Model Dinamik Daya Simpan pada Penyimpanan Terbuka Benih Kedelai (Glycine max (L) Merrill)

(1)

MODEL DINAMIK DAYA SIMPAN PADA PENYIMPANAN

TERBUKA BENIH KEDELAI

(

Glycine max

(L.) Merrill)

ARI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Dinamik Daya Simpan pada Penyimpanan Terbuka Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014 Ari Wahyuni NIM A251110071


(4)

(5)

RINGKASAN

ARI WAHYUNI. Model Dinamik Daya Simpan pada Penyimpanan Terbuka Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Dibimbing oleh MOHAMAD RAHMAD SUHARTANTO dan ABDUL QADIR.

Kemunduran benih selama penyimpanan secara cepat terutama disebabkan oleh tingginya kandungan protein, lemak dan kelembapan ruang simpan yang tinggi. Kemajuan teknologi memungkinkan kita melakukan pendugaan vigor daya simpan benih kedelai melalui model. Model vigor daya simpan benih kedelai diharapkan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi vigor daya simpan benih secara cepat dan akurat dalam proses penentuan kelayakan benih sebelum tahap penanaman di lapang.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku kemunduran benih kedelai dan menyusun model vigor daya simpan benih kedelai pada penyimpanan terbuka benih kedelai. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: (1) penelusuran pustaka, (2) penyimpanan dan pengujian benih di laboratorium, dan (3) penyusunan model, simulasi serta verifikasi model.

Kegiatan penelusuran pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai hubungan antara peubah luar (kondisi ruang simpan) dengan peubah dalam (peubah-peubah dalam benih) selama penyimpanan benih. Kegiatan ini menghasilkan beberapa persamaan yang digunakan untuk menyusun model yaitu nilai permeabilitas kemasan (persamaan Moyls) (Arpah 2007), nilai kadar air kesetimbangan dan kadar air selama penyimpanan (Henderson 1976), persamaan viabilitas (Ellis & Hong 2006).

Kegiatan penelitian terdiri atas percobaan penyimpanan terbuka benih kedelai. Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode RAL (rancangan acak lengkap) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas empat taraf yaitu benih kedelai kuning (Anjasmoro dan Wilis), benih kedelai hitam (Detam-1 dan Detam-2). Faktor kedua adalah kadar air (KA) awal benih yang terdiri atas tiga taraf yaitu 7-8%, 9-10% dan 11-12%. Benih disimpan selama 4 bulan dengan menggunakan kemasan plastik polypropylene (PP) pada konsidi suhu kamar 25–30 oC. Peubah biokimia yang diamati meliputi daya hantar listrik (DHL), bilangan peroksida dan repirasi. Peubah fisiologis yang diamati yaitu daya berkecambah benih. Selain itu, juga dilakukan pengukuran KA benih selama penyimpanan. Pengukuran terhadap suhu dan RH ruang simpan dilakukan setiap hari. Kegiatan ini menghasilkan pola perilaku kemunduran benih selama penyimpanan yang meliputi perilaku KA, respirai, DHL dan DB (vigor daya simpan benih). Kemunduran benih selama penyimpanan terbuka diindikasikan dengan adanya peningkatan KA, respirasi, DHL dan penurunan DB.

Simulasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan (logik) model yang telah disusun, sehingga dapat ditentukan validitas model tersebut. Input model yang digunakan dalam simulasi terdiri atas tingkat kelembapan ruang simpan, suhu ruang simpan, ukuran benih, permeabilitas benih, kadar air awal dan viabilitas awal simpan, sedangkan output simulasi terdiri atas kadar air benih, respirasi, tingkat kebocoran membran (daya hantar listrik) dan daya berkecambah setelah periode penyimpanan (vigor daya simpan). Simulasi dilakukan dengan menggunakan Interface Layer (IL) pada software Stella. Hasil simulasi terhadap


(6)

output KA, respirasi, DHL dan vigor daya simpan (VDSDB) menunjukkan hasil yang logik.

Verifikasi model dilakukan untuk menilai kesesuaian antara output simulasi dengan hasil pengukuran percobaan penyimpanan. Hasil simulasi menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif terhadap KA dan VDSDB menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil simulasi dengan hasil aktual, sehingga model dinamik penyimpanan terbuka benih kedelai dapat menduga secara logik dan layak KA dan VDSDB empat varietas benih kedelai yaitu Anjasmoro, Wilis, Detam-1 dan Detam-2.


(7)

SUMMARY

ARI WAHYUNI. Dynamic Model of Soybean Seed Storability (Glycine max (L.) Merrill) in Open Storage. Supervised by MOHAMAD RAHMAD SUHARTANTO and ABDUL QADIR.

The quality of soybean seed was rapidly decline during storage. It was caused by high protein content, high lipid content and high humidity of the storage. Advances technology to estimated the storability of soybean seed through the model. Model of soybean seed storability was expected to be utilized effectively and efficiently to get the seed storability quickly and accurately to determined the feasibility of seed before planting in the field.

The objectives of the research were to study behaviour soybean seed deterioration and to develop model of soybean seed storability in open seed storage. The study was conducted in three stages : (1) study literature, (2) seed storage experiment and analysis, 3) development of seed storage model, simulation and verification of the model.

Study literature aimed to get informations about relation between environmental storage variable with internal variable during seed storage. This study resulted some mathematical equation for developing model, i.e. packaging permeabilities value (Arpah 2007), equilibrium moisture content and moisture content during storage (Henderson 1976), viability equation (Ellis & Hong 2006).

The experiment was arranged in completely randomized design with different initial moisture content (7-8%, 9-10% and 11-12%) and varieties of soybean (Anjasmoro,Wilis, Detam-1 and Detam-2). Soybean seed was stored during four month used poliprophylen (PP) packaging in ambient temperature (25-30 oC). Biochemical and physiologis variable measured by moisture content, respiration, electric conductivity and seed storability vigor. This experiment resulted deterioration behaviour during open storage enhanched moisture content, respiration, electric conductivity and declined seed storability vigor. The behaviour of soybean seed during open storage was affected by initial seed moisture content, initial viability, varieties and environmental conditions, so that seed moisture content, initial viability and varieties could be use as input model. Moisture content, seed respiration, electric conductivity and seed storability vigor (VDSDB) as model output.

Model simulation aimed to know feasibility of the model, so validation of the model could be determine. Simulation output was conducted moisture content, respiration, electric conductivity and storability vigor. Simulation of the model by using Interface Layer (IL) – Stella. The result of simulation showed that the model could be estimate logically on moisture content, respiration, electric conductivity and seed storability vigor. Model verification showed dynamic model could be used to estimate the moisture content and seed storability vigor of Anjasmoro, Wilis, Detam-1 and Detam-2.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

MODEL DINAMIK DAYA SIMPAN PADA PENYIMPANAN

TERBUKA BENIH KEDELAI

(

Glycine max

(L.) Merrill)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

Judul Tesis : Model Dinamik Daya Simpan pada Penyimpanan Terbuka Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

Nama : Ari Wahyuni NIM : A251110071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi Ketua

Dr Ir Abdul Qadir, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis dengan judul “Model Dinamik Daya Simpan pada Penyimpanan Terbuka Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)” disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir M. Rahmad Suhartanto, MSi dan Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku pembimbing atas bimbingan, waktu, tenaga, saran dan kontribusinya yang luar biasa terhadap penyelesaian karya ilmiah ini, Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS selaku dosen penguji luar komisi atas arahan dan masukan pada saat ujian tesis serta Dr Ir Endah R. Palupi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas arahan dan masukan selama menempuh studi, penelitian dan pada saat ujian tesis. Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Program Kerja Sama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) Tahun 2013, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM-IPB) atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakak serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya dan rekan-rekan Ilmu dan Teknologi Benih 2011 atas bantuan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Bogor, Juli 2014 Ari Wahyuni


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Penyimpanan Benih Kedelai 2

Kemunduran Benih dan Vigor Daya Simpan Benih 3

Model Penyimpanan Benih 5

METODE 6 Tempat dan Waktu 6 Bahan dan Alat 7 Prosedur 7 Perumusan Sistem Penyimpanan Terbuka 7

Diagram Alir Sistem Penyimpanan Benih 7 Penyusunan Model 7 Simulasi dan Validasi 11 Verifikasi Model 11 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Perumusan Sistem penyimpanan Terbuka 11

Diagram Alir Sistem Penyimpanan Benih 12 Penyusunan Model 13 Hubungan antar Komponen dalam sistem hasil penelusuran pustaka 14

Hubungan antar Komponen dalam Sistem Melalui Percobaan Penyimpanan di Laboratorium 16

Perilaku Kemunduran Benih Kedelai Selama Penyimpanan Benih Terbuka 16

Model Construction Layer-Stella (MCL-S) penyimpanan terbuka benih kedelai 29

Simulasi dan Verifikasi Model 32

Aplikasi Model Dinamik Vigor Daya Simpan Benih Kedelai 37

KESIMPULAN 41

SARAN 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 44


(15)

DAFTAR TABEL

1 Nilai ra dan rb benih empat varietas kedelai 15

2 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur KA benih selama penyimpanan 16

3 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur DHL benih selama penyimpanan 20

4 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur bilangan peroksida benih selama penyimpanan 23

5 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur DB benih selama penyimpanan 1 dan 3 bulan 25

6 Pengaruh kombinasi antara KA awal dan varietas benih kedelai pada penyimpanan 2 dan 4 bulan pada tolok ukur DB 26

7 Hubungan kuantitatif antar komponen hasil percobaan penyimpanan benih 28

8 Input simulasi model penyimpanan terbuka benih kedelai 32

9 Simulasi VDSDB varietas Anjasmoro pada viabilitas awal berbeda selama periode simpan 16 minggu 38

10 Simulasi VDSDB empat varietas kedelai selama periode simpan 16 minggu 39

11 Simulasi VDSDB varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama periode simpan 16 minggu 40

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran DHL benih kedelai menggunakan conductivity meter 9

