Analisis kawasan hutan dan kawasan lindung dalam rangka arahan penataan ruang di Kabupaten Deli Serdang

ANALISIS KAWASAN HUTAN DAN KAWASAN LINDUNG
DALAM RANGKA ARAHAN PENATAAN RUANG
DI KABUPATEN DELI SERDANG

EKO NURWIJAYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kawasan Hutan dan
Kawasan Lindung dalam Rangka Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli
Serdang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Maret 2008

Eko Nurwijayanto

iii

ABSTRACT
EKO NURWIJAYANTO. Analysis of Forest and Protected areas in order to
Formulate Land Allocation in Deli Serdang District. Supervised by DWI PUTRO
TEJO BASKORO and WIDIATMAKA

As an upstream and buffer areas, the ecological existence of forest and
other protected areas have an important role in Deli Serdang district. Nowadays,
forest and other protected areas has been degraded due to the increasing
population and development activities. Without any effort to reduce the
degradation, the problem will even more serious and give a worse impact in the
future.
A research that aims to : (1) analyze forest area and other protected area

in accordance to biophysical condition that should be maintained; (2) formulate
guidelines of land allocation of district according to biophysical condition;
(3) analyze the possibility of improper use of protected area function in Deli
Serdang district and (4) find out the indication of population pressure to protected
area was carried out at Deli Serdang district.
Data processing and analysis were done with GIS system through overlay
operation of different themes of data. The result of analysis showed that the forest
area that should be maintained were 50.009 ha (20,02 %). Identification of
protected area based on Presidential Decree No. 32 year 1990 showed that
96,764 ha (38.74%) were the protected area, while the remaining 153,016 ha or
61.26 % were the cultivation area. In total, there were 34.95% of the protected
areas which were used for production or cultivation. According to the analysis
result, there were 312 villages which have population pressure more than 1 and
66.59% of those villages are in the protected area.
Keywords : analysis of forest and protected areas, biophysical condition, GIS,
Deli Serdang.

iv

RINGKASAN

EKO NURWIJAYANTO. Analisis Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung dalam
Rangka Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh
DWI PUTRO TEJO BASKORO dan WIDIATMAKA.
Terpeliharanya kelangsungan fungsi ekologis dari kawasan hutan dan
kawasan lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang mempunyai arti penting bagi
wilayah di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena secara fisik wilayah Kabupaten
Deli Serdang merupakan kawasan hulu dan penyangga bagi wilayah tersebut.
Saat ini kondisi kawasan hutan dan kawasan lindung yang ada telah mengalami
kerusakan akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan
yang bila terus dibiarkan akan menimbulkan akibat yang buruk di masa datang.
Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis kawasan hutan dan kawasan
lindung lainnya yang sesuai dengan kondisi biofisik yang harus tetap
dipertahankan keberadaannya; (2) Menyusun arahan penataan ruang wilayah
Kabupaten sesuai dengan kondisi biofisik dimaksud; (3) Menganalisis adanya
kemungkinan penyimpangan pemanfaatan fungsi kawasan lindung di wilayah
Kabupaten Deli Serdang serta (4) Mengetahui adanya indikasi tekanan penduduk
terhadap keberadaan kawasan lindung di wilayah Kab. Deli Serdang.
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan sistem
informasi geografis (SIG) dengan melakukan operasi tumpang tindih (overlay)
terhadap data dengan tema berbeda. Berdasarkan hasil analisis, arahan kawasan

