Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

(1)

 

STUDI PENERAPAN METODE

ANALYTICAL HIERARCHY

PROCESS

(AHP) DAN METODE

TECHNIQUE FOR ORDER

PREFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION

(TOPSIS) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN

DI RUMAH SAKIT BINA KASIH MEDAN-SUNGGAL

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

RABIATUL ADAWIYAH PASARIBU

080403119

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

  

 


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi reguler strata satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk tugas sarjana ini adalah “Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal”.

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis terbuka untuk setiap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini ke depan. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca lainnya.

Medan, November 2013 Penulis


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Syukur dan terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Drs. Syahwir Pasaribu dan Ibunda Nani Eliani Nst yang tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril maupun materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta atas rasa cinta yang tulus membimbing, mendidik, mengasuh anak-anakknya, yang merupakan pengorbanan yang besar, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

2. Abang ku Fadly Elsyah dan Adikku tercinta Jihadan Akbar dan Aulia Annisa, yang selalu memotivasi penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini. 3. Teman terdekatku Dhoni Akmalansyah Dalimunthe yang tanpa dia sadari

telah banyak membantu, meluangkan waktu dan selalu menemani penulis, serta memberikan dukungan dari awal hingga akhirnya dapat menyelesaikan


(7)

laporan penelitian ini, terima kasih untuk komitmen, waktu, dukungan antusias, komentar-komentar bijaknya serta kasih sayang yang tulus, yang telah menjadi sumbangan berharga bagi penulis.

4. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Ketua Bidang Manajemen Rekayasa dan Sistem Produksi atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

6. Bapak Ir. Sugiharto Pujangkoro selaku Dosen Pembimbing I atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

7. Bapak Aulia Ishak, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

8. Seluruh Dosen Departemen Teknik Industri USU, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

9. Bg Mijok, Bg Rido, Bg Nur, K’Dina, K’Ani yang telah membantu penulis dalam kelancaran Tugas Akhir.

10.Bapak Dr. John Tarigan, SpOG selaku Direktur R.S. Bina Kasih yang telah mengizinkan serta membantu penulis melakukan penelitian.


(8)

11.Bang Ucok Purba dan Bu Rina sekaligus pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bimbingan, informasi serta masukan terhadap pengerjaan laporan penelitian ini.

12.Rekan-rekan stambuk 2008, Marini, Lisa Utari, dan lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.

13.Teman terbaik penulis, Dira Mira Rahma Sari dan Nadya Jenisa. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI DRAFT TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

ABSTRAK ... xix

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2 Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3 Tujuan Pemecahan masalah ... I-3 1.4 Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5 Manfaat Penelitian ... I-4 1.6 Sistematika Penulisan ... I-5


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

I I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1 Sejarah Rumah Sakit Bina Kasih ... II-1 2.2 Visi dan Misi Perusahaan ... II-1 2.3 Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4 Fasilitas Layanan ... II-2 2.5 Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.5.1 Struktur Organisasi ... II-3 2.5.2 Uraian Tugas ... II-4 2.15 Tenaga Kerja ... II-10 III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1 Kualitas Pelayanan ... III-1 3.1.3 Hambatan Dalam Pelayanan dan Usaha Penigkatan

Pelayanan ... III-2 3.2 Dimensi Mutu ... III-3

3.2.1 Metode TOPSIS(Technique For Order Preference

Similarity to Ideal Solution ... III-8 3.2.1.1 Definisi Metode TOPSIS (Technique For

Order Preference Similarity to Ideal Solution ... III-8 3.2.1.2 Langkah Kerja Metode TOPSIS ... III-9 3.3 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... III-11


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.3.1 Tahapan Analytical Hierarchy Process (AHP)... III-13 3.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Analytical Hierarchy Process

(AHP). ... III-17 3.4 Metode Sampling ... III-19 3.4.1 Populasi, Elemen dan Sampel ... III-19 3.4.2 Probability Sampling ... III-20 3.4.3 Non Probability Sampling ... III-23 3.5 Validitas Data. ... III-25 3.6 Reliabilitas Data ... III-26 3.7. Metode Successive Interval (MSI) ... III-27 3.7.1 Pandangan Likert Termasuk Kategori Ordinal ... III-29 3.7.2 Pandangan Likert Termasuk Kategori Interval ... III-29 IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2 Jenis Penelitian ... IV-1 4.3 Variabel Penelitian ... IV-1 4.4 Kerangka Konseptual ... IV-4 4.5 Objek Penelitian ... IV-4 4.6 Instrumen Penelitian ... IV-5


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB

HALAMAN

4.8 Metode Pengumpulan Data ... IV-7 4.9 Pengolahan Data ... IV-7 4.10 Analisis dan Pembahasan ... IV-8 4.11 Kesimpulan dan Saran... IV-8 V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Penentuan Kriteria Kualitas Layanan... V-1 5.1.2 Pembuatan Kuisioner ... V-2 5.2 Rekapitulasi Data ... V-2

5.3 Pengolahan Data ... V-3 5.3.1 Pengolahan data Metode AHP ... V-3 5.3.1.1 Penentuan Bobot ... V-3

5.3.1.1.1 Penentuan Bobot Kriteria Kualitas

Layanan ... V-3 5.3.1.2 Uji Konsistensi ... V-11

5.3.1.2.1 Uji Konsistensi Kriteria Kualitas

Layanan ... V-11 5.3.2 Pengolahan Data Metode TOPSIS...V-15

5.3.2.1 Penentuan Alternatif... V-15 5.3.2.2 Perhitungan Validitas ... V-16


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.3.2.3 Perhitungan Reliabilitas ... V-23 5.3.2.4 Transformasi Data Dari Data Ordinal

ke Data Interval ... V-28 5.3.2.4.1 Transformasi Data Tingkat Kesesuaian V-28 5.3.2.5 Penentuan Prioritas Urutan Kualitas Layanan

dengan TOPSIS ... V-46 5.3.2.6 Matriks Keputusan Ternormalisasi ... V-49

5.3.2.7 Matriks Keputusan Ternormalisasi Terbobot... V-50 5.3.2.8 Matriks Solusi Ideal Positif dan

Solusi Ideal Negatif ... V-51 5.3.2.9 Menghitung Jarak Setiap Alternatif dengan

Solusi Ideal Positif dan Solusi Ideal Negatif ... V-53 5.3.2.10 Menentukan Nilai Preferensi Setiap Alternatif .. V-54

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... VI-1 6.1 Hierarki Kepentingan ... VI-1 6.2 Hasil Kuisioner AHP ... VI-1 6.3 Bobot Sub Kriteria dan Kriteria Hasil AHP ... VI-2 6.4 Hasil Penggunaan Metode TOPSIS ... VI-4


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB

HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Jumlah Karyawan Rumah Sakit Bina Kasih ... II -10 5.1 Perhitungan Rata-rata Geometrik Kriteria Untuk Tingkat

Kepentingan ... V-6 5.2 Matriks Normalisasi Kriteria Untuk Tingkat Kepentingan ... V-8

5.3 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Kriteria Kualitas ...

