Pengaruh program ovop terhadap keuntungan usahatani tomat di koperasi mitra tani parahyangan cianjur

PENGARUH PROGRAM OVOP TERHADAP KEUNTUNGAN
USAHATANI TOMAT DI KOPERASI MITRA TANI
PARAHYANGAN CIANJUR

STEFAN EFENDI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Program OVOP terhadap Keuntungan Usahatani Tomat di Koperasi Mitra Tani
Parahyangan Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Stefan Efendi
NIM H34090123

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
STEFAN EFENDI. Pengaruh Program OVOP terhadap Keuntungan Usahatani
Tomat di Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA.
OVOP (One Village One Product) adalah gerakan masyarakat yang
bertujuan mengembangkan satu produk unggulan di satu desa tertentu. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis gambaran pelaksanaan program OVOP dan
pengaruh dari program OVOP terhadap keuntungan usahatani tomat di Koperasi
Mitra Tani Parahyangan Cianjur. Penelitian ini membandingkan usahatani tomat
antara petani OVOP dan petani Non-OVOP. Metode yang digunakan adalah

analisis deskriptif, analisis keuntungan usahatani, analisis R/C rasio. Produk
unggulan dari program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur
adalah tomat. Kegiatan program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
berupa bantuan pengadaan input, (seperti benih, fasilitas green house untuk
demplot, dan fasilitas pembuatan pupuk organik), pelatihan teknik budidaya,
pelatihan kegiatan pasca panen (seperti sorting, grading, dan packaging) dan
pengadaan fasilitas sarana transportasi (mobil cooling unit). Nilai biaya,
penerimaan, keuntungan dan R/C rasio usahatani tomat petani OVOP lebih besar
dibandingkan petani Non-OVOP. Nilai R/C rasio atas biaya total petani OVOP
sebesar 1.45 sedangkan petani Non-OVOP sebesar 1.13.
Kata kunci: OVOP, R/C rasio, kegiatan pasca panen

ABSTRACT
STEFAN EFENDI. The Impact of OVOP Program on Tomato Farm Profit in
Mitra Tani Parahyangan Cianjur. Supervised by DWI RACHMINA.
OVOP (One Village One Product) is a society movement which has purpose
on developing a superior product at a rural specific area. The purpose of this study
is to analyze the description of the implementation of OVOP program and the
impact of OVOP program on tomato farm profit in Mitra Tani Parahyangan
Cianjur. This study is to compare the tomato farm of OVOP farmers and nonOVOP farmers. The methods of this study are descriptive analysis, farm profit

analysis, and R/C ratio. The superior product of OVOP program in Mitra Tani
Parahyangan Cianjur is a tomato. OVOP program activities are procurement
assistance in the form of inputs (such as seeds, green house facility for the pilot
project, and organic fertilizer production facility), training of cultivation
techniques, training of post harvesting activities (such as sorting, grading,
packaging), and relief a transportation facility (like cooling unit truck). The value
of cost, revenue, profit and R/C ratio on tomato farm of OVOP farmers are greater
than non-OVOP farmers. The value of R/C ratio on total cost of OVOP farmers is
1.45 while non-OVOP farmers is 1.13.
Keywords: OVOP, R/C ratio, post harvesting activities

PENGARUH PROGRAM OVOP TERHADAP KEUNTUNGAN
USAHATANI TOMAT DI KOPERASI MITRA TANI
PARAHYANGAN CIANJUR

STEFAN EFENDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil
penelitian di lapangan yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan
bulan Maret 2014. Judul penelitian ini adalah Pengaruh Program OVOP terhadap
Keuntungan Usahatani Tomat di Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku
pembimbing, Dr Ir Netti Tinaprilla, MM dan Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen
penguji yang telah banyak memberi saran. Penulis juga menyampaikan
penghargaan kepada Bapak Yayat Duriat dan Bapak Ujang Majuddin sebagai
pengurus Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang telah banyak membantu selama

pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis
juga berterimakasih kepada teman-teman asrama putra C2 lorong 10, temanteman kelas TPB A27, teman-teman jurusan Agribisnis angkatan 46, teman-teman
UKM IAAS, teman-teman UKM Catur, teman-teman UKM PMK, teman-teman
KPA, dan teman-teman Perwira 19 yang telah memberi komunitas bagi saya
selama menempuh pendidikan di IPB. Terima kasih atas dukungan dan
bantuannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Stefan Efendi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6


Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

7

Pelaksanaan Program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan

7

Pengaruh Program OVOP terhadap Kegiatan Usahatani

7


Pengaruh Program OVOP terhadap Produktivitas Usahatani

8

KERANGKA PEMIKIRAN

10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Kerangka Pemikiran Operasional

18

Hipotesis Penelitian

18


METODE PENELITIAN

20

Lokasi dan Waktu Penelitian

20

Jenis dan Sumber Data

20

Metode Pengumpulan Data

20

Metode Pengambilan Responden

20


Metode Pengolahan dan Analisis Data

21

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

24

Gambaran Umum Desa Tegallega dan Desa Bunikasih

24

Gambaran Umum Koperasi Mitra Tani Parahyangan

27

Karakteristik Petani Responden

30


HASIL DAN PEMBAHASAN

34

Deskripsi Pelaksanaan OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan

34

Kegiatan Usahatani Tomat

49

Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Tomat

58

Struktur Biaya Usahatani Tomat

72

Struktur Penerimaan Usahatani Tomat

74

Analisis Keuntungan Usahatani Tomat

75

Analisis R/C Usahatani Tomat

76

SIMPULAN DAN SARAN

77

Simpulan

77

Saran

77

DAFTAR PUSTAKA

78

LAMPIRAN

80

RIWAYAT HIDUP

83

DAFTAR TABEL
1. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011-2013
2. Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP Indonesia di
bawah koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2009-2010
3. Jumlah produksi beberapa tanaman sayuran semusim di Kabupaten
Cianjur tahun 2012-2013
4. Produksi, luas lahan, dan produktivitas tomat di Kabupaten Cianjur
tahun 2008-2013
5. Pengaruh program OVOP terhadap kegiatan usahatani di Bvumbwe
6. Perbedaan pokok antara usahatani keluarga, koperasi pertanian, dan
perusahaan pertanian
7. Luas wilayah Kecamatan Warungkondang menurut penggunaannya
8. Kondisi geografis Desa Tegallega dengan Desa Bunikasih
9. Kondisi sosial ekonomi Desa Tegallega dengan Desa Bunikasih
10. Kondisi sarana dan prasarana Desa Tegallega dengan Desa Bunikasih
11. Karakteristik petani responden berdasarkan usia di Desa Tegallega
dan Bunikasih tahun 2013
12. Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani di
Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
13. Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
14. Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
15. Karakteristik petani responden berdasarkan luas total lahan di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
16. Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan
di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
17. Pola tanam usahatani petani responden di Desa Tegallega dan
Bunikasih tahun 2013
18. Pola usahatani petani responden di Desa Tegallega dan Bunikasih
tahun 2013
19. Alasan petani responden menggunakan sistem tumpangsari di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
20. Tingkat partisipasi petani responden dalam proses pelatihan di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
21. Sumber inisiatif petani responden dalam mengikuti program OVOP
di Desa Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
22. Manfaat program OVOP yang dirasakan petani responden di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
23. Metode usahatani petani responden di Desa Tegallega dan Bunikasih
tahun 2013
24. Jumlah tandan per tanaman tomat petani responden
25. Perbandingan kegiatan usahatani tomat petani responden selama
musim tanam 2013
26. Penggunaan luas lahan untuk tanaman tomat selama musim tanam
tahun 2013

1
3
4
5
8
12
24
25
26
27
30
31
31
32
32
33
33
38
38
42
47
47
49
55
57
58

27. Sistem biaya lahan yang digunakan petani responden di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
28. Jenis benih tomat yang digunakan petani responden di Desa
Tegallega dan Bunikasih tahun 2013
29. Penggunaan faktor produksi benih tomat per Ha selama musim tanam
tahun 2013
30. Perbandingan penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia pada
usahatani tomat
31. Perbandingan penggunaan jenis pupuk organik pada usahatani tomat
32. Penggunaan faktor produksi obat-obatan pada usahatani tomat per Ha
selama musim tanam tahun 2013
33. Penggunaan faktor produksi perekat pada usahatani tomat per Ha
selama musim tanam tahun 2013
34. Penggunaan faktor produksi ZPT pada usahatani tomat per Ha selama
musim tanam tahun 2013
35. Penggunaan faktor produksi ajir pada usahatani tomat per Ha selama
musim tanam tahun 2013
36. Penggunaan faktor produksi tali pada usahatani tomat per Ha selama
musim tanam tahun 2013
37. Penggunaan faktor produksi mulsa pada usahatani tomat per Ha
selama musim tanam tahun 2013
38. Penyusutan peralatan pada usahatani tomat per Ha selama musim
tanam tahun 2013
39. Penyusutan mesin dan bangunan pada usahatani tomat per Ha selama
musim tanam tahun 2013
40. Penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada usahatani tomat per Ha
selama musim tanam tahun 2013
41. Perbandingan penggunaan faktor produksi tenaga kerja pada proses
pemeliharaan usahatani tomat
42. Biaya usahatani tomat per Ha selama musim tanam tahun 2013
43. Penerimaan usahatani tomat per Ha selama musim tanam tahun 2013
44. Keuntungan usahatani tomat per Ha selama musim tanam tahun 2013
45. Nilai R/C usahatani tomat per Ha selama musim tanam tahun 2013

59
60
61
61
62
63
65
65
66
67
68
69
70
70
71
73
74
75
76

DAFTAR GAMBAR
1. Program OVOP untuk kelompok petani sayuran di Malawi
2. Program OVOP untuk kelompok penyulingan minyak sayur di
Malawi
3. Ruang lingkup kegiatan OVOP
4. Pengaruh teknologi baru terhadap produktivitas
5. Kerangka pemikiran operasional
6. Gambaran Koperasi Mitra Tani Parahyangan
7. Aktivitas di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
8. Skema kegiatan program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan

9
9
11
17
19
28
29
40

9. Kondisi unit pengolahan pupuk organik di Koperasi Mitra Tani
Parahyangan tahun 2014
10. Proses sortasi dan grading tomat di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
11. Proses packaging tomat OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
12. Label OVOP Indonesia
13. Pemakaian label OVOP Indonesia pada proses packaging tomat
14. Perbandingan pemakaian label pada komoditi tomat dan brokoli
15. Mobil cooling unit dari program OVOP
16. Pengolahan lahan tanpa mulsa
17. Pengolahan lahan dengan mulsa
18. Pembuatan polybag dari daun pisang
19. Perbandingan cara persemaian benih tomat
20. Penanaman bibit tomat
21. Persiapan ajir
22. Pemupukan tomat
23. Pengikatan dan pemangkasan tomat
24. Kolam untuk menampung air
25. Pengobatan tomat
26. Perbandingan penggunaan jenis pupuk kimia oleh petani OVOP dan
petani Non OVOP pada usahatani tomat per Ha selama musim tanam
tahun 2013
27. Perbandingan jumlah petani OVOP dan petani Non OVOP pada
penggunaan obat-obatan untuk usahatani tomat per Ha selama musim
tanam tahun 2013
28. Perbandingan persentase jumlah petani OVOP dan petani Non-OVOP
pada penggunaan ajir berbahan kaso dan bambu untuk usahatani
tomat per Ha selama musim tanam tahun 2013

41
43
44
44
45
45
46
50
51
51
52
53
53
54
55
56
56

62

64

66

DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP di bawah
koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2011
2. Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP di bawah
koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2012
3. Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP di bawah
koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2013

80
81
82

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang besar. Potensi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Namun tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia masih
tergolong rendah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 ada 28
553 930 orang. Jumlah penduduk miskin baik di kota maupun di desa dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011-2013a
Jumlah (orang)b
Wilayah domisili
penduduk miskin
2011
Mar-12
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Kota
11 046.75 10 647.20 10 507.80 10 325.53 10 634.47
Desa
18 972.18 18 485.20 18 086.90 17 741.03 17 919.46
Kota + Desa
30 018.93 29 132.40 28 594.60 28 066.55 28 553.93
a

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014); bsatuan dalam ribu.

Data menunjukkan jumlah penduduk miskin yang berada di desa lebih
banyak daripada di kota. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut Kuncoro (2010), paradigma
pembangunan modern menganjurkan agar negara sedang berkembang tidak
memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga
mempertimbangkan distribusi atau pemerataan ekonomi di negara tersebut.
Distribusi atau pemerataan dari pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan untuk
mengurangi tingkat kemiskinan di desa, dimana sebagian besar masyarakatnya
bekerja di sektor pertanian.
Pemerintah perlu meninjau strategi pembangunan ekonomi perdesaan yang
berbasis pada pertanian. Hal tersebut selaras dengan Strategi Induk Pembangunan
Pertanian (SIPP) 2013-2045 yang menetapkan bahwa sektor pertanian harus
dijadikan sebagai motor penggerak pembangunan negara. Dalam SIPP 2013-2045
(2013), pertanian memiliki multi-fungsi strategis, yang mencakup katalisator dan
akselerator pertumbuhan ekonomi, pemantapan ketahanan pangan, penciptaan
lapangan kerja, pemantapan stabilitas sosial ekonomi, serta penanggulangan
kemiskinan. Hal ini didukung oleh hasil penelitiaan yang dilakukan Warr (2002).
Hasil penelitian Warr menunjukkan bahwa pertumbuhan output di sektor
pertanian mempunyai korelasi yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan.
Berawal dari hal tersebut, pemerintah perlu meninjau strategi pembangunan
ekonomi perdesaan yang berbasis pada pertanian.
Salah satu strategi pembangunan ekonomi perdesaan yang berbasis pada
pertanian dapat dilakukan melalui gerakan OVOP (One Village One Product).
OVOP adalah suatu gerakan yang memiliki fokus untuk mengembangkan satu
produk unggulan di satu wilayah/perdesaan tertentu. Gerakan ini bertujuan

2
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Gerakan ini diperkenalkan
pertama kali oleh Gubernur Morihiko Hiramatsu dari perfektur Oita, Jepang pada
tahun 1979. Gerakan OVOP memiliki 3 prinsip, yaitu prinsip lokal tapi global,
prinsip bebas dan kreatif, dan prinsip pengembangan sumber daya manusia.
Prinsip yang pertama adalah prinsip lokal tapi global. Gerakan OVOP
bertujuan meningkatkan, mengembangkan, dan memasarkan produk yang bisa
menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat. Produk tersebut diharapkan
dapat dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri sehingga tercapailah prinsip
lokal tapi global. Prinsip yang kedua adalah prinsip bebas dan kreatif. Gerakan
OVOP harus digerakkan secara aktif oleh masyarakat setempat. Masyarakat
setempat diharapkan mandiri dan mampu mengembangkan kreatifitas dalam
melakukan gerakan OVOP sehingga tercapailah prinsip bebas dan kreatif. Prinsip
yang terakhir adalah prinsip pengembangan sumber daya manusia. Prinsip
pengembangan sumber daya manusia berarti pemerintah daerah harus mendorong
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu melakukan terobosan
baru di sektor pertanian, industri, pariwisata, jasa, serta pemasaran produknya
sehingga meningkatkan kualitas, produktivitas, dan daya saing produk. Melalui
tiga prinsip tersebut, gerakan OVOP berkembang di berbagai negara (termasuk
Indonesia) dalam rangka membangun ekonomi di wilayah perdesaan.
Perkembangan gerakan OVOP di Indonesia berawal dari kebijakan Presiden
Republik Indonesia. Program ini dicanangkan melalui INPRES (Instruksi
Presiden) No.6 Tahun 2007, pada tanggal 8 Juni, tentang kebijakan percepatan
pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah
(Kementerian Koperasi dan UKM 2010). Presiden menginstuksikan agar segera
melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing instansi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional. Sejak itu, program OVOP dicanangkan sebagai program nasional yang
harus dilaksanakan di seluruh Indonesia. Program OVOP membutuhkan
koordinasi dan kerjasama dari berbagai instansi. Setidaknya ada 2 instansi
pemerintah yang berkaitan langsung dalam pelaksanaan program OVOP di
Indonesia, yaitu Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Kedua kementerian tersebut memiliki program kerja yang berkaitan langsung
dengan gerakan OVOP. Ada perbedaan implementasi program OVOP di antara
dua instansi pemerintah tersebut. Program OVOP yang dikoordinasi oleh
Kementerian Perindustrian ditargetkan pada sentra industri, sedangkan program
OVOP yang dikoordinasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM ditargetkan pada
koperasi. Seiring waktu, program OVOP di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh
instansi pemerintah saja, tetapi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) seperti
PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) juga turut mengembangkan program ini.
Program OVOP yang dilakukan oleh pihak LSM memiliki tujuan yang sama,
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Saat ini program OVOP telah berkembang di Indonesia. Program OVOP
telah dilaksanakan di beberapa sentra industri dan koperasi yang ada di wilayah
Indonesia. Pada umumnya, program OVOP yang ada di Indonesia bergerak di
sektor kerajinan tangan (batik, tenun, anyaman, dan gerabah). Namun beberapa
juga ada yang bergerak di sektor pertanian (tanaman sayur dan buah). Hal ini
berawal dari inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM untuk menjadikan koperasi
yang bergerak di sektor pertanian sebagai pilot project program OVOP. Pada

3
awalnya, hanya terdapat 4 koperasi yang dipilih untuk melaksanakan program
OVOP di bawah koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM. Daftar koperasi
yang melaksanakan program OVOP di bawah koordinasi Kementerian Koperasi
dan UKM pada tahun 2009-2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP Indonesia di bawah
koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2009-2010a
Nama Koperasi
Lokasi
Komoditas
Koperasi Mitra Tani
Desa Tegallega, Kecamatan
Hortikultura
Parahyangan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur,
Provinsi Jawa Barat
KUD Mandiri Cisurupan Desa Cisurupan, Kecamatan Cisurupan, Paprika dan
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Tomat
Koperasi Bahari Tunas Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli,
Hortikultura
Mandiri
Provinsi Bali
Koperasi Tani Mertanadi Kabupaten Badung, Provinsi Bali
Hortikultura
a

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2013).

Pada tahun 2013, terdapat 63 koperasi di bawah koordinasi Kementerian
Koperasi dan UKM yang telah melaksanakan program OVOP. Sekitar 25
diantaranya bergerak di sektor pertanian (Kementerian Koperasi dan UKM 2013).
Daftar koperasi yang melaksanakan program OVOP di bawah koordinasi
Kementerian Koperasi dan UKM dari tahun 2011-2013 dapat dilihat pada
Lampiran 1. Program OVOP di Indonesia memiliki fokus produk dan kegiatan
yang sangat beragam. Hal ini dikarenakan program OVOP di masing-masing
daerah memiliki ciri khas.
Fokus produk program OVOP di Indonesia bergantung pada potensi sumber
daya yang ada di daerah tersebut. Potensi sumber daya yang ada dimanfaatkan
untuk mengembangkan produk unggulan. Produk unggulan tersebut selanjutnya
akan menjadi fokus produk dari program OVOP. Selain memiliki produk
unggulan, program OVOP juga memiliki fokus kegiatan. Kegiatan yang ada
dalam program OVOP sangat beragam, tergantung kebutuhan yang ada di daerah
tersebut. Pada koperasi yang bergerak di sektor pertanian, fokus kegiatan program
OVOP dapat dilakukan mulai dari proses pengadaan input, proses budidaya,
sampai proses pengolahan output.
Penetapan fokus produk dan kegiatan program OVOP harus dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. Manfaat program OVOP harus
dirasakan langsung oleh masyarakat di perdesaan. Pada koperasi yang bergerak di
sektor pertanian, pelaksanaan program OVOP harus dapat memberikan manfaat
bagi para petani. Manfaat program OVOP pada kegiatan usahatani dapat berupa
keuntungan usahatani bagi para petani di perdesaan. Dari latar belakang
pelaksanaan program OVOP tersebut, diperlukan penelitian khusus mengenai
pengaruh program OVOP terhadap keuntungan usahatani di suatu daerah tertentu
agar manfaat dari program OVOP diterima langsung oleh masyarakat.

4
Perumusan Masalah
Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penduduk miskin terbesar ketiga di
Indonesia. Pada tahun 2013, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mencapai 4.3
juta orang (BPS 2014). Di balik masalah tersebut, Jawa Barat menyimpan potensi
sumber daya pertanian yang besar. Potensi tersebut dapat ditemukan di Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat. Kabupaten Cianjur memiliki potensi pertanian yang besar,
salah satunya pada komoditas hortikultura.
Pada umumnya komoditas hortikultura di Kabupaten Cianjur merupakan
komoditas tanaman sayuran semusim. Komoditas tanaman sayuran semusim ini
banyak diproduksi oleh petani-petani yang berada di lereng gunung Kabupaten
Cianjur. Kondisi iklim dan topografi di lereng gunung sangat cocok untuk
ditanami berbagai macam komoditas hortikultura. Potensi sumber daya ini harus
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani sayur.
Pemanfaatan potensi sumber daya di Kabupaten Cianjur telah dilakukan melalui
program OVOP. Pelaksanaan program OVOP membuka kesempatan kepada para
petani untuk membangun perekonomian perdesaan yang berbasis pertanian di
daerah mereka.
Program OVOP di Kabupaten Cianjur dilaksanakan oleh Koperasi Mitra
Tani Parahyangan. Petani-petani sayur yang menjadi anggota di Koperasi Mitra
Tani Parahyangan merupakan petani binaan program OVOP di bawah koordinasi
Kementerian Koperasi dan UKM sejak tahun 2008. Seperti program OVOP di
tempat lain, program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki
produk unggulan. Produk unggulan dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan adalah
tomat.
Dalam wilayah Kabupaten Cianjur, tomat merupakan salah satu dari enam
komoditas tanaman sayuran semusim yang paling banyak diproduksi. Komoditas
lainnya seperti cabe besar, petsai sawi, cabe rawit, wortel, dan bawang daun
termasuk dalam enam komoditas yang paling banyak diproduksi dalam setahun di
Kabupaten Cianjur. Perbandingan jumlah produksi tanaman sayuran semusim
tersebut selama 2 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Jumlah produksi beberapa tanaman sayuran semusim di Kabupaten
Cianjur tahun 2012-2013a
Jumlah produksi (ton)
Jenis komoditi
2012
2013
Cabe besar
33 991.4
132 656.2
Tomat
50 894.4
93 383.5
Petsai sawi
36 874.7
49 826.3
Cabe rawit
23 559.9
39 345.6
Wortel
41 816.4
37 677.0
Bawang daun
39 296.0
35 188.1
a

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2014)

5
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 produksi tomat menempati
urutan pertama dengan jumlah 50 894.4 ton/tahun, sedangkan pada tahun 2013
produksi tomat menempati urutan kedua dengan jumlah 93 383.5 ton/tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa komoditi tomat menjadi salah satu komoditas yang
banyak diproduksi oleh petani sayur di Kabupaten Cianjur. Produksi, luas lahan,
dan produktivitas tomat di wilayah Kabupaten Cianjur sejak tahun 2008 sampai
tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi, luas lahan, dan produktivitas tomat di Kabupaten Cianjur tahun
2008-2013a
Periode
Uraian
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Produksi (ton)
15 982 49 390 15 400 30 118 50 894 93 383
Luas lahan (Ha)
1 183 1 056
970 1 307
2 056
2 430
Produktivitas (ton/Ha)
13.50 46.77
15.87 23.04
24.75
38.42
a

Sumber: Kementerian Pertanian (2014)

Bila melihat tabel di atas, secara umum produksi tomat mengalami
peningkatan, namun produktivitas tomat mengalami fluktuasi di wilayah
Kabupaten Cianjur selama 6 tahun terakhir. Produksi tomat di Kabupaten Cianjur
berasal dari beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan yang menjadi sentra
produksi tomat di Kabupaten Cianjur adalah Kecamatan Warungkondang.
Kecamatan Warungkondang adalah kecamatan dimana Koperasi Mitra Tani
Parahyangan berada. Kecamatan Warungkondang adalah salah satu kecamatan
penghasil tomat terbesar di Kabupaten Cianjur. Sebagian besar produksi tomat di
Kecamatan Warungkondang berasal dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan,
sehingga besar produktivitas tomat di Kecamatan Warungkondang dapat
digunakan sebagai pendekatan dalam melihat produktivitas tomat di Koperasi
Mitra Tani Parahyangan.
Produktivitas tomat di Kecamatan Warungkondang juga mengalami
fluktuasi selama 6 tahun terakhir. Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur (2014), pada tahun 2008 produktivitas tomat mencapai 13.75 ton/Ha.
Pada tahun 2009 (satu tahun sejak program OVOP dimulai) produktivitas tomat
meningkat menjadi 47.15 ton/Ha. Namun pada tahun 2010, produktivitas tomat
menurun menjadi 26.52/Ha dan pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi
32.56 ton/Ha. Pada tahun 2012 produktivitas tomat menurun menjadi 23.00
ton/Ha dan pada tahun 2013 produktivitas tomat kembali menurun, hanya
mencapai 16.83 ton/Ha. Semakin menurunnya produktivitas tomat dapat menjadi
permasalahan bagi para petani, karena produktivitas usahatani yang rendah akan
menurunkan keuntungan usahatani mereka.
Koperasi Mitra Tani Parahyangan tidak hanya memproduksi komoditi tomat
saja. Komoditas hortikultura lainnya seperti cabe, sawi, kubis, brokoli, terong,
wortel juga dipasarkan oleh koperasi ini. Konsep program OVOP di koperasi ini
tidak seperti konsep program OVOP di Jepang. Konsep satu desa satu produk
diperluas maknanya menjadi satu cakupan wilayah satu bidang komoditas.

6
Program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan memproduksi berbagai jenis
komoditas tanaman sayuran semusim (hortikultura), namun komoditi tomat tetap
menjadi produk unggulannya. Selain itu, di wilayah Kecamatan Warungkondang
masih terdapat petani tomat yang tidak ikut serta dalam pelaksanaan program
OVOP. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan bagaimana pelaksanaan program
OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan selama ini dan bagaimana pengaruh
pelaksanaan program OVOP terhadap keuntungan usahatani bagi petani tomat di
daerah tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan program OVOP di Koperasi Mitra Tani
Parahyangan?
2. Bagaimana pengaruh dari program OVOP terhadap keuntungan usahatani
tomat di Koperasi Mitra Tani Parahyangan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis gambaran pelaksanaan program OVOP di Koperasi Mitra Tani
Parahyangan.
2. Menganalisis pengaruh program OVOP terhadap keuntungan usahatani tomat
di Koperasi Mitra Tani Parahyangan.
Manfaat Penelitian
1.

2.

3.
4.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
Bagi pemerintah pusat maupun daerah, penelitian ini dapat menjadi salah satu
bahan masukan dan evaluasi untuk meningkatkan peran pemerintah dalam
pelaksanaan program OVOP.
Bagi pengurus dan anggota koperasi, penelitian ini dapat menjadi salah satu
bahan masukan dan evaluasi untuk meningkatkan peran masyarakat desa dalam
pelaksanaan program OVOP.
Bagi akademisi, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap sumbangan
perbendaharaan ilmu pengetahuan mengenai OVOP.
Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai wadah dalam menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian kali ini hanya membahas program OVOP yang ada di Koperasi
Mitra Tani Parahyangan dan tidak mencakup keseluruhan program OVOP yang
ada di Indonesia. Penelitian ini meliputi gambaran pelaksanaan program OVOP
dan pengaruh dari pelaksanaan program OVOP terhadap keuntungan usahatani
tomat. Penelitian ini tidak meliputi perhitungan tingkat kemiskinan maupun
tingkat kesejahteraan masyarakat.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Pelaksanaan Program OVOP di Koperasi Mitra Tani Parahyangan
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2012) bertujuan menggambarkan
kelembagaan koperasi yang terpilih sebagai pelaksana program OVOP dengan
melihat aspek kultural dan aspek struktural sebagai acuan analisis. Penelitian yang
berjudul Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi dalam Melaksanakan Program
OVOP Binaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menggunakan
pendekatan positivis dengan metode penelitian kualitatif untuk mendapatkan
sejumlah data dan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kultural
dan aspek struktural koperasi ada dalam kategori buruk, sehingga simpulan dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa Koperasi Mitra Tani Parahyangan memiliki
kelembagaan yang buruk dalam melaksanakan program OVOP.
Salah satu penelitian lainnya dilakukan oleh Shirleen (2012). Penelitian
tersebut berjudul Rekomendasi Kebijakan Keberlanjutan Program OVOP dan
Prospektifnya dengan Metode Rapid Appraisal For Indonesian OVOP. Metode
tersebut dirancang khusus untuk menganalisa setiap dimensi yang terkait dalam
keberlanjutan OVOP sehingga menghasilkan keterpautan antar dimensi agar dapat
dikaji keberlanjutannya. Status keberlanjutan Program OVOP Koperasi Mitra
Tani Parahyangan pada saat itu dinilai dari 5 dimensi (dimensi ekonomi, dimensi
sosial, dimensi lingkungan dan lingkungan fisik, dimensi teknologi, dan dimensi
leadership). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi ekonomi memiliki
status cukup berkelanjutan (51.552), dimensi sosial memiliki status kurang
berkelanjutan (45.867), dimensi lingkungan dan lingkungan fisik memiliki status
kurang berkelanjutan (48.783), dimensi teknologi memiliki status cukup
berkelanjutan (52.760), dan dimensi leadership memiliki status sangat
berkelanjutan (75.199).
Pengaruh Program OVOP terhadap Kegiatan Usahatani
Penelitian yang dilakukan oleh Chidumu (2007) bertujuan melihat pengaruh
program OVOP terhadap pendapatan rumahtangga pada masyarakat di Bvumbwe,
Malawi. Pembahasan dalam penelitian tersebut mencakup bagaimana program
OVOP berpengaruh terhadap kegiatan usahatani masyarakat Bvumbwe. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (83 persen)
mengindikasikan adanya pengaruh program OVOP terhadap terbukanya akses
pasar. Sebanyak 70 persen mengindikasikan adanya pengaruh program OVOP
terhadap peningkatan penggunaan teknologi mesin (mesin pengolah). Sebanyak
65 persen mengindikasikan adanya pengaruh program OVOP terhadap penerapan
teknik baru (teknik pengeringan). Sebanyak 60 persen mengindikasikan adanya
pengaruh program OVOP terhadap peningkatan fasilitas kelompok (gudang
penyimpanan). Sedangkan 55 persen, 45 persen, 49 persen, dan 30 persen
mengindikasikan adanya pengaruh program OVOP terhadap nilai tambah, akses
penggunaan mesin, peningkatan quality control, dan akses penyuluhan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa program OVOP berpengaruh positif terhadap
kegiatan usahatani. Besarnya pengaruh program OVOP terhadap kegiatan
usahatani dapat dilihat pada Tabel 5.

8

Tabel 5 Pengaruh program OVOP terhadap kegiatan usahatani di Bvumbwea
Persentase pengaruh (%)
Kegiatan
Akses pasar
Teknologi mesin
Fasilitas kelompok
Penerapan teknik baru
Nilai tambah
Akses penggunaan mesin
Quality control
Penyuluhan
a

Tidak ada
pengaruh
0
11
15
7
3
28
16
18

Pengaruh
sedikit
10
11
4
9
27
11
12
25

Pengaruh
sedang
7
8
17
25
15
16
32
27

Pengaruh
tinggi
83
70
65
60
55
45
40
30

Sumber: Chidumu (2007)

Pengaruh Program OVOP terhadap Produktivitas Usahatani
Pengaruh program OVOP terhadap produktivitas usahatani dapat melalui
penggunaan teknologi baru pada proses budidaya maupun proses pengolahan
output. Berikut adalah beberapa contoh penelitian yang menjelaskan bagaimana
pengaruh program OVOP terhadap produktivitas usahatani.
Program OVOP di Depok, Indonesia
Penelitian yang dilakukan oleh Baga dan Firdaus (2011) menjadi contoh
bagaimana program OVOP meningkatkan produktivitas melalui penggunaan
sistem Standard Operational Procedure (SOP) dan Good Agriculture Practice
(GAP) pada proses budidaya usahatani. Penelitian yang berjudul Peran CoOperative Entrepreneur dalam Pengembangan Program OVOP dan Pembiayaan
Pertanian Berbasis Tanaman, Kasus Belimbing di Kota Depok bertujuan
menjelaskan tingkat keberhasilan yang dicapai program OVOP pada komoditas
Belimbing Dewa di kota Depok. Pada penelitian tersebut, salah satu aspek dari
tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pelaksanaan program OVOP adalah
aspek teknis budidaya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada awalnya,
sebagian besar usahatani bersifat subsisten. Selain itu, perawatan pohon
komoditas Belimbing Dewa rata-rata tidak terurus dengan baik, kebun dibiarkan
kotor, sanitasi kurang, dan jarang dilakukan pemupukan. Kondisi berbeda setelah
adanya pelaksanaan program OVOP. Petani sudah berorientasi bisnis dan sudah
memahami pentingnya penerapan budidaya sesuai SOP dan GAP. Hasil
pemantauan dan laporan petani menunjukkan bahwa setelah tanaman
diperlakukan dengan baik dan dipelihara sesuai SOP dan GAP, rata-rata
peningkatan produktivitas mencapai 10-30 persen. Sekitar 200 petani dari 500
petani produktif sudah mulai melakukan SOP dan GAP dengan baik dan petani
menyadari bahwa harus ada dana yang diinvestasikan untuk perbaikan kualitas
dan kuantitas buah Belimbing Dewa.

9
Program OVOP di Bvumbwe dan Khumbo, Malawi
Penelitian yang dilakukan oleh Kurokawa et al. (2010) menjadi contoh
bagaimana program OVOP meningkatkan produktivitas melalui penggunaan
teknologi baru dalam proses pengolahan output usahatani. Program OVOP di
Malawi dilaksanakan kepada kelompok petani sayuran di Bvumbwe dan
kelompok penyulingan minyak sayur di Khumbo. Pada kelompok petani sayuran
di Bvumbwe, program OVOP memberikan bantuan fasilitas berupa mesin
pengering tenaga surya yang dapat digunakan untuk memproduksi sayuran olahan.
Sebanyak 80 persen jumlah output usahatani dijual dalam bentuk mentah dan
sebanyak 20 persen jumlah output usahatani dijual dalam bentuk yang sudah
diolah. Mesin pengering tersebut juga dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan
untuk memproduksi sayuran olahan, dari 7 hari menjadi 2 hari. Gambar 1
merupakan ilustrasi pelaksanaan program OVOP pada kelompok petani sayur di
Malawi.

600 petani yang
tergabung dalam 15
kelompok di setiap
zona memproduksi
dan menyuplai
sayuran ke asosiasi,
yang menjadi
permintaan dari para
eksekutif asosiasi

Hotel Blantyre
Pengadaan fasilitas mesin
pengering bertenaga surya.
Dijual dalam bentuk:
1) Sayuran mentah 80 %
2) Sayuran diolah 20 %

Malawi Trade Fair
yang diorganisasi oleh
Malawi Export Council
Toko Antennae di
Lilongwe

Gambar 1 Program OVOP untuk kelompok petani sayuran di Malawi
Sumber: Kurokawa et al. (2010)

Pengaruh program OVOP terhadap produktivitas usahatani pada kelompok
petani sayuran di Bvumbwe hampir mirip dengan kelompok penyulingan minyak
sayur di Khumbo. Petani dari kelompok ini memproduksi bahan baku (kacang
kedelai dan biji baobab) yang akan dijadikan minyak sayur. Program OVOP
membantu kelompok ini dengan memberikan bantuan fasilitas berupa mesin
pengolah baru yang dapat memproduksi minyak sayur. Mesin ini meningkatkan
produktivitas dari 10 liter per 50 kg bahan baku menjadi 18 liter per 50 kg bahan
baku. Ilustrasi program OVOP untuk kelompok penyulingan minyak di Malawi
dapat dilihat pada Gambar 2.

Petani kacang kedelai dan
biji baobab melakukan
kegiatan budidaya dengan
menggunakan alat siram
sederhana dan cangkul
tradisional.

Pengadaan fasilitas mesin pengolah
yang digunakan untuk memproduksi
berbagai jenis minyak.
1) Sebelum OVOP: 10 liter minyak
dari 50 kg bahan mentah.
2) Sesudah OVOP: 18 liter minyak
dari 50 kg bahan mentah.

1000 liter
kepada Capital
Oil Refinery
Company
Toko Antennae
di Lilongwe

Gambar 2 Program OVOP untuk kelompok penyulingan minyak sayur di Malawi
Sumber: Kurokawa et al. (2010)

10

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep OVOP
Menurut blue print (2010), OVOP merupakan singkatan dari istilah asing
yang bernama “One Village One Product”. Gerakan OVOP pertama kali muncul
di Jepang pada tahun 1979. Gerakan ini dipelopori oleh Gubernur Morihiko
Hiramatsu dari prefektur Oita. Gubernur Morihiko mendorong masyarakat untuk
memilih satu produk unggulan dari masing-masing tempat yang dapat
dipromosikan pada tingkat nasional maupun global. Produk tersebut haruslah
bersifat marketable. Inti dari konsep OVOP adalah bagaimana wilayah perdesaaan
dapat direvitalisasi melalui gerakan lokal yang dilakukan oleh masyarakat di
daerah tersebut.
OVOP memiliki tiga prinsip dasar, yaitu prinsip lokal tapi global, prinsip
bebas dan kreatif, dan prinsip pengembangan sumber daya manusia. Berikut
penjelasannya:
1. Prinsip lokal tapi global:
Masyarakat lokal diharapkan dapat membuat produk/jasa yang bersifat
marketable di global. Produk/jasa yang dipilih harus dapat menciptakan
kebanggaan bagi masyarakat setempat. Produk/jasa tersebut juga harus
mengandung nilai budaya yang mencerminkan masyarakat setempat. Latar
belakang yang khas dari produk/jasa tersebut dapat meningkatkan daya tarik
bagi konsumen di luar daerah. Nilai tambah didapat melalui cita rasa yang khas
dari produk yang dikembangkan dari sumber daya lokal. Melalui prinsip ini,
kegiatan perekonomian di perdesaaan diharapkan akan berkelanjutan.
2. Prinsip bebas dan kreatif:
Dalam mencari produk yang dapat dijual, prinsip bebas dan kreatif sangat
penting untuk dimiliki. Melalui prinsip ini, pengetahuan dan naluri bisnis yang
bersifat lokal dapat berkembang sehingga mampu menemukan potensi baru
yang selama ini terpendam di suatu desa. Semua hal yang ada di desa dapat
menjadi potensial, bergantung pada inisiatif dan usaha dari masyarakat tersebut.
Prinsip bebas dan kreatif mengajarkan masyarakat untuk bergerak secara
mandiri dalam mengembangkan potensi daerah mereka.
3. Prinsip pengembangan sumber daya manusia:
Pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cenderung
berfokus pada pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
Pendekatan pembangunan yang dilakukan melalui gerakan OVOP berfokus
pada pembangunan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Prinsip
pengembangan sumber daya manusia adalah mendorong terciptanya pemimpin
lokal yang visioner. Selain itu, gerakan OVOP juga harus dapat menumbuhkan
jiwa kewirausahaan pada masyarakat di perdesaan. Kesuksesan gerakan OVOP
sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada.
Paradigma dalam mengembangkan gerakan OVOP adalah bagaimana
membangun daerah melalui pengembangan produk unggulan lokal. Produk
unggulan lokal yang berkualitas dikembangkan dengan cara:

11
1. Produk unggulan dibuat dengan cara memanfaatkan sumber daya lokal yang
ada di lokasi tersebut sehingga produk unggulan itu dapat dibuat dengan bahan
baku yang murah dan berkualitas. Lokasi program OVOP dapat dijadikan
kawasan produksi yang saling berintegrasi.
2. Pembangunan daerah harus dilaksanakan oleh masyarakat lokal yang ada di
lokasi tersebut sehingga manfaat yang didapat dari pembangunan daerah itu
dapat diterima kembali oleh masyarakat. Pembangunan daerah harus
mengutamakan kualitas pembangunan sumber daya manusia secara
keberlanjutan sehingga terjadi perubahan yang signifikan
Menurut UNIDO (2008), lingkup kegiatan OVOP dapat dibagi menjadi 3,
yaitu pengembangan kapasitas wilayah, pengembangan produksi, dan
pengembangan pemasaran. Pengembangan kapasitas wilayah terdiri dari kegiatan
menilai aset dan potensi lokal, identifikasi potensi dan nilai tambah dari produk
OVOP, membangun dan mengelola kerjasama dengan pihak luar, dan
membangun perencanaan bisnis dan monitoring. Kegiatan berikutnya adalah
pengembangan produksi. Pengembangan produksi terdiri dari kegiatan
pengembangan teknik produksi, pengembangan akses permodalan, pengembangan
kelembagaan koperasi di dalam masyarakat agar usaha yang dilakukan memiliki
skala ekonomi yang menguntungkan. Ruang lingkup kegiatan OVOP diakhiri oleh
pengembangan pemasaran. Pengembangan pemasaran terdiri dari pembuatan
sertifikasi produk dan melakukan promosi produk. Ruang lingkup kegiatan OVOP
dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengembangan pemasaran
1. Sertifikasi produk
2. Promosi produk

Pengembangan produksi
1. Pengembangan teknik produksi
2. Akses permodalan
3. Pengembangan kelembagaan koperasi di
dalam masyarakat agar mencapai skala
usaha yang ekonomis
Pengembangan kapasitas wilayah
1. Menilai aset dan potensi lokal
2. Identifikasi potensi dan nilai tambah dari
produk OVOP
3. Membangun dan mengelola kerjasama
dengan pihak luar
4. Membangun perencanaan bisnis dan
monitoring
Gambar 3 Ruang lingkup kegiatan OVOP
Sumber: UNIDO (2008)

12
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menggunakan
input yang ada sebaik-baiknya untuk memperoleh output yang maksimal dalam
kegiatan usahatani. Pengertian mengenai ilmu usahatani telah dijelaskan oleh
Soekartawi dan Suratiyah.
Soekartawi (1995:1) menyatakan “...ilmu usahatani biasanya diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber
daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan
yang tinggi pada waktu tertentu...”
Suratiyah (2006:8) menyatakan “...ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktorfaktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga
memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu
usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
yang maksimal...”
Pada umumnya, bentuk usahatani dapat dibagi menjadi 2, yaitu usahatani
keluarga dan perusahaan pertanian. Namun diantara kedua bentuk usahatani
tersebut, terdapat koperasi pertanian. Perbedaan pokok antara usahatani keluarga,
koperasi pertanian, dan perusahaan pertanian dapat dibagi menjadi 8 bagian, yaitu
tujuan akhir, badan hukum, skala usaha, jumlah modal/Ha, jumlah tenaga
kerja/Ha, unsur tenaga kerja dalam usahatani, sifat usahatani, dan pasca panen.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbedaan pokok antara usahatani keluarga, koperasi pertanian, dan
perusahaan pertanian
Klasifikasi
Usahatani keluargaa
Tujuan akhir
pendapatan keluarga
Badan hukum
tidak ada
Skala usaha
kecil
Modal/Ha
kecil
Tenaga kerja/Ha
besar
Unsur tenaga
dari dalam dan luar
kerja
keluarga
Sifat usahatani
subsisten-komersial
Pasca panen
seadanya
a

Koperasi pertanianb
SHU anggota
ada
besar
kecil
besar
dari dalam dan/atau
luar keluarga
komersial
ada peran IPTEK

Perusahaan pertaniana
laba perusahaan
ada
besar
besar
kecil
dari luar keluarga
komersial
banyak peran IPTEK

Sumber: Suratiyah (2006); Partomo dan Soejoedono (2002)

Usahatani juga dapat diklasifikasi menurut perbedaan kondisi fisik, kondisi
ekonomis, dan kondisi lainnya (Suratiyah 2006). Kondisi fisik antara lain iklim,
topografi, ketinggian, dan kondisi tanah. Kondisi ekonomis antara lain permintaan
pasar, pembiayaan, modal yang tersedia, dan risiko yang dihadapi. Kondisi
lainnya antara lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi. Kondisi-kondisi
tersebut dapat menentukan dan membatasi kegiatan usahatani.

13
Menurut pola, usahatani dibagi menjadi 3, yaitu usahatani khusus, usahatani
tidak khusus, usahatani campuran (Suratiyah 2006). Usahatani khusus adalah
usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak
khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersamasama, tetapi dengan batas yang tegas. Usahatani campuran adalah usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa
batas yang tegas (tumpangsari). Di Indonesia, pada umumnya pola usahatani
keluarga yang dilakukan petani kecil adalah usahatani campuran (tumpangsari).
Penggunaan Faktor Produksi Usahatani
Faktor produksi (input) usahatani dapat dibagi menjadi 4, yaitu alam, modal,
tenaga kerja, dan manajemen (Suratiyah 2006). Setiap faktor tersebut
mempengaruhi proses produksi dalam usahatani.
Faktor produksi alam:
Alam merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap usahatani.
Menurut Suratiyah (2006), secara garis besar, faktor alam terdiri atas 2, yaitu
faktor iklim dan faktor tanah. Faktor iklim akan mempengaruhi cuaca, suhu, curah
hujan, dan intensitas matahari. Faktor tanah akan mempengaruhi tingkat
kesuburan serta jenis tanah yang akan digarap. Hubungan produktivitas usahatani
dengan faktor produksi tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti luas
lahan, status kepemilikan, intensifikasi pertanian, fragmentasi, lokasi lahan dan
keberadaan fasilitas yang ada.
Pengertian luas lahan dapat dibagi menjadi 3, yaitu luas total lahan, luas
lahan pertanaman, dan luas tanaman. Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah
yang ada dalam usahatani termasuk sawah, tegal, pekarangan, dan jalan saluran.
Luas lahan pertanaman adalah jumlah seluruh tanah yang dapat ditanami atau
diusahakan. Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada pada suatu waktu.
Status kepemilikan dapat dibagi menjadi 3, yaitu hak milik, hak sewa, dan
hak bagi hasil. Perbedaan hubungan tersebut akan mempengaruhi kesediaan
petani dalam meningkatkan produksi, memperbaiki kesuburan tanah, dan
intensifikasi. Intensifikasi pertanian sering dilakukan dengan cara meningkatkan
produksi/satuan luas tanah karena tanah yang digunakan untuk usahatani sudah
sangat sulit untuk diperluas. Sementara itu, kesuburan tanah secara fisik dan
kimiawi dapat diperbaiki melalui pengolahan yang baik, rotasi tanam yang tepat,
pemupukan, dan pembuatan teras.
Fragmentasi adalah kondisi dimana letak tanah usahatani tidak
mengelompok dalam satu tempat, tetapi terpencar dalam beberapa lokasi.
Fragmentasi terjadi dikarenakan sistem jual beli tanah, sistem warisan,
perkawinan, landreform, konsolidasi, dan adanya proyek-proyek pembangunan.
Lokasi lahan menentukan kelancaran pemasaran. Lokasi yang jauh dari sarana dan
prasarana transportasi dapat memperburuk usahatani tersebut dari aspek ekonomi.
Keberadaan fasilitas-fasilitas lain seperti sumur dan pengairan juga sangat
mempengaruhi faktor produksi tanah dalam usahatani.
Faktor produksi alam harus diperhitungkan dalam penelitian usahatani.
Menurut Soekartawi (1995), petani sampling dalam penelitian harus berasal dari
daerah yang kualitas lahannya hampir sama. Jika sampling tidak bersifat homogen,
maka perlu diperhatikan perbedaan kondisi lahannya, seperti tanah dataran rendah

14
atau dataran tinggi, tanah yang dapat diolah untuk pertanian atau tidak, dan tanah
yang beririgasi atau tidak beririgasi. Jika sampling tidak bersifat homogen, maka
sampling sebaiknya dilakukan secara stratifikasi.
Faktor produksi modal:
Modal merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap usahatani,
khususnya usahatani keluarga. Modal usahatani dapat dikelompokan berdasarkan
sifat, kegunaan, waktu, dan fungsi (Suratiyah 2006). Menurut sifatnya, modal
dibedakan menjadi 2, yaitu modal yang menghemat lahan (land saving capital)
dan modal yang menghemat tenaga kerja (labour saving capital). Contoh modal
yang menghemat lahan adalah pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida, dan
intensifikasi. Contoh modal yang menghemat tenaga kerja adalah pemakaian
traktor untuk membajak dan mesin penggiling padi. Menurut kegunaannya, modal
dapat dibagi menjadi 2, yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif adalah
modal yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan produksi.
Modal pasif adalah modal yang digunakan hanya untuk sekadar mempertahankan
produksi. Menurut waktu, modal dapat dibagi menjadi 2, yaitu modal produktif
dan modal prospektif. Modal produktif adalah modal yang memberi manfaat
dalam jangka pendek, contohnya modal untuk pupuk dan bibit unggul, sedangkan
modal prospektif adalah modal yang memberi manfaat dalam jangka panjang,
contohnya modal untuk investasi dan terasering. Menurut fungsinya, modal dapat
dibagi menjadi 2, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah
modal yang dapat digunakan berkali-kali proses produksi. Modal tidak tetap
adalah modal yang hanya digunakan dalam satu kali proses produksi. Soekartawi
juga membagi modal menjadi 2 bagian. Penggolongan modal Soekartawi mirip
dengan penggolongan modal Suratiyah berdasarkan fungsinya. Menurut
Soekartawi (1995), modal dapat dibagi menjadi 2, yaitu modal yang tidak habis
dalam sekali produksi (contohnya peralatan pertanian dan bangunan) dan modal
yang langsung habis dalam sekali proses produksi (contohnya pupuk dan obatobatan).
Faktor produksi tenaga kerja:
Berdasarkan jenis kelamin, tenaga kerja dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Berdasarkan sumbernya,
tenaga kerja dapat dibagi menjadi 2, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga
kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga luar keluarga yang digunakan
bergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar keluarga
tersebut.