hutan yang harus tetap dipertahankan adalah 50.009 ha atau 20,02 % dari luas
wilayah Kab. Deli Serdang. Berdasarkan hasil identifikasi kawasan lindung
menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung menunjukan bahwa arahan kawasan lindung adalah 96.764 ha
atau 38,74 % dari luas wilayah Kab. Deli Serdang dan arahan kawasan budidaya
adalah 153.016 ha (61,26 %).
Hasil analisis kemungkinan penyimpangan kawasan lindung menunjukkan
bahwa : 1) Berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dengan kondisi
eksisting, terdapat penyimpangan pemanfaatan kawasan lindung sebesar 28,47 %
dari luas kawasan lindung dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara dan 30,96 %
dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang. 2) Berdasarkan RTRW dengan kawasan
lindung sesuai Keppres, terdapat 44,89 % dari luas kawasan lindung sesuai yang
belum ditetapkan dan dialokasikan sebagai kawasan lindung dalam RTRWP dan
seluas 45,27 dalam RTRWK. 3) Berdasarkan kondisi eksisting dengan kawasan
lindung sesuai Keppres, terdapat penyimpangan pemanfaataan fungsi kawasan
lindung sebesar 34,95 % dari luas kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai
kawasan produktif/budidaya berupa lahan pertanian/tegalan, sawah, tambak,
semak belukar, lahan terbuka serta pemukiman. Berdasarkan hasil analisis
tekanan penduduk, bahwa dari 403 desa di Kabupaten Deli Serdang, terdapat 312
desa yang memiliki nilai tekanan penduduk > 1 yang berpotensi untuk

mendorong penduduk dalam melakukan perluasan lahan pertanian dalam kawasan
lindung.
Kata Kunci : analisis kawasan hutan dan kawasan lindung, kondisi biofisik, SIG,
Kabupaten Deli Serdang.

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian
Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

vi


ANALISIS KAWASAN HUTAN DAN KAWASAN LINDUNG
DALAM RANGKA ARAHAN PENATAAN RUANG
DI KABUPATEN DELI SERDANG

EKO NURWIJAYANTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi, MSi


viii

Judul Tesis

: Analisis Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung dalam
Rangka Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli
Serdang

Nama

: Eko Nurwijayanto

NRP

: A353060234

Program Studi

: Ilmu Perencanaan Wilayah


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, MSc.
Ketua

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan
Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


Tanggal Ujian : 30 Januari 2008

Tanggal Lulus : 19 Maret 2008

ix

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini diberi judul
Analisis Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung dalam Rangka Arahan Penataan
Ruang di Kabupaten Deli Serdang.
Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Ayah dan Ibu atas segala doa dan kasih sayang yang senantiasa mengiringi
langkah penulis;
2. Istri dan Putra-putri tercinta, sebagai sumber inspirasi hidup selama ini;

3. Bapak Dr. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka,
DAA selaku Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya serta Bapak
Dr. Ir. Setiahadi, M.Si selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan
sarannya guna penyempurnaan karya ilmiah ini;
4. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staf pengajar dan
manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah
Pascasarjana IPB;
5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan bagi penulis;
6. Pimpinan dan staf Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar.
7. Teman-teman di Kelas Khusus Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Tahun 2006 atas segala bantuan dan kritiknya, serta langkah-langkah
kebersamaan yang penuh kenangan di kampus IPB;
8. Rekan-rekan Rimbawan di Medan dan Bogor atas dukungannya dalam proses
penelitian;
9. Keluarga besar Bogor dan Medan, atas doa dan dukungan morilnya selama ini
serta;
10. Semua pihak yang telah berperan dalam penulisan karya ilmiah ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak dan mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bogor, Maret 2008

Eko Nurwijayanto

x

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 September 1974 dari seorang
Ayah yang bernama Supriyadi dan Ibu bernama Aisyah. Penulis merupakan putra
pertama dari empat bersaudara, dan mempunyai seorang istri bernama Noviyanti
serta dua orang putra-putri yang bernama Fathiya Emerillia Zahra dan
Muhammad Faiz Althea.
Pendidikan SD sampai dengan SMA diselesaikan penulis di Bogor.
Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang ditamatkan pada tahun 1998.
Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah (PWL) melalui bantuan beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan,
Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas).
Penulis pernah bertugas pada Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara
pada tahun 1999-2001, kemudian bertugas pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Propinsi Gorontalo pada tahun 2001-2003. Pada saat ini penulis bertugas pada
Dinas Kehutanan Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 2003.

xi

teruntuk :
Ayahanda Supriyadi dan Ibunda Aisyah
Ayahanda Dahrul, SE dan Ibunda Witaningsih
Adinda Noviyanti,S.Sos.
Ananda Fathiya Elmerillia Zahra dan Ananda Muhammad Faiz Althea
Serta Adik-adikku yang telah mendukung selama ini

xii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Perumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................

1
3
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang dan Penataan Ruang .....................................................................
Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung Lainnya ......................................

6
13

METODE PENELITIAN
Kerangka Pendekatan ................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
Jenis dan Sumber Data .............................................................................
Analisis Data .............................................................................................
Penyajian Hasil .........................................................................................
Batasan-batasan .........................................................................................

27
28
30
31
37
38

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak Geografis dan Administrasi ............................................................
Kondisi Fisik Wilayah ..................................................................... ........
Kondisi Sosial dan Ekonomi .....................................................................

39
42
47

HASIL DAN PEMBAHASAN
Arahan Kawasan Hutan . ..........................................................................
Arahan Kawasan Lindung .........................................................................
Penyimpangan Fungsi Kawasan Lindung .................................................
Analisis Tekanan Penduduk ……………………………………………...

50
65
74
85

VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..............................................................................................
Saran .……................................................................................................

90
91

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

92

LAMPIRAN ....................................................................................................

95

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kriteria penetapan fungsi kawasan ..........................................................

20

2. Jenis dan sumber data yang digunakan . ...................................................

30

3. Kriteria pembobotan parameter fisik berdasarkan skoring ......................

32

4. Indeks wilayah dan klasifikasi kawasan .................................................

32

5 Kriteria kawasan lindung menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun
1990 ................................................................................................. ........ 35
6. Luas wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang ...............................

40

7 Luas wilayah berdasarkan ketinggian di Kabupaten Deli Serdang ..........

43

8. Luas wilayah berdasarkan kemiringan lereng di Kabupaten Deli Serdang

44

9. Tipe iklim di Kabupaten Deli Serdang ........................................... .........

45

10. Luas dan jenis tanah di Kabupaten Deli Serdang ....................................

46

11. Komposisi dan penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang ...............

47

12. Perkembangan dan distribusi penduduk Deli Serdang tahun 2000-2005 ...

48

13. Kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
44/Menhut-II/2003 .....................................................................................

50

14. Kawasan hutan berdasarkan skoring fisik kawasan .................................

55

15. Satuan lahan dan peruntukan lahan berdasarkan klasifikasi kemampuan
lahan ........ ........................................................................................... ....

58

16. Kawasan hutan yang masih berhutan di Kabupaten Deli Serdang ...........

60

17. Hasil analisi dan arahan kawasan hutan di Kabupaten Deli Serdang ........

62

18. Kawasan lindung hasil analisis di Kabupaten Deli Serdang .....................

65

19. Arahan penataan ruang di Kabupaten Deli Serdang . ...............................

72

20. Rencana tata ruang (RTRW) Kabupaten Deli Serdang tahun 1999-2009 ..

74

21. Rencana Tata Ruang Propinsi Sumatera utara di Kabupaten Deli Serdang
tahun 2003-2018 .............................................................. .........................

74

22. Penutupan/penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Deli Serdang . .......

75

23. Penggunaan lahan eksisting Kabupaten Deli Serdang berdasarkan RTRW
Propinsi Sumatera Utara di Kabupaten Deli Serdang tahun 2003-2018....

76

24. Penggunaan lahan eksisting Kabupaten Deli Serdang berdasarkan RTRW
Kabupaten Deli Serdang tahun 1999-2009 ........................................... ...

78

25. Kawasan lindung hasil analisis dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara di
Kabupaten Deli Serdang .......................... ................................................

81

xiv

26. Kawasan lindung hasil analisis dalam RTRW Kabupaten Deli Serdang .... 82
27. Penggunaan lahan eksisting pada kawasan lindung berdasarkan Keppres
No. 32 Tahun 1990 ...................................................................................

84

28. Distribusi wilayah berdasarkan indeks tekanan penduduk. ........................

88

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram Alir Pendekatan Penelitian .........................................................

29

2. Proses Analisis Kawasan Hutan ................................................................

33

3. Proses Analisis Kawasan Lindung ............................................................

36

4. Peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang .............................................

41

5. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Deli Serdang .........................................

51

6. Cagar Alam Sibolangit di Kabupaten Deli Serdang ..................................

54

7. Peta Kawasan Hutan Lindung Hasil Skoring Fisik Kawasan .....................

56

8. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Kemampuan Lahan ............................

59

9. Peta Kawasan Hutan Berdasarkan Kondisi Eksitingnya ..........................

61

10. Peta Arahan Kawasan Hutan di Kabupaten Deli Serdang ........................

63

11. Peta Kawasan Lindung Kabupaten Deli Serdang ......................................

66

12. Hutan Lindung Sibayak di Kabupaten Deli Serdang ...............................

67

13. Sempadan Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang ................................

69

14. Hutan Bakau Percut Sei Tuan di Kabupaten Deli Serdang ......................

70

15. Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kabupaten Deli Serdang ..............

71

16. Peta Arahan Penataan Ruang di Kabupaten Deli Serdang.........................

73

17. Grafik Penutupan/Penggunaan lahan Kawasan Lindung di dalam RTRW
Propinsi Sumatera Utara di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2003-2018 ...

77

18. Grafik Penutupan/Penggunaan lahan Kawasan Lindung di dalam RTRW
Kabupaten Deli Serdang Tahun 1999-2009 ..............................................

79

19. Pembagian Desa Berdasarkan Indeks Tekanan Penduduk ........................

87

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta iklim Kabupaten Deli Serdang ..........................................................

96

2. Peta satuan tanah dan lahan di Kabupaten Deli Serdang. ..........................

97

3. Peta kelas lereng di Kabupaten Deli Serdang. ...........................................

98

4. Peta ketinggian lahan di Kabupaten Deli Serdang.....................................

99

5. Peta DAS di Kabupaten Deli Serdang ...................................................... 100
6. Peta rawan bencana longsor di Kabupaten Deli Serdang .......................... 101
7. Peta RTRW Kabupaten Deli Serdang........................................................ 102
8. Peta RTRW Propinsi Sumatera Utara di Kabupaten Deli Serdang ........... 103
9. Peta penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Deli Serdang ............ ...... 104
10. Indeks tekanan penduduk di Kabupaten Deli Serdang ............................ 105
11. Kepadatan geografis desa-desa di Kabupaten Deli Serdang ..................... 112
12. Kepadatan agraris desa-desa di Kabupaten Deli Serdang.......................... 119

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa
yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah,
hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat
manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan
kehidupan bagi makhluk hidup di bumi terutama bagi umat manusia. Nilai filosofi
hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti dan hakekat yang
terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi
terganggu dan pengelolaan hutan lebih mengejar keuntungan ekonomi semata.
Kawasan hutan secara fungsional mengandung arti sebagai suatu kesatuan
lahan atau wilayah yang karena keadaan bio-fisiknya dan/atau fungsi
ekonomisnya dan/atau fungsi sosialnya harus berwujud sebagai hutan
(Suhendang, 2005). Karena sifatnya yang demikian itu, peruntukan lahan tersebut
harus ditetapkan dan dipertahankan sebagai hutan untuk selamanya. Itulah
sebabnya mengapa kawasan hutan secara yuridis diartikan sebagai wilayah
tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah (pusat) untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Butir 3 UU No. 41
Tahun 1999).
Salah satu pemanfaatan ruang yang sangat penting adalah pemanfaatan
ruang untuk sektor kehutanan. Data resmi terbaru yang diterbitkan Departemen
Kehutanan menyatakan bahwa peruntukan secara hukum kawasan hutan adalah
120 juta hektar, atau sekitar 62% dari luas daratan Indonesia. Hal ini didasarkan
pada proses ’harmonisasi’ dengan melibatkan Departemen Kehutanan dan
Pemerintah Daerah dengan menggabungkan Tata Guna Hutan Kesepakatan
(TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP).
Secara garis besar TGHK dimaksudkan sebagai kerangka acuan dalam
perencanaan pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari untuk menentukan
bentuk pengelolaan yang sesuai berdasarkan fungsi kawasannya. Pada

2

kenyataannya, penataan hutan menurut fungsinya dalam TGHK umumnya tidak
sesuai dengan kondisi biofisik dan daya dukung wilayahnya. Hal ini disebabkan
dalam perencanaan penatagunaan fungsi hutan tersebut tidak memperhatikan
keragaman kondisi biofisik hutan disetiap wilayah, ukuran dan keakuratan data
dan peta yang digunakan pada skala kecil, kurangnya lengkapnya data mengenai
kondisi biofisik wilayah serta banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
daerah yang dibuat hanya atas dasar kesepakatan berbagai pihak untuk
kepentingan berbagai sektor di daerah.
Ruang merupakan sumber daya alam yang harus dikelola bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sehingga dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan
dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan
Menilik dari sudut pandang penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan
yang hendak dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Ruang kehidupan yang nyaman mengandung
pengertian

adanya

kesempatan

yang

luas

bagi

masyarakat

untuk

mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia.
Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan
secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara
berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat
dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi
saat ini, namun juga bagi generasi yang akan datang. Keseluruhan tujuan ini
diarahkan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan
sejahtera; mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan.
Dalam konteks penataan ruang, sumberdaya hutan memiliki peran ganda
yaitu peran untuk memperoleh manfaat ekonomi yang didefinisikan dalam

3

kawasan hutan produksi dan manfaat ekologi yang didelinasi sebagai kawasan
hutan lindung dan hutan yang masuk dalam kawasan lindung lainnya seperti cagar
alam, taman nasional, suaka margasatwa, dan lain-lain. Fungsi sumberdaya hutan
yang sedemikian membawa konsekuensi pengelolaan hutan yang komprehensif
dan melibatkan seluruh stakeholders, khususnya masyarakat yang berada di
sekitar hutan itu sendiri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, fungsi utama kawasan dalam penataan ruang dibedakan menjadi kawasan
lindung dan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang dimanfaatkan
untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan, sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang
dimanfaatkan untuk budidaya atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam.
Dalam kaitan inilah maka kegiatan evaluasi penataan ruang khususnya
dibidang penatagunaan kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya memegang
peranan penting dalam rangka mewujudkan ruang kehidupan yang menjamin
tingkat produktifitas yang optimal dengan tetap memperhatikan aspek
keberlanjutan
memperhatikan

agar

memberikan

prinsip-prinsip

kenyamanan
keberlanjutan

bagi

masyarakat

lingkungan

dengan

(environmental

sustainability).
Perumusan Masalah
Seiring dengan berputarnya waktu dan dengan semakin variatif dan
kompleksnya aktivitas kehidupan masyarakat, saat ini telah terjadi banyak
perubahan meliputi perubahan pemanfaatan ruang bahkan sampai pada perubahan
batas administrasi wilayah akibat pemekaran Kabupaten. Terkait dengan
pemekaran wilayah ini, terhitung sejak tahun 2003, Kabupaten Deli Serdang telah
mengalami perubahan wilayah seperti tercantum pada Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2003 tentang Pemekaran Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang
Bedagai. Setelah Undang-undang tersebut dikeluarkan, secara administratif
wilayah Kabupaten Deli Serdang berubah dari sebelumnya memiliki 33
Kecamatan menjadi 22 Kecamatan dengan luas wilayah keseluruhan 2.497,72
km2 atau 249.772 ha.

4

Kabupaten Deli Serdang, yang secara administrasi terletak berdampingan
langsung dengan Kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) secara fisik terus
mengalami perubahan dalam penggunaan lahan baik langsung maupun tidak
langsung dari perkembangan Kota Medan. Daerah ini secara geografis terletak
pada wilayah pengembangan pantai timur Sumatera Utara yang memiliki
topografi, kontur dan iklim yang bervariasi serta terdapat 5 (lima) daerah aliran
sungai (DAS).
Sebagai daerah hulu dan penyangga Kota Medan, tentu saja keberadaan
ekologis, termasuk keberadaan hutan mempunyai arti yang sangat penting. Saat
ini keberadaan hutan dan kawasn lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang
telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas pembangunan dan
meningkatnya jumlah penduduk, yang bila hal ini terus dibiarkan maka akan
menimbulkan permasalahan dimasa datang dan dapat menimbulkan akibat yang
buruk di Kab. Deli Serdang, Kota Medan dan sekitarnya.
Untuk itu upaya pelestarian fungsi ekologis dari hutan dan kawasan lindung
lainnya harus terus dijaga demi keberlangsungan hidup kota medan dan
sekitarnya. Upaya pemantapan kawasan hutan dan kawasan lindung merupakan
prioritas utama yang harus segera dilakukan terutama bagi kawasan konservasi
dan lindung, yang salah satunya adalah dengan melakukan analisis kawasan hutan
dan kawasan lindung lainnya di Kabupaten Deli Serdang.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Dimanakah kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang secara kondisi
biofisik harus tetap dipertahankan?
2. Bagaimana arahan pola penataan ruang kabupaten yang sesuai dengan kondisi
biofisik wilayah dimaksud ?
3. Apakah pengalokasian dan pemanfaatan ruang kawasan lindung di wilayah
Kabupaten Deli Serdang yang tertuang dalam dokumen perencanaan tata
ruang (RTRWP) Kabupaten dan Propinsi telah sesuai dengan kondisi
fisiknya?
4. Apakah ada indikasi tekanan penduduk terhadap kawasan hutan dan kawasan
lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang?

