Pengujian Toksisitas Subakut Ekstrak Hipokotil Buah Bakau Hitam pada Tikus Galur Sprague Dawley

PENGUJIAN TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK HIPOKOTIL
BUAH BAKAU HITAM PADA
TIKUS GALUR SPRAGUE DAWLEY

INDAH RIA LESTARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Toksisitas
Subakut Ekstrak Hipokotil Buah Bakau Hitam pada Tikus Galur Sprague Dawley
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Indah Ria Lestari
NIM C34100077

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
INDAH RIA LESTARI. Pengujian Toksisitas Subakut Ekstrak Hipokotil Buah
Bakau Hitam pada Tikus Galur Sprague Dawley. SRI PURWANINGSIH dan
EKOWATI HANDHARYANI.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan toksisitas ekstrak
hipokotil buah bakau R.mucronata secara subakut pada tikus galur
Sprague Dawley dan menentukan komponen aktif ekstrak. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Tikus dibagi menjadi tiga
kelompok perlakuan (n=3). Kelompok A sebagai kontrol; kelompok B pemberian

ekstrak buah bakau dosis 15 mg/kg BB; kelompok C pemberian ekstrak dosis
105 mg/kg BB. Hasil uji toksisitas menunjukkan tidak terdapat kematian tikus
pada semua perlakuan. Kelompok tikus yang diberi perlakuan mengalami
peningkatan berat badan. Pemberian ekstrak buah bakau R.mucronata tidak
memberikan pengaruh (α=0,05) terhadap nilai kadar enzim SGOT, SGPT,
bilirubin total, BUN, dan kreatinin. Pemeriksaan histopatologi pada hati dan ginjal
menunjukkan adanya perubahan morfologi pada ekstrak dosis 105 mg/kg BB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak hipokotil R.mucronata dosis
15 mg/kg BB bisa dianggap aman.
Kata kunci: subakut, hipokotil R.mucronata, toksisitas

ABSTRACT
INDAH RIA LESTARI. Subacute Toxicity Test of Hypocotyls Rhizophora
mucronata Lamk. Extract in Sprague Dawley Rats. SRI PURWANINGSIH and
EKOWATI HANDHARYANI.
The aim of this research was to investigate the subacute oral toxicity in
Sprague Dawley rats and examining the phytochemical of R.mucronata extract
content. In this study, the data results were analysed with completely randomize
design (RAL). Rats were divided into three groups, namely group A was the
control; group B was treated with R.mucronata fruit extract dose 15 mg/kg BW;

group C was treated with R.mucronata fruit extract dose 105 mg/kg BW. In the
subacute study, these extract did not cause mortality. The treatment groups
increased in body weight. Some biochemical parameters (SGOT, SGPT, total
bilirubin, BUN, and creatinine) showed no significant differences (α=0.05)
between treatments and control group. Histopatological examination on liver and
kidney revealed that morphological change in dose of 105 mg/kg BW. The present
result suggested that hypocotyls R.mucronata extract dose of 15 mg/kg BW could
be considered safe.
Keywords: subacute, hypocotyls R.mucronata, toxicity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


PENGUJIAN TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK HIPOKOTIL
BUAH BAKAU HITAM PADA
TIKUS GALUR SPRAGUE DAWLEY

INDAH RIA LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

Progam Studi

: Pengujian Toksisitas Subakut Ekstrak Hipokotil Buah Bakau
Hitam pada Tikus Galur Sprague Dawley
: Indah Ria Lestari
: C34100077
: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi
Pembimbing I

Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

iv

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengujian
Toksisitas Subakut Ekstrak Hipokotil Buah Bakau Hitam pada Tikus Galur
Sprague Dawley ”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1) Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi dan Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi
PhD selaku dosen pembimbing, terima kasih atas segala saran, bimbingan,
arahan, motivasi, dan ilmu yang diberikan kepada penulis,
2) Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku dosen penguji dan Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan, atas segala saran, bimbingan, arahan, dan ilmu
yang diberikan kepada penulis.
3) Orang Tua dan seluruh keluarga tersayang atas segala dukungan moril,
materil, doa, dan kasih sayangnya,

4) Pak Soleh, Laboran Laboratorium Patologi, Mbak Dini, Laboran
Laboratorium Biokimia, dan Rumah sakit hewan IPB yang telah
membantu penulis selama penelitian,
5) Keluarga besar THP 47, 46, 48, dan 49 atas dukungan dan kerjasamanya,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi
ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2014
Indah Ria Lestari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ............................................................................................
Perumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan Penelitian.........................................................................................
Manfaat Penelitian.......................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................

METODE PENELITIAN ................................................................................
Bahan ..........................................................................................................
Alat .............................................................................................................
Prosedur Analisis Penelitian ........................................................................
Rancangan Percobaan ..................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Morfometrik Buah Bakau (R.mucronata).....................................................
Proksimat Buah Bakau (R.mucronata) .........................................................
Rendemen Ekstrak Buah Bakau (R.mucronata) ...........................................
Fitokimia Ekstrak Buah Bakau (R.mucronata) .............................................
Toksisitas Subakut .......................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
Kesimpulan .................................................................................................
Saran ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

vii
vii
vii

1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
8
10
10
10
11
12
14
24
24
24

24
38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Pengukuran morfometrik buah bakau (R.mucronata) ...............................
Komposisi kimia hipokotil buah bakau (R.mucronata) ............................
Hasil uji fitokimia ekstrak kasar hipokotil buah bakau .............................
Rataan kadar SGOT, SGPT, dan bilirubin total dalam serum tikus
jantan galur Sprague Dawley ................................................................
5 Rataan kadar BUN dan kreatinin dalam serum tikus jantan galur
...............................................................................................................
Sprague
Dawley