2 Pengukuran bilangan peroksida benih kedelai 10

3 Pengukuran respirasi benih kedelai 10

4 Diagram alir penyimpanan terbuka benih kedelai 13

5 Kadar air empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka 17

6 Respirasi empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka 18

7 Respirasi benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda 19

8 DHL empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka 21

9 DHL benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama penyimpanan terbuka 22 10 Bilangan peroksida empat varietas benih kedelai selama

penyimpanan terbuka 23

11 Bilangan peroksida benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal

berbeda selama penyimpanan terbuka 24

12 DB empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka 26 13 DB benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama

penyimpanan terbuka 27

14 MCL penyimpanan terbuka benih kedelai 29

15 Hasil simulasi kadar air empat varietas benih kedelai 33

16 Hasil simulasi respirasi empat varietas benih kedelai 34 17 Hasil simulasi DHL empat varietas benih kedelai 34


(16)

19 KA empat varietas benih kedelai hasil simulasi dan aktual 36

20 VDSDB empat varietas benih kedelai hasil simulasi dan aktual 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi kedelai varietas Anjasmoro 44

2 Deskripsi kedelai varietas Wilis 44

3 Deskripsi kedelai varietas Detam-1 45

4 Deskripsi kedelai varietas Detam-2 46


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Tingginya permintaan kedelai nasional yaitu sekitar 2 juta ton menyebabkan pemerintah harus mengimpor kedelai dari luar negeri. Hingga saat ini upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2013 sebanyak 779.992 ton (BPS 2014) masih lebih rendah dibandingkan produksi kedelai pada tahun 2012 yaitu sebesar 843.153 ton. Salah satu penentu keberhasilan dalam produksi tanaman adalah penggunaan benih bermutu. Benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman. Menurut Sadjad (1980) benih yang bermutu mempunyai sifat fisiologis, fisik dan genetik yang baik, yang dipengaruhi oleh proses produksi sampai penyimpanan.

Menurut Indartono (2011) pengadaan benih dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam dimulai, sehingga benih terlebih dahulu harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang optimal saat ditaman kembali. Menurut Purwanti (2004) pengadaan benih kedelai tepat jumlah dan waktu sering terkendala oleh daya simpan benih yang rendah. Penyediaan benih kedelai bermutu di Indonesia saat ini masih mengalami kendala yaitu kemunduran benih kedelai berlangsung cepat selama penyimpanan. Kemunduran benih secara cepat terutama disebabkan oleh tingginya kandungan protein dan kondisi lingkungan tropis dengan kelembapan yang tinggi. Menurut Tatipata (2008) kandungan protein pada kedelai yaitu sebesar 37% dan 16% adalah lemak. Kandungan protein dan lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai cepat mengalami kemunduran terutama jika kondisi lingkungan simpan kurang menguntungkan (sub optimum).

Mutu benih yang rendah merupakan kendala utama dalam upaya peningkatan produksi kedelai. Para produsen benih harus mengetahui kapan benih kedelai mengalami kemunduran (deteriorasi) sehingga tidak layak lagi untuk dijual. Hal yang berkaitan dengan pencantuman umur simpan benih di Indonesia saat ini masih sangat minim. Produsen benih memiliki informasi mengenai mutu benih hanya pada awal produk dikemas dan sebelum benih tersebut didistribusikan, sedangkan mutu benih setelah proses tersebut yaitu selama penyimpanan sementara sebelum ditanam oleh petani tidak dimiliki karena perlu pengujian terlebih dahulu. Kegiatan tersebut memerlukan waktu dan biaya tambahan yang akan mempengaruhi keuntungan produsen atau harga jual hingga ke petani. Penentuan umur simpan benih dapat dilakukan dengan menyimpan benih pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini dapat memberikan hasil yang tepat, namun kurang efektif dari segi waktu dan biaya.

Pendugaan vigor daya simpan benih kedelai berperan dalam mengetahui berapa lama lagi benih kedelai dapat disimpan. Vigor daya simpan benih berhubungan erat dengan proses kemunduran benih. Proses kemunduran benih


(18)

bersifat kompleks (Copeland & McDonald 2001). Proses kemunduran benih yang bersifat kompleks menjadikan kemunduran benih sebagai objek yang cukup rumit untuk dipelajari apa adanya, sehingga diperlukan pendekatan kemunduran benih sebagai suatu sistem.

Kemajuan teknologi memungkinkan kita melakukan pendugaan vigor daya simpan benih kedelai melalui model. Model merupakan penyederhanaan dari sistem. Menurut Hasbianto (2012) penyimpanan benih merupakan salah satu contoh pemodelan dinamik. Handoko (2005) menyatakan bahwa model dinamik merupakan model yang terkait dengan adanya unsur waktu sebagai peubah penting. Istilah dinamik merujuk pada perubahan yang terjadi terhadap waktu atau dari waktu ke waktu. Perubahan terhadap waktu menunjukkan sebuah perilaku.

Model dinamik penyimpanan terbuka benih kedelai dapat memberikan informasi dini bagi produsen benih tentang mutu benih selama distribusi benih. Produsen benih dapat mengetahui mutu benih yang mereka miliki secara cepat tanpa melalui pengujian terlebih dahulu. Model ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menduga atau menetapkan masa kadaluwarsa benih dalam berbagai kondisi penyimpanan. Produsen benih hanya memerlukan beberapa informasi awal seperti kondisi penyimpanan, status awal benih (kadar air, viabilitas, permeabilitas benih) dan permeabilitas kemasan. Produsen benih akan dapat memprediksi ketahanan mutu benih hingga periode simpan tertentu. Jika dalam distribusi benih terjadi perubahan kondisi penyimpanan, maka produsen tetap dapat mengetahui mutu dari benih tersebut. Hal ini akan memberikan keuntungan bagi produsen dan masyarakat. Ketepatan pendugaan mutu benih kedelai oleh suatu model, akan memberikan konstribusi yang besar terhadap pengambilan keputusan oleh petani, produsen benih dan pemerintah. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai pedoman penentuan waktu dan pola tanam, serta pengaturan penyediaan dan distribusi benih di tingkat lapangan.

Model vigor daya simpan benih kedelai ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi vigor daya simpan benih secara cepat dan akurat dalam proses penentuan kelayakan benih sebelum tahap penanaman di lapang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perilaku kemunduran benih kedelai dan menyusun model vigor daya simpan benih kedelai pada penyimpanan terbuka benih kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyimpanan Benih Kedelai

Penyimpanan bertujuan untuk menjaga ketersediaan benih dan untuk mengawetkan cadangan bahan tanaman dari satu musim ke musim berikutnya. Semakin berkembangnya pertanian maka penyimpanan benih diarahkan untuk


(19)

dapat mempertahankan viabilitas benih sepanjang mungkin dengan mengkondisikannya pada penyimpanan yang tepat (Justice & Bass 2002). Selain itu tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih sampai benih akan digunakan kembali.

Menurut Kartono (2004) penyimpanan benih kedelai mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan mutu benih. Berdasarkan hasil penelitiannya, kedelai varietas Wilis dengan kadar air >12% yang disimpan secara konvensional pada suhu > 25 oC dengan daya berkecambah tinggi dalam waktu 3 bulan akan mengalami penurunan hingga 60%. Benih kedelai dengan kadar air 12% yang disimpan dalam kemasan kedap udara pada suhu ruang penyimpanan 20 oC daya kecambahnya tetap 93% dalam waktu 1 tahun dan pada suhu ruangan 15 oC daya berkecambahnya dapat dipertahankan hingga 85% selama 2 tahun. Benih kedelai yang disimpan dalam kemasan kedap udara pada suhu ruang 10 oC dengan kadar air 10% daya kecambahnya dapat dipertahankan > 85% hingga 3 tahun dan benih kedelai dengan kadar air 8% yang disimpan dalam kemasan kedap udara pada suhu 5 oC mampu mempertahankan daya berkecambah (98%) benih hingga 5 tahun.

Menurut Mugnisyah (1991) sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas kedelai berbiji sedang atau kecil umumnya memiliki kulit berwarna gelap, tingkat permeabilitas rendah dan memiliki ketahanan lebih baik terhadap kondisi penyimpanan yang kurang optimal serta memiliki ketahanan terhadap cuaca lapang dibanding varietas yang berbiji besar dan berkulit biji terang. Sukarman dan Rahardjo (2000) melaporkan bahwa varietas kedelai berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik (suhu 42 oC dan RH 100%) dibanding varietas kedelai berbiji besar dan berkulit terang.

Marwanto (2004) mengemukakan bahwa benih kedelai yang resisten terhadap deraan cuaca umumnya memiliki permeabilitas yang rendah. Secara genetik, permeabilitas kulit benih kedelai hitam lebih rendah dibandingkan dengan kedelai kuning karena kandungan lignin pada kedelai hitam lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning. Marwanto (2007) menyatakan bahwa kapasitas dan penyerapan air maupun banyaknya rembesan isi sel melalui kulit benih merupakan cerminan besar kecilnya permeabilitas kulit benih yang dikendalikan oleh senyawa lignin yang ada di dalam kulit benih. Lignin merupakan polimer alami yang dapat ditemukan di setiap sel kulit benih yang berfungsi sebagai penyusun dinding sel. Menurut Priestley (1986) permeabilitas kulit benih yang tinggi akan mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme benih, salah satunya ialah enzim respirasi yang menggunakan substrat dari cadangan makanan dalam benih sehingga persediaan untuk pertumbuhan embrio akan berkurang.

Kemunduran Benih dan Vigor Daya Simpan Benih

Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad 1994). Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya


(20)

mutu dan sifat benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya. Vigor benih tertinggi dicapai pada saat masak fisiologi. Setelah itu benih akan mengalami kemunduran secara perlahan-lahan sampai akhirnya mati. Salah satu sebab pemicu laju kemunduran benih ialah kandungan air dalam benih. Kadar air dalam benih dipengaruhi oleh kemampuan benih dalam menyerap dan menahan uap air. Kemampuan menahan dan menahan uap air setiap benih berbeda, tergantung ketebalan dan struktur kulit benih serta komposisi kimia dalam benih (Justice & Bass 2002).

Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dari dalam benih. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland & McDonald 2001). Benih bervigor tinggi mempunyai laju kemunduran benih lebih lambat dibanding benih bervigor rendah. Menurut Tatipata (2004) kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor.

Menurut Copeland & McDonald (2001) gejala kemunduran pada benih dapat dicirikan sebagai berikut: terjadinya perubahan morfologi seperti perubahan warna kulit benih menjadi lebih gelap dan terjadinya nekrosis kotiledon, perubahan ultrastruktural seperti: penggabungan tubuh lemak (lipid bodies) dan plasmalemma, ketidakmampuan benih untuk menahan metabolit seluler yang bocor ketika terjadi imbibisi, kehilangan aktivitas enzim, dan respirasi yang menurun. Menurut Ali et al. (2003) kemunduran benih dapat terjadi ketika benih masih berada di tanaman induk maupun pada saat penyimpanan, laju kemunduran benih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, suhu dan kelembapan (RH).

Laju kemunduran pada benih dipengaruhi oleh autoxidasi lipid, degradasi struktur fungsi, ribosom tidak mampu berdisosiasi, degradasi dan inaktivasi enzim, pengaktifan/pembentukan enzim-enzim hidrolitik, degradasi genetik dan akumulasi senyawa beracun (Copeland & McDonald 2001).

Menurut Tatipata (2004) benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 8% dan 10% di dalam kantong plastik polietilen dan kantong aluminium foil dapat mempertahankan mutu yang tetap tinggi selama penyimpanan enam bulan. Kemunduran yang terjadi pada benih kedelai dicerminkan dengan menurunnya kadar fosfolipid, protein membran, fosfor anorganik mitokondria, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase serta laju respirasi.

Benih memiliki periode simpan yang berbeda-beda. Faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih ialah kadar air. Kadar air benih akan berkeseimbangan dengan udara disekitarnya. Keseimbangan akan tercapai jika tidak ada lagi uap air yang bergerak dari udara kedalam benih atau sebaliknya (Justice & Bass 2002). Menurut Harrington (1973) kelembapan dan suhu ruang simpan sangat berpengaruh terhadap daya simpan benih. Menurut Kuswanto (2003) kadar air benih sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembapan ruang tempat


(21)

penyimpanan benih, karena sifat benih yang higroskopis, padahal kadar air benih sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih.

Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk mampu tumbuh normal pada kondisi suboptimum. Menurut Sadjad (1999) mengkategorikan vigor benih menjadi dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat mencerminkan kondisi vigor benih. Menurut Copeland & Mc Donald (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan perkembangan benih meliputi kelembapan, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan (suhu, kelembapan, dan persediaan oksigen).

Suhu dan kelembapan adalah faktor utama dalam penyimpanan benih. Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan, yang dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembapan nisbi ruangan.

Benih memiliki vigor jika benih mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau sub optimum. Benih yang vigor akan menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum. Vigor benih yang mencapai tingkatan maksimum saat benih masak fisiologis harus dipertahankan selama proses pemanenan dan proses pengolahan. Benih yang memiliki vigor yang tinggi pada saat masak fisiologis akan memiliki daya simpan yang panjang (Sadjad et al. 1999).

Model Penyimpanan Benih

Penyimpanan benih merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdiri dari berbagai komponen yang saling berinteraksi melalui suatu proses, sehingga mekanisme yang berlangsung cukup rumit untuk dijelaskan dan perlu dilakukan penyederhanaan. Penyederhaan dari suatu sistem disebut model yang menjelaskan hanya sebagian proses ataupun komponen dari suatu sistem (Handoko 2005). Model sebagai representasi dari suatu masalah merupakan pendekatan yang dibuat berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki, yang dibangun dengan menghubungkan faktor-faktor utama yang berperan dalam suatu sistem (Budi 2006). Handoko (1994) memberikan batasan model sebagai penyederhanaan dari suatu sistem. Sementara sistem diartikan sebagai gambaran suatu proses atau beberapa proses (beberapa subsistem) yang teratur. Suatu sistem bisa terlihat rumit karena banyak proses atau komponen yang terlibat didalamnya, namun sistem tersebut tetap merupakan suatu keteraturan. Handoko (2005) menambahkan bahwa sistem mekanisme dari interaksi berbagai komponen dalam suatu alir yang membentuk suatu fungsi, dan penyederhanaanya disebut sebagai model. Selanjutnya mengelompokkan beberapa model yaitu model empirik dan mekanistik, model deskriptif dan numerik, model dinamik dan statik, serta model determenistik dan stokastis. Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan


(22)

empirik/statistik, tanpa menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem. Model deskriptif menggambarkan bentuk-bentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk persamaan-persamaan matematik. Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu. Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman.

Menurut Forum Kajian Spasial Kehutanan (2007) Stella merupakan alat pemodelan dinamis. Stella merupakan program atau software dengan bahasa grafik yang dapat membantu memepelajari sistem dinamis tanpa menulis ribuan garis kode. Software yang secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi dasar kreasi berfikir-belajar untuk berfikir membangun kesepahaman dan menghasilkan pengertian yang mendalam pada konsep dasar. Dalam program Stella terdapat tiga jenjang atau layering untuk mempermudah pengelolaan model Model yang digunakan pada pemodelan penyimpanan benih terdiri dari layering yaitu Model Contruction Layer-Stella (MCL-S) dan Equation Layer-Stella (EL-S). Model Contruction Layer-Stella (MCL-S) digunakan untuk tempat model berbasis „Flow

Chart‟. Apabila pengguna model ingin memodifikasi struktur model dapat dilakukan pada jenjang ini. Sedangkan Equation Layer-Stella ( EL-S) untuk melihat persamaan-persamaan matematik yang digunakan dalam model.

Alat penyusunan model yang tersedia dalam Stella terdiri dari Stocks, Flows, Converters dan Connectors. Stocks merupakan hasil suatu akumulasi, berfungsi untuk menyimpan informasi berupa nilia suatu parameter yang masuk kedalamnya. Flows berfungsi seperti aliran, yaitu menamabah dan mengurangi stocks, arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah atau dua arah. Converters berfungsi luas, dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input berbagai persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y), secara umum berfungsi mengubah suatu input menjadi suatau output. Connectors berfungsi menghubungan elemen-elemen dari suatu model.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: (1) penelusuran pustaka, (2) penyimpanan dan pengujian benih di laboratorium, dan (3) penyusunan model, simulasi serta verifikasi model. Penelusuran studi pustaka dimulai bulan September 2012 sampai dengan April 2014. Percobaan penyimpanan dan pengujian benih dilaksanakan pada bulan April sampai November 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan model, simulasi


(23)

dan verifikasi model dilaksanakan bulan November 2012 sampai dengan April 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kedelai kuning (Anjasmoro dan Wilis), benih kedelai hitam (Detam-1 dan Detam-2), kertas stensil, plastik PP (Poliprophylen), aquades, air bebas ion, chloroform, asam asetat, kalium iodin, natrium thiosulfat, kanji dan label. Alat yang digunakan terdiri atas: electric conductivity meter, peralatan analisis bilangan peroksida, peralatan analisis respirasi, alat pengecambah benih IPB tipe 72-1, thermohigrometer. Alat lain yang digunakan berupa perangkat lunak Stella versi 9.0.2 dan Excel 2007.

Prosedur Perumusan Sistem Penyimpanan Terbuka

Penyimpanan benih terbuka diidentifikasi sebagai suatu sistem yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ruangan simpan. Objek pemodelan difokuskan pada berkurangnya viabilitas benih yang disimpan pada ruang simpan terbuka (suhu kamar). Pemodelan dilakukan terhadap penurunan viabilitas benih selama penyimpanan dalam hubungannya dengan proses metabolisme benih dan interaksinya terhadap kondisi ruang simpan.

Diagram Alir Sistem Penyimpanan Benih

Proses aliran massa air dari ruang simpan ke dalam benih dideskripsikan dalam diagram alir dengan berbagai peubah yang terlibat, baik peubah luar maupun peubah dalam yang diawali proses absorpsi uap air dari ruang simpan melalui kulit benih. Imbibisi benih mengakibatkan peningkatan kadar air benih dan mempengaruhi aktivitas enzim. Aktivitas enzim digunakan untuk pembongkaran cadangan makanan melalui respirasi yang menyebabkan pengurangan energi pertumbuhan benih dan kerusakan membran sel hingga akhirnya mengakibatkan penurunan vigor daya simpan benih.

Penyusunan Model

Model disusun berdasarkan diagram alir yang dilanjutkan dengan penentuan hubungan kuantitatif antar komponen dalam sistem. Hubungan kuantitatif antar komponen dalam sistem diperoleh dari penelusuran pustaka dan percobaan. Kegiatan penelusuran pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai hubungan antara peubah luar (kondisi ruang simpan) dengan peubah dalam (peubah-peubah dalam benih) selama penyimpanan benih.

Kegiatan percobaan terdiri atas percobaan penyimpanan terbuka benih kedelai. Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode RAL (rancangan acak lengkap) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas empat taraf yaitu benih kedelai kuning (Anjasmoro dan Wilis), benih kedelai hitam (Detam-1 dan Detam-2). Faktor kedua adalah kadar air (KA) awal benih yang terdiri atas tiga taraf yaitu 7-8%, 9-10% dan 11-12%. Benih disimpan selama


(24)

4 bulan dengan menggunakan kemasan plastik PP pada konsidi suhu kamar 25–30 o

C.

