Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (Ahp) Untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea Mays L.).

ANALISIS SARANA PASCAPANEN MENGGUNAKAN
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
UNTUK MENEKAN SUSUT KUANTITAS JAGUNG (Zea mays L.)

DEASY FITRIATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sarana
Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk
Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea mays L.) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Deasy Fitriati
NRP F152130321

RINGKASAN
DEASY FITRIATI. Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea mays L.).
Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan RIDWAN RACHMAT.
Jagung berpotensi untuk ditingkatkan dan dikembangkan terutama sebagai
bahan pakan. Kegiatan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam
usahatani jagung. Penanganan pascapanen yang tidak dilakukan dengan tepat akan
mengakibatkan salah satunya adalah susut kuantitas. Pertumbuhan industri pakan
semakin meningkat sehingga kontinuitas suplai jagung pipilan sangat dibutuhkan.
Penanganan pascapanen secara manual dan tradisional tidak dapat mendukung
ketersediaan pasokan jagung. Ditambah lagi, tenaga kerja pascapanen semakin
berkurang. Sarana pascapanen yang tepat guna akan mengurangi waktu penanganan,
jumlah tenaga kerja, dan kehilangan hasil selama proses pascapanen. Berdasarkan
data dari Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian bahwa
sarana yang paling banyak dimiliki oleh petani adalah pemipil jagung. Di tingkat

petani terdapat perbedaan cara panen dimana masing-masing cara panen
berpengaruh terhadap penerapan sarana pascapanen dan susut kuantitas yang
dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap cara panen dan
pemipilan untuk mengetahui susut kuantitas yang dihasilkan serta diperlukan studi
lebih lanjut untuk menentukan prioritas sarana yang dapat menekan susut kuantitas.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap cara panen dan
pemipilan jagung serta penentuan sarana yang tepat untuk mendukung penurunan
susut kuantitas pascapanen jagung. Perlakuan yang digunakan pada analisis cara
panen adalah dipetik dan disabit. Sedangkan perlakuan pada analisis cara pemipilan
menggunakan alat tradisional sebagai pemipilan secara manual, sarana pemipil
yang biasa dipakai petani yaitu power thresher multiguna dan corn sheller yang
merupakan sarana pemipil bantuan Kementan. Kemudian setiap perlakuan diujikan
pada musim yang berbeda yaitu musim kemarau dan musim hujan. Analisis
penentuan sarana pascapanen jagung yang dapat menurunkan susut kuantitas
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan data yang
diperoleh diolah dengan menggunakan software expert choice.
Cara panen jagung manual dengan tangan dan sabit pada setiap musim tidak
menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap susut kuantitas. Pemipilan secara
manual mengkonsumsi waktu yang jauh lebih lama dibandingkan dengan mekanis,
namun susut yang dihasilkan sangat kecil. Pemipilan secara mekanis menggunakan

power thresher multiguna dan corn sheller tidak menghasilkan susut kuantitas dan
waktu proses yang mutlak berbeda. Pada analisis penentuan sarana pascapanen
jagung yang dapat menurunkan susut kuantitas, pakar dan responden potensial yang
digunakan mempunyai nilai inkonsistensi kurang dari 10%. Aktor yang paling
berperan dalam penurunan susut kuantitas jagung adalah pemerintah dengan
kriteria yang paling penting adalah kualitas hasil dan subkriteria SNI. Dryer diikuti
corn sheller merupakan pilihan sarana yang paling prioritas dalam menurunkan
susut kuantitas jagung.

Kata kunci: jagung, sarana pascapanen, AHP, susut kuantitas

SUMMARY
DEASY FITRIATI. Analysis of Postharvest Machinery Using the Analytical
Hierarchy Process (AHP) to Reduce Quantitative Postharvest Losses of Maize (Zea
mays L.). Supervised by ROKHANI HASBULLAH and RIDWAN RACHMAT.
Maize has a great potential to be improved and developed, primarily as a feed.
Postharvest is an important activity in maize cultivation. Postharvest handling
which is not handled properly will cause a quantitative losses. The growth of feed
industry has increased so that the continuity of maize supply is needed. Manual and
traditional of postharvest handling cannot support the supply. In addition, there is a

scarcity of postharvest manpower. An appropriate postharvest machine will reduce
the handling time, the amount of labor, and quantitative losses during postharvest
processes. Based on Directorate of Postharvest Food Crops Database, Ministry of
Agriculture, the most widely machine owned by farmers is corn sheller. There is a
different way of harvesting in farm level and it affects the application of postharvest
machines and the result of quantitative losses. Therefore, the method of harvesting
and shelling are important to be analized in order to determine quantitative losses
and further study is required to decide the priority of the means which can reduce
quantitative losses.
The aim of this study were to conduct a study on maize harvesting and
shelling, and also to determine the appropriate means supporting the decrease of
maize quantitative losses. The treatments used in the analysis were harvesting by
hand and by a sickle. While the treatments in the analysis of shelling used a
traditional tool as manual threshing, power thresher multiguna as a sheller machine
which commonly used by farmers and corn sheller as an assistance machine from
Ministry of Agriculture. Then, each treatments was tested in dry season and rainy
season. Analysis of maize postharvest facilities determination to reduce quantitative
losses utilized Analytical Hierarchy Process (AHP) and the obtained data was
processed by using software expert choice.
Harvesting by hand and by a sickle in each season did not produce a

significant difference on quantitative losses. The manual threshing consumed a
much longer time than the mechanical one, however it produced quantitative losses
less than mechanical threshing. Threshing using power thresher multiguna and corn
sheller did not bring out an absolutely different on quantitative losses and
processing time. In the analysis of maize postharvest facilities determination to
reduce quantitative losses, experts’ and potential respondents’ judgments have the
inconsistency less than 10%. The most important actor under the goal is government.
Furthermore, the most important criteria is the quality and the sub criteria is SNI.
Dryer followed by corn sheller are the prioritized alternatives in order to reduce
postharvest quantitative losses of maize.

Keywords: maize, postharvest machinery, AHP, quantitative losses

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS SARANA PASCAPANEN MENGGUNAKAN
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
UNTUK MENEKAN SUSUT KUANTITAS JAGUNG (Zea mays L.)

DEASY FITRIATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah
pascapanen jagung, dengan judul Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Menekan Susut Kuantitas
Jagung (Zea mays L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi
dan Bapak Dr Ir Ridwan Rachmat, MAgr selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir
Sutrisno, MAgr selaku ketua program studi Teknologi Pascapanen yang telah
memberikan arahan kepada penulis. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Lilik
Pujantoro, MAgr sebagai doesen penguji atas saran dan koreksi yang diberikan.
Terima kasih kepada Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and
Research in Agriculture (SEARCA) yang telah memberikan pembiayaan
pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan TPP 2013 atas kerjasamanya selama perkuliahan
dan penelitian ini. Terima kasih untuk Erman Aulinuriman, SP, MP dan Amanda

Insanimuna serta Abdi Abdullah atas semangat dan perhatiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Deasy Fitriati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jagung
Penanganan Pascapanen Jagung
Susut Pascapanen
Analytical Hierarchy Process (AHP)

3

3
4
6
7

3 METODE
Kajian Cara Panen dan Pemipilan Terhadap Susut Kuantitas
Waktu dan Tempat
Prosedur Penelitian
Pengamatan
Rancangan Percobaan
Analisis Penentuan Sarana Pascapanen yang dapat Menurunkan Susut
Kuantitas

9
9
9
10
11
13


4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panen Jagung
Susut kuantitas
Waktu proses
Kadar Air
Pemipilan Jagung
Susut kuantitas
Waktu proses
Kadar air
Prioritas Sarana Pascapanen
Analisis tingkat kepentingan aktor
Analisis tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria
Analisis tingkat kepentingan alternatif

16
16
16
17
18
19
19
20
21
22
23
25
28

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
30

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

39

14

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Spesifikasi mesin pemipil jagung
Spesifikasi mesin perontok multikomoditi untuk padi, jagung, kedelai
Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah
Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air tinggi
Skala perbandingan
Spesifikasi sarana pemipil yang digunakan pada percobaan
Susut kuantitas dan waktu pemipilan
Perbandingan tingkat kepentingan kriteria berdasarkan aktor
Spesifikasi persyaratan mutu jagung

5
6
7
7
15
20
21
25
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Alur pelaksanaan penelitian
Tahapan penelitian cara panen (berdasarkan KP DPTP 2012)
Tahapan penelitian cara pemipilan (berdasarkan KP DPTP 2012)
Penimbangan jagung: (a) timbangan gantung; (b) timbangan digital
Pengukuran kadar air jagung
Tahapan penelitian pengambilan keputusan dalam AHP
Struktur Hirarki dalam AHP
Susut kuantitas panen jagung
Waktu proses panen jagung
Alat pemipil:(a) tradisional;(b) corn sheller;(c) power thresher multiguna
Silinder pemipil: (a) corn sheller; (b) power thresher multiguna
Struktur hirarki kriteria, subkriteria, dan alternatif
Prioritas alternatif berdasarkan tujuan dengan nilai inkonsistensi 0.02

3
10
11
12
12
14
15
17
18
19
19
24
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Analisis sidik ragam susut kuantitas panen jagung
Analisis sidik ragam waktu proses panen jagung
Kadar air panen jagung
Uji t kadar air panen jagung
Analisis sidik ragam susut kuantitas pemipilan jagung
Uji LSD susut kuantitas pemipilan jagung
Analisis sidik ragam waktu proses pemipilan jagung
Uji LSD waktu proses pemipilan jagung
Kadar air pemipilan jagung
Uji t kadar air pemipilan jagung
Perbandingan tingkat kepentingan aktor berdasarkan goal
Perbandingan tingkat kepentingan kriteria berdasarkan aktor pemerintah
Tingkat kepentingan subkriteria berdasarkan kriteria kualitas hasil
Tingkat kepentingan subkriteria berdasarkan kriteria teknologi
Tingkat kepentingan subkriteria berdasarkan kriteria harga
Tingkat kepentingan subkriteria berdasarkan kriteria manajemen
Tingkat kepentingan subkriteria berdasarkan kriteria risiko
Tingkat kepentingan alternatif berdasarkan subkriteria SNI

34
34
34
34
35
35
35
35
36
36
36
37
37
37
37
38
38
38

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan, dapat diakses,
dan kontinuitas pangan (Wijk et al. 2014). Jagung mempunyai potensi besar untuk
ditingkatkan dan dikembangkan, baik sebagai bahan pangan, pakan maupun bahan
baku industri (Santosa et al. 2005). Konsumsi pangan berupa daging terus
meningkat (Stewart dan Roberts 2012), sehingga permintaan jagung yang
merupakan bahan pokok pakan ternak juga ikut meningkat. Peranan jagung dalam
subsektor tanaman pangan telah terbukti secara meyakinkan memberikan andil
yang cukup besar bukan saja terhadap ketahanan pangan tetapi juga terhadap
perekonomian (Sugiharto et al. 2011).
Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting
dalam usaha tani jagung (Firmansyah 2009). Peran utama dari sistem pascapanen
yang baik dan benar adalah untuk memastikan bahwa produk yang dipanen dapat
memberikan kepuasan kepada konsumen baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun
keamanannya (Abass et al. 2014; Bala et al. 2014; Anderson dan Strutt 2014;
Stewart dan Roberts 2012; Lal 2013). Pascapanen dan sistem pemasaran merupakan
rantai yang saling berhubungan sejak panen sampai produk berada di tangan
konsumen. Komoditas pertanian akan melalui tahapan panen, pengeringan,
perontokan, pengemasan, penyimpanan, transportasi sebelum mencapai konsumen
(Abass et al. 2014). Panen jagung dapat dilakukan dengan dua cara. Pada daerah
dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap di tanaman hingga kering
(kadar air 17%-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot pada
tanaman sedangkan pada daerah curah hujan tinggi, petani memanen jagung pada
kadar air 30%-40%, batang tanaman disabit, kemudian jagung diambil dan
klobotnya dikupas (Sugiharto et al. 2011).
Salah satu permasalahan pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan
baik akan menimbulkan kehilangan kuantitatif jagung pada pascapanen.
Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu
panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil (Zubachtirodin et al. 2011).
Kehilangan hasil harus sekecil mungkin untuk meningkatkan efisiensi produksi,
sehingga luas tanam yang dibutuhkan dapat dikurangi (Tefera et al. 2011).
Berdasarkan hasil uji coba susut pascapanen jagung yang dilakukan oleh
Kementerian Pertanian di 3 Provinsi pada Tahun 2012 dan 2013 diketahui bahwa
susut kuantitas rata-rata sebesar 1.68%. Menurut (Purwadaria 1988), susut kuantitas
pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah antara 1.2 - 4.7% dan susut
pada kadar air tinggi antara 1.7 - 5.2%. Apabila susut jagung 1.68%, produksi
jagung Indonesia sebesar 18.55 juta ton (BPS 2014) dan harga jagung pipilan
sebesar Rp. 3,000.00 perkg maka besarnya kerugian yang dihasilkan adalah 935
milyar rupiah setiap tahunnya.
Permasalahan lain dalam penanganan pascapanen jagung di tingkat petani
adalah tidak tersedianya sarana prosesing yang memadai. Oleh karena itu,
diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik dari segi peralatan maupun
sosial dan ekonomi (Zubachtirodin et al. 2011). Alsintan dapat mengurangi
kehilangan hasil dan meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan produk

2

komoditas pertanian (KP DJTP 2008). Berdasarkan data dari Direktorat Pascapanen
Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian bahwa sarana yang paling banyak
dimiliki oleh petani adalah pemipil jagung. Alat dan mesin yang tepat guna akan
mengurangi waktu penanganan, jumlah tenaga kerja, dan kehilangan hasil
(Rugumamu 2011). Pengetahuan petani harus ditingkatkan dalam penerapan
teknologi penyimpanan untuk menurunkan kehilangan hasil dan kebijakan yang
tepat sangat diperlukan untuk mengurangi ketidaksempurnaan pasar dan resiko
lainnya (Abass et al. 2014).
Kehilangan hasil di negara maju lebih kecil daripada di negara yang sedang
berkembang karena mempunyai infrastruktur transportasi yang baik, manajemen
budidaya yang lebih baik, penyimpanan dan fasilitas proses yang efektif (World
Bank et al. 2011). Menurut Hodges et al. (2010), kehilangan hasil dapat diturunkan
dengan meningkatkan pengetahuan petani terhadap kehilangan hasil pascapanen,
perbaikan infrastruktur yang menghubungkan petani dan pasar, dukungan teknologi
dan kredit dari swasta dan pemerintah. Kehilangan hasil diperburuk dengan tidak
baiknya infrastruktur, prosedur penanganan pascapanen, distribusi, kebijakan
penjualan dan pemasaran (World Bank et al. 2011). Kelembagaan petani sebagian
besar masih berorientasi untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah, belum
sepenuhnya berupaya memanfaatkan kelembagaan tersebut sebagai penopang
kegiatan ekonomi (Iswari 2012).

Perumusan Masalah
Analisis terhadap cara panen dan pemipilan jagung perlu dilakukan untuk
mengetahui susut kuantitas yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis lebih
lanjut dalam menentukan prioritas sarana pascapanen jagung yang dapat menekan
susut kuantitas.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini
dilakukan dengan tujuan :
a) Mengkaji pengaruh perbedaan cara panen jagung dan musim terhadap susut
kuantitas.
b) Mengkaji pengaruh perbedaan cara pemipilan jagung dan musim terhadap susut
kuantitas.
c) Menganalisis sarana pascapanen yang tepat untuk mendukung penurunan susut
kuantitas pascapanen jagung.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada
Pemerintah dalam memberikan sarana pascapanen jagung yang tepat kepada petani,
sehingga dapat menurunkan susut hasil kuantitatif dan meningkatkan pendapatan
petani. Teknik evaluasi pada penelitian ini dapat digunakan untuk digunakan dalam
pengambilan kebijakan agar menghasilkan luaran yang maksimal.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah percobaan dilakukan terhadap sarana
bantuan sosial Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian yang
berfungsi optimal yaitu sarana panen dan pemipilan. Tanaman jagung yang
digunakan adalah varietas Bisma 19 berasal dari Desa Bojong Nangka, Kec. Petir,
Kab. Serang, Provinsi Banten. Sarana pemipil yang digunakan merupakan sarana
yang biasa digunakan petani Desa Bojong Nangka, Kec. Petir, Kab. Serang,
Provinsi Banten dan sarana bantuan Kementerian Pertanian.
Percobaan 1: Pengaruh cara
panen dan musim

Didapatkan pengaruh cara
panen dan musim terhadap
susut kuantitas

Percobaan 2: Pengaruh cara
pemipilan dan musim

Didapatkan pengaruh cara
pemipilan dan musim
terhadap susut kuantitas

Analisis prioritas sarana
pascapanen

Didapatkan prioritas sarana
pascapanen yang dapat
menurunkan susut kuantitas

Sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut
kuantitas jagung (Zea mays .L)

Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang serba guna, biasanya
digunakan sebagai pangan dan pakan. Jagung dapat diproses menjadi berbagai
bahan untuk pangan, pakan, industri, dan minuman beralkohol. Biji jagung terdiri
dari 4 bagian utama yaitu endosperm, germ, pericarp, dan tip cap (Chakraverty dan
Singh 2001). Komposisi kimia jagung sebagian besar terdiri atas pati 54.1-71.7 %,
protein 11.1-26.6%, lemak 5.3-19.6%, serat 2.6-9.5%, abu 1.4-2.1%. Dengan
demikian jagung merupakan sumber pangan berenergi dan potensial yaitu
disamping sumber gula atau karbohidrat juga mengandung protein dan lemak yang
cukup tinggi (Richana et al. 2012).

4

Pemanfaatan jagung sudah sangat luas, misalnya batang tanaman jagung
dapat digunakan untuk kompos, daun tanaman sebagai pakan ternak, kelobot
jagung sebagai bahan dasar pembuatan kertas. Jagung sebanyak 100 kg dengan
kadar air 16% dapat menghasilkan 64 kg tepung, 3 kg minyak, dan hasil sampingan
untuk pakan (Sugiharto et al. 2011).
Varietas jagung terdiri dari berbagai macam jenisnya. Di Lampung, Jawa
Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan, mayoritas petani menggunakan varietas hibrida
selain varietas lokal, terutama pada musim kering (Swastika et al. 2004). Tekanan
panas yang tinggi akibat cuaca dapat merugikan tanaman dan menghambat
pertumbuhan biji jagung pada tongkol (Edreira dan Otegui 2013). Adopsi varietas
baru dan peningkatan intensitas pertanaman sangat efektif dalam meningkatkan
produksi jagung terutama pada kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Wang et
al. 2014).

Penanganan Pascapanen Jagung
Penanganan pascapanen yang tepat mampu mempertahankan produksi
jagung setelah panen, kualitas hasil baik dan harga jual yang tinggi. Penanganan
pascapanen jagung menyangkut masalah teknis dan sosial ekonomi yang saling
berkaitan. Dari sudut teknis, masalah utama adalah sebagian besar petani
melakukan kegiatan pascapanen secara manual. Keterbatasan kemampuan
menyerap teknologi baru juga menjadi hambatan dalam introduksi mekanisasi
kegiatan pascapanen.
Panen
Panen dilakukan pada saat biji telah masak fisiologi yang ditandai oleh
adanya black layer pada biji. Panen merupakan tahap awal yang penting dari
seluruh rangkaian penanganan pascapanen jagung karena berpengaruh terhadap
jumlah dan mutu hasil (Sugiharto et al. 2011).
Panen dengan kadar air 20%-30% sangat rentan terhadap serangan hama.
Ditambah lagi curah hujan yang tinggi, jagung hasil panen beresiko kontaminasi
aflatoksin dan mikotoksin lain. Kondisi cuaca saat panen merupakan faktor penting
yang mempengaruhi besarnya kehilangan hasil. Panen secara manual sepertinya
tidak banyak menimbulkan kehilangan hasil, namun, kendala pekerja menyebabkan
panen tertunda yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi (World Bank
et al. 2011).
Pemipilan
Kebanyakan petani dengan skala luas tanam kecil, mengalami kesulitan
terhadap pemipilan. Dimana pemipilan dilakukan dengan tangan sehingga
dibutuhkan mesin pemipil semi mekanis. Dibutuhkan perawatan secara berkala
untuk meningkatkan kefektifan dan kapasitas produksi dari mesin tersebut (Nkakini
et al. 2007).
Hal yang perlu diperhatikan pada proses pemipilan menggunakan mesin
pemipil adalah sebagai berikut (Aqil 2010):
(1) Bentuk dan konstruksi gigi pemipil
berpengaruh terhadap kinerja alat dalam merontok jagung.

5

(2) Jarak ujung gigi pemipil dengan sarangan
apabila jaraknya terlalu besar (renggang) maka jagung yang tidak terpipil
banyak (susut tinggi) dan apabila jaraknya rapat maka persentase biji pecah
tinggi.
(3) Kadar air
hasil pipilan baik pada kadar air kurang dari 17% karena pada kadar air tersebut
biji jagung mudah lepas dari janggelnya, kulit biji lebih keras, dan kotoran lebih
ringan.
(4) Kecepatan putaran silinder pipil
berbanding lurus dengan persentase butir pecah dan kapasitas pemipilan.
SNI Mesin Pemipil Jagung diperlukan oleh pabrikan sebagai acuan untuk
membuat produk sehingga menghasilkan hasil pipilan yang dapat menekan
kehilangan hasil. Spesifikasi mesin pemipil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Spesifikasi mesin pemipil jagung
Spesifikasi
No
Parameter
Satuan
Kecil
Sedang
1 Daya motor penggerak
kW
3,0 – 4,9
5,0 – 7,5
2 Dimensi silinder
pemipil
a. Panjang
mm
450 - 750 500 - 850
b. Diamater
mm
150 - 250 175 - 275
3 Putaran silinder pemipil
rpm
500 – 800
dengan beban kerja
4 Bobot kosong maks.
kg
185
225
5 Kotoran
kg/jam 500 - 750 751 - 1000

Besar
>7,5

550 -950
200 - 300

300
>1000

Sumber: BSN (2008)

Selain sarana pemipil jagung, petani juga menggunakan sarana perontok
multikomoditi untuk padi, jagung, dan kedelai. Spesifikasi sarana tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Pengeringan
Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun
disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Jagung
harus dikeringkan dengan tujuan untuk meminimalkan kerusakan dan kadar air
harus lebih rendah dari 13%-15% untuk menghambat pertumbuhan serangga dan
jamur (World Bank et al. 2011). Umumnya petani melakukan pengeringan biji
jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan
pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan mesin pengering tipe Batch
Dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50–60oC dengan
kelembaban relatif 40% (Murni dan Arief 2008).
Penyimpanan
Petani harus menyimpan jagung hasil panen untuk mengatasi kelangkaan
jagung, ketahanan pangan, dan melindungi terjadinya fluktuasi harga (Gitonga et
al. 2013; Murni dan Arief 2008). Perbaikan budidaya dan penerapan manajemen
penyimpanan dapat memenuhi kebutuhan nasional untuk ketahanan pangan

6

(Williams et al. 2012). Petani dengan luasan tanam yang kecil cenderung menjual
produknya segera setelah panen untuk menghindari kerusakan karena serangga,
sehingga potensi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan tidak akan
tercapai (Tefera et al. 2011).
Tabel 2 Spesifikasi mesin perontok multikomoditi untuk padi, jagung, kedelai
Spesifikasi
No
Parameter
Satuan
Kecil
Sedang
Besar
1 Daya motor penggerak
Motor bensin 4 langkah
Motor
atau motor diesel 4
diesel 4
langkah
langkah
2 Dimensi silinder
pemipil
- Lebar
mm
500 - 750
620 - 985
720 - 985
- Diamater
mm
210 - 300
275 - 350
285 - 400
3 Putaran silinder pemipil
rpm
500 - 800
dengan beban kerja
4 Tinggi meja/hopper
pengumpan
- Padi
mm
800 - 1150
- Jagung
mm
800 - 1150
- Kedelai
mm
800 - 1600
5 Bobot kosong mesin
kg
< 150
150 - 250
> 250
6 Bobot operasi mesin
- Motor bensin
kg
< 180
200 - 250
- Motor diesel
kg
< 250
230 - 300
> 320
Sumber: BSN (2013a)

Metode penyimpanan secara tradisional tidak melindungi jagung dengan
baik dan menghasilkan kehilangan hasil yang tinggi (Gitonga et al. 2013). Metal
silo dengan pelapis hermetic sangat efektif untuk menurunkan kehilangan hasil
yang dikarenakan hama penyimpanan. Dalam mengadopsi metal silo dipengaruhi
oleh literacy, kesehatan, akses ke jalan raya, dan akses ke pelayanan finansial
(Gitonga et al. 2013). Syarat utama sebelum melakukan penyimpanan adalah
mengukur kadar air bijian yang akan disimpan. Bijian harus dikeringkan sehingga
kadar air kurang dari 14%. Petani harus memastikan bahwa bijian yang akan
disimpan memang benar-benar kering (Tefera et al. 2011).

Susut Pascapanen
Kehilangan hasil pascapanen baik kuantitas maupun kualitas dapat terjadi
pada setiap tahapan antara panen dan konsumsi. Penyebab utama dari segi fisiologi,
fisik, dan lingkungan pada kehilangan hasil pascapanen adalah kerusakan fisik, RH,
suhu, hujan, jamur dan bakteri, serangga, penanganan yang tidak tepat,
penyimpanan, dan teknik prosesing. Kehilangan hasil diperburuk dengan tidak
baiknya infrastruktur, prosedur penanganan pascapanen, distribusi, kebijakan
penjualan dan pemasaran (World Bank et al. 2011).

7

Pemanenan jagung sebaiknya dilakukan pada kadar air rendah, karena
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu rantai kegiatan penanganan pascapanen
lebih pendek sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya serta susut pascapanen.
Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa susut pascapanen lebih tinggi pada
saat panen dengan kadar air tinggi. Berdasarkan hasil uji coba susut pascapanen
jagung yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian di 3 Provinsi pada Tahun 2012
dan 2013 diketahui bahwa susut kuantitas rata-rata sebesar 1.68%.
Tabel 4 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah
Prakiraan Susut (%)
Kegiatan Pascapanen
Tercecer
Mutu
Panen (k.a 17 – 20 %)
0.1
3.0
Pengangkutan ke rumah
0.1
(k.a 17 – 20 %)
Pemipilan dengan tangan manusia
0.5 - 4
0-4
(k.a 17 – 20 %)
Penjemuran jagung pipil 1 – 3 hari
0.5
2.0
(k.a 15 – 17 %)
Jumlah
1.2 - 4.7
5-9
Sumber : Purwadaria (1988)

Tabel 3 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air tinggi
Prakiraan Susut (%)
Kegiatan Pascapanen
Tercecer
Mutu
Panen (k.a. 35 - 40 %)
0.1
2.0
Pengangkutan ke rumah
0.1
(k.a 35 – 40 %)
Penjemuran jagung tongkol 5-7 hari
0.5
2.0
(k.a 17 – 20 %)
Pemipilan dengan tangan manusia
0.5 - 4
0-4
(k.a 17 – 20 %)
Penjemuran jagung pipil 1-3 hari
0.5
2.0
(k.a 15 – 17 %)
Jumlah
1.7 - 5.2
6 - 10
Sumber : Purwadaria (1988)

Analytical Hierarchy Process (AHP)
Permasalahan yang kompleks dapat diatasi melalui permodelan dengan
membangun struktur, melakukan pengukuran, dan penilaian dengan analisis yang
tajam untuk mengetahui pengaruh dari berbagai faktor pada model (Ozdemir dan
Saaty 2006). Pengambilan keputusan dengan banyak faktor, kriteria, dan tujuan
disebut sebagai Multi-Criteria Decission Making (Yunus et al. 2013). Metode AHP
yang dikembangkan oleh Dr Thomas Saaty merupakan salah satu metode MCDM
(Multi-Criteria Decission Making) yaitu pengambilan keputusan dengan kriteria
majemuk yang paling sering digunakan (Hartati dan Nugroho 2012). AHP adalah
teori pengukuran relatif pada skala nyata dan tidak nyata berdasarkan penilaian
perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pakar (Ozdemir dan Saaty 2006).

8

Teori dan penerapan AHP digunakan pada berbagai bidang misalnya minyak dan
gas, kesenian, sosial, kesehatan, pendidikan, bisnis, militer, politik, dan
pembangunan industri (Yunus et al. 2013). Skala penilaian dan uji konsistensi Saaty
dalam AHP menjadi pilihan favorit bagi para pengambil keputusan (Franek dan
Kresta, 2014). Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP (Saaty 1993)
adalah:
1. Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana
perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsurunsur pada level yang lebih rendah.
2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks
dan tidak terstruktur dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna
mendapatkan prioritas
3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas
dengan tidak memaksakan pemikiran linier
4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai
korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran
yang jelas.
5. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
dalam menetapkan berbagai prioritas.
AHP dapat memecahkan permasalahan dengan evaluasi kualitatif dan
kuantitatif (Quintero et al. 2008; Sarhan 2011; Mani et al. 2014; Lolli et al. 2014).
Yunus et al. (2013) juga menyatakan, meskipun AHP murni matematis yang terdiri
dari matriks pada penelitian kuantitatif, penerapannya dapat dilakukan pada
penelitian kualitatif, dan sangat mungkin untuk mengkuantifikasikan kriteria
kualitatif melalui kombinasi studi matematis dan psikologi dari AHP. Elemen dari
proses hierarki dapat menghubungkan faktor nyata dan tidak nyata untuk
pengambilan keputusan. AHP mengubah faktor – faktor tersebut menjadi nilai
berupa angka yang dapat diproses dan dibandingkan pada tujuan akhir penelitian
(Yunus et al. 2013).
Menurut Saaty (1993), AHP merupakan model yang luwes yang
memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi
mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
Hierarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan,
yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level
terakhir dari alternatif. Dengan hierarki, suatu masalah yang kompleks dapat
diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu
bentuk hierarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Sistematika formulasi AHP dimulai dari formulasi goal, mengidentifikasi
kriteria, pembentukan hierarki dan penaksiran (Evi et al. 2013). Perbandingan
berpasangan dilakukan pada elemen kriteria dan alternatif kemudian dikompilasi
kedalam square matriks, dimana koefisien penilaian berupa angka dan dilakukan
oleh pakar (Galvan et al. 2014), Untuk menentukan kepentingan diantara kriteria
dilakukan pengumpulan data melalui kuesioner, survei, wawancara, dan sebagainya
(Chan 2003). Literatur yang ada tidak merekomendasikan berapa jumlah responden
yang digunakan dalam menggunakan AHP (Chavez et al. 2012). Perbandingan
berpasangan dinilai dengan menggunakan skala yang dipilih, skala tersebut berupa

9

nilai dari sebuah pendapat verbal dan satu set angka tersebut mereprestasikan bobot
dari pendapat verbal (Galvan et al. 2014). Kepentingan dari kriteria dan penilaian
alternatif diturunkan dengan metode eigenvalue (Saaty 1990; Ishizaka dan Labib
2011).
Menurut Yunus et al. (2013), pada pasca millenium saat ini, waktu sangat
penting dalam menjalani hidup. Sangat dibutuhkan pengambilan keputusan dalam
waktu yang singkat. Penggunaan Software Expert Choice dapat menyederhanakan
keseluruhan proses AHP dan menyediakan integrasi visual dari analisis sensitivitas.
Software Expert Choice adalah produk yang cepat dipelajari dan mudah digunakan
untuk mengkolaborasikan pengambilan keputusan dalam membantu institusi
penelitian. Software ini mempunyai struktur berbasis grafis dimana dapat
menerapkan penilaian untuk mencapai tujuan akhir. Keuntungan menggunakan
software ini adalah membantu pengambil keputusan untuk memperoleh keputusan
yang terbaik dan memberikan gambaran yang jelas terhadap keputusan tersebut.
Hal ini disebabkan karena hasil divalidasi melalui analisis sensitivitas. AHP dan
software Expert Choice mengikutsertakan pengambil keputusan dalam proses
pengambilan keputusan kedalam bagian terkecil. Dimulai dari membuat goal yang
ingin dicapai, diikuti tujuan, subtujuan, dan alternatif. Pengambil keputusan
kemudian membuat penilaian perbandingan melalui prioritas hierarki sampai ke
alternatif.
Berbagai penelitian telah menggunakan software Expert Choice untuk
menganalisis data dalam pengambilan keputusan, misalnya Donmez (2013)
menggunakan Expert Choice dalam pemilihan software, Yunus et al. (2013) dalam
meranking Heritage Streets, dan Mani et al. (2014) untuk pemilihan supplier.

3 METODE
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, dimana tahap pertama merupakan
rancangan percobaan, yaitu kajian cara panen dan pemipilan terhadap susut
kuantitas. Kemudian tahap berikutnya adalah analisis penentuan sarana pascapanen
yang dapat menurunkan susut kuantitas.
Kajian Cara Panen dan Pemipilan Terhadap Susut Kuantitas
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai Pebruari 2015
di Desa Bojong Nangka, Kec. Petir, Kab. Serang, Provinsi Banten.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan penelitian terdiri atas lahan tanaman jagung varietas Bisma 19
yang siap panen dan jagung tongkolan varietas Bisma 19 yang siap untuk dipipil.
Peralatan yang digunakan terdiri atas alat pemanen yaitu berupa sabit atau parang,
alat pemipil yaitu power thresher multiguna dan cornsheller, grain moisture tester
PM-410 untuk mengukur kadar air, digital tachometer DT-2234A untuk mengukur
kecepatan putar silinder pemipil, terpal 8x8m2 sebagai alas pada proses pemipilan,

10

Tanaman jagung

Panen dipetik

Panen disabit

Persiapan tanaman, tebang bagian atas

Persiapan tanaman, tanpa tebang
bagian atas

musim kemarau,
kelobot dibuka

musim hujan,
tanpa buka kelobot

Penentuan arah Utara-Selatan,
Timur-Barat

Penentuan arah Utara-Selatan,
Timur-Barat

Penentuan titik ubinan (titik 0),
arah barat daya
Pembuatan siku ke arah utara dan timur @5m,
membentuk bujur sangkar 5 m x 5 m

Penentuan titik ubinan (titik 0),
arah barat daya
Penebasan tanaman jagung
Pembuatan siku ke arah utara dan timur @5m,
membentuk bujur sangkar 5 m x 5 m

Pemetikan jagung

musim kemarau,
masukan kedalam karung

musim hujan,
masukan kedalam karung,
kelobot dibuka

Pengumpulan jagung yang tidak
terpanen, tercecer di lahan, dan
pengumpulan sementara

musim kemarau,
tanaman
dikumpulkan

musim hujan,
tanpa pengumpulan
tanaman

Penebasan jagung, kelobot
dibuka

Pengumpulan jagung yang tidak
terpanen, tercecer di lahan, tumpukan
tanaman, dan pengumpulan sementara

Penimbangan
Penimbangan

Perhitungan prosentase susut

Perhitungan prosentase
susut

Data
susut panen 1

Data
susut panen 2

Gambar 2 Tahapan penelitian cara panen (berdasarkan KP DPTP 2012)
aplikasi stopwatch BlackBerry 9900, timbangan gantung kapasitas 25kg untuk
mengukur berat jagung panen dan pemipilan, timbangan digital EK3550 kapasitas
5kg untuk mengukur berat jagung yang tercecer.
Prosedur Penelitian
Persiapan tanaman jagung yang ditebas atasnya dan tanpa tebang atas.
Khusus pada musim kemarau pada tanaman jagung yang ditebang atasnya, kelobot
jagung tersebut dibuka. Setiap perlakuan dibuat petak ubinan 5x5 m2. Setelah lahan

11

siap, proses panen jagung dimulai. Jagung dipetik dan dimasukan kedalam karung.
Kelobot jagung dibuka untuk jagung yang belum dibuka kelobotnya. Setelah proses
panen selesai, waktu yang digunakan selama proses panen dicatat. Pengumpulan
dan penimbangan jagung yang tidak terpanen, tercecer di lahan, dan pengumpulan
sementara, serta di tumpukan tanaman. Jagung hasil panen ditimbang, selanjutnya
dipipil dan hasil pipilannya juga ditimbang. Diagram alir tahapan pengumpulan
data kajian susut panen disajikan pada Gambar 2.
Pengumpulan data kajian susut pemipilan menggunakan tiga cara pemipilan
yaitu pemipilan manual dengan alat tradisional, pemipilan mekanis 1 dengan corn
sheller yang merupakan bantuan sosial Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,
pemipilan mekanis 2 dengan power thresher multiguna sebagai sarana pemipilan
yang biasa digunakan petani, Kementerian Pertanian. Pemipilan manual
menggunakan 50kg jagung tongkolan sedangkan pemipilan mekanis menggunakan
1,000 kg jagung tongkolan. Setelah jagung dipipil, jagung yang tercecer di luar alas
dan tidak terpipil serta terikut kotoran dikumpulkan dan ditimbang. Jagung hasil
pemipilan juga ditimbang sebagai data pada perhitungan prosentase susut kuantitas
pemipilan baik secara manual maupun mekanis. Diagram alir kajian susut
pemipilan jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Tongkolan jagung