10

10
12
16
20

DAFTAR GAMBAR
1 Gafik rata-rata berat badan tikus selama pemberian dosis ........................ 14
2 Gambaran histopatologi hati tikus (A) tikus kontrol, (B) pemberian
dosis 15 mg/kg BB, (C) pemberian dosis 105 mg/kg BB. Pewarnaan
Keterangan: (N) hepatosit normal, (I) inti sel membesar, (K) aktivasi
sel kupffer, (DI) dilatasi sinusoid, (DE) degenerasi sel. H&E, objektif
40x. ........................................................................................................ 18
3 Gambaran histopatologi ginjal tikus (D) tikus kontrol, (E) pemberian
dosis 15 mg/kg BB, (F) pemberian dosis 105 mg/kg BB. Keterangan:
(N) normal tubulus, (D) degenerasi sel tubulus, (EP) endapan protein.
Pewarnaan H&E, objektif 40x. ................................................................ 22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Prosedur Penelitian ..................................................................................
Data hasil uji normalitas ..........................................................................
Morfometrik buah bakau .........................................................................
Tabel analisis ragam kadar serum darah ...................................................

31
33
35
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan bahan alami untuk kesehatan di Indonesia telah berkembang
sangat pesat. Manusia mulai menyadari akan pentingnya penggunaan bahan-bahan
alami untuk proses pengobatan. Berbagai obat-obatan alternatif kini dipilih
sebagai pengobatan yang lebih aman daripada pengobatan dengan obat-obat
berbahan kimia. Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah
tentunya berpotensi dalam menyediakan berbagai obat-obatan alami, maupun
pangan fungsional yang salah satunya berasal dari kekayaan flora
(tumbuh-tumbuhan). Suganthy et al. (2014) menyatakan, tumbuhan rhizophora
telah dijadikan sebagai obat alami di kawasan Asia timur dan selatan. Umumnya
tumbuhan mangove yang banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis adalah
Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Rhizophora mangle.
Tumbuhan ini biasa dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan obat herbal.
Rhizophora mucronata merupakan salah satu tumbuhan mangove yang
telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional
(Bandaranayanake 1998). Hasil ekstrak etanol buah bakau (R.mucronata) hasil
penelitian Purwaningsih et al. (2013) memiliki nilai antioksidan yang sangat
tinggi sebesar 0,72 ppm, bahkan lebih besar dari pada antioksidan standar yaitu
vitamin C sebesar 4,81 ppm. Ekstrak buah bakau Rhizophora mucronata yang
telah dijadikan sebagai sirup memiliki dosis efektif pada dosis 15 mg/kg BB tikus.
Hasil penelitian Sukarno (2014) menunjukkan ekstrak etanol buah bakau
R.mucronata memiliki aktivitas hepatoprotektor pada dosis 5 mg/kg BB tikus.
Penggunaan hipokotil buah bakau (R.mucronata) yang telah dilakukan
pada penelitian terdahulu belum mencakup pengujian toksisitas ekstrak bahan.
Pengembangan suatu bahan menjadi suatu produk tentunya memerlukan evaluasi
keamanan untuk menentukan batas pajanan yang aman atau penilaian resiko.
Pengujian mengenai toksisitas dapat dilakukan secara akut (dosis tunggal)
maupun kronis (dosis berulang dalam jangka waktu tertentu). Uji toksisitas
merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui keamanan suatu
bahan alami yang akan dijadikan produk nutraseutikal.
Uji toksisitas subakut adalah uji yang digunakan untuk mengetahui
toksisitas suatu senyawa yang dilakukan pada hewan coba dengan sedikitnya tiga
tingkat dosis, umumnya dalam jangka waktu 28 hari (OECD Test Guideline 407:
2008). Tujuan utama dari uji toksisitas adalah untuk menentukan no-observedadverse-affect level (NOAEL) dan mengetahui lebih jauh karakteristik pengaruh
toksik spesifik dari senyawa kimia pada organ atau jaringan seperti hati dan ginjal.
Hati merupakan organ yang sangat penting dan memiliki fungsi dalam
proses metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Zat atau
senyawa yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi
di dalam hati sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati akibat
masuknya suatu obat atau zat kimia dapat terjadi jika cadangan daya tahan dan
kemampuan regenerasi sel hati berkurang, dan selanjutnya akan mengalami
kerusakan permanen (Brick 2004). Ginjal berperan dalam mengatur keseimbangan
tubuh, mempertahankan cairan tubuh, dan mengatur pembuangan sisa

2

metabolisme dan zat-zat yang bersifat toksik seperti urea, asam urat, amoniak,
kreatinin, garam anorganik, dan juga senyawa obat-obatan yang tidak diperlukan
oleh tubuh (Cheville 2006). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
khasana informasi mengenai keamanan ekstrak buah bakau Rhizophora
mucronata dan efek sampingnya terhadap tubuh hewan coba, serta dapat dijadikan
dasar pengembangan tumbuhan mangove di Indonesia.