Layanan. ... V-10 5.4 Rekapitulasi Bobot Kriteria Kualitas Layanan ... V-15

5.5 Alternatif Kualitas Layanan... V-15 5.6 Data Kuisioner Tingkat Kesesuaian Untuk Unit Rawat Inap.... V-16 5.7 Perhitungan Validitas untuk Kriteria Tangibles (1)... V-18

5.8 Rekapitulasi Perhitungan Validitas untuk Tingkat Kesesuaian

Penentuan Kualitas Layanan ... V-22 5.9 Pengujian Reabilitas Tingkat Kesesuaian Penentuan Kualitas

Layanan untuk Unit Rawat Inap ... V-23 5.10 Rekapitulasi Perhitungan Reliabilitas Tingkat Kualitas

Layanan ... V-28 5.11 Rekapitulasi Frekuensi Tiap Responden untuk Tingkat

Kesesuaian ... V-28 5.12 Rekapitulasi Hasil Transformasi Skala Baru untuk Kuisioner


(16)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.13 Rekapitulasi Rata-Rata Geometrik Setiap Kriteria Pada Skala Baru Untuk Kuisioner Tingkat Kesesuaian

Kualitas Layanan ... V-48 5.15 Urutan Kualitas Layanan dengan Metode TOPSIS ... V-55

6. 1 Transformasi Skala Ordinal Menjadi Skala Interval ...

dengan Method of Successive Interval (MSI)... VI-2 6. 2 Urutan Bobot Kriteria Tingkat Kepentingan ... VI -2


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bina Kasih ... II-4 2.2 Jumlah Karyawan Rumah Sakit Bina Kasih ... II-10 4.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 4.2 Block Diagram Langkah-langkah Penelitian ... IV-6 5.1 Hierarki Penentuan Kualitas Layanan ... V-1


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Kuisioner ... L.1 2 Rekapitulasi Kuisioner Data Tingkat Kepentingan ... L.2

3 Rekapitulasi Kuisioner Data Tingkat Kesesuaian ... L.3 4 Tabel Nilai Kritis untuk Korelasi Product Moment ... L.4

5 Form Tugas Akhir ... L.5 6 Surat Penjajakan ... L.6 7 Surat Balasan Perusahaan ... L.7

8 Surat Keputusan Tugas Akhir ... L.8

9 Lembar Asistensi ... L.9

 

 


(19)

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang bergerak dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai pusat pengobatan, merupakan tempat terjadi proses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mulai dari diagnosa, perawatan, dan sampai pada rehabilitasi, sehingga rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan pasiennya (pelanggan).

R.S Bina Kasih merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang berada di daerah Sunggal. Dalam hal ini beberapa permasalahan berkaitan dengan kualitas layanan seperti waktu tanggap dokter yang lambat, kurang inisiatif dalam membantu pasien, kerjasama , pelayanan yang kurang akurat dan tidak sesuai standar, sikap, perilaku dan keramahan pihak rumah sakit, jam pelayanan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi ideal terhadap peningkatan kualitas layanan berdasarkan penilaian dimensi kualitas layanan internal.

Metode dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode AHP-TOPSIS yang akan menentukan prioritas kualitas layanan. Dimana metode AHP digunakan untuk mendapatkan bobot setiap kriteria yang tersedia dan bobot tersebut digunakan dalam metode TOPSIS untuk mendapatkan nilai preferensi setiap alternatif unit layanan sehingga diperoleh kualitas layanan terbaik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kriteria dengan nilai preferensi kualitas layanan yang paling tinggi adalah Unit Gawat Darurat yaitu 0,60000. Hal ini menunjukkan bahwa Unit Gawat Darurat berada pada urutan paling utama sehingga menjadi kualitas layanan terbaik yang diprioritaskan dalam pemenuhan kualitas layanan di Rumah Sakit Bina Kasih


(20)

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang bergerak dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai pusat pengobatan, merupakan tempat terjadi proses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mulai dari diagnosa, perawatan, dan sampai pada rehabilitasi, sehingga rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan pasiennya (pelanggan).

R.S Bina Kasih merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang berada di daerah Sunggal. Dalam hal ini beberapa permasalahan berkaitan dengan kualitas layanan seperti waktu tanggap dokter yang lambat, kurang inisiatif dalam membantu pasien, kerjasama , pelayanan yang kurang akurat dan tidak sesuai standar, sikap, perilaku dan keramahan pihak rumah sakit, jam pelayanan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi ideal terhadap peningkatan kualitas layanan berdasarkan penilaian dimensi kualitas layanan internal.

Metode dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode AHP-TOPSIS yang akan menentukan prioritas kualitas layanan. Dimana metode AHP digunakan untuk mendapatkan bobot setiap kriteria yang tersedia dan bobot tersebut digunakan dalam metode TOPSIS untuk mendapatkan nilai preferensi setiap alternatif unit layanan sehingga diperoleh kualitas layanan terbaik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kriteria dengan nilai preferensi kualitas layanan yang paling tinggi adalah Unit Gawat Darurat yaitu 0,60000. Hal ini menunjukkan bahwa Unit Gawat Darurat berada pada urutan paling utama sehingga menjadi kualitas layanan terbaik yang diprioritaskan dalam pemenuhan kualitas layanan di Rumah Sakit Bina Kasih


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang bergerak dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai pusat pengobatan, merupakan tempat terjadi proses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mulai dari diagnosa, perawatan, dan sampai pada rehabilitasi, sehingga rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan pasiennya (pelanggan).

Pelanggan merupakan aset yang sangat berharga dalam pengembangan suatu industri jasa termasuk rumah sakit. Kepuasan pelanggan memiliki peran penting untuk mempertahankan dan menumbuhkembangkan organisasi atau dengan kata lain kepuasan pelanggan merupakan faktor yang menentukan loyalitas pelanggan terhadap jasa yang digunakan. Kepuasan pelanggan secara umum digambarkan sebagai pandangan konsumen atas kualitas pelayanan yang diterima dari pemberi jasa.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa kualitas layanan internal pada akhirnya akan menentukan kualitas layanan eksternal. Dalam dunia

hospitality yang terpenting adalah bagaimana karyawan diperlakukan dalam perusahaannya. Tidak hanya diukur dari gaji yang diberikan namun juga dari lingkungan dan kondisi tempat bekerja. Karyawan harus menerima layanan yang baik dari pimpinan-pimpinanya dan juga sesama karyawan lainnya agar dapat


(22)

menyampaikan layanan yang baik ke konsumen eksternal. Kualitas layanan internal sebagai kualitas dari linngkungan kerja yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan.

Heskett al (1994) mengatakan dengan meningkatnya kepuasan konsumen dan kepuasan karyawan maka akan menghasilkan profit. Heskett mengemukakan 5 kunci penting, yaitu:

1. Profit dan perkembangan perusahaan tergantung dari kesetiaan konsumen. 2. Kesetiaan adalah hasil langsung dari kepuasan konsumen.

3. Kepuasan konsumen sebagian besar dipengaruhi oleh nilai dari jasa yang diberikan ke konsumen.

4. Nilai dari jasa-jasa tersebut dihasilkan dari kepuasan, kesetiaan, dan produktivitas karyawan.

5. Kepuasan, kesetiaan , dan produktivitas karyawan adalah hasil dari layanan internal perusahaan.

Kualitas pelayanan dalam suatu perusahaan jasa umumnya meliputi lima dimensi yaitu keandalan (reliability), berwujud (tangible), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Kualitas meliputi penilaian konsumen terhadap inti pelayanan tersebut, pemberi layanan atau keseluruhan organisasi pelayanan. Kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen mempunyai konstruksi hubungan yang nyata dan ada hubungan sebab akibat antara keduanya

Dari permasalahan diatas yang menjadi latar belakang perlunya peningkatan kualitas layanan di R.S. Bina Kasih Sunggal-Medan dapat dilihat dari


(23)

pencapaian masing-masing unit pelayanan di rumah sakit. Adapun indikator kualitas pelayanan di rumah sakit dapat dilhat dari waktu tanggap pelayanan, kepuasan pelanggan, dokter pemberi layanan, waktu tunggu di rawat jalan dan lain-lain nya. Adapun indikator pelayanan yaitu:

1. Indikator kualitas pelayanan juga dapat dilihat dari waktu pemberi pelayanan di unit gawat darurat yang memiliki kualitas pelayanan atau standar pelayanan yang diberikan ≤ 5 menit setelah pasien datang,

2. Indikator kualitas pelayanan standar pelayanan yang diberikan dokter spesialis di unit pelayanan rawat jalan adalah 100%.

Adapun beberapa permasalahan terhadap kualitas pelayanan di R.S. Bina Kasih Sunggal-Medan yaitu:

1. Pada unit rawat inap permasalahan yang ada yaitu : Keterlambatan waktu dalam penanganan pasien karena kurangnya inisiatif perawat dan masih minimnya perawat atau karyawan yang ada di Rumah Sakit Bina Kasih.

2. Pada unit rawat jalan permasalahan yang ada yaitu : pelayanan yang diberikan oleh dokter belum maksimal karena dokter yang memberikan pelayanan adalah dokter umum dan masih kurangnya dokter spesialis.

3. Pada unit gawat darurat permasalahan yang ada yaitu : waktu tanggap yang diberikan tenaga medis atau perawat terhadap pasien diantara 10-15 menit setelah pasien datang dan juga masih kurangnya perawat di bagian unit gawat darurat.


(24)

1.2 Rumusan Permasalahan

Dari penjelasan pada latar belakang masalah maka adapun yang menjadi permasalahan di R.S. Bina-Kasih Sunggal-Medan adalah kualitas pelayanan yang masih rendah pada unit pelayanan unit gawat darurat, rawat inap, dan rawat jalan.

1.3 Tujuan Pemecahan Masalah

Adapun tujuan penelitian ini antara lain :

1. Mengidentifikasi kriteria yang digunakan dalam penentuan kualitas layanan terhadap unit-unit layanan.

2. Menentukan unit-unit layanan yang memiliki kinerja terbaik dalam memberikan layanan pada Rumah Sakit Bina Kasih.

3. Menentukan prioritas unit layanan dengan metode AHP dalam pembobotan dan metode TOPSIS dalam perolehan nilai preferensi setiap alternatif untuk menentukan ranking setiap unit layanan.

1.4 Batasan dan Asumsi Penelitian

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Bina Kasih Medan-Sunggal 2. Penelitian ini menilai kualitas layanan internal di rumah sakit Bina Kasih 3. Penelitian dilakukan pada 3 unit layanan, yaitu Unit Rawat Inap, Unit Rawat

Jalan, Unit Gawat Darurat.

4. Responden yang dijadikan objek penelitian adalah karyawan R.S. Bina Kasih Medan-Sunggal


(25)

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Tidak ada perubahan pada setiap unit pelayanan yang dianalisis selama penelitian dilakukan.

2. Kriteria penilaian karyawan dalam setiap unit pelayanan adalah sama.

1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian: 1. Bagi penulis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebutuhan dan harapan karyawan terhadap kualitas layanan di rumah sakit

b. Menambah wawasan terkait penerapan metode AHP dan TOPSIS dalam pemilihan solusi perbaikan pada unit layanan.

2. Bagi perusahaan

Hasil penelitian dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengembangkan kualitas pelayanan di rumah sakit yang diteliti.

3. Bagi pihak lain

Dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan dalam dunia bisnis khususnya rumah sakit terkait dengan penelitian yang dilakukan.

1.6 Sistematika Penulisan


(26)

BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN, berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, proses produksi perusahaan dan manajemen.

BAB III LANDASAN TEORI, mengenai tinjauan-tinjauan kepustakaan yang berisi teori-teori yang mendukung permasalahan dan analisis pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN, berisi metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tahapan-tahapan penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai diagram alirnya. BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA, memuat

data-data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH, memuat analisis dan pembahasan hasil dari pengolahan data dengan cara membandingkan dengan teori-teori yang ada terutama terhadap metode TOPSIS dan AHP.


(27)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN, berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Rumah Sakit Bina Kasih

Rumah Sakit Bina Kasih diresmikan pada tanggal 17 September 2005, yang sudah 8 tahun berdiri dan diresmikan oleh Dr. Hj. Linda Wardani. Gedung Rumah Sakit Bina Kasih pada awal berdirinya hanya berkapasitas 75 tempat tidur di bangunan gedung 5 lantai.

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan layanan kesehatan di Rumah Sakit Bina Kasih maka telah terjalin kerja sama yang baik dalam pelayanan kesehatan dengan PT. Askes (Persero), PT. Jamsostek, PT. Inhealth, JPK-Medan Sehat, JAMKESMAS, JAMPERSAL, dan perusahaan-perusahaan.

2.2 Visi dan Misi Perusahaan

Adapun visi dan misi dari R.S. Bina Kasih dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Visi

Menjadikan rumah sakit umum Bina kasih sebagai pusat pelayanan kesehatan dan rujukan kegawat daruratan medis dengan pelayanan prima dan paripurna didukung oleh tenaga ahli yang professional yang mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


(29)

b. Misi

1. Tersedianya sumber daya manusia yang profesional dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Memiliki tenaga spesialis yang mampu memberikan pelayanan yang prima dan paripurna.

3. Tersedianya fasilitas dan peralatan medis yang lengkap dan modern. 4. Terlaksananya pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan guna

meningkatkan sumber daya manusia.

2.3 Lokasi Perusahaan

Rumah Sakit Umum Bina Kasih berlokasi di Jalan Jend. TB Simatupang No. 148 Medan Sunggal, Sumatera Utara.

2.4 Fasilitas Layanan

Adapun fasilitas yang ditawarkan oleh R.S. Bina Kasih adalah sebagai berikut:

1. Ruang Operasi 2. ICU/NICU 3. Dokter Spesialis 4. Dokter Umum 5. UGD

6. Poliklinik 7. CT Scan


(30)

8. Radiologi 9. USG

10. Laboratorium 11. Fisioterapi 12. Instalasi Famasi 13. Ruang Rawat Inap 14. Instalasi Gizi 15. Ambulance 16. Apotek

2.5 Organisasi dan Manajemen 2.5.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi R.S. Bina Kasih merupakan struktur organisasi fungsional. Struktur organisasi fungsional ini memiliki ciri sebagai berikut:

a. Dalam proses organisasi tidak memerlukan banyak koordinasi. b. Pembagian tugas didasarkan spesialisasi pegawai.

c. Para pemimpin mempunyai kewenangan dan tanggung jawab d. Tidak terjamin adanya kesatuan perintah

Adapun struktur organisasi R.S. Bina Kasih lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(31)

Sumber: Rumah Sakit Bina Kasih Sunggal-Medan

Gambar 2.1 Struktur Organisasi R.S. Bina Kasih Sunggal-Medan

2.5.2 Uraian Tugas

Adapun pembagian tugas dari setiap unit atau fungsi dalam struktur organisasi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Yayasan (Pimpinan)

Yayasan merupakan pemilik, dan sekaligus berperan sebagai Pimpinan yang secara langsung membawahi direktur dari setiap cabang dari Rumah Sakit Bina Kasih.

Pimpinan mempunyai tugas memimpin, menyusun kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan Peraturan di R.S. Bina Kasih Sunggal-Medan. Pimpinan secara langsung dapat mengangkat dan memberhentikan direktur dan secara langsung mengevaluasi dan mengawasi kinerja direktur rumah sakit.


(32)

2. Direktur

Direktur berperan sebagai pimpinan langsung R.S. Bina Kasih dan sekaligus bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dan operasi yang berlangsung di rumah sakit. Adapun tugas dari direktur rumah sakit adalah

a. Melaksanakan dan mengevaluasi program kerja dan kegiatan pelayanan serta anggaran operasional

b. Merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengarahkan karyawan dalam melaksanakan tugas.

c. Menetapkan, melaksanakan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan penerapan standar pelayanan rumah sakit, standar pelayanan medis dan penerapan etika rumah sakit.

d. Menetapkan anggaran belanja dan pendapatan Operasional tahunan

e. Menetapkan uraian tugas seluruh karyawan dan melaksanakan penilaian kinerja karyawan

f. Mengambil keputusan atau kebijakan sehubungan dengan pelaksanaan pelayanan di rumah sakit

g. Menetapkan pengangkatan ketua setiap satuan fungsional

h. Menyelenggarakan kordinasi dan kerjasama fungsional dengan Dinas Kesehatan Pemerintah.

i. Mengikuti Rapat dinas, seminar, ceramah dan kegiatan lainnya j. Melaksanakan dan mengamankan peraturan/perundang-undangan.


(33)

3. Manajer

Manajer merupakan pimpinan yang membawahi dan mengkoordinir unit dan fungsi dalam rumah sakit. Masing-masing Manajer bertanggung jawab terhadap fungsionalnya manajer ditetapkan secara langsung oleh direktur, dan berada dalam pengawasan direktur. Adapun tugas dari masing-masing general manajer adalah:

a. Melaksanakan koordinasi tugas masing-masing fungsi yang berbeda dibawah pengelolaannya sesuai dengan struktur organisasi yang ditetapkan b. Mengendalikan dan mengevaluasi setiap kegiatan dari fungsional secara

berkala.

c. Mengambil keputusan dan kebijakan terkait arah dan sasaran perusahaan yang diinginkan.

4. Bagian Medis

Bagian medis terdiri dari pelayanan medis dan penunjang medis mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas direktur dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian pelayanan medis dan penunjang medis. Bagian pelayanan medis dan penunjang medis mempunyai fungsi :

a. Penyiapan bahan perumusan dan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas, pelaksanaan pelayanan medis, pengendalian dan pelaporan bagian Pelayanan Medis;


(34)

b. Penyiapan bahan perumusan dan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas, pelaksanaan penunjang medis, pengendalian dan pelaporan bagian penunjang medis;

c. Penginventarisasian permasalahan berhubungan dengan pelaksanaan tugas dan program kerja bagian pelayanan medis dan penunjang medis serta penyiapan bahan tindak lanjut penyelesaiannya;

d. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan program bagian pelayanan medis dan penunjang medis;

e. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan direktur rumah sakit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi bagian pelayanan medis dan penunjang medis;

Bagian pelayanan medis dan penunjang medis dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

5. Bagian Keuangan

Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Direktur dalam penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian akuntansi, verifikasi dan perbendaharaan. Bagian Keuangan mempunyai fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan, pengkoordinasian, penyelenggaran tugas secara terpadu, pelayanan


(35)

administrasi, pelaksanaan dan pengendalian di bagian akuntansi, verifikasi dan perbendaharaan;

b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaran tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, pelaksanaan dan pengendalian di bagian perbendahaaran; c. Penginventarisasian permasalahan berhubungan dengan pelaksanaan tugas

dan program kerja bagian keuangan serta bahan tindak lanjut penyelesaiannya;

d. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan program bagian keuangan rumah sakit;

e. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan direktur rumah sakit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi rumah sakit;

Bagian keuangan dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

6. Bagian Marketing

Bagian marketing mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Direktur dalam penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian marketing. Bagian marketing mempunyai fungsi:

a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan ketatalaksanaan organisasi rumah sakit, serta kebutuhan dalam proses pengembangan organisasi dan tata laksana pemasaran;


(36)

b. Pengkoordinasian pelaksanaan administrasi rumah sakit meliputi : ketatausahaan dan pemasaran;

c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemasaran;

d. Pembinaan terhadap penyelenggaraan administrasi bagian pemasaran rumah sakit serta melakukan evaluasi terhadap peneyelenggaraan administrasi bagian pemasaran rumah sakit;

e. Perencanaan dan pelaksanaan pemasaran rumah sakit.

Bagian marketing dipimpin oleh seorang manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

7. Bagian Umum/HRD

Bagian umum/HRD mempunyai tugas merencanakan, membina, mengkoordinasikan melaksanakan kegiatan dan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan ketatausahaan, kearsipan, urusan rumah tangga, serta melaksanakan tugas teknis kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia. Bagian umum/HRD mempunyai fungsi:

a. Melaksanakan tugas-tugas urusan rumah tangga meliputi pemeliharaan kendaraan dinas, akomodasi, serta memelihara kebersihan & perlengkapan;

b. Menyusun rencana kebutuhan pengadaan perlengkapan dan peralatan kantor, dan pemeliharaan barang-barang inventaris;

c. Merencanakan, membina, mengkoodinasikan pelaksanaan kehumasan dan pemasaran serta rekam medik dan sistem dan sistem informasi rumah sakit;


(37)

d. Merencanakan pendidikan, menyelenggarakan bimbingan, menyusun dan mengembangkan standar pelayanan keperawatan;

e. Menyusun rencana, melaksanakan tugas teknis kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia.

Bagian umum/HRD dipimpin oleh seorang manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

2.6 Tenaga Kerja

Dalam memberikan layanan pada pelanggan R.S. Bina Kasih memiliki karyawan sebanyak 226 orang, baik dalam tatanan manajerial maupun non-manajerial. Susunan karyawan R.S. Bina Kasih dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah Karyawan R.S. Bina Kasih

Karyawan Jumlah (orang) Bagian Medis:

a. Dokter Spesialis b. Dokter Umum c. Dokter Gigi d. Keperawatan e. Rekam Medis f. Laboratorium g. Farmasi h. Radiologi i. Fisioterapi j. Gizi 14 10 2 120 8 3 4 6 5 10 Bagian Umum/HRD 30 Bagian Keuangan 12 Bagian Marketing 4

Total 226


(38)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Kualitas Pelayanan1

Jasa dapat dibagi menjadi dua dimensi kualitas, yaitu kualitas teknikal (technical quality) dan kualitas fungsional (functional quality). Kedua dimensi itu sangatlah penting bagi konsumen. Kualitas teknikal terkait dengan kemampuan mesin, pengetahuan karyawan pada jasa yang disampaikan, dll. Kualitas fungsional terkait dengan kemudahan konsumen untuk mengakses, tampilan fisik kantor, hubungan jangka panjang dengan konsumen, hubungan internal di dalam perusahaan, serta sikap, perilaku dan jiwa pelayanan dari pemberi jasa. Contoh : nasabah suatu bank berharap tagihan mereka dapat dibayar tepat waktu, dapat melakukan transfer uang dari satu rekening ke rekening lainnya. Transaksi seperti ini biasa dilakukan oleh hampir semua bank. Singkat kata, bank yang telah dipilih oleh nasabah merupakan bank yang memiliki kualitas fungsional yang baik.

Menurut Muhtosim Arief dan Ida Hidayanti dalam jurnalnya mengatakan bahwa, untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, indikator kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan.

       1

Sugiharono, Joko. 2009. Analisis Pengaruh Citra, Kualitas Layanan dan Kepuasan Terhadap Loyalitas Pelanggan. Semarang: Universitas Diponegoro, Program Studi Magister Manajemen


(39)

Untuk menciptakan kualitas pelayanan internal (karyawan), pimpinan perusahaan hendaknya memberikan kompensasi yang lebih efektif kepada para karyawan. Kompensasi yang efektif memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas karyawan dan akan menciptakan karyawan yang memberikan kualitas pelayanan yang efektif pada konsumen. Dengan demikian akan menimbulkan kepuasan kepada konsumen dan loyalitas akan terjadi.

3.3.1 Hambatan Dalam Pelayanan dan Usaha Peningkatan Pelayanan

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatanan kualitas pelayanan. Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut : .

a. Kurang otoritas yang diberikan bawahan

b. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen c. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan d. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberikan jalan keluar yang

baik

e. Petugas sering tidak ada ditempat pada waktu jam kerja sehingga sulit dihubungi

f. Banyak interest pribadi g. Budaya tip


(40)

3.2 Dimensi Mutu2

Mutu merupakan konsep yang komprehensif dan multidimensional.

mengemukakan bahwa kegiatan penjaminan mutu menyangkut satu atau beberapa dimensi mutu, yaitu:

1. Kompetensi teknis (technical competence), yaitu berupa keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung, serta bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Dimensi ini relevan untuk pelayanan klinis maupun non-klinis. Kurangnya kompetensi teknis dapat bervariasi dari penyimpangan kecil terhadap prosedur standar sampai kesalahan yang besar dan terkait dengan efektivitas pelayanan.

2. Akses terhadap pelayanan (access to service), maksudnya adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial dan budaya, ekonomi, organisasi, atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan jenis alat transportasi, jarak, waktu perjalanan, dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi pelanggan memperoleh pelayanan. Akses sosial dan budaya terkait dengan dapat diterimanya pelayanan kesehatan oleh pelanggan (pasien) berkaitan dengan nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan yang pembiayaannya terjangkau oleh pelanggan. Akses bahasa dalam konteks pelayanan berarti pelanggan dapat mengerti dan memahami dengan jelas apa yang disampaikan oleh petugas kepada pelanggan.

       2

Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(41)

3. Efektivitas (effectiveness), merupakan dimensi ketepatan yang akan menjawab pertanyaan “apakah prosedur atau pengobatan, bila diterapkan dengan benar, akan memberikan hasil yang diinginkan?” dan “apakah pengobatan yang dianjurkan merupakan teknologi yang paling tepat untuk situasi di tempat itu?”

4. Hubungan antar manusia (human relation), berkaitan dengan interaksi antara petugas dengan petugas dan antara petugas dengan pasien/masyarakat. Bentuk dari hubungan antar manusia ini antara lain dapat berupa menghargai, menjaga rahasia, menghormati, mendengarkan keluhan, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan antar manusia akan memberikan andil yang besar dalam konseling yang efektif.

5. Efisiensi (efficiency), merupakan dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruh hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumber daya kesehatan pada umumnya terbatas. Efisiensi merujuk pada penggunanan tenaga, waktu, sarana/alat, dana.

6. Kelangsungan pelayanan (continuity of service), berarti pelanggan akan menerima pelayanan lengkap yang dibutuhkan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Dalam hal ini pelanggan juga harus mempunyai akses rujukan untuk pelayanan spesialistis.

7. Keamanan (safety), berarti mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Apapun yang dilakukan dalam pelayanan baik di puskesmas rumah sakit, atau tempat pelayanan lainnya harus aman dari bahaya yang mungkin timbul.


(42)

8. Kenyamanan (amenity), merupakan dimensi mutu yang tidak berkaitan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (pasien) untuk mau datang memperoleh pelayanan berikutnya. Dimensi kenyamanan berkaitan dengan penampilan fisik tempat pelayanan, peralatan medis dan non-medis, kebersihan, sarana yang tersedia, dan sebagainya.

Selain dimensi-dimensi yang dikemukakan di atas, berbagai dimensi dalam versi lain banyak dikemukakan oleh para ahli mutu mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok, yaitu daya tanggap, kehandalan (reliabilitas), kompetensi, kesopanan, akses, komunikasi, kredbilitas, kemampuan memahami pelanggan, keamanan, dan bukti fisik. Mereka menggabungkan beberapa dimensi menjadi satu, yaitu kopetensi, kesopanan, keamanan, dan kredibilitas yang disatukan menjadi jaminan (assurance). Dimensi komunikasi, akses, dan kemampuan memahami pelanggan digolongkan sebagai empati (empathy). Akhirnya jadilah lima dimensi utama, yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik atau bukti langsung.

a. Reliabilitas (Reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan kehandalan dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain, reliabilitas berarti sejauh mana jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan erat dengan apakah perusahaan/instansi memberikan tingkat pelayanan yang


(43)

sama dari waktu ke waktu, apakah perusahaan/instansi memenuhi janjinya, membuat catatan yang akurat, dan melayani secara benar.

b. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, dan masalah dari pelanggan. Dimensi ini menekankan perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dan masalah dari pelanggan.

c. Jaminan (Assurance), artinya karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko keragu-raguan. Dimensi-dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan (sopan santun) kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa. d. Empati (Empathy), dalam hal ini karyawan/staf mampu menempatkan dirinya

pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan kemampuan pekerja (karyawan) untuk menyelami perasaan pelanggan

e. Bukti fisik atau bukti langsung (Tangible), berupa ketersediaan sarana dan prasarana ternasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan.


(44)

Definisi dari 12 kriteria yang ditetapkan yaitu:

1. Tangibles (Bukti fisik): Penampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil, kebijakan, proses dan kebersihan.

2. Responsiveness (Ketanggapan): Kecepatan dan ketepatan waktu dari penyampaian layanan, kemauan untuk membantu, komitmen dan etos kerja. 3. Courtesy (adab): Kesopanan, rasa hormat, perhatian, kepribadian, dan

keramahan dalam menghadapi staf lain atau pasien.

4. Reliability (Kehandalan): Kemampuan untuk menjalankan layanan yang dijanjikan secara handal dan akurat serta mencakup konsistensi dari kinerja 5. Communication (Komunikasi): Kemampuan dari penyedia layanan untuk

berkomunikasi sehingga staf lain dan pasien akan memahami mereka. (meliputi kejelasan, kelengkapan, dan dan keakuratan dari intruksi baik yang diungkapkan ataupun informasi tertulis yang dikomunikasikan).

6. Competence (Kompetensi): Keterampilan, keahlian, pendidikan dalam menjalankan pelayanan (meliputi melaksanakan prosedur yang benar, pemberian pelayanan dan pengobatan yang baik, dan kemampuan umum untuk melakukan pekerjaan dengan baik).

7. Understanding the customers (Memahami Pelanggan): Pemahaman terhadap keinginan pasien dan keluarga pasien, atau keinginan dari staf yang lain. (sering dinyatakan dalam bentuk kebutuhan medis kebutuhan sosial, mental, serta kebutuhan emosional dari pasien)

8. Patient Outcomes (Hasil yang diterima pasien) : Bebas dari sakit, penyelamatan nyawa, kualitas hidup, dan kepuasan setelah pengobatan medis.


(45)

9. Caring (Kepedulian): Perhatian, peduli, simpati dan rasa hormat yang ditunjukan kepada pasien dan keluarga pasien. (Meliputi sejauh mana pasien merasa nyaman terhadap pelayanan dan merasa nyaman secara emosional). 10. Collaboration (Kolaborasi): Kerjasama, sinergi dari tim atau departemen di

dalam jaringan layanan internal, disiplin internal dan eksternal dari rumah sakit itu sendiri

11. Access (Akses): Pendekatan dan kemudahan untuk dihubungi

12. Equity (Kesetaraan): Rasa kesetaraan dan keadilan dalam hubungan kerja, dampak dari tindakan orang lain tidak memiiki rekan kerja, dan tidak ada agenda yang tersembunyi.

3.2.1 Metode TOPSIS (Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution)3

3.2.1.1 Definisi Metode TOPSIS (Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution)

TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang tahun 1981 dalam buku J.R San Cristobal Mateo. TOPSIS didasarkan pada konsep dimana alternatif terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif.. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien dan

      

3

 Pi-Fang Hsu dan Mei-Ghing Hsu. 2008. Optimizing the Information Outsourcing Practices of Primary Care Medical Organizations Using Entropy and TOPSIS. Taiwan, ROC 


(46)

memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana.

3.2.1.2 Langkah Kerja Metode TOPSIS

Sri Kusumadewi (2010) menguraikan langkah kerja metode TOPSIS. Adapun langkah-langkah metode TOPSIS sebagai berikut :

1. Membangun normalized decision matrix

Elemen rij dari normalisasi decision matrix R dengan metode Euclidean length of a vector adalah :

Dimana:  rij = matriks ternormalisasi [i][j] 

  xij = matriks keputusan [i][j] 

2. Membangun weighted normalized decision matrix

Solusi ideal positif A+ dan solusi ideal negatif A- dapat ditentukan berdasarkan rating bobot ternormalisasi Yij sebagai berikut :

Yij = wi. rij dengan i = 1, 2, 3 . . . m dan j = 1, 2, 3, . . . n     Dimana: Yi,j = matriks normalisasi terbobot [i][j] wj = vektor bobot [j]


(47)

3. Memerlukan matriks solusi ideal dan matriks solusi ideal negatif. Solusi ideal positif (A+) dihitung berdasarkan :

A+ = (Y1+, Y2+, Y3+,…,Yn+)

A+={(max Yij| j Є J),(min Yij| j Є J’), i=1,2,...,m}={Y1+, Y2+, Y3+,...,Yn+} Solusi ideal negatif (A-) dihitung berdasarkan :

A- = (Y1-, Y2-, Y3-,…,Yn-)

A-={(min Yij| j Є J),(max Yij| j Є J’), i=1,2,...,m}={Y1-, Y2-, Y3-,..., Yn-} Dimana: J = {1, 2, ..., n dan j berhubungan dengan benefit criteria}

J’= {1, 2, ..., n dan j berhubungan dengan cost criteria} Yj+ = solusi ideal positif [j]

Yj- = solusi ideal negatif [j]

 

Pembangunan A+ dan A- adalah untuk mewakili alternatif yang most preferable ke solusi ideal dan yang least preferable secara berurutan.

4. Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matriks ideal negatif.


(48)

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif dapat dirumuskan sebagai :

Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif dapat dirumuskan sebagai :

5. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif

Kedekatan setiap alternatif terhadap solusi ideal dihitung berdasarkan rumus:

3.3 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Saaty, T.L. (1993) memgemukakan proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan yang lebih terperinci yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam


(49)

tujuan pertama. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Dan pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama dan pada hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan kriteria diukur.

Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti seberapa jauh pengambil keputusan menjabarkan tujuan menjadi tujuan yang lebih rendah. Pengambil keputusanlah yang menentukan saat penjabaran tujuan ini berhenti dengan memperhatikan keuntungan maupun kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses penjabaran hirarki tujuan, yaitu :

1. Pada saat penjabaran tujuan ke dalam sub tujuan harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam sub tujuan tersebut. 2. Meskipun hal tersebut terpenuhi, perlu menghindari terjadinya pembagian

yang terlampau banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertical.

3. Sebelum menetapkan suatu tujuan untuk menjabarkan hirarki tujuan yang lebih rendah, maka dilakukan tes kepentingan. Apakah suatu tindakan atau hasil yang terbaik akan diperoleh bila tujuan tersebut tidak dilibatkan dalam proses evaluasi.

Model AHP pendekatannya hampir identik dengan model prilaku politis, yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusannya. AHP yang dikembangkan oleh


(50)

Thomas L. Saaty dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa model-model lainnya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendekatan AHP, khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual pada saat proses penerapan pendekatan.

3.3.1 Tahapan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998) :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.


(51)

Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya.

Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1,E2,E3,E4,E5.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.


(52)

Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty bisa dilihat di bawah. Intensitas Kepentingan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 = Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar

3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya

5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya

7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya. Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.

9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan


(53)

Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%.

3.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah : 1. Kesatuan (Unity)


(54)

AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.

2. Kompleksitas (Complexity)

AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.

3. Saling ketergantungan (InterDependence)

AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.

4. Struktur Hirarki (HierarchyStructuring)

AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.

5. Pengukuran (Measurement)

AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. 6. Konsistensi (Consistency)

AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.

7. Sintesis (Synthesis)

AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.

8. Trade Off

AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.


(55)

9. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)

AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan Proses (ProcessRepetition)

AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:

a. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektivitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

b. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

3.4 Metode Sampling 4

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena memanfaatkannya yang demikian besar dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Sampling sering dilawankan dengan sensus yaitu metode pengumpulan data secara menyeluruh yaitu seluruh sumber data ditelusuri dan setiap elemen data yang dibutuhkan diambil. Metode sensus memang menghasilkan data lebih lengkap tetapi tidak sedikit kendala yang       

4


(56)

dihadapi dengan menggunakan metode ini. Sedangkan pada sampling sendiri adalah metode pengumpulan data dimana sumber data ditelusuri hanya sebagaian dari elemen populasi (sampel).

3.4.1 Populasi, Elemen dan Sampel

Objek penelitian dapat bermacam-macam baik berbentuk fisik seperti manusia secara keseluruhan, manusia dalam kelomok tertentu, perusahaan pelanggan, tanaman, dan lain-lain maupun non-fisik seperti perilaku, kepemimpinan, peristiwa dan lain-lain. Karena penelitian harus mengungkap masalah yang dihadapi oleh objek tersebut maka perlu diketahui batasan (boundary) dari objek tersebut. Jika objek penelitian adalah sebuah perusahaan yang sedang bermasalah dalam hal produktivitas karyawannya maka boundary dari objek penelitian tersebut adalah keseluruhan karyawan yang terkena masalah produktivitas. Boundary dari objek ini disebut populasi.

Elemen adalah setiap anggota dari populasi. Jika populasi adalah seluruh produk yang dihasilkan oleh sebuah industri manufakturing misalnya sebanyak 10.000 unit perhari maka setiap unit dari produk yang dihasilkan perhari adalah elemen dari populasi yang beranggotakan 10.000 unit produk perhari tersebut. Dengan kata lain, seluruh elemen yang membentuk satu kesatuan karakteristik adalah populasi dan setiap unit dari populasi tersebut adalah elemen dari populasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat didefenisikan bahwa populasi ialah keseluruhan anggota atau kelompok yang membentuk objek yang dikenakan investigasi oleh peneliti.


(57)

Sampel adalah sebuah subset dari populasi. Sebuah subset terdiri dari sejumlah elemen dari populasi ditarik sebagai sampel melalui mekanisme tertentu dengan tujuan tertentu. Elemen yang ditarik dari populasi disebut sebagai sebuah sampel apabila karakteristik yang dimiliki oleh gabungan dari seluruh elemen-elemen yang ditarik tersebut merepresentasikan karakteristik dari populasi.

3.4.2 Probability Sampling

Dalam probability sampling, setiap elemen dari populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode propability sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (representiveness) oleh sampel terhadap populasi sangat dibutuhkan dalam penelitian antara lain agar hasil penelitian dapat digeneralisasi secara lebih luas. Pemilihan atas lima metode penarikan samel yang telah disebutkan di atas tergantung pada banyak faktor, antara lain yang utama ialah luasnya cakupan generalisasi yang diinginkan, ketersediaan waktu, maksud dan tujuan penelitian (tipe masalah yang ingin dicari jawabannya)

Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai teknik sampling yang berada dalam lingkup probabilistik sampling

1. Simple Random Sampling

Dalam simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena semua elemen diperlakukan sama dalam arti


(58)

semuanya mempunyai kesempatan terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing anggota mungkin tidak sama. Cara penarikan sampel berdasarkan simple random sampling memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemamuan generalisasi yang tinggi. Namun, penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak berfluktuasi besar.

2. Systematic Sampling

Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke-n dari populasi mulai dari urutan yang dipilih secara acak diantara nomor 1 hingga n.

Metode Systematic sampling pada umumnya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri manufakturing yang bersifat continue dan flow process seperti industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk dan lain-lain sejenisnya.

3. Stratified Random Sampling

Penarikan sampel menurut metode stratified random sampling merupakan perluasan sekaligus mengatasi kelemahan dari metode simple random sampling. Strata elemen dalam populasi mendapat perhatian sehingga populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata dalam populasi dibagi sesuai dengan sasaran penelitian. Beberapa contoh strata yang dimaksud antara lain adalah strata dalam pendapatan, pendidikan, jabatan, usia, status dan lain-lain. Tergantung pada besarnya jumlah elemen dalam masing-masing strata. Stratified random sampling dapat dilakukan secara proporsional maupun tidak proporsional.


(59)

4. Cluster Sampling

Dalam banyak kejadian, populasi berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak menunjukkan karakteristik yang berbeda. Misalnya suatu wilayah dihuni oleh penduduk yang bersifat multi-kultur. Masing-masing kultur tentu memperlihatkan cirinya sendiri dan akan sulit hidup bersama kecuali mengadopsi toleransi terhadap perbedaan. Ada kultur yang peka terhadap peluang ekonomi sehingga setiap kesempatan bisnis yang terbaca oleh sub-group ini langsung ditindaklanjuti dengan menerima semua risiko pengorbanan. Ada pula kultur yang sangat relatif religius sehingga tida terlalu peka terhadap peluang bisnis tetapi peka dengan nilai ketuhanan, dan seterusnya. Jika penelitian tentang perilaku masyarakat terhadap partisiapasi dalam pembangunan dilakukan di wilayah yang multi-kultur ini dengan populasi adalah seluruh penduduk yang sudah berumur > 15 tahun maka metode cluster sampling sangat tepat digunakan.

5. Area Sampling

Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster sampling. Dalam area sampling, cluster dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis dari populasi. Misalnya, populasi berada dalam lokasi yang berbeda karakteristiknya. Misalnya, populasi berada di daerah perkotaan, daerah pantai, pegunungan, pedalaman dan lain-lain. Seperti halnya dengan cluster sampling, area sampling juga dilakukan dengan cara memilih secara random area investigasi dan pada area terpilih dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan salah satu metode simple random sampling, sytematic sampling, atau stratified random


(60)

sampling, sesuai dengan kondisinya. Juga dalam area sampling dapat dilakukan multi-stage sampling kalau perlu dilakukan.

3.4.3 Non-Probability Sampling

Berbeda halnya dengan probability sampling, pada non-probability sampling, setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan pada probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Hal ini mengidikasikan bahwa temuan-temuan dari analisis terhadap sampel terpilih tidak dimaksudkan untuk generalisasi tetapi untuk mendapatkan informasi awal yang cepat dengan cara murah. Beberapa model dari metode sampling yang non-probabilistik ini adalah convinience sampling dan purposive sampling.

1. Convinience Sampling

Seoperti disebutkan oleh namanya, convinience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang secara sukarela menawarkan diri (conviniencely avaiable) dengan alasan masing-masing. Misalnya, suatu perusahaan industri makanan seperti makanan dalam kemasan kaleng ingin mendapatkan informasi tentang bagaimana pandangan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan. Untuk itu, perusahaan membawa produk-produk tersebut ke pasar dan menawarkan kepada siapa saja yang bersedia mencicipi dan memberikan informasi tentang mutu produk tersebut menurut penilaian masing-masing.


(61)

2. Purposive Sampling

Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orang-orang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan dan lain-lain yang dimilikinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai reponden tanpa melalui proses seleksi secara random.

Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah tipe pertama dari purposive sampling, responden terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu misalnya karena kemampuannya atau kelebihannya diantara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan peneliti.

Quota Sampling adalah tipe kedua purposive sampling dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan reponden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan. Pada umumnya, sejak awal penelitian kuota telah ditetapkan untuk masing-masing kelompok berdasarkan gambaran (persentase/proporsi kelompok) dalam populasi.

3.5 Validitas Data

Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data. Data yang


(62)

valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Beberapa literatur membedakan validitas instrumen atas dua tipe yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat keakurasian rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang baik termasuk rancangan pengumpulan data akan dapat mengidentifikasi sumber data yang tepat dan alat/instrumen pengumpulan data yang juga tepat. Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian jika dilakukan generalisasi dan diterapkan pada populasi dari mana data penelitian diambil. Salah satu cara yang umum yang digunakan untuk menguji validitas instrumen ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis). Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson, yaitu sebagai berikut :

2 2



2 2

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X X N r            Dimana,

r = koefisien korelasi antara X dan Y X = skor variabel independen X Y = skor variabel independen Y 3.6 Reliabilitas Data

Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tersebut. Ada dua ukuran yang umum digunakan untuk


(63)

mengetahui derajat reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan data, yaitu stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Stabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat kestabilan instrumen terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan instrumen tersebut. Artinya jika instrumen tersebut digunakan dalam pengukuran variabel yang sama dalam waktu yang berbeda dan memberikan hasil yang sama makan dikatakan stabilitas instrumen tersebut cukup baik. Konsistensi internal instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang berarti terhadap keseluruhan.

Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Pengujian terhadap kedua karakteristik dari instrumen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode. Untuk pengujian stabilitas instrumen terdapat dua macam uji yaitu test-retest reliability dan parallel-form reliability. Pengukuran konsistensi internal instrumen pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interitem consistency reliability dan split-half reliability. Salah satu alat test yang sering digunakan dalam pengujian konsistensi internal instrumen ialah Koefisien Alpha Cronbach. Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu. Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien tersebut ialah :

             

2

2 1 1 t b k k r  


(64)

dimana, k = jumlah butir pertanyaan

2 b

 = varians butir pertanyaan

2 t

 = varians total butir pertanyaan

3.7 Metode Successive Interval (MSI)

Beberapa peneliti yang berpandangan bahwa skala likert termasuk kategori skala ordinal berusaha menaikan skala ini menjadi skala interval dengan menggunakan Metode Succsesive Interval (MSI), agar data dapat dianalisis dengan menggunakan analisis parametrik.

Langkah-langkah metode successive interval (MSI) adalah sebagai berikut: 1. Mencari f (frekuensi) jawaban responden.

2. Membagi setiap bilangan pada f (frekuensi) dengan N (jumlah sampel) sehingga diperoleh proporsi.

Pi = Fi/N

3. Jumlahkan P (proporsi) secara berurutan untuk setiap item pertanyaan, sehingga didapatkan hasil proporsi kumulatif.

Pki = Pk (i-1) + Pi

4. Proporsi kumulatif (PK) dianggap mengikuti distribusi normal baku kemudian kita bisa menentukan nilai Z untuk setiap item.


(65)

limit lower under area limit upper under area limit upper at density limit lower at density SV   

SV (scale value) yang terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi satu.

6. Hitung nilai skala transformasi dengan rumus sebagai berikut:

1 SVmin SV

si Transforma

Nilai   

3.7.1 Pandangan Likert Termasuk Kategori Ordinal

Untuk menjelaskan skala likert sebagai skala ordinal, maka kita perlu melihat definisi dari skala ordinal terlebih dahulu. Skala ordinal adalah skala yang sudah memiliki tingkatan namun jarak antar tingkatan belum pasti. Pada skala

likert dengan skala lima terdapat lima alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju,netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Pada skala likert lima skala tersebut maka sangat setuju pasti lebih tinggi daripada yang setuju, yang setuju pasti lebih tinggi daripada yang netral, yang netral pasti lebih tinggi daripada yang tidak setuju, sedangkan yang tidak setuju pasti lebih tinggi daripada yang sangat tidak setuju. Namun jarak antara sangat setuju ke setuju dan dari setuju ke netral dan seterusnya tentunya tidak sama, oleh karena itu data yang dihasilkan oleh skala likert adalah data ordinal. Sedangkan cara scoring bahwa sangat setuju 5, setuju 4, netral 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju 1 hanya merupakan kode saja untuk mengetahui mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Dari


(66)

cara scoring tersebut kita tidak bisa memaknai bahwa sangat setuju adalah netral ditambah setuju. Tapi permasalahannya sesuai dengan ciri-ciri dari data ordinal, bahwa data ordinal belum bisa dikenai operasi matematis, tetapi banyak peneliti pada saat scoring dari skala likert menjumlahkan skor di tiap-tiap item padahal jelas-jelas skala data ordinal tidak bisa dijumlahkan.

3.7.2 Pandangan Likert Termasuk Kategori Interval

Di bidang psikologi dahulu menggunakan skala thortone dan gutman scale

yang sifatnya interval, tetapi biayanya mahal lalu likert membuat skala yang disebut summated scale yaitu orang ditanya favorable atau unfavorable terhadap obyek psikologis dengan kemungkinan jawaban sangat tidak setuju (sts), tidak setuju (ts), netral (n), setuju (s), sangat setuju (ss) perhatikan skala likert selalu ganjil dan ada pilihan netral atau undecided.

Jadi skala jawaban dapat dibuat 7, 9, 11 dan seterusnya sepanjang ganjil dan ada netral. Likert melakukan penelitian dan kuisioner likert ini diubah dalam bentuk skala thortoen dan guttman lalu ditanyakan pada responden yang sama ternyata nilai korelasi antara skala likert dengan gutman maupun thotone

korelasinya 0.92. Jadi skala likert dapat dianggap interval. Dengan alasan tersebut maka tidak mengherankan jika hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan pada jurnal internasional ternama (journal of marketing, journal of consumer behaviour, journal of physicogy, journal of human reseources).


(1)

KUESIONER PEMBOBOTAN VARIABEL KUALITAS PELAYAN

DI R.S BINA KASIH MEDAN-SUNGGAL

Peneliti adalah mahasiswa teknik industri Universitas Sumatera Utara

yang sedang melakukan riset tugas sarjana di R.S Bina Kasih Medan-Sunggal.

Kuesioner ini merupakan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data yang

akan digunakan peneliti dalam penyusunan tugas sarjana. Adapun judul yang

ditetapkan adalah “Studi Penerapan Metode

Analytical Hierarchy Process

(AHP) dan Metode

Technique for Order Preference by Similarity to Ideal

Solution

(TOPSIS) untuk Peningkatan Kualitas Layanan di Rumah Sakit

Bina Kasih Medan-Sunggal”.

Kuesioner ini adalah kuesioner yang digunakan untuk memperoleh matriks

perbandingan berpasangan antar variabel dan sub-sub variabel sehingga diperoleh

bobot setiap variabel dan sub variabel pelayanan pada karyawan rumah sakit Bina

Kasih. Peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk memberikan perbandingan

berpasangan yang menunjukkan tingkat kepentingan dari setiap variabel dan sub

variabel.

Penulis memohon pemberian tingkat perbandingan berpasangan dilakukan

dengan konsisten. Atas perhatiannya penulis mengucapakan terima kasih.

Medan,

Septemnber

2013


(2)

A. BIODATA

Umur : Jenis Kelamin :

B. PETUNJUK PENGISIAN

Untuk menyamakan pemahaman dan prosedur, maka peneliti sampaikan kepada Saudara petunjuk pengisian kuisioner pembobotan berikut ini:

1. Pembobotan dilakukan dengan perbandingan berpasangan, yaitu membandingan kriteria penelitian di sebelah kiri dengan kriteria penilaian di sebelah kanan.

2. Kolom penelitian di sebelah kiri (kolom sama penting (1) ke kiri) digunakan jika kriteria atau indikator sebelah kiri mempunyai derajat lebih tinggi. Sebaliknya, kolom penilaian di sebelah kanan (kolom sama penting (1) ke kanan) digunakan jika kriteria atau indikator sebelah kanan mempunyai derajat lebih tinggi.

3. Saudara diminta melingkari atau memberi tanda (x) pada angka yang sesuai dengan arti penilaian sebagai berikut:

Tabel Skala Perbandingan Berpasangan Intensitas Pentingnya Defenisi

1 3 5 7 9 2,4,6,8

Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya Elemen yang satu sangat penting ketimbang yang lainnya Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya

Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

4. Usahakan penilaian Saudara konsisten. Misalnya Saudara menyatakan A lebih penting dari pada B, dan B lebih penting dari pada C, maka penilaian Saudara tidak konsisten jika menyatakan C lebih penting dari pada A.

5. Apabila ada keraguan dalam perbandingan tingkat kepentingan antar faktor tersebut, dapat diatasi dengan jalan mengisi tanda bulatan hitam (.) diantara dua angka di atas, menunjukan arti penilaian diantara dua angka ganjil yang bersebelahan tersebut.

6. Berikut adalah contoh pengisian kuesionernya,

Kriteria Penilaian Kriteria


(3)

A 9 . 7 . 5 . 3 1 3 . 5 . 7 . 9 C

B 9 . 7 . 5 . 3 1 3 . 5 . 7 . 9 C

Keterangan: 1 : Sama pentingnya 3 : Sedikit lebih penting 5 : Lebih penting daripada 7 : Jauh lebih penting 9 : Mutlak lebih penting

2,4,6,8 : Nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

Arti pengisian di atas:

a. B pada tingkat kepentingan sedikit lebih penting daripada A b. A pada tingkat kepentingan jauh lebih penting daripada C c. B pada tingkatan kepentingan mutlak lebih penting daripada C

C. KUISIONER

Tingkat kepentingan elemen-elemen dan unsur-unsur untuk menentukan pilihan variabel

performance karyawan pada level manajer dengan melihat variabel yang terpenting pada karyawan

level manajer.

1. Perbandingan berpasangan antara elemen level 3

Variabel Penilaian Variabel

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Responsiveness (Ketanggapan)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Courtesy (Adab)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Reliability (Kehandalan)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Communication (Komunikasi)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Competence (Kompetensi)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)


(4)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Tangible (Bukti fisik) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Courtesy (Adab)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Reliability (Kehandalan)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Communication (Komunikasi)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Competence (Kompetensi)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Responsiveness (Ketanggapan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Reliability (Kehandalan)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Communication (Komunikasi)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Competence (Kompetensi)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Courtesy (Adab) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)


(5)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Communication (Komunikasi)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Competence (Kompetensi)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Reliability (Kehandalan) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Competence (Kompetensi)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Communication (Komunikasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Understanding (Pemahaman)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Competence (Kompetensi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Understanding (Pemahaman) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Outcomes (Hasil yang diterima)


(6)

Understanding (Pemahaman) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Understanding (Pemahaman) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Understanding (Pemahaman) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Outcomes (Hasil yang diterima) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Caring (Kepedulian)

Outcomes (Hasil yang diterima) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Outcomes (Hasil yang diterima) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Outcomes (Hasil yang diterima) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Caring (Kepedulian) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Collaboration (Kolaborasi)

Caring (Kepedulian) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Caring (Kepedulian) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)

Collaboration (Kolaborasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Access (Akses)

Collaboration (Kolaborasi) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Equity (Kesetaraan)


Dokumen yang terkait

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Aplikasi Metode ANP (Analytic Network Process) dan TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) Untuk Pengambilan Keputusan Alternatif Pemasaran Terbaik Pada Hotel Citi Inn Medan

78 552 153

Implementasi Metode Preference Rangking Organizational Method For Enrichment Evaluation (Promethee)Untuk Penentuan Kinerja Dosen (Studi Kasus : Fakultas Farmasi USU)

7 42 182

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Implementasi Algoritma K-Nearest Neighbor Dan Metode Topsis Dalam (Technique For Orders Preference By Similarity To Ideal Solution) Dalam Penentuan Mutu Beras Miskin (Studi Kasus: Bulog Aceh)

13 70 123

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN METODE TECHNIQUE FOR ORDER PREFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION (TOPSIS) UNTUK PENENTUAN SUPPLIER KAYU SENGON

4 10 15

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SMARTPHONE DENGAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN TECHNIQUE FOR ORDER PREFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION (TOPSIS)

6 21 75

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN SMARTWATCH MENGGUNAKAN METODE TECHNIQUE FOR ORDER PREFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION (TOPSIS).

1 1 4

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KAYU UNTUK GITAR MENGGUNAKAN METODE TECHNIQUE FOR ORDER PREFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION (TOPSIS)

0 0 5

Penerapan Metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Dalam Pemilihan Tempat Pendirian Pabrik Kelapa Sawit

0 0 7