Pemipilan Manual

Pemipilan Mekanis 1

Pemipilan Mekanis 2

50 kg tongkolan
jagung

1,000 kg tongkolan
jagung

1,000 kg tongkolan
jagung

Pemipilan

Pemipilan

Pemipilan

Pengumpulan jagung yang tercecer
di luar alas, tidak terpipil, terikut
kotoran

Pengumpulan jagung yang tercecer
di luar alas, tidak terpipil, terikut
kotoran

Pengumpulan jagung yang
tercecer di luar alas, tidak terpipil,
terikut kotoran

Penimbangan

Penimbangan

Penimbangan

Perhitungan prosentase
susut

Perhitungan prosentase
susut

Perhitungan prosentase
susut

Data susut
pemipilan manual

Data susut
pemipilan mekanis 1

Data susut
pemipilan mekanis 2

Gambar 3 Tahapan penelitian cara pemipilan (berdasarkan KP DPTP 2012)
Pengamatan
1. Susut kuantitas
Berat jagung diukur dengan menggunakan timbangan gantung kapasitas 25kg
dan timbangan digital EK3550 kapasitas 5kg. Perhitungan susut panen

12

menggunakan persamaan (1) dan perhitungan susut pemipilan menggunakan
persamaan (2) dimana kedua persamaan tersebut berdasarkan Purwadaria (1988).
Bc
SPn=
x 100% ……..…………………..…… (1)
Bt+Bc
Dimana: SPn = Susut Panen Jagung (%)
Bc = Berat biji jagung tercecer (kg/ha)
Bt = Berat total hasil produksi (kg/ha)
SP =

T1+T2+T3

JP+T1+T2+T3

x 100% ………………..........……… (2)

Dimana: SP = Susut Pemipilan Jagung (%)
T1 = Berat biji jagung yang berada di luar alas pengamatan (kg)
T2 = Berat biji jagung yang masih melekat pada tongkol (kg)
T3 = Berat biji jagung yang terbawa pada kotoran (kg)
JP = Berat biji jagung pipilan (kg)
Gambar 4 menunjukan proses pengukuran berat jagung dengan timbangan
gantung dan digital yang dilakukan pada output proses dan jagung yang tercecer.

Gambar 4 Penimbangan jagung: (a) timbangan
gantung; (b) timbangan digital
2. Waktu proses
Waktu yang digunakan selama proses panen dan pemipilan diukur dengan
menggunakan aplikasi stopwatch BlackBerry 9900. Waktu panen dimulai setelah
lahan jagung yang akan dipanen siap sampai jagung selesai dipanen dalam bentuk
tongkolan tanpa kelobot. Waktu proses pemipilan dimulai dari jagung pertama
dipipil sampai semua jagung yang digunakan sebagai sampel selesai terpipil.
3. Kadar air
Jagung yang akan diukur kadar airnya dipipil terlebih dahulu. Pengukuran kadar
air menggunakan grain moisture tester PM-410 dan dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan. Gambar 5 menunjukan proses pengukuran kadar air berdasarkan
prinsip pemakaian alat.

Gambar 5 Pengukuran kadar air jagung

13

Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati susut kuantitas dan waktu proses
tanaman jagung pada proses panen jagung. Uji statistik diawali dengan analisis
sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan
uji LSD (Least Significance Different) sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari
hasil perhitungan dengan menggunakan Statistical Package for Social Science
(SPSS). Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji LSD apabila:
1. Jika Sig. ≥ 5% maka tidak berpengaruh
2. Jika Sig. < 5% maka berpengaruh
Pengamatan kadar air dianalisis menggunakan uji T. Uji T (Uji Parsial)
digunakan untuk mengetahui berapa besar masing-masing variabel independen
yaitu musim kemarau dan musim hujan memberikan pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen yaitu kadar air. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah
5%, maka jika tingkat signifikansi yang diperoleh ≥ 0.05 maka H0 diterima. Dan
sebaliknya, jika < 0.05 maka H0 ditolak, yang menunjukkan bahwa variabel
independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
1. Panen jagung
Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan RAL Faktorial dengan
dua faktor perlakuan yaitu cara panen (dipetik dan disabit) dan musim (kemarau
dan hujan). Model umum dari rancangan percobaan ini dapat dilihat pada
persamaan (3).


=�+

+

+

+�

…………………. (3)

Keterangan :
Yij = Pengamatan pada perlakuan α ke-i dan β ke-j pada ulangan ke-k
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh perlakuan α ke-i
βj
= Pengaruh kelompok β ke-j
(αβ)ij = Interaksi α ke-i dan β ke-j
εij
= Pengaruh acak dari perlakuan α ke-i, β ke-j pada ulangan ke-k
i
= 1, 2 (cara panen)
j
= 1, 2 (jenis musim)
k
= 1, 2 (percobaan)
2. Pemipilan jagung
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada
kelompok musim kemarau dan musim hujan dengan faktor perlakuan yaitu cara
pemipilan (manual, power thresher multiguna dan cornsheller). Model umum dari
rancangan percobaan ini dapat dilihat pada persamaan (4).
� =�+

+

+ �

……………………………. (4)

Keterangan :
Yij = Pengamatan pada perlakuan α ke-i dan kelompok β ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan α ke-i
βj = Pengaruh kelompok β ke-j
εij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
i
= Banyaknya perlakuan
j
= Banyaknya kelompok

14

Analisis Penentuan Sarana Pascapanen yang dapat Menurunkan Susut
Kuantitas
Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan mulai September 2014 sampai
dengan Januari 2015 bertempat di Bogor, Jakarta, dan Provinsi Banten. Analisis
prioritas sarana pascapanen jagung untuk menekan susut hasil kuantitatif
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Tahapan analisis
Mulai

Mengidentifikasi tujuan, kriteria,
subkriteria dan alternatif

Menyusun kuesioner

Menentukan beberapa pilihan calon
pakar/responden
Menyebar kuesioner kepada
pakar/responden
Memasukan data dari kuesioner

Melakukan perhitungan konsistensi

Konsisten

Tidak

Ya
Menghitung rata-rata geometris

Menghitung bobot pada setiap
elemen hirarki
Selesai

Gambar 6 Tahapan penelitian pengambilan keputusan dalam AHP

15

menggunakan metode AHP dapat dilihat pada Gambar 6. Berikut langkah-langkah
analisis menggunakan metode AHP :
1. Menentukan beberapa pilihan sebagai calon pakar/responden potensial
Langkah ini dilakukan dengan wawancara, calon yang cocok akan
dijadikan alternatif untuk pembobotan kriteria, subkriteria, dan alternatif.
2. Menentukan kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif
Kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif dilakukan dengan diskusi
langsung dan pengamatan di lapangan, sarana pascapanen apa yang sebenarnya
dibutuhkan oleh petani jagung untuk menurunkan susut kuantitas pascapanen.
Kriteria dan subkriteria tersebut muncul dari kebutuhan sistem agar petani
memperoleh sarana pascapanen yang tepat guna. Kemudian kriteria-kriteria,
subkriteria dan alternatif dibuat bagan hierarkinya seperti pada Gambar 7.
Goal