Perumusan Masalah
Ekstrak buah bakau (R.mucronata) memiliki kandungan antioksidan yang
sangat tinggi, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan alami dan
pangan fungsional. Penelitian mengenai manfaat ekstrak buah tumbuhan ini telah
banyak dilakukan, namun pengujian toksisitas ekstrak bahan belum pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian
uji toksisitas jangka panjang agar diketahui batas dosis aman ekstrak dan efek
samping yang ditimbulkan dalam tubuh hewan coba.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komponen aktif dan
mengevaluasi tingkat toksisitas ekstrak buah bakau Rhizophora mucronata
dengan dosis 0, 15, dan 105 mg/kg BB yang diberikan terus menerus selama 28
hari terhadap perubahan berat badan, profil serum dan tingkat kerusakan hati serta
ginjal tikus Sprague Dawley.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
toksisitas ekstrak buah bakau Rhizophora mucronata dan efek dari perubahan
berat badan, profil serum dan tingkat kerusakan hati serta ginjal tikus galur
Sprague Dawley.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian inti. Tahapan penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan
hasil ekstrak buah bakau. Penelitian utama bertujuan untuk mengevaluasi
toksisitas ekstrak hipokotil buah bakau (R.mucronata).
Penelitian pendahuluan dimulai dengan melakukan uji morfometrik pada
30 buah sampel buah bakau dan uji proksimat (AOAC 2005). Preparasi dan

3

ekstraksi buah bakau (Sukarno 2014). Hasil ekstraksi selanjutnya ditimbang untuk
mendapatkan rendemennya dan dilakukan analisis fitokimia (Harbone 1987).
Pengujian toksisitas dilakukan secara in vivo menggunakan hewan coba,
yaitu tikus putih (Rattus norveginus) galur Sprague Dawley sebanyak 9 ekor
dengan jenis kelamin jantan. Tikus percobaan memiliki berat rata-rata ± 200 g
dengan umur 8 minggu, yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Veteriner
(Balivet), Bogor. Hewan coba diaklimatisasi selama sepuluh hari, diberi pakan
komersial standar dari Rumah Sakit Hewan, Institut Pertanian Bogor dan minum
ad libitum.
Tikus ditimbang dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok (n=3) dalam
kandang terpisah pada hari terakhir masa adaptasi. Tikus ditempatkan dalam boks
plastik. Tikus yang telah dikelompokkan diberi ekstrak hipokotil buah bakau
R.mucronata dengan dosis berulang selama 28 hari. Kelompok perlakuan adalah
sebagai berikut:
Kelompok A : Tikus kontrol diberikan akuades secara oral
Kelompok B : Tikus diberikan ekstrak bakau dengan konsentrasi
15 mg/kg BB secara oral
Kelompok C : Tikus diberikan ekstrak buah bakau dengan konsentrasi
105 mg/kg BB secara oral
Hari ke-29 semua tikus dikorbankan dengan cara eutinasi intraperitoneal
dan dilakukan pengambilan sampel darah dari jantung untuk mendapatkan serum
darah. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus dengan kecepatan
3000 rpm selama 10-15 menit. Serum darah kemudian dilakukan uji biokimia
darah meliputi SGOT, SGPT, BUN, kreatinin, dan bilirubin total
(Panjaitan et al. 2007). Hati dan ginjal hewan coba masing-masing diambil dan
dilakukan uji histopatologi (Kiernan 1990).

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2014. Penelitian
dilakukan di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Biokimia Hasil perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan untuk preparasi, karakterisasi, ekstraksi,
dan analisis fitokimia. Analisis pengujian toksisitas ekstrak hipokotil buah bakau
(Rhizhopora mucronata) secara in vivo dilakukan di rumah sakit hewan IPB,
laboratorium patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis biokimia darah dilakukan di laboratorium klinik Pusat Studi Satwa
Primata (PSSP), Bogor.

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah hipokotil buah bakau segar
(Rhizhopora mucronata) yang berasal dari Taman Wisata Air, Pantai Indah
Kapuk, Jakarta. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi
akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat (H3BO3) 4%

4

yang mengandung indikator bromcherosol geen-methyl red (1:2) berwarna merah
muda, larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), larutan HCl 10% dan
larutan AgNO3 0,10 N. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 95%.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner
pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff, kloroform, anhidrat asetat, asam sulfat
pekat, serbuk magnesium, amil alkohol, larutan HCl 2 N, etanol 95%, larutan
FeCl3 5%, peraksi Molisch, asam sulfat pekat, pereaksi Benedict, pereaksi Biuret
dan larutan Ninhidrin 0,10%. Bahan-bahan yang digunakan dalam uji toksisitas
secara in vivo adalah akuades, paraffin cair, NaCl fisiologis, buffer neutral
formalin 10%, xilol, paraffin, dan hematoksilin-eosin (HE). Bahan yang
digunakan untuk pembuatan reagen dalam uji serum darah adalah TRIS buffer
(pH 7,5), L-alanine, LDH, L-aspartate, MDH, Sulphanilic acid, hydrocloric acid,
caffeine (accelerator), sodium benzoat, picric acid, sodium hydroxide, sodium
salicylate, sodium nitroprusside, dan EDTA.

Alat
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kandang tikus,
sekam, botol kaca 250 ml, timbangan digital, spoit lambung, lemari pendingin,
tabung ependorf, setrifuse dingin Mira Lab, spektrofotometrik 5010, penggaris,
pisau, sudip, cawan porselen, timbangan digital, botol film, oven, mikrotom
Yamato RV-240, hot plate, gelas obyek, rak pewarna, mikroskop cahaya Olympus
tipe CH20 dan kamera mikroskop Olympus DP12, alumunium foil, gegep,
desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring, kapas bebas
lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl,
destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas
ukur, orbital shaker, dan vakum rotari evaporator.

Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap analisis, yaitu karakterisasi,
analisis kimia, analisis biokimia darah, dan analisis histopatologi. Tahap
karakterisasi meliputi pengukuran morfometrik, preparasi, perhitungan rendemen,
dan proses ekstraksi. Analisis kimia meliputi analisis proksimat dan pengujian
fitokimia. Analisis biokimia terdiri dari pengukuran SGOT, SGPT, BUN,
kreatinin, dan bilirubin total. Analisis histopatologi dilakukan dengan mengamati
gambaran histopatologi hati dan ginjal tikus percobaan secara mikroskopis.
Diagam alir prosedur penelitian disajikan pada Lampiran 1.
Karakterisasi
Sampel buah bakau dilakukan pengukuran morfometrik sebanyak 30 buah
yang meliputi pengukuran panjang, lebar, dan bobot buah. Sampel yang telah
diukur morfometriknya selanjutnya dikupas dan diblander untuk mendapatkan
serbuk buah. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi 24 jam,
menggunakan pelarut etanol 95%, 1:5 (b/v), dengan kecepatan 175 rpm. Ekstrak
kemudian difiltrasi menggunakan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan akan

5

dihilangkan pelarutnya dengan rotary vaccum evaporator pada suhu 70 ºC
(Sukarno 2014).
Analisis Kimia
Analisis kimia meliputi analisis proksimat dan pengujian fitokimia. Analisis
proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi
kimia suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, lemak, protein,
dan abu (AOAC 2005). Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekunder yang terdapat dalam bahan. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid,
steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan Tanin
(Harborne 1987).
Analisis proksimat (AOAC 2005)
a) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak
5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah
selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air:
Kadar air (%) = Berat contoh awal (g) – Berat contoh akhir (g) x 100%
Berat contoh awal (g)
b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
sekitar 105 oC selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke
dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya
dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam
tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam
desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu:
Kadar abu (%) = Bobot setelah tanur (g) - Cawan kosong (g) x 100%
Berat sampel awal (g)
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 g selenium
dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih
1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu
Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan
proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam

6

labu erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H 3BO3) 2% dan
2 tetes indikator bromcherosol geen-methyl red yang berwarna merah muda.
Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka
proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan
blanko dianalisis seperti contoh.
Perhitungan kadar protein:
N (%) = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x fp x 14,007 x 100%
mg contoh
Protein (%) = N (%) x fk
Keterangan:

Fp = faktor pengencer = 10
Fk = faktor koreksi = 6,25

d) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian
dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan
(W3).
Perhitungan kadar lemak:
Kadar lemak (%) = W3 - W2 X 100%
W1
Keterangan:

e)

W1 = bobot sampel (g)
W2 = bobot labu kosong (g)
W3 = bobot labu dan lemak (g)

Analisis karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu:
Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + abu + protein + lemak).

Uji fitokimia (Harborne 1987)
a)
Alkaloid
1 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat (H 2SO4) 2 N.
Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff,
pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner.
Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 g bismutsubnitrat ditambahkan
dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan

7

yang dibuat dari 8 g kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1
volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume asam asetat glasial dan
100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 g HgCl2 dengan
0,5 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan
labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10
mL akuades ditambahkan 2,5 g iodine dan 2 g KI lalu dilarutkan dan diencerkan
dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.
Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan
merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan
endapan coklat dengan pereaksi Wagner.
b)

Steroid
1 g sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang
kering. Sampel ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat.
Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk
pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.
c)
Flavonoid
1 g sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 mL amil alkohol
(campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4
mL alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
d)

Saponin
Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan
adanya saponin.
e)

Fenol hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 g diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna
hijau atau hijau biru.
f)

Tanin
Sampel sebanyak 1 g ditambah pereaksi FeCl3 3%. Warna hijau kehitaman
menandakan suatu bahan mengandung komponen tanin.

Analisis Biokimia Darah (Panjaitan et al. 2007)
Analisis biokimiwi dilakukan untuk mengidentifikasi gangguan pada
profil biokimiawi serum darah yang dapat dikorelasikan dengan profil
histopatologi hati dan ginjal. Gangguan fungsi hati dapat diindikasikan dari
bilirubin total, glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT), dan glutamat piruvat
transaminase (SGPT), Bilirubin total. Gangguan fungsi ginjal dapat diindikasi
dari kandungan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin.
Pembuatan serum darah diawali dengan pengambilan sampel darah hewan
percobaan pada hari ke-29. Sampel darah diambil dari jantung. Sampel darah
didiamkan selama 3 jam. Sampel darah yang diperoleh kemudian disentrifus
dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit untuk mendapatkan serum darah.
Serum tersebut kemudian dipisahkan ke dalam tabung ependorf. Serum darah

8

digunakan untuk pengujian kadar SGOT, SGPT, bilitubin total, BUN, dan
kreatinin dengan menggunakan alat spektrofotometri.
Pengujian biokimia darah diawali dengan pencampuran pembuatan reagen.
Pembuatan reagen untuk uji SGOT dilakukan dengan pencampuran 80 mmol/l
TRIS buffer (pH 7,8), 240 mmol/l L-aspartate, 600 U/l LDH, dan 600 U/l MDH.
Pembuatan reagen untuk uji SGPT dilakukan dengan pencampuran 100 mmol/l
TRIS buffer (pH 7,5), 500 mmol/l L-alanine, dan 1200 U/l LDH. Pembuatan
reagen untuk uji bilirubin total dilakukan dengan penambahan 14 mmol/l
sulphanilic acid, 250 mmol/l hydrochloric acid, 200 mmol/l caffeine, dan
420 mmol/l sodium benzoate. Pembuatan reagen untuk uji kadar BUN dilakukan
dengan pencampuran 120 mmol/l buffer fosfat, 60 mmol/l sodium salisilat,
5 mmol/l sodium nitroprusside, 1 mmol/l EDTA. Pembuatan reagen untuk uji
kadar kreatinin dilakukan dengan pencampuran 100 ml picric acid, 100 ml sodium
hydroxide, dan 5 ml kreatinin strandar.
Serum darah yang digunakan pada uji SGOT, SGPT, bilirubin total, dan
kreatinin di pipet masing-masing sebanyak 50 µL dengan reagen masing-masing
sebanyak 500 µL. Serum darah dan reagen yang digunakan pada uji kadar BUN
masing-masing sebanyak 10 µL dan 1 mL. Serum darah dan reagen diukur dalam
spektrofotometri pada suhu 25 ºC, dengan panjang gelombang 340 nm untuk uji
SGOT dan SGPT, 564 nm untuk uji bilirubin total, 510 nm pada uji kreatinin, dan
570 nm pada uji BUN.
Analisis Histopatologi
Analisis histopatologi dilakukan dengan mengamati gambaran
histopatologi hati dan ginjal secara mikroskopis. Pengamatan histologi dilakukan
terhadap organ atau jaringan yang diduga menjadi sasaran senyawa toksik. Tujuan
dari pengamatan ini adalah untuk mengkonfirmasi kerusakan dan juga mengetahui
paparan kerusakan terhadap sel organ tersebut.
Persiapan preparat histopatologi hati dan ginjal (Kiernan 1990)
Hewan dikorbankan dengan cara eutanasi intraperitoneal. Dilakukan
pengambilan sampel darah, kemudian hewan dibedah untuk mengambil organ hati
dan ginjal. Organ yang diambil difiksasi dengan menggunakan buffer netral
formalin 10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dengan alkohol
mulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%. masing-masing selama 24 jam
dilanjutkan dengan alkohol 100% selama 1 jam dan dilakukan penjernihan dengan
menggunakan xilol sebanyak tiga kali masing-masing selama 1 jam. Jaringan
kemudian ditanam dalam media parafin. Berikutnya dilakukan penyayatan
dengan ketebalan 4-5 mikron. Hasil sayatan dilekatkan pada kaca objek,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE).