Model linier rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut

Y ijk =  +  i+ αj + (α)ij + εij ; untuk : i = 1, 2, 3, 4 dan j = 1, 2, 3. Keterangan :

Yijk :Nilai hasil pengamatan  : Nilai rataan umum  i : Pengaruh faktor varietas

αj : Pengaruh faktor kadar air awal

(α)ij : Pengaruh interaksi faktor varietas ke-i dengan faktor kadar air awal ke-j

εij :Galat percobaan

Peubah biokimia yang diamati meliputi daya hantar listrik (DHL), bilangan peroksida dan repirasi. Peubah fisiologis yang diamati yaitu daya berkecambah. Selain itu juga dilakukan pengukuran KA benih selama penyimpanan. Pengukuran terhadap suhu dan RH simpan dilakukan setiap hari. Pengukuran peubah-peubah yang diamati dilakukan setiap 1 bulan sekali.

Pengamatan. Metode pengamatan tiap variabel sebagai berikut :

1. Kadar Air (KA) diukur dengan menggunakan metode oven suhu rendah konstan (105±2 oC) selama (17±1) jam. Kadar air benih dihitung dengan rumus:

KA(%) = M2-M3 x 100% M2-M1

Keterangan :

M1 : berat cawan + tutup (g)

M2 : berat benih + M1 sebelum dioven (g) M3 : berat benih + M1 setelah dioven (g)

2. Daya berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal

pada hitungan pertama dan kedua pengamatan viabilitas.

Keterangan:

∑ KN I : jumlah kecambah normal pengamatan pertama pada 3 Hari Setelah Tanam (HST)

∑ KN II : jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)

3. Pengujian daya hantar listrik (μS.cm-1.g-1), dilakukan dengan merendam benih kedelai sebanyak 50 butir dimasukkan ke dalam gelas jar dan tambahkan air bebas ion sebanyak 100 ml kemudian tutup dengan alumunium foil dan tempatkan pada suhu 20±2 oC selama 24 jam. Dua gelas piala yang hanya diisi dengan air murni digunakan sebagai kontrol, ditutup dengan alumunium foil dan ditempatkan pada kondisi yang sama dengan benih. Benih dikeluarkan dari gelas piala dengan menuangkan benih dan air menggunakan saringan, selanjutnya masukkan ujung sel alat ukur (dip cell)

ΣKN 1+ ΣKN II

DB(%) = x100%


(25)

ke dalam air rendaman serta ukur/baca nilai konduktivitasnya. Setiap kali selesai pengukuran ujung sel alat ukur harus selalu dibilas dan dikeringkan. Pengukuran DHL untuk masing-masing ulangan menggunakan rumus sebagai berikut :

Pengukuran DHL benih dan alat yang digunakan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengukuran DHL benih kedelai menggunakan conductivity meter 4. Bilangan peroksida dianalisis menggunakan metode yang ditetapkan oleh

AOAC (1997) yang dimodifikasi benih kedelai sebanyak 5 gram dihaluskan kemudian ditambahkan choloroform sebanyak 20 ml dan dipanaskan serta disentrifus pada suhu 60 oC pada kecepatan 300 rpm selama 15 menit. Sampel disaring menggunakan kertas saring, cairan minyak dipisahkan dan dibilas dengan chloroform. Selanjutnya ditutup menggunakan plastik wrap. Asam asetat sebanyak 15 ml dan Kalium Iodin jenuh 2 ml ditambahan ke dalam cairan kemudian disimpan di ruang gelap selama 5 menit. Sambil sekali-kali larutan digoyang dan ditambahkan 50 ml air aquades. Campuran tersebut kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0.05 N. Titrasi harus dilakukan secara cepat sampai warna kuning hampir hilang (kuning muda). Ditambahkan larutan indikator kanji sebanyak 2 ml dan titrasi diteruskan. Erlermeyer digoyang secara cepat sampai mendekati titik akhir yaitu warna biru gelap menghilang. Pengukuran bilangan peroksida untuk masing-masing ulangan menggunakan rumus sebagai berikut :

-1 -1 -1 Konduktivitas sampel - blanko (μS cm )

DHL (μS.cm .g ) =

Berat benih perulangan (g)

(Volume titrasi - Volume titrasi blanko) x 0.08 x 1000 -1

Bilangan peroksida (meq kg ) =


(26)

Pengukuran bilangan peroksida benih dan alat yang digunakan ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengukuran bilangan peroksida benih kedelai

5. Pengujian respirasi benih dilakukan menggunakan alat Cosmotector XP-314. Benih kedelai sebanyak 100 butir dilembapkan selama 15 jam, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dalam kemasan. Aktivitas respirasi dihitung dengan menghitung CO2 yang diproduksi dengan rumus:

Keterangan:

L : laju respirasi (mg CO2.kg-1.jam-1)

V : volume udara bebas dalam kemasan (V kemasan–V bahan) dalam ml

K : kadar CO2 setelah inkubasi – kadar CO2 awal (0.03%) W : waktu inkubasi (jam)

B : bobot bahan (kg)

Nilai 1.76 merupakan konstanta gas

Pengukuran respirasi benih dan alat yang digunakan ditampilkan pada Gambar 3.

G

Gambar 3 Pengukuran respirasi benih kedelai V X K X 1.76

L =


(27)

Hubungan kuantitatif dan logik yang diperoleh dimasukkan dalam diagram alir untuk membentuk suatu model dalam bentuk input proses dan output. Proses perangkaian peubah-peubah dalam sistem dilakukan dengan menggunakan software Stella membentuk Model Construction Layer (MCL). Hubungan persamaan matematik dalam MCL disusun dalam Equation Layer (EL).

Simulasi dan Validasi

Simulasi model dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan (logik) model yang telah disusun, sehingga dapat ditentukan validitas model tersebut. Input model yang digunakan dalam simulasi terdiri atas tingkat kelembapan ruang simpan, suhu ruang simpan, ukuran benih, permeabilitas benih, kadar air awal dan viabilitas awal simpan, sedangkan output simulasi terdiri atas kadar air benih, respirasi, tingkat kebocoran membran (daya hantar listrik) dan daya berkecambah setelah periode penyimpanan (vigor daya simpan). Simulasi dilakukan dengan menggunakan Interface Layer (IL) pada software Stella.

Verifikasi Model

Verifikasi model dilakukan untuk menilai kesesuaian antara output simulasi dengan hasil pengukuran percobaan penyimpanan. Handoko (2005) menjelaskan bahwa verifikasi model dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan kuantitatif. Verifikasi model secara kualitatif diantaranya dengan menggunakan grafik yang dapat memvisualisasikan output model dengan pengukuran berdasarkan waktu atau periode tertentu sehingga lebih luas dibandingkan metode kuantitatif (uji statistik) yang perbandingannya berdasarkan nilai pada titik tertentu. Berdasarkan hasil verifikasi kualitatif, nilai dugaan dinyatakan berkesesuaian jika nilai hasil dugaan (simulasi) berada dalam selang kepercayaan (1-α = 0.95) dari hasil aktual. Verifikasi model secara kuantitatif menggunakan uji statistik, dilakukan dengan membandingkan secara berpasangan (uji-t) hasil simulasi dengan hasil aktual pada periode simpan yang sama. Berdasarkan verifikasi kuantitatif, hasil simulasi dinyatakan sesuai atau tidak berbeda dengan hasil aktual jika p-value lebih besar dari

α (0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perumusan Sistem Penyimpanan Terbuka

Penyimpanan merupakan upaya yang dilakukan untuk mempertahankan viabilitas benih kedelai agar tetap tinggi dan mampu melampaui periode simpan yang lama. Menurut Sukarman dan Rahardjo (1994) tujuan penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan mutu fisiologis benih selama periode penyimpanan dengan menghambat kecepatan kemunduran benih. Penyimpanan terbuka benih kedelai didefinisikan sebagai penyimpanan benih tanpa pengendalian ruang simpan terutama suhu dan RH yang sangat dipengaruhi oleh kondisi di luar ruang simpan. Pada penyimpanan terbuka, udara lingkungan dapat berhubungan langsung dengan udara penyimpanan sehingga kontaminasi kotoran, hama dan penyakit mudah terjadi. Menurut Kartono (2004) penyimpanan terbuka pada


(28)

kadar air awal sekitar 9% dan daya kecambah 95%, dalam waktu 3 bulan kerusakan benih kedelai telah mencapai sekitar 25% dengan daya kecambah 70%. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa walaupun kadar air awal penyimpanan rendah, penyimpanan terbuka menyebabkan kerusakan benih yang tinggi, menurunkan daya kecambah dan daya simpan benih tidak bisa lama.

Benih kedelai disimpan pada kondisi ruang kamar dengan suhu 25–30 oC. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik PP selama 4 bulan. Suhu harian rata-rata ruang simpan adalah sebesar 28.5 oC dan kelembapan rata-rata sebesar 69 %. Suhu dan RH selama penyimpanan tertera pada lampiran 5.

Suhu penyimpanan benih akan mempengaruhi peningkatan kadar air benih dan akan berpengaruh terhadap peningkatan laju respirasi benih. Suhu penyimpanan yang rendah cenderung akan meningkatkan kelembapan relatif (RH) ruang penyimpanan. Hal tersebut terjadi terutama pada penyimpanan benih terbuka atau tanpa kemasan kedap udara. Kondisi tersebut disebabkan oleh sifat benih kedelai yang higroskopis dan selalu ingin mencapai keseimbangan dengan kondisi lingkungan. Apabila disimpan pada kelembapan yang tinggi, benih akan menyerap uap air sampai kadar air benih seimbang dengan kelembapan ruang simpan. Sebaliknya bila benih disimpan pada kelembapan yang rendah, benih akan mengeluarkan uap air sampai antara benih dengan kelembapan di sekitarnya tercapai keseimbangan.

Justice & Bass (2002) menyatakan benih yang disimpan pada suhu dan lingkungan alami kadar airnya akan meningkat melalui proses absorpsi seiring dengan semakin lamanya periode simpan dan akan mengalami keseimbangan dengan lingkungan. Proses absorpsi uap air oleh benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis kemasan simpan yang digunakan, varietas, umur atau lama simpan, KA awal dan kelembapan relatif (RH) lingkungan simpan. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dalam mempengaruhi laju absorpsi uap air oleh benih. Kelembapan relatif lingkungan menentukan jumlah uap air yang tersedia di sekitar lingkungan simpan. Jenis kemasan akan menentukan jumlah uap air yang masuk dan tersedia disekitar benih. Varietas akan menentukan tingkat serapan uap air berdasarkan kandungan kimia benih. Umur atau lamanya benih disimpan berkaitan dengan waktu berlangsungnya absorpsi, sedangkan KA awal menentukan laju absorpsi uap air oleh benih.

Mutu benih sebelum simpan juga mempengaruhi ketahanan benih selama proses penyimpanan. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih dengan viabilitas awal sebelum simpan yang tinggi, akan menunjukkan nilai vigor daya simpan (VDS) yang tinggi. Daya simpan benih akan semakin tinggi dengan panjangnya periode simpan dan tingginya VDS.

Diagram Alir Sistem Penyimpanan Benih

Diagram alir penyimpanan benih mendeskripsikan proses yang terjadi selama penyimpanan benih, yang diawali proses penyerapan (absorpsi) uap air melalui kulit benih, sehingga mengakibatkan peningkatan kadar air benih. Vijay & Dadlani (2003) menyatakan bahwa peningkatan KA yang terjadi karena proses absorpsi uap air merupakan penyebab langsung terjadinya kemunduran benih


(29)

selama penyimpanan. Diagram alir penyimpanan terbuka benih kedelai tertera pada Gambar 4.

Keterangan :

= Sumber = aliran informasi ( ) = Peubah bantu = Aliran = aliran massa = peubah keadaan = Buangan T = Suhu [ ] = Peubah luar

Gambar 4 Diagram alir penyimpanan terbuka benih kedelai

Berdasarkan Gambar 4 aliran massa air ke dalam benih dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu ruang simpan, varietas, permeabilitas benih, dan kadar air benih. Shelar et al. (2008) menyatakan selama penyimpanan KA benih kedelai secara nyata dipengaruhi oleh varietas, proses pengolahan, dan kemasan simpan yang digunakan. Peningkatan kadar air benih menyebabkan pengaktifan enzim dehidrogenase sehingga proses respirasi meningkat. Peningkatan proses respirasi berpengaruh terhadap kerusakan membran sel yang ditunjukkan oleh adanya bocoran metabolit dari benih kedelai. Peningkatan bocoran metabolit benih kedelai berpengaruh terhadap proses perkecambahan benih hingga akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan vigor daya simpan (VDS) benih. Proses-proses tersebut dipengaruhi oleh varietas, RH dan suhu, permeabilitas benih serta kondisi awal benih sebelum disimpan (vigor awal benih).


(30)

Penyusunan Model

Model sebagai penyederhanaan dari suatu sistem memerlukan adanya pembatasan, terutama terkait dengan faktor-faktor yang menjadi variabel dalam model yang dibentuk. Menurut Handoko (2005) pembatasan model diantaranya dilakukan dengan melakukan perumusan model yang dibangun berdasarkan model yang sudah ada atau merumuskan sendiri model setelah melalui percobaan, sehingga model prediktif bisa bersifat teoritis (dibangun berdasarkan teori keilmuan) atau empiris (hasil penelitian yang dikuantifikasi). Tahap penyusunan model inilah yang merupakan tahap yang paling krusial.

Hubungan antar komponen dalam sistem ditentukan untuk membangun proses yang logik dalam model. Hubungan antar komponen dalam sistem didapatkan melalui penelusuran pustaka dan percobaan di laboratorium.

Hubungan antar komponen dalam sistem hasil penelusuran pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diperoleh beberapa persamaan yang digunakan untuk membangun model penyimpanan terbuka benih kedelai. Persamaan- persamaan tersebut terdiri atas :

a. Nilai permeabilitas kemasan simpan benih. Nilai permeabilitas kemasan ditentukan berdasarkan persamaan Moyls (Arpah 2007). Persamaan nilai permeabilitas kemasan sebagai berikut :

Permeabilitas kemasan =

0 /

( out in)

n t

A RHRH P

Persamaan di atas menunjukkan nilai permeabilitas kemasan yang dipengaruhi oleh n/t (jumlah air terserap per hari, g.hari-1), luas permukaan kemasan (A, m2), RH luar (RHout, %) dan RH dalam (RHin, %) kemasan, tekanan uap air jenuh (Po, mmHg). Hasil penelitian Hasbianto (2012) menunjukkan nilai permeabilitas kemasan plastik PP yang diukur menggunakan persamaan Moyls adalah sebesar 0.00548 g.hari-1.m2.mmHg-1.

b. Nilai Me dan Mt benih. Nilai Me (moisture equilibrium, kadar air keseimbangan benih) dan Mt (kadar air benih pada periode t hari) ditentukan menggunakan persamaan empirik berdasarkan persamaan Henderson (1976) yang terdiri atas dua komponen, yaitu :

Komponen (1), persamaan untuk menentukan nilai Me yaitu:

. 1

n c T Me RH e

 

RH adalah kelembaban relatif dalam kemasan (RH in, %), T adalah suhu (oR), c dan n adalah konstanta spesifik varietas, untuk varietas kedelai c : 3.20x10

-5

dan n : 1.52. RH dalam kemasan (RH in) diperoleh setelah memasukkan nilai permeabilitas kemasan dan RH luar kemasan sebagai input model menggunakan persamaan Moyls.


(31)

Komponen (2), persamaan untuk menentukan nilai Mt yaitu:

Mt Me Ae k

Mo Me

Mt adalah kadar air benih pada periode simpan t hari (%), MO adalah kadar air awal benih, Me kadar air keseimbangan (%), A luas permukaan benih (m2), Ɵ periode simpan (hari), dan k adalah koefisien difusivitas benih kedelai.

Nilai k ditentukan menggunakan persamaan :

2 2 k Dv

r

Dv adalah difusivitas untuk varietas kedelai sebesar 10-11 m2.detik-1, dan r adalah jari-jari benih kedelai. Benih kedelai berbentuk oval atau elips, sehingga perhitungan dalam persamaan yang menggunakan nilai r benih kedelai digunakan dua nilai, yaitu ra untuk sisi panjang dan rb untuk sisi pendek benih kedelai. Hasil pengukuran ra dan rb empat varietas kedelai sebagai konstanta model tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai ra dan rb benih empat varietas kedelai

Uraian Varietas kedelai

Anjasmoro Wilis Detam-1 Detam-2 Panjang benih (ra, mm) 4.32 3.54 3.78 3.69 Lebar benih (rb, mm) 3.44 2.90 3.37 3.21

Keterangan : nilai ra adalah rata-rata untuk dua sisi panjang benih. nilai rb adalah rata-rata untuk dua sisi lebar benih kedelai. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan ketepatan dua digit dan jumlah contoh untuk tiap varietas sebanyak lima butir benih.

c. Persamaan Viabilitas. Model pendugaan daya simpan benih disusun berdasarkan persamaan viabilitas yang dikemukakan oleh Ellis dan Roberts. Persamaan viabilitas Ellis dan Roberts terdiri atas dua komponen (Ellis & Hong 2006). Komponen (1) sebagai berikut :

/

v ki p

Persamaan di atas menggambarkan kurva kelangsungan hidup benih, v adalah viabilitas benih kedelai setelah p hari yang dinyatakan dalam probit,  adalah waktu yang diperlukan viabilitas benih untuk turun satu probit (hari), p adalah periode simpan (hari) dan ki viabilitas awal sebelum simpan yang dinyatakan dalam probit.

Komponen (2) sebagai berikut :

2

10 E Wlog10 H Q

log  KC mC tC t

Persamaan tersebut menggambarkan hubungan antara waktu yang diperlukan viabilitas benih untuk turun satu probit (σ), suhu ruang simpan (t, oC) dan kadar air (m, % wb), sedangkan KE, CW, CH dan CQ merupakan konstanta spesifik komoditas. Konstanta spesifik untuk komoditas kedelai yang digunakan


(32)

berdasarkan pada Kruse et al. (2005) yaitu KE (7.748), CW (3.979), CH (0.053) dan CQ (0.000228).

Hubungan antar komponen dalam sistem melalui percobaan penyimpanan di laboratorium

Hubungan antar komponen dalam sistem melalui percobaan penyimpanan terbuka benih kedelai ditunjukkan oleh perilaku kemunduran benih kedelai selama penyimpanan benih.

Perilaku kemunduran benih kedelai selama penyimpanan benih terbuka Percobaan penyimpanan dan pengujian benih kedelai dilakukan untuk mempelajari perilaku kemunduran benih pada penyimpanan terbuka dengan menggunakan peubah fisiologis (DB) dan biokimia (repirasi, DHL dan bilangan peroksida) serta KA benih. Perilaku kemunduran benih diperlukan untuk menentukan hubungan kuantitatif antar komponen dalam sistem yang dapat dijadikan sebagai input dan output model. Selain hubungan kuantitatif, kegiatan percobaan juga diperlukan untuk menentukan hubungan logik yang dapat dimasukkan ke dalam diagram alir untuk membentuk suatu model dalam bentuk input proses dan output.

Percobaan untuk mendapatkan data dan informasi perilaku benih disusun secara terpisah, agar diperoleh data dan informasi yang memperlihatkan secara jelas pengaruh dari kadar air awal dan varietas yang berbeda. Penyimpanan benih dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik PP selama periode simpan 4 bulan pada suhu kamar.

Perilaku KA selama penyimpanan benih terbuka

Kadar air awal benih berpengaruh terhadap peningkatan kadar air benih selama penyimpanan, sedangkan varietas tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar air benih (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur KA benih selama penyimpanan

Perlakuan KA periode simpan (bulan)

1 2 3 4

--- % --- KA awal (%)

7-8 8.91 c 9.13 c 9.13 c 9.33 c

9-10 10.41 b 10.28 b 10.38 b 10.39 b

11-12 11.80 a 11.78 a 11.80 a 11.78 a

Varietas

Anjasmoro 10.24 10.24 10.24 10.27

Wilis 10.31 10.54 10.37 10.49

Detam-1 10.61 10.52 10.65 10.70

Detam-2 10.33 10.28 10.48 10.56

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%


(33)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air awal benih lebih berpengaruh dibanding varietas. Tingkat kadar air awal benih sebelum simpan memberikan pengaruh nyata pada peningkatan kadar air benih selama penyimpanan. Benih yang disimpan pada kadar air awal yang tinggi akan lebih cepat mengalami peningkatan dibanding benih yang disimpan pada kadar air awal yang rendah. Selain kadar air awal benih ada faktor lain yang juga menyebabkan adanya peningkatan terhadap kadar air selama penyimpanan yaitu suhu dan RH.

Menurut Harnowo (2006) pengaruh kadar air benih terhadap daya simpan benih lebih besar dari pada pengaruh suhu penyimpanan. Aktivitas enzim akan terhambat pada keadaan kadar air benih yang rendah. Semakin rendah kadar air benih, laju respirasi akan semakin rendah pula, sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Kadar air benih yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi benih dalam penyimpanan, sehingga menyebabkan enzim aktif dan proses perombakan di dalam jaringan makanan berlangsung.

Pola perilaku empat varietas benih kedelai (Anjasmoro, Wilis, Detam-1 dan Detam-2) pada KA awal 9-10% ditunjukkan melalui peubah KA tertera pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar air pada keempat varietas benih kedelai (Anjasmoro, Wilis, Detam-1 dan Detam-2) mengalami peningkatan selama periode simpan 4 bulan. Meskipun terjadi peningkatan kadar air selama periode simpan 4 bulan, keempat varietas benih kedelai masih dapat mempertahankan kadar airnya pada batas aman hingga akhir periode simpan

yaitu ≤ 11%. Menurut Purwanti (2004) KA yang aman untuk penyimpanan benih kedelai pada suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11%.

Kemampuan benih kedelai dalam mempertahankan kadar air benih pada batas aman hingga akhir periode simpan diduga karena penyimpanan benih dilakukan dengan menggunakan plastik PP yang kedap udara sehingga tidak terjadi pertukaran udara pada kemasan. Sifat permeabilitas bahan pengemas

Gambar 5 Kadar air empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka


(34)

terhadap uap air sangat penting untuk mempertahankan kadar air serta viabilitas benih. Menurut Arpah (2007) kerusakan mutu produk pangan kering dapat dihambat melalui penggunaan kemasan yang memiliki permeabilitas rendah terhadap uap air.

Kadar air benih merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan benih. Kerusakan benih selama penyimpanan sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan air di dalam benih (Justice & Bass 2002). Kadar air benih yang terlalu tinggi mendorong terciptanya kondisi yang mempercepat laju kerusakan benih, akibat terjadinya proses metabolisme dan respirasi. Laju respirasi yang tinggi dapat mempercepat hilangnya viabilitas benih. Roberts (1972) menyebutkan bahwa hilangnya viabilitas benih adalah karena berkurangnya bahan cadangan makanan melalui respirasi. Disamping itu, pada kadar air yang tinggi mikroorganisme akan tumbuh aktif dan berkembang dan merusak embrio.

Perilaku respirasi benih kedelai selama penyimpanan

Pola perilaku empat varietas benih kedelai pada kadar air awal 9-10% ditunjukkan melalui peubah respirasi tertera pada Gambar 6.

Gambar 6 menunjukkan bahwa respirasi pada keempat varietas benih kedelai (Anjasmoro, Wilis, Detam-1 dan Detam-2) mengalami peningkatan selama periode simpan 4 bulan. Proses metabolisme dalam benih terdiri atas proses katabolisme dan anabolisme. Proses katabolisme adalah perombakan bahan cadangan energi dan bahan kimiawi dalam benih menjadi energi atau menjadi senyawa kimiawi yang kurang kompleks, sedangkan anabolisme merupakan proses pembangunan struktur tumbuh dalam benih dan pembentukan bahan-bahan kimiawi benih dari bentuk yang lebih kompleks (Sadjad 1994). Respirasi merupakan proses dari katabolisme dimana terjadi proses oksidasi-reduksi.

Proses respirasi menimbulkan peningkatan suhu yang berlangsung secara perlahan-lahan. Pada kondisi penyimpanan yang baik, panas hasil respirasi sedikit mempengaruhi kondisi benih di penyimpanan. Pada kondisi yang lembap,

Gambar 6 Respirasi empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka


(35)

peningkatan panas hasil respirasi dapat menimbulkan banyak kerusakan pada benih yang disimpan (Justice & Bass 2002). Karena respirasi merupakan proses oksidasi, maka harus ada suatu substrat. Dalam hal ini benihnya sendiri yang dapat bergabung dengan oksigen. Respirasi bisa terjadi bila terdapat enzim-enzim, baik yang memiliki fungsi sangat khusus maupun yang bersifat lebih umum. Menurut Salisbury & Ross (1995) enzim-enzim tersebut yaitu alfa amilase (ά -amilase), beta amilase (β-amilase), dan pati fosforilase.

Pada suhu rendah, aktivitas enzim dapat ditekan sehingga respirasi akan berlangsung lambat. Sebaliknya pada suhu tinggi, aktivitas enzim berlangsung lebih aktif sehingga respirasi lebih cepat, yang mengakibatkan perombakan cadangan makanan secara cepat. Perombakan cadangan makanan yang berlangsung terus menerus selama penyimpanan akan mengakibatkan habisnya cadangan makanan pada jaringan meristem (Harrington 1994). Menurut Justice & Bass (2002) semakin lama proses respirasi berlangsung, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan. Hal tersebut akan mempengaruhi proses perkecambahan, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah dan persentase kecambah normal akan berkurang sehingga menyebabkan viabilitas benih menurun.

Pola perilaku benih kedelai varietas Anjasmoro pada kadar air awal yang berbeda yaitu pada KA awal 7-8%, 9-10% dan 11-12% ditunjukkan melalui peubah respirasi tertera pada Gambar 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan respirasi benih varietas Anjasmoro hingga akhir periode simpan pada kadar air 7-8%, 9-10% dan 11-12%. Peningkatan respirasi benih mulai terjadi pada periode simpan 2 bulan. Gambar 7 tidak menunjukkan pengaruh status KA awal terhadap peningkatan KA benih tetapi terhadap respirasi. Menurut Garwood & Lighton (1990) menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen benih berlangsung seiring dengan peningkatan KA,

Gambar 7 Respirasi benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama penyimpanan terbuka


(36)

sehingga peningkatan absorpsi uap air akan meningkatkan ketersediaan dan laju konsumsi O2 benih. Tinggi rendahnya kadar air benih selama penyimpanan akan menentukan laju repirasi benih selama penyimpanan. Menurut Kristiani (2012) kadar air benih yang rendah merupakan faktor penting dalam inaktivasi benih kedelai selama penyimpanan karena kadar air benih yang rendah < 11% mampu menekan laju respirasi dengan laju yang rendah.

Perilaku DHL benih kedelai selama penyimpanan

Varietas benih kedelai yang digunakan berpengaruh terhadap DHL selama penyimpanan (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur DHL benih selama penyimpanan

Perlakuan DHL benih pada periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4

---µS.cm-1.g-1--- KA awal (%)

7-8 37.90 45.63 a 44.47 43.25 b 48.43 b

9-10 37.86 41.38 a 44.85 43.03 b 51.77 b

11-12 39.22 36.66 c 45.47 52.46 a 62.01 a

Varietas

Anjasmoro 36.08 bc 39.38 bc 41.58 b 39.76 b 50.41 b

Wilis 32.69 c 37.00 c 39.74 b 37.49 b 42.78 c

Detam-1 45.38 a 46.90 a 54.18 a 64.14 a 76.47 a

Detam-2 39.17 b 41.60 b 44.23 b 43.60 b 46.64 bc

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar air awal benih berpengaruh pada DHL benih yaitu pada periode simpan 1, 3 dan 4 bulan, tetapi tidak pada periode simpan 0 dan 2 bulan.

Pengaruh varietas terhadap peningkatan DHL memberikan respon yang berbeda-beda. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi kimia benih antar varietas berbeda seperti kandungan protein dan lemak. Balitkabi (2012) menyebutkan kandungan protein benih kedelai varietas Detam-1, Anjasmoro, Detam-2 dan Wilis berturut-turut sebesar 45.36%, 41.80-42.10%, 45.58% dan 37.0%. Kandungan lemak benih kedelai varietas Detam-1, Wilis, Anjasmoro dan Detam-2 berturut-turut sebesar 33.06%, 18.00%, 17.20-18.60% dan 14.83%.

Penurunan DHL yang signifikan pada varietas Detam-1 diduga berkaitan dengan kandungan protein dan lemak Detam-1 tinggi. Kandungan lemak pada Detam-1 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lain. Lemak merupakan salah satu komponen kimia di dalam benih yang berpengaruh terhadap proses kemunduran benih selama penyimpanan. Lemak akan mengalami perombakan menjadi asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas pada benih menyebabkan hilangnya komponen penyusun pada fosfolipid. Fosfolipid berfungsi sebagai komponen penyusun membran bersama-sama protein membran. Sehingga hilangnya komponen penyusun pada fosfolipid menyebabkan kerusakan


(37)

pada membran yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas membran.

Berbeda dengan hasil penelitian Purwanti (2004) dan Marwanto (2004), Purwanti (2004) menyatakan bahwa perbedaan warna kulit benih juga mempengaruhi perbedaan ketahanan dalam penyimpanan, yaitu kedelai berkulit hitam lebih tahan disimpan dibandingkan kedelai berkulit kuning. Marwanto (2004) menyatakan bahwa perbedaan ketahanan selama penyimpanan antara kedelai kuning dengan kedelai hitam disebabkan oleh perbedaan kandungan lignin pada kulit benih. Kedelai hitam seperti varietas Merapi memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi (15.31%) dibandingkan kedelai kuning seperti varietas Lampo-Batang (1.43%) sehingga permeabilitas kedelai hitam terhadap uap air juga lebih rendah. Pada penelitian ini perbedaan ketahanan pada kedelai kuning dan hitam dalam penyimpanan disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia benih berupa lemak.

Pola perilaku empat varietas benih kedelai pada KA awal 9-10% yang ditunjukkan melalui peubah DHL tertera pada Gambar 8.

Gambar 8 menunjukkan bahwa DHL pada keempat varietas benih kedelai (Anjasmoro, Wilis, Detam-1 dan Detam-2) cenderung mengalami peningkatan selama periode simpan 4 bulan. Hasil pengukuran DHL menunjukkan adanya fluktuasi pada setiap periode simpan. Hampton et al. (1992; 1994) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran DHL pada benih buncis dan kedelai yaitu meliputi kandungan ion pada air rendaman, suhu ruang saat perendaman, lama perendaman, suhu saat pengukuran, jumlah benih yang diukur, kadar air dan ukuran benih.

Peningkatan DHL ini berhubungan erat dengan integritas membran sel. Hasil penelitian Tatipata (2008) menunjukkan bahwa meningkatnya permeabilitas membran sel secara langsung dan integritas membran mitokondria secara tidak langsung dapat diindikasikan oleh peningkatan DHL. Permeabilitas sel meningkat

Gambar 8 DHL empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka


(38)

akibat terjadinya ketidakteraturan sel, sehingga menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel.

Yaya et al. (2005) menyatakan bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 6%, 8%, 10% dan 12% masing-masing pada suhu 15 oC, 20 oC, 25 oC dan 30 oC selama 120 hari menunjukkan peningkatan DHL di atas 100 μmol g-1 benih.

Pola perilaku benih kedelai varietas Anjasmoro pada kadar air awal yang berbeda yaitu pada KA awal 7-8%, 9-10% dan 11-12% ditunjukkan melalui peubah DHL tertera pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan bahwa DHL benih kedelai varietas Anjasmoro mengalami peningkatan hingga akhir periode simpan. Peningkatan DHL ini dipengaruhi oleh peningkatan kadar air awal dan kadar air selama penyimpanan. Benih yang disimpan pada kadar air awal benih yang tinggi menyebabkan tingginya nilai DHL. Terlihat pada gambar benih yang disimpan pada kadar air awal 11-12% menunjukkan nilai DHL yang lebih tinggi setelah empat bulan simpan. Hal ini diduga pada kadar air tinggi menyebabkan terjadinya penurunan integritas membran mitokondria akibat peningkatan aktivitas respirasi benih, sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan permeabilitas membran menyebabkan terjadinya bocoran metabolit pada benih kedelai.

Gambar 9 DHL benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama penyimpanan terbuka


(39)

Perilaku bilangan peroksida benih kedelai selama penyimpanan

Kadar air awal benih dan varietas benih tidak berpengaruh terhadap tolok ukur bilangan peroksida selama penyimpanan (Tabel 4).

Tabel 4 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok ukur bilangan peroksida benih selama penyimpanan

Perlakuan Bilangan peroksida pada periode simpan (bulan)

1 2 3 4

---meq.kg-1---- KA awal (%)

7-8 3.97 4.64 4.86 4.28

9-10 4.39 4.45 7.65 5.67

11-12 4.46 6.37 6.13 6.64

Varietas

Anjasmoro 4.28 5.35 ab 6.46 5.95

Wilis 3.67 3.82 b 3.97 3.54

Detam-1 5.58 7.13 a 6.72 6.72

Detam-2 3.55 4.32 ab 7.69 5.90

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Pola perilaku empat varietas benih kedelai pada kadar air awal 9-10% yang ditunjukkan melalui peubah bilangan peroksida disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan bilangan peroksida pada keempat varietas benih kedelai cenderung mengalami peningkatan selama periode simpan 4 bulan. Bilangan peroksida merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kerusakan benih dan kualitas minyak. Selain itu nilai PV juga

Gambar 10 Bilangan peroksida empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka


(40)

berkaitan dengan tingkat oksidasi yang terjadi di dalam benih. Menurut ANVISA (1999) produk dengan dengan nilai bilangan peroksida 1-5 meq kg-1 dikategorikan memiliki tingkat oksidasi rendah, 5-10 meq kg-1 memiliki tingkat oksidasi sedang dan lebih dari 10 meq kg-1 memiliki tingkat oksidasi tinggi. Benih yang memiliki nilai bilangan peroksida tinggi dapat memicu terjadinya kerusakan benih dan pada akhirnya menyebabkan kemunduran benih.

Menurut Ross (1986) oksidasi gugus radikal bebas menghasilkan hidroperoksida yang dapat bereaksi dengan protein sehingga aktivitasnya menurun. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan beberapa hasil metabolit seperti asam lemak bebas dan gula reduksi yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan protein membran. Protein membran dalam mitokondria berperan dalam transpor dan konversi energi. Apabila protein rusak maka dapat mengurangi transpor energi yang menyebabkan kemunduran (deteriorasi) benih.

Berdasarkan Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa nilai bilangan peroksida keempat varietas benih kedelai < 9 meq kg-1. Keempat varietas benih kedelai memiliki tingkat oksidasi yang berbeda-beda. Varietas Wilis memiliki tingkat oksidasi yang lebih rendah dibandingkan varietas Anjasmoro, Detam-1 dan Detam-2. Tingkat oksidasi pada varietas Wilis dikategorikan kedalam oksidasi rendah, sedangkan varietas Anjasmoro, Detam-1 dan Detam-2 memiliki tingkat oksidasi sedang.

Pola perilaku benih kedelai varietas Anjasmoro pada kadar air awal yang berbeda yaitu pada KA awal 7-8%, 9-10% dan 11-12% ditunjukkan melalui peubah bilangan peroksida disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukkan bahwa bilangan peroksida varietas Anjasmoro cenderung mengalami peningkatan hingga 3 bulan simpan. Benih yang disimpan pada kadar air awal 7-8% menunjukkan tingkat oksidasi rendah. Benih yang disimpan pada kadar air 9-10% dan 11-12% menunjukkan tingkat oksidasi

Gambar 11 Bilangan peroksida benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama penyimpanan terbuka


(41)

sedang. Benih kedelai yang disimpan pada kadar air awal rendah dapat mempertahankan tingkat oksidasi tetap rendah, sedangkan benih yang disimpan pada kadar air awal tinggi memungkinkan terjadinya peningkatan bilangan peroksida lebih cepat.

Perilaku DB benih kedelai selama penyimpanan

Kadar air awal benih tidak pengaruh terhadap penurunan DB benih pada periode simpan 1 dan 3 bulan, sedangkan varietas benih kedelai berpengaruh terhadap penurunan DB benih pada periode simpan 1 dan 3 bulan (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh KA awal dan varietas benih kedelai pada tolok DB benih

selama penyimpanan 1 dan 3 bulan

Perlakuan DB benih pada periode simpan

(bulan)

1 3

% ---KA awal

7-8% 89.00 83.83

9-10% 88.67 86.92

11-12% 90.00 82.50

Varietas

Anjasmoro 90.67 ab 85.67 a

Wilis 94.67 a 90.00 a

Detam-1 84.89 c 74.00 b

Detam-2 86.67 bc 88.00 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas benih kedelai yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap DB benih. Hal ini diduga adanya perbedaan viiabilitas awal benih kedelai yang digunakan, viabilitas awal benih berturut-turut yaitu sebesar 97.33% (Anjasmoro), 96.67% (Wilis), 89.33% (Detam-1) dan 91.33% (Detam-2). Varietas Detam-1 lebih cepat mengalami penurunan DB dibandingkan varietas lain yaitu sebesar 15.33%. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi pada Detam-1. Denaturasi protein dan degradasi lemak dapat memicu terjadinya radikal bebas yang berakhir pada kemunduran benih.

Perbedaan varietas benih kedelai yang memiliki perbedaan presentase komposisi kimia benih (protein dan lemak) memberikan pengaruh nyata terhadap daya berkecambah benih kedelai, sedangkan kadar air benih tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah benih pada periode simpan 1 dan 3 bulan.


(42)

Kombinasi kadar air dan varietas benih kedelai memberikan pengaruh nyata pada penurunan DB pada periode simpan 2 dan 4 bulan (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh kombinasi antara KA awal dan varietas benih kedelai pada penyimpanan 2 dan 4 bulan pada tolok ukur DB

KA awal (%) Daya berkecambah benih (%)

Anjasmoro Wilis Detam-1 Detam-2

---- 2 bulan

----7-8 92.00 abc 95.33 ab 86.67 cde 83.33 ed

9-10 90.67 bc 97.33 a 81.33 ef 89.33 bcd

11-12 93.33 ab 93.33 ab 76.00 f 86.67 cde

---- 4 bulan

----7-8 88.67 a 90.00 a 82.00 ab 81.33 ab

9-10 91.33 a 92.67 a 74.67 b 84.00 ab

11-12 85.33 ab 85.33 ab 56.67 c 82.00 ab

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Kadar air dan varietas benih kedelai memberikan pengaruh nyata pada penurunan DB pada periode simpan 2 dan 4 bulan. Dari Tabel 8 terlihat bahwa varietas Detam-1 tidak mampu mempertahankan viabilitasnya hingga akhir periode simpan terutama pada kadar air 9-10% dan 11-12% yaitu < 80%. Sementara varietas Anjasmoro, Wilis dan Detam-2 tetap bisa mempertahankan viabilitasnya hingga akhir periode simpan ≥ 80%.

Pola perilaku empat varietas benih kedelai pada kadar air awal 9-10% yang ditunjukkan melalui peubah daya berkecambah (DB) disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 DB empat varietas benih kedelai selama penyimpanan terbuka


(43)

Gambar 12 menunjukkan bahwa DB sebagai tolok ukur vigor daya simpan benih pada keempat varietas benih kedelai selama periode simpan 4 bulan cenderung mengalami penurunan hingga akhir periode simpan. Hal ini memberikan indikasi terjadinya penurunan mutu fisiologis benih kedelai yang disimpan. Sebagain besar benih kedelai yang disimpan mampu mempertahankan viabilitasnya sebesar > 80% hingga akhir periode yaitu varietas Anjasmoro, Wilis dan Detam-2. Hal ini diduga berkaitan dengan viabilitas awal benih sebelum simpan dan komposisi kimia benih. Benih kedelai yang disimpan dengan viabilitas awal yang tinggi (95-100%) akan memiliki periode simpan yang lebih panjang dibanding dengan benih yang memiliki viabilitas sedang (80-95%). Jyoti & Malik (2013) juga mengemukakan bahwa mutu dan viabilitas benih selama penyimpanan sangat bergantung pada viabilitas awal benih dan teknik penyimpanan yang digunakan.

Menurut Kong et al. (2009) faktor utama yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai meliputi RH ruang simpan, kadar air awal benih, suhu dan periode simpan benih.

Pola perilaku benih kedelai varietas Anjasmoro pada kadar air awal yang berbeda yaitu pada KA awal 7-8%, 9-10% dan 11-12% ditunjukkan melalui peubah DB disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan bahwa DB varietas Anjasmoro cenderung mengalami penurunan hingga akhir periode simpan. Meskipun terjadi penurunan DB, varietas Anjasmoro mampu mempertahankan viabilitasnya hingga akhir periode simpan. Viabilitas benih mampu dipertahankan > 80% hingga akhir periode simpan. Hal ini diduga berkaitan dengan viabilitas awal dan komposisi kimia benih Anjasmoro yang relatif memiliki kandungan lemak yang rendah (17.21%). Selain itu hal ini juga diduga karena terjadi penurunan suhu harian ruang simpan dan adanya variasi dalam lot benih.

Gambar 13 DB benih kedelai varietas Anjasmoro pada KA awal berbeda selama penyimpanan terbuka


(44)

Berdasarkan Hasil percobaan penyimpanan terbuka benih kedelai yang meliputi perilaku benih selama penyimpanan menunjukkan bahwa varietas, kadar air awal, viabilitas awal, suhu dan RH dapat dijadikan sebagai input model. Perubahan pada input model tersebut, akan mengakibatkan perubahan pada output model yaitu kadar air benih, respirasi dan vigor daya simpan benih.

Perilaku benih yang meliputi KA, respirasi dan DHL selama periode simpan 4 bulan menghasilkan hubungan kuantitatif untuk menyusun model yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Hubungan kuantitatif antar komponen hasil percobaan penyimpanan benih

No Hubungan Kuantitatif Sumber Data

1. a (0.0630) dan b (0.616)

Log CO2 = a-b(MC)

Hubungan antara kadar air benih dengan respirasi dari percobaan penyimpnan

2. Bocoran metabolit = if respirasi<=0.75 then +0.02

else if respirasi <=0.81 then +0.05 else if respirasi <=0.9 then +0.25 else if respirasi <=0.94 then +0.48 else if respirasi <=0.60 then +0.68 else +0.70

Hubungan antara respirasi dan

bocoran metabolit dari

percobaan penyimpanan

3. VDSDB = (ki*100) + (0.05662 + 0.0198*DHL

-0.0029*DHL^2

Hubungan antara daya hantar listrik dan vigor daya simpan dari percobaan penyimpanan

Hubungan antar peubah ditentukan untuk membangun proses yang logik dalam model. Hubungan antar peubah dalam sistem berupa hubungan linier atau eksponensial yang berasal dari pemahaman suatu konsep dasar, hasil percobaan empirik atau kombinasi antara konsep dasar dengan hasil percobaan empirik. Hubungan antar peubah, juga bisa hanya hubungan logik yang diperoleh dari data-data penelitian. Konstanta model diperoleh dari hasil pengukuran di lapang dan juga berdasarkan referensi-referensi yang sudah ada (Qadir 2012).

Tabel 9 menunjukkan persamaan yang diperoleh berdasarkan percobaan penyimpanan melalui perilaku kemunduran benih selama penyimpanan. Persamaan tersebut dibangun berdasarkan hubungan antar komponen yang terdiri atas KA, respirasi, DHL dan DB. Hubungan tersebut didapatkan dari hubungan linier atau eksponensial dari peubah yang diukur. Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa hubungan antara kadar air dan repirasi menghasilkan konstanta a dan b berturut sebesar 0.0630 dan 0.616. Nilai tersebut menunjukkan nilai kontanta respirasi benih. Hubungan respirasi dan bocoran metabolit juga menghasilkan hubungan kuantitatif yang logik. Hubungan antara daya hantar listrik dan vigor daya simpan juga menghasilkan hubungan yang logik.


(1)

Warna kulit biji : Kuning Warna polong tua : Coklat tua Warna hilum : Coklat tua Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : ± 39 hari Umur matang : 85 - 90 hari Tinggi tanaman : ± 50 cm

Bentuk biji : Oval, agak pipih Berat 100 biji : ± 10 gram Kandungan protein : 37.0% Kandungan minyak : 18.0%

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan thd penyakit : Agak tahan karat daun dan virus

Pemulia : Sumarno, Darman M. Arsyad, Rodiah dan Ono Sitrisno

Lampiran 3 Deskripsi kedelai varietas Detam-1 Tahun di lepas : 2008

Nomor galur : 9837/K-D-8-185

Asal : Seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi

Potensi hasil : 3.45 t/ha

Hasil biji : 2.51 t/ha

Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau

Warna bunga : Ungu

Warna daun : Hjau tua

Warna bulu : Coklat muda

Warna kulit polong : Coklat tua Warna kulit biji : Hitam

Warna hilum : Putih

Warna kotiledon : Kuning Bentuk daun : Agak bulat

Bentuk Biji : Agak bulat

Kecerahan biji : Mengkilap Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35 hari

Umur masak : 84 hari

Tinggi tanaman : 58 cm Berat 100 biji : 14.84 gram

Protein : 45.36 % (bk)

Lemak : 33.06 % (bk)

Ketahanan thd ulat grayak : Peka Penghisap polong : Agak tahan

Kekeringan : Peka

Pemulia : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Suyamto, dan Arifin


(2)

Lampiran 4 Deskripsi kedelai varietas Detam-2 Dilepas tahun : 2008

Nomor galur : 9837/W-D-5-211

Asal : Seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Wilis

Tipe tumbuh : Determinit Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Hijau

Warna bunga : Ungu

Warna daun : Hijau

Warna bulu : Coklat tua Warna kulit polong : Coklat muda Warna kulit biji : Hitam Warna hilum : Coklat Warna kotiledon : Kuning Bentuk daun : Lonjong

Bentuk biji : Lonjong

Kecerahan kulit biji : Kusam Umur bunga (hari) : 34 Umur masak (hari) : 82 Tinggi tanaman (cm) : 57 Berat 100 biji (g) : 13.54 Potensi hasil (t/ha) : 2.96 Hasil biji (t/ha) : 2.46 Protein (% bk) : 45.58

Lemak (% bk) : 14.83

Pemulia : M. Muchlish Adie, Gatut Wahyu AS, Suyamto, Arifin


(3)

Lampiran 5 Data RH dan RH rata-rata harian ruang simpan Hari RH (%) Suhu (OC)

1 68 29.6

2 70 28.6

3 72 28.2

4 69 289

5 67 29.0

6 71 28.3

7 71 28.6

8 69 29.0

9 72 29.1

10 73 29.5

11 65 30.1

12 71 29.0

13 71 28,3

14 68 28.4

15 66 28.8

16 72 27.2

17 73 28.7

18 74 28.4

19 68 28.8

20 66 29.7

21 69 28.7

22 66 29.6

23 71 28.6

24 65 28.9

25 71 28.6

26 62 30.3

27 66 29.7

28 64 28.9

29 60 29.7

30 67 29.1

31 63 30.2

32 68 29.7

33 64 29.8

34 70 29.1

35 64 28.9

36 70 28.5

37 70 29.2

38 72 28.0

39 72 28.3

40 69 29.1

41 68 28.4


(4)

Hari RH (%) Suhu (OC)

43 67 28.7

44 71 28.4

45 73 28.7

46 72 28.1

47 70 28.5

48 66 28.6

49 77 27.8

50 74 28.0

51 69 28.3

52 71 28.1

53 73 27.7

54 72 28.8

55 67 28.6

56 68 28.3

57 67 28.6

58 75 27.5

59 72 27.0

60 69 28.0

61 74 28.1

62 71 27.8

63 71 27.3

64 70 27.3

65 72 27.8

66 71 28.5

67 76 27.6

68 72 27.7

69 67 28.3

70 72 27.1

71 61 28.1

72 72 27.7

73 65 28.1

74 58 29.2

75 56 29.6

76 62 28.1

77 65 28.6

78 69 28.3

79 68 29.6

80 70 28.6

81 72 28.2

82 69 28.9

83 67 29.0

84 71 28.3


(5)

Hari RH (%) Suhu (OC)

86 69 29.0

87 72 29.1

88 73 29.5

89 65 30.1

90 71 29.0

91 71 28.3

92 68 28.4

93 66 28.8

94 72 27.2

95 73 28.7

96 74 28.4

97 68 28.8

98 66 29.7

99 69 28.7

100 66 29.6

101 71 28.6

102 65 28.9

103 75 27.5

104 72 27.0

105 69 28.0

106 74 28.1

107 71 27.8

108 71 27.3

109 70 27.3

110 72 27.8

111 71 28.5


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rajabasa Lama 1 pada tanggal 24 September 1988. Penulis adalah putri kedua dari pasangan ayah Djuri dan ibu Landjar. Tahun 2006 penuli diterima di Institut Pertanian Bogor pada program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2011 penulis meraih gelar Sarjana Pertanian (SP) dari perguruan tinggi yang sama. Selama kuliah strata satu penulis aktif menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar Ilmu & Teknologi Benih dan Pendidikan Agama Islam. Setelah lulus strata satu, Tahun 2011 penulis melanjutkan ke strata dua dan diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2014. Selama kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum pada Program Diploma dan Strata satu.