Kriteria 1

Alternatif
A

Kriteria 2

Alternatif
B

Alternatif
A

Alternatif
B

Kriteria 3

Alternatif
A

Alternatif
B

Gambar 7 Struktur Hirarki dalam AHP
3. Penyusunan kuesioner
Setelah menentukan kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif untuk
bahan pertimbangan penentuan sarana pascapanen yang dapat menurunkan
susut kuantitas, kemudian melakukan pembuatan kuesioner. Penyusunan
kuesioner dibuat berdasarkan metode perbandingan berpasangan untuk
mengetahui tingkat bobot dari setiap kriteria, subkriteria dan alternatif. Nilai
bobot tersebut menggunakan skala 1-9 seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Skala perbandingan
Nilai
Keterangan
1
Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal
3
Faktor Vertikal lebih penting dengan Faktor Horizontal
5
Faktor Vertikal jelas lebih penting dengan Faktor Horizontal
7
Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting penting dengan Faktor
Horizontal
9
Faktor Vertikal mutlak lebih penting dengan Faktor Horizontal
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen yang berdekatan
1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
Sumber: Saaty (1990)

4. Penyebaran kuesioner kepada pakar/responden
Kuesioner yang sudah disusun tersebut, disebarkan kepada para
pengambil keputusan dalam hal ini pakar atau responden yang terlibat dalam
pencapaian tujuan.
5. Memasukan data dari kuesioner
Hasil kuesioner yang diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisis
menggunakan software Expert Choice.

16

6. Menghitung rata-rata geometris
Data hasil kuesioner tiap responden akan digabungkan menjadi satu nilai
dengan perhitungan rata-rata geometris.
7. Melakukan perhitungan pembobotan pada kriteria, subkriteria dan alternatif
pada tiap tingkat hierarki
Perhitungan ini akan menghasilkan tingkat bobot kepentingan tiap kriteria,
subkriteria dan alternatif.
8. Pengujian konsistensi
Pengujian konsistensi merupakan tahap akhir yang dilakukan pada setiap
kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif sehingga data-data yang diperoleh
layak untuk digunakan dan diterapkan. Jika hasil uji yang diperoleh tidak
konsisten maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengulang lagi
tahap awal, yakni menentukan kembali calon pakar atau responden.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Panen Jagung
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Provinsi
Banten. Provinsi Banten merupakan sentra pabrik pakan ternak sehingga
permintaan akan jagung pada wilayah ini sangat tinggi. Kabupaten Serang
merupakan salah satu penerima bantuan sosial sarana pascapanen Kementerian
Pertanian.
Kelompok tani (poktan) jagung di Kabupaten Serang melakukan kegiatan
pemanenan dengan cara memetik tongkolan jagung dan langsung dimasukan
kedalam karung. Beberapa hari sebelum panen, bagian atas tanaman jagung
dipotong setelah kelobot mulai mengering untuk digunakan sebagai bahan pakan
ternak, kemudian jika musim kemarau kelobot jagung dibuka untuk mempercepat
pengeringan tongkol namun pada saat musim hujan tongkolan dipanen beserta
kelobotnya yang kemudian akan dikupas. Di beberapa tempat seperti di Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung panen dilakukan dengan menyabit batang
tanaman jagung, tongkolan jagung dipetik, dikumpulkan dan dikupas kelobotnya.
Percobaan dilakukan pada lahan tanaman jagung milik ketua poktan karya
tani. Varietas jagung yang digunakan poktan ini adalah Bisma 19. Varietas ini
merupakan jagung komposit dengan umur panen sekitar 96 hari. Bentuk tongkol
besar dan silindris yang terletak di tengah-tengah batang tanaman. Kelobot tertutup
baik dengan biji berwarna kuning berbentuk semi mutiara. Barisan biji pada tongkol
lurus dan rapat dan potensi hasil sekitar 5.7 ton/ha.
Susut kuantitas
Pemanenan yang dilakukan pada umur panen yang tepat akan menurunkan
susut (World Bank et al. 2011). Petani setempat melakukan pemanenan pada jagung
dengan umur panen 120 hari dimana lebih lama dari umur panen varietas bisma
yang berdasarkan literatur. World Bank et al. (2011) juga menyatakan bahwa
pemanenan yang terlalu awal menyebabkan kadar air tinggi dan biji jagung tidak
padat. Sedangkan pemanenan yang tertunda terutama masuk di awal musim hujan
akan menyebabkan kelembaban tinggi dan jagung tidak cukup kering.

17

Dari hasil susut kuantitas panen yang diperoleh, terlihat bahwa setiap
perlakuan pada setiap musim menghasilkan susut yang berbeda dan dapat dilihat
pada Gambar 8. Pada percobaan pertama, susut panen dipetik pada musim kemarau
1.33%, sedangkan panen disabit 0.89%, susut panen dipetik dan disabit pada musim
hujan berturut-turut 1.17% dan 0.88%. Pada percobaan kedua, susut panen dipetik
pada musim kemarau 0.86% sedangkan panen disabit 0.66%, susut panen dipetik
dan disabit pada musim hujan berturut-turut 1.167% dan 0.85%.
1.6
musim kemarau

1.4

musim hujan

Susut (%)

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

dipetik

disabit

Gambar 8 Susut kuantitas panen jagung
Analisis sidik ragam untuk susut panen menunjukan nilai signifikansi ≥ 5%
sehingga perlakuan panen dipetik dan disabit pada kelompok musim kemarau dan
musim hujan tidak berpengaruh nyata terhadap susut. Hal ini berarti panen jagung
baik dilakukan dengan dipetik maupun disabit menghasilkan susut yang sama dan
tidak berbeda nyata. Namun, pemanenan jagung dengan menebas tanaman sangat
menguntungkan ketika musim hujan karena pada waktu hujan melakukan panen
akan menyebabkan tergesa-gesanya pelaksanaan panen dan pengangkutan hasil
panen tersebut. Ha

Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Eksposisi Analytic Hierarchy Process Dalam Riset Operasi: Cara Efektif untuk Pengambilan Keputusan

1 66 38

Model Analitycal Hierarchy Process Untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk

0 34 6