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Faktor yang
digunakan terdiri dari satu faktor, setiap faktor memiliki tiga konsentrasi, yaitu
tikus kontrol, tikus yang diberi dosis 15 mg/kg BB dan tikus yang diberi dosis
105 mg/kg BB, dimana setiap taraf diulang sebanyak tiga kali. Model matematis

9

rancangan percobaan tersebut menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai
berikut:
Yij = μ + αi + εij
Keterangan:
i
= 1, 2, 3
j
= 1, 2, 3
Yij
= respon pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i ulangan ke-j
μ
= pengaruh rata-rata umum
αi
= pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i
εij
= pengaruh acak (galat percabaan) pada konsentrasi taraf ke-i ulangan ke-j
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
Ho: Pemberian ekstrak buah bakau Rhizophora mucronata tidak memberikan
pengaruh terhadap kadar serum darah (SGOT, SGPT, bilirubin total, BUN,
dan kreatinin) tikus perlakuan.
H1: Pemberian ekstrak buah bakau Rhizophora mucronata memberikan pengaruh
terhadap kadar serum darah (SGOT, SGPT, bilirubin total, BUN, dan
kreatinin) tikus perlakuan.
Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α=0,05) untuk menyatakan
perbedaan nyata. Data yang didapat pada penelitian ini telah melalui uji
normalitas dan homogenitas sebagai asumsi dasar rancangan acak lengkap (RAL)
(Lampiran 2). Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila
hasil uji menunjukkan nilai signifikan < 0,05 maka data dikatakan menyebar
normal. Secara menyeluruh perolehan data kadar SGOT, SGPT, bilirubin total,
BUN, dan kreatinin dianalisis dengan analisis ragam menggunakan software
Statistical Process for Social Science (SPSS) 16.0. Jika hasil analisis ragam
berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan.
Rumus uji Duncan (Steel dan Torrie 1993) adalah:

= (

d

a

Keterangan:
Rp
= nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan
p
= perlakuan
dbs
= derajat bebas sisa
kts
= jumlah kuadrat tengah
r
= ulangan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfometrik Buah Bakau (R.mucronata)
Sebanyak 30 sampel buah diambil dan diukur untuk mengetahui
morfometrik dari buah bakau R.mucronata. Buah bakau Rhizophora mucronata
memiliki hipokotil lurus, berwarna hijau kecoklatan, propagul yang besar, dan
dipenuhi bintil-bintil. Perhitungan morfometrik buah bakau R.mucronata dapat
dilihat pada Lampiran 3, sedangkan pengukuran morfometrik disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Pengukuran morfometrik buah bakau (R.mucronata)
Nilai
No
R.mucronata
R.mucronata*
Parameter
58,45 ± 4,22
1
Panjang (cm)
45,81 ± 5,42
1,64 ± 0,12
2
Lebar (cm)
1,43 ± 0,15
83,26 ± 13,06
3
Bobot (g)
61,24 ± 12,24
Keterangan: *Sukarno (2014)

Buah bakau yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bakau
R.mucronata yang telah matang. Penggunaan buah bakau R.mucronata yang
matang mengacu pada hasil penelitian Sukarno (2014), ekstrak etanol buah bakau
R.mucronata matang memiliki kandungan antioksidan sebesar 0,72ppm. Ekstrak
buah bakau pada dosis 5 mg/kg BB memiliki aktivitas sebagai hepatoprotektor.
Buah bakau yang sudah matang memiliki panjang 30-70 cm dan 1-2 cm
(FAO 2000). Menurut Orwa et al. (2009), buah bakau Rhizophora mucronata
yang sudah matang mempunyai hipokotil lurus, silindris dengan panjang 36-64
cm dan lebar 1,8-2,5 cm. Hipokotil buah bakau R.mucronata yang matang
memiliki panjang 50-70 cm, silindris, dan memiliki warna hijau sedikit
kekuningan (Baba et al. 2013).

Proksimat Buah Bakau (R.mucronata)
Penentuan komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui informasi
mengenai kandungan proksimat yang terdapat dalam buah bakau R.mucronata.
Komposisi kimia utama yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, protein,
abu, lemak, dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia hipokotil buah bakau (R.mucronata)
Parameter
Kadar air
kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Karbohidrat

R.mucronata
segar (%)
51,67 ± 0,39
0,85 ± 0,07
1,9 ± 0,02
0,55 ± 0,39
45,03 ± 0,83

Keterangan: * Priyanto (2011)

R.mucronata *
segar (%)
58,56 ± 0,14
1,25 ± 0,07
2,53 ± 0,28
0,7 ± 0,14
36,96 ± 0,07

11

Hasil analisis kadar air hipokotil buah bakau (R.mucronata) memiliki
kandungan air tertinggi, yaitu 51,67% (basis basah). Penelitian ini lebih kecil dari
kadar air buah bakau (R.mucronata) dalam penelitian Priyanto (2011) yaitu
sebesar 58,56% (basis basah). Menurut Bunyapraphatsara et al. (2002),
kandungan air yang terdapat dalam buah bakau R.mucronata matang adalah
46,63%. Perbedaan kadar air diduga akibat perbedaan kondisi lingkungan, umur,
dan kesegaran bahan.
Kadar abu hipokotil buah bakau didapati sebesar 0,85% (basis basah) atau
1,7% (basis kering). Besar kecilnya kandungan mineral dalam suatu bahan
makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu habitat dan kondisi lingkungan
yang berbeda-beda. Hasil penelitian Priyanto (2011) didapati kadar abu dari
hipokotil buah bakau (R.mucronata) sebesar 1,25% (basis basah).
Handayani et al. (2004) menyatakan kadar abu dalam suatu bahan bergantung
pada cara penyerapan hara mineral dan adaptasi lingkungan perairan laut yang
mengandung berbagai mineral dengan konsentrasi tinggi.
Hasil pengujian kadar protein didapati kandungan protein 1,9%
(basis basah) atau 3,93% (basis kering), Priyanto (2011) melakukan uji kadar
protein diperoleh sebesar 2,53% (basis basah). Bunyapraphatsara et al. (2002)
menyatakan, total protein kasar yang terkandung dalam tumbuhan memiliki
jumlah yang kecil yaitu kurang dari 4%. Hasil uji kadar protein kasar pada
beberapa tumbuhan mangove seperti buah R.micronata matang, buah
R.mucronata muda, dan buah Sonneratia ovata masing-masing memiliki
kandungan protein kasar sebesar 1,96%, 1,78%, dan 1,33%.
Hasil uji kadar lemak hipokotil buah bakau (R.mucronata) diperoleh
0,55% (berat basah) atau 1,14% (berat kering), dalam Priyanto (2011) diperoleh
7% (berat basah). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Bunyapraphatsara et al.
(2002), buah bakau R.mucronata matang memiliki kadar lemak 0,41%. Hampir
seluruh jenis tumbuhan mangove memiliki kadar lemak yang rendah, yaitu lebih
rendah dari 0,50%.
Hasil perhitungan kandungan karbohidrat total hipokotil buah bakau
(R.mucronata) didapati 45,03% (basis basah) atau 93,18% (basis kering).
Priyanto (2011) memperoleh hasil perhitungan karbohidrat total lebih kecil yaitu
sebesar 36,96% (basis basah). Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis
dalam sel tanama natau tumbuhan yang berklorofil. Sebagian besar karbohidrat
diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, terutama bahan makanan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Bunyapraphatsara et al.(2002) menyatakan,
tumbuhan mangove memiliki kandungan karbohidrat sebesar 22,29%, serta serat
pangan yang tinggi, yaitu berkisar dari 4,78% hingga 29,25%.

Rendemen Ekstrak Buah Bakau (R.mucronata)
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen yang diinginkan dari
suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari ekstraksi adalah
untuk mendapatkan bagian tertentu dari bahan-bahan yang mengandung zat aktif
(Harborne 1987). Rendemen ekstrak kasar hipokotil buah bakau R.mucronata
didapati dari hasil perhitungan rendemen berat bagian bahan yang dapat
dimanfaatkan dengan bobot total bahan. Perhitungan rendemen dilakukan untuk

12

mengetahui persentase bahan baku yang dimanfaatkan. Semakin tinggi rendemen
yang dihasilkan maka semakin efektif bagian yang dapat dimanfaatkan.
Hasil ekstraksi buah bakau didapati ekstrak sebesar 0,8%. Hasil penelitian
Sukarno (2014) didapati hasil ekstrak etanol hipokotil buah bakau
Rhizophora mucronata sebesar 3%. Perbedaan hasil ekstrak disebabkan oleh
perbedaan interaksi anatar bahan baku dengan pelarut. Semakin banyak interaksi
antara bahan dengan pelarut dikarenakan banyaknya partisi ekstraksi akan
semakin memperbesar rendemen. Interaksi antar bahan menyebabkan kesempatan
bersentuhannya pelarut dengan bahan semakin besar. Menurut Istiqomah (2013),
besar kecilnya nilai rendemen menunjukkan keefektifan proses ekstraksi. Faktorfaktor yang mempengaruhi efektifitas proses ekstraksi adalah jenis pelarut yang
digunakan, ukuran partikel bahan, metode, dan lamanya ekstraksi.

Fitokimia Ekstrak Buah Bakau (R.mucronata)
Analisis fitokimia merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan
ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek pemanfaatan, yang ditunjukkan
oleh ekstrak tumbuhan kasar (Harborne 1987). Proses ini dilakukan untuk
melacak senyawa aktif dari bahan, namun terkadang keaktifan senyawa tersebut
dapat hilang selama proses fraksinasi. Hasil analisis fitokimia dari ekstrak
hipokotil buah bakau Rhizophora mucronata dapat dilihat pada Tabel 3.
Ekstrak buah bakau Rhizphora mucronata yang matang menurut
Bunyapraphatsara et al. (2002) memiliki kandungan antioksidan sebesar
4,33 μg/ml. Menurut Molyneux (2004), senyawa yang mengandung antioksidan
kurang dari 50 ppm digolongkan memiliki antioksidan yang sangat kuat.
Kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak buah bakau
R.mucronata diantaranya adalah steroid, flavonoid, tanin, saponin, dan
triterpenoid.
Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar hipokotil buah bakau
Uji
Alkaloid

Wagner
Meyer
Dragendorf

Steroid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Triterpenoid
Hidroquinon

Hasil
+
+
+
+
+
-

Keterangan: (+): Terdeteksi, (-): Tidak terdeteksi

Grabmann (2005) menyatakan bahwa antioksidan dalam tumbuhan terdiri
dari berbagai macam zat yang berbeda-beda seperti asam askorbat, tokoferol,
senyawa polifenol, dan terpernoid. Hasil pengujian fitokimia diketahui bahwa
ekstrak hipokotil buah bakau R.mucronata memiliki kandungan triterpenoid dan

13

steroid. Kedua senyawa tersebut biasanya terdapat di dalam lapisan daun atau
buah sebagai pelindung terhadap serangga dan serangan mikroba.
Triterpena terdapat dalam damar, kulit, batang, dan getah. Jaringan
tumbuhan memiliki tiga senyawa fitosterol. Senyawa fitosterol dalam jaringan
hewan ditemukan didalam ekdison, hormon ganti kulit serangga. Fungsi senyawa
fitosterol dalam tumbuhan digunakan untuk melindungi dirinya dari serangga
pemangsa (Harborne 1987). Laphookhieo et al. (2004) menyatakan ekstrak buah
bakau R.mucronata memiliki kandungan tripertenoid 3β-E-caffeoyl a axe ol, 3βE-p-couma oyl a axe ol, 3β-Z-p-couma oyl a axe ol, 3β-Z-caffeoyl a axe ol, βtaraxerol.
Saponin adalah glikosida dan sterol yang terdapat dalam tumbuhan.
Tripernoid saponin lebih dominan terkandung dalam tumbuhan dibandingkan
steroid saponin. Steroid saponin umumnya terdapat dalam tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan obat atau produk kesehatan. Saponin
merupakan senyawa aktif yang bersifat seperti busa dan dapat menghemolisis sel
darah. Saponin terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida yang
disebut juga aglikon. Menurut Francis et al. (2002), saponin terdapat dalam
tumbuhan kaya protein seperti kedelai, kacang-kacangan, teh, ginseng, dan
sayuran. Hassan (2008) menyatakan tipe dan macam saponin bergantung oleh
banyak faktor, yaitu spesies, umur tanaman, dan bagian tanaman.
Flavonoid dikenal sebagai antioksidan yang berpotensi mengobati penyakit
yang disebabkan oleh radikal bebas. Golongan flavonoid seperti flavon dan
katekin merupakan flavonoid yang paling kuat untuk melindungi tubuh dari
reactive oxygen species (ROS) (Syamsudin
2013). Ishige et al. (2001)
menyatakan terdapat kandungan flavonoid dari buah dan sayuran di dalam
makanan populer seperti anggur dan teh. Flavonoid memiliki peran yang besar
pada senyawa antioksidan dalam plasma. Flavonoid juga dapat melindungi sel
dari berbagai gangguan yang dapat menyembuhkan penyakit seperti stroke,
trauma, dan alzheimer. Menurut Brunetti et al. (2013), dalam sel manusia
flavonoid berfungsi sebagai regulator. Flavonoid dapat menghambat jalur sinyal
yang terlibat dalam pertumbuhan sel dan berdiferensiasi secara langsung mengikat
ATP protein kinase.
Hasil analisis fitokimia diketahui ekstrak hipokotil buah bakau R.mucronata
memiliki kandungan tanin. Amarowicz (2007) menyatakan, tanin merupakan
senyawa fenolik yang larut dalam air dan memiliki berat molekul 500 Da dan
3000 Da. Senyawa tanin memiliki kontribusi rasa pahit dalam makanan dan
minuman yang berasal dari interaksi antara konstituen tanin dengan protein dalam
jaringan mukosa mulut. Menurut Bruyne et al. (1999), tanin banyak terkandung di
dalam tanaman obat. Tanin memiliki interaksi biologi untuk membentuk
kompleks dimana protein atau polisakarida berinteraksi dengan ion logam.
Interaksi tersebut berasal dari sifat fisika dan kimia dari kerangka polifenol.
Interaksi tersebut bergantung pada lingkungan kimia serta interaksi polifenol
dengan target.

14

Toksisitas Subakut

Berat badan (g)

Obat-obatan alami telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat
yang diyakini dapat memulihkan kesehatan manusia dari berbagai macam
penyakit serta tidak memiliki efek samping. Senyawa kimia dari obat herbal dapat
saja tidak memiliki efek toksik bagi tumbuhan tersebut, namun belum tentu pada
manusia (Arsad et al. 2014).
Pengujian toksisitas subakut dilakukan untuk mengetahui efek kumulatif
pemberian ekstrak hipokotil buah bakau R.mucronata selama 28 hari terhadap
organ hati dan ginjal tikus perlakuan. Hati dan ginjal merupakan organ sasaran
yang umum digunakan dalam uji toksisitas. Menurut Bigoniya et al. (2009), hati
merupakan organ terbesar yang memiliki peran dalam memetabolisme zat
makanan serta sebagian besar obat dan toksikan.
Ginjal memiliki fungsi menyingkirkan hasil metabolisme normal dan
senyawa xenobiotik yang tidak dibutuhkan tubuh. Urin adalah jalur utama eksresi
sebagian besar toksikan. Akibatnya, ginjal mempunyai volume aliran darah yang
tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui tubulus,
dan mengaktifkan toksikan tertentu (Lu 1995).
Menurut Ariens et al. (1986) kehadiran suatu zat yang potensial toksik di
dalam organisme belum tentu menghasilkan racun. Suatu zat tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, selama jumlah yang diabsorbsi berada dibawah
konsentrasi yang toksik. Pengujian biokimia darah dan histopatologi dilakukan
untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak pada hewan percobaan.
Hasil uji toksisitas menunjukkan tidak ada kematian tikus pada semua
perlakuan. Tidak ditemukan adanya tingkah laku yang berbeda antar kelompok
perlakuan. Semua tikus terlihat sehat, aktif, dan tidak ada tanda-tanda keracunan.
Sebagian besar hewan coba merespon makanan, minuman dan terlihat bermain
dengan tikus lain. Gambar 1 menunjukkan gafik rata-rata berat badan tikus selama
pemberian dosis
300
290
280
270
260
250
240
230
220
210
200

1

7

14
Hari ke-

21

28

Gambar 1 Gafik rata-rata berat badan tikus selama pemberian dosis
Pengamatan berat badan tikus dilakukan setiap dua hari sekali pada masa
aklimatisasi dan setiap tujuh hari pada masa pemberian dosis. Data berat badan

15

tikus selama masa aklimatisasi menunjukkan kenaikan bobot tikus rata-rata.
Kenaikan bobot tikus setiap kelompoknya terlihat tidak jauh berbeda. Perlakuan
kontrol mengalami rata-rata kenaikan bobot sebesar 25g, sedangkan rata-rata
kenaikan kelompok dosis 15 mg/kg BB sebesar 23g, dan kelompok dosis
105 mg/kg BB naik sebesar 28g.
Gambar 1 menunjukkan rata-rata berat badan tikus selama pemberian dosis.
Kelompok tikus kontrol memiliki rata-rata kenaikan sebanyak 27g, kelompok
dosis 15 mg/kg bb 58g, dan kelompok dosis 105 mg/kg BB 55g. Rata-rata
kenaikan berat badan tikus yang diberikan perlakuan mengalami kenaikan dua
kali lipat jika dibandingkan dengan berat badan kelompok tikus kontrol. Kenaikan
berat badan tikus akibat pemberian ekstrak buah bakau pada dosis 15 mg/kg BB
dan 105 mg/kg BB diduga dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Imunostimulan
adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh.
Sistem imun merupakan suatu sistem pertahanan tubuh yang kompleks yang
memberikan perlindungan terhadap adanya invasi zat-zat asing ke dalam tubuh
(Radji 2010).
Nugoho (2012) menyatakan, imunostimulan merupakan cara memperbaiki
fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut.
Sistem imun yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit,
sehingga kesehatan tubuh akan tetap terjaga. Hasil pemberian ekstrak buah bakau
diduga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh hewan coba sehingga daya
cerna pakan akan meningkat dan berkolerasi dengan peningkatan berat badan.
Ekstrak etanol buah bakau hitam diketahui memiliki kandungan flavonoid
yang terdapat didalamnya. Menurut Hollman et al. (1996), senyawa-senyawa
yang mempunyai prospek cukup baik dalam meningkatkan aktivitas sistem imun
biasanya berasal dari golongan flavonoid, kurkumin, limonoid, vitamin C, vitamin
E (tokoferol) dan katekin. Hasil penelitian Adnin (2014), total flavonoid yang
terkandung dalam ekstrak buah bakau adalah 0,51% (b/b). Nugoho (2012)
menyatakan, flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh
sel T sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon
fagositosis.
Hasil penelitian Sriningsih dan Wibowo (2009), ekstrak tumbuhan meniran
dengan dosis 40 mg/200 g BB mampu meningkatkan aktivitas fagositosis
peritoneum tikus yang signifikan. Aktivitas immunostimulan dari ekstrak meniran
berasal dari senyawa golongan flavonoid, senyawa ini mampu menempel pada
komponen sel imun dan mengaktifkan kerja sel imun agar lebih baik.
Profil hati dan ginjal
Organ sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ hati dan
ginjal tikus percobaan. Pengamatan profil hati dan ginjal dilakukan pada serum
darah dan histopatologi organ hati dan ginjal tikus. Analisis histopatologi
dilakukan untuk memeriksa seberapa besar pengaruh bahan toksik terhadap organ
sasaran. Serum merupakan cairan darah yang sudah tidak memiliki komponen
fibrinogen, meskipun demikian serum tetap memiliki komponen lain seperti
enzim, protein albumin dan globulin, mineral, urea, kreatinin, dan lain-lain
(Syabana 2010).
Hati dan ginjal merupakan gudang penyimpanan racun, keduanya
memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia. Hati dapat melakukan

16

transpor aktif dimana racun akan diikat dengan komponen jaringan sebagai bentuk
perlawanan tubuh untuk menghilangkan zat tersebut (Kaneko1980). Enzim di
dalam serum darah dapat dijadikan parameter dalam diagnostik klinis. Pengujian
serum darah dapat menggambarkan perubahan patologi organ sasaran atau
sekelompok organ (Kramer 1980).
Organ Hati
Organ hati memiliki peran penting dalam fungsi metabolisme lipid,
karbohidrat, protein, vitamin, zat besi, dan darah. Hati memiliki fungsi dalam
detoksifikasi. Hati merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan
akibat adanya toksikan, kondisi tersebut berkaitan dengan peran dan posisi hati
dalam sirkulasi cairan tubuh. Menurut Harlina (2007), sebagian besar toksikan
memasuki t

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 6 55

Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada Tikus Betina Galur Sprague Dawley

6 56 99

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Toksisitas akut dan subkronis ekstrak air buah murbei pada tikus Sprague dawley

1 8 151

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley.

1 17 110