam memberikan informasi atas produk electronic banking yang digunakan oleh nasabah maka pihak banklah yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami nasabah.
Selanjutnya, ketentuan lain dalam UU Perbankan yang mengatur mengenai perlindungan hukum bagi nasabah pengguna electronic banking ini adalah ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2) yang menyatakan;
Pasal 40 ayat (1) “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal
44, dan Pasal 44A.”
21 Pasal 29 ayat (4), op.cit.
Pasal 40 ayat (2) “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi Pihak Terafiliasi.”
Ketentuan dalam Pasal tersebut merupakan suatu langkat represif yang dilakukan pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada nasabah pengguna electronic banking karena Pasal tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi para penegak hukum dalam rangka melakukan penyidikan untuk menemukan bukti terjadinya suatu kejahatan atau pelangaran dalam transaksi melalui electronic banking. Selain itu ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 di atas mewajibkan bank menjaga seluruh rahasia nasabahnya yang dalam kaitannya dengan transaksi electronic adalah PIN, login ID dan password nasabah yang dimiliki oleh pihak bank.
Dalam UU Perbankan terdapat beberapa Pasal yang digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggran. Dengan digolongkan sebagai tindakan kejahatan, diharapkan akan lebih terbentuk suatu keketatan dalam UU Perbankan yang selanjutnya dapat meminimalkan terjadinya suatu kejahatan dalam dunia perbakan. Mengenai tindak pidana kejahatan dibidang electronic banking, hal ini termuat dalam Pasal 49 ayat (2) butir b menyatakan bahwa;
“tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang- undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Pasal ini dapat digunakan nasabah untuk menuntut pihak bank jika pihak bank melakukan kesalahan atau kelalaian yang bertentangan dengan UU Perbankan ataupun Pasal ini dapat digunakan nasabah untuk menuntut pihak bank jika pihak bank melakukan kesalahan atau kelalaian yang bertentangan dengan UU Perbankan ataupun
Sehingga dapat dikatakana bahwa dalam UU Perbankan sudah terdapat suatu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah pengguna electronic banking baik secara preventive maupun refresif yang bertujuan untuk melindungi setiap hak dan kepentingan nasabah yang merasa dirugikan karena suatu produk yang di tawarkan oleh pihak bank.
1. Bank Indonesia (BI)
Selain UU Perbankan yang dapat digunakan untuk memberi perlindungan pada nasabah pengguna electronic banking, ketentuan lain yang berhubungan dengan perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh bank dalam lingkup hukum perbankan adalah ketentuan-ketentuan yang di keluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan dalam Bank Indonesia tersebut antara lain;
1) Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 dan Surat Edaran Bank Indonesia 6/37/DPNP tanggal 10 September 2004 tentang penilaian dan pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU tentang tindak pidana pencucian uang. Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang di terapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan serta dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah, bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah, menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah serta menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah.
2) Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP, tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada aktivitas pelayanan jasa bank melalui internet pokok-pokok pengaturannya antara lain;
a. Bank yang menyelenggarakan kegiatan electronic banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas electronic banking secara efektif;
b. Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu pada pedoman penerapan
22 Ibid, h.147.
manajemen risiko pada aktivitas pelayanan jasa bank melalui internet (electronic banking ), yang di tetapkan dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia;
c. Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan electronic banking adalah:
a) Adanya pengawasan aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi: Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko
yang terkait dengan aktivitas electronic banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut;
Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank.
b) Pengendalian pengamanan (security control) Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian
(otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui electronic banking;
Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat di ingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi electronc banking;
Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem electronic banking, database dan aplikasi lainnya; Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem electronic banking, database dan aplikasi lainnya;
Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk melindungi integritas data, catatan atau arsip dan informasi pada transaksi electronic banking;
Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (audit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi electronic banking; Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi penting pada electronic banking. Langkah tersebut harus sesuai
dengan sensitivitas informasi yang di keluarkan dan/atau di simpan dalam database. 23
3) Manajemen Resiko Hukum dan Risiko Reputasi
a. Bank harus memastikan bahwa website bank menyediakan informasi yang memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai identitas dan status hukum bank sebelum melakukan transaksi melalui electronic banking;
b. Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa ketentuan kerahasiaan nasabah di terapkan sesuai dengan yang berlaku di negara tempat kedudukan bank menyediakan produk dan jasa electronic banking;
c. Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan berkesinambungan usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa electronic banking;
d. Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk mengelola, mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak di perkirakan (internal dan eksternal) yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa electronic banking;
23 Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum.