Epiglotitis Akut Laringistis Akut Non Spesifik

thoraks dan sinus paranasal. Biakan tenggorokan diperlukan bila penyakit menetap dan resisten. Terapi : Tergantung etiologi dan tingkat kerusakan mukosa laring.  Simptomatik dan mengistirahatkan suara  Menghindari rokok, alkohol, dan udara dingin  Pemberian mukolotik  Jika terdapat infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik

3.1.1 Epiglotitis Akut

2 Merupakan bentuk khusus dari laringistis akut progresif dimana kelainan utamanya pada epiglotis. Terutama menyerang anak usia 2-7 tahun meskipun bayi dan anak yang lebih tua serta orang dewasa dapat terkena. Etiologi : H. influenzae tipe B paling sering, tapi dapat juga disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus dan pneumokokus. Gejala Klinik : Antara lain : 1. Dispneu progresif yang cepat terutama pada anak, mungkin bersifat fatal dalam beberapa jam jika tidak terdiagnosa secara dini dan diterapi dengan baik. Keadaan ini bersifat emergensi medis. 2. Disfagi, dimulai dengan nyeri tenggorokan dan kesulitan menelan kemudian os menolak makan per oral. 3. Dehidrasi, demam, takikardi, kurang istirahat, kelelahan pernafasan dan kolaps pembuluh darah. 4. Suara biasanya tidak serak tetapi dapat sebagai “hot potato voice”. 5. Penderita lebih menyukai posisi duduk tegak dan sedikit condong ke depan. Penderita jangan dibaringkan pada posisi terlentang. 6. Gambaran klinis yang paling penting adalah epiglottis yang bengkak, berwarna merah cerah yang menyebabkan pada posisi terlentang. 7. Pasien yang sudah dalam keadaan distress pernafasan yang hebat dapat terjadi obstruksi jalan nafas total bila dilakukan usaha untuk melihat epiglottis. Tidak boleh melihat epiglottis dengan tong spatel di IRD. Pada Universitas Sumatera Utara 8. Kultural darah menunjukan H. influenzae tipe B. Patologi : pada anak lebih menimbulkan masalah karena struktur anatomisnya. Pada anak mukosa epiglotis lebih banyak mengandung jaringan longgar, rima glotis lebih sempit dan sudut antara rima glotis dan epiglotis relatif lebih kecil. Epiglotis berbentuk omega yang cenderung melipat dan melintang sehingga plika vokalis tertarik ke atas. Mukosa laring lebih sensitif dan lebih mudah membengkak. Terdapat selulitis berat pada epiglotis dan plika ariepiglotika, yang dapat berlanjut sampai kartilago aritenoid dan plika vokalis. Mukosa epiglotis hiperemis dan udem, jaringan epitel menebal dan mengelupas. Ekskresi pada laring atau di dalam laring cenderung menjadi kental dan berkurang. Jika edema berlangsung progresif, ditambah sekret yang mengental, maka akan terjadi obstruksi saluran nafas mendadak yang akan menimbulkan gagal nafas sampai kematian. Pengelolaan : 3 1. Pasien yang dicurigai epiglotitis akut dievaluasi di IRD oleh team yang terdiri dari dr. Anak, dr. Anestesi, dr. THT. 2. STL lateral. Pemeriksaan dengan tongue spatel tidak dianjurkan. 3. Os langsung dibawa ke OK bila ada kecurigaan epiglotitis progresif. 4. Intubasi endotrakeal dilakukan oleh dokter anestesi dan didampingi oleh dokter THT dan pasien dipersiapkan untuk bronkoskopi atau trakeostomi segera. 5. Dokter THT memeriksa epiglotis dengan laringoskopi direk dan dilakukan kultur darah dan epiglotis. ETT kemudian diganti dengan nasotrakeal tube. 6. Pasien dipindah ke ICU untuk observasi ketat. 7. Terapi meliputi antibiotika terhadap H. influenzae yang menghasilkan beta laktamase. Antibiotik pilihan : ampisilin-sulbaktam, sefuroksim, Universitas Sumatera Utara Steroid penting untuk mengatasi progresifitas inflamasi dan edema. 8. Ekstubasi dilakukan 24 - 48 jam setelah intubasi. 9. Pasien perlu diobservasi selama 24 – 48 jam lagi. 10. Perlu ditekankan bahwa perawat yang terampil yang terbiasa dengan penanganan masalah kardiovaskuler dan respirasi setelah pemasangan nasotrakeal tube dan dr. Anestesi dan dr. THT harus terampil pada keadaan ekstubasi. Pada institusi di mana PICU 24 jam tak mampu maka lebih aman dilakukan trakeostomi 11. Karena dapat terjadi obstruksi total dengan tanda-tanda yang mendadak maka NGT dan trakeostomi harus dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Bila mungkin trakeostomi dapat dilakukan setelah intubasi orotrakeal. 12. Pasien-pasien dengan epiglottis pada orang dewasa dengan gejala yang timbul setelah 6 jam onset biasanya perlu intervensi baik intubasi orotrakeal maupun trakeostomi. Sebagian besar pasien dimana gejala timbul setelah lebih dari 8 jam maka tidak terjadi obstruksi akut.

3.1.2 Laringo-Trakeo-Bronkhitis Akut