5

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kawasan hutan dan kawasan lindung lainnya yang sesuai dengan
kondisi biofisik dan harus tetap dipertahankan.
2. Menyusun arahan penataan ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan kondisi
biofisik dimaksud.
3. Menganalisis adanya kemungkinan penyimpangan pemanfaatan fungsi
kawasan lindung di wilayah Kabupaten Deli Serdang.
4. Mengetahui adanya indikasi tekanan penduduk terhadap keberadaan kawasan
hutan dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan kebijakan pemanfaatan ruang di Kabupaten Deli Serdang yang
lebih menyelaraskan dengan kondisi biofisik wilayah.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang dan Penataan Ruang
Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan
bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan
manusia (Jayadinata 1992). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap. Sedangkan aktivitas manusia
dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan ruang untuk
beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari. Hal ini mengakibatkan kebutuhan
akan ruang semakin tinggi. Ruang merupakan sumber daya alam yang harus
dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga dalam konteks ini ruang
harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan
(Dardak, 2006).
Ruang dalam wilayah nasional adalah wadah bagi manusia untuk melakukan
kegiatannya. Hal ini tidak berarti bahwa wilayah nasional akan habis dibagi oleh
ruang-ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan manusia (fungsi budidaya) akan
tetapi harus dipertimbangkan pula danya ruang-ruang yang mempunyai fungsli
lindung dalam kaitannya terhadap keseimbangan tata udara, tata air, konservasi
flora dan fauna serta kesatuan ekologi (Sugandhy, 1999).
Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa tata ruang merupakan wujud pola
dan struktur pemanfaatan ruang yang terbentuk secara alamiah dan sebagai wujud
dari hasil pembelajaran (learning process). Selanjutnya proses ’pembelajaran”
tesebut

merupakan rangkaian siklus

tanpa akhir

berupa

pemanfaatan -

monitoring - evaluasi - tindakan pengendalian -perencanaan (untuk memperbaiki

7

dan mengatisipasi masa depan) – pemanfaatan -....., dan seterusnya yang disebut
penataan ruang.
Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan
wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Sebagai suatu keadaan, tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang bukan semata
menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hierarkis baik antar kegiatan
maupun antara kegiatan dengan fungsi ruang, akan tetapi juga menggambarkan
mutu komponen penyusunan ruang. Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh
terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan pemanfaatan ruang yang
mengindahkan faktor daya dukung lingkungan, lokasi, dan struktur dalam
mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum
seperti termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 (khususnya pasal 33) dan
untuk mencapai kebahagiaan hidup perlu di usahakan pelestarian kemampuan
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan, dilaksanakan dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh
serta memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang (Ditjen
Penataan Ruang, 2005).
Pengaturan ruang di Indonesia telah ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Urgensi pengaturan ruang ini
secara jelas telah dituangkan dalam alasan menimbang yang mendasari penetapan
Undang-Undang ini. Disebutkan antara lain bahwa letak dan kedudukan strategis
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya
merupakan sumberdaya alam yang perlu dikelola dan dilindungi untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional,

yaitu sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat (UU No. 5/1960). Untuk itu pengelolaan sumberdaya alam
yang berada di daratan, lautan dan udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan
terpadu dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan dalam pola yang
berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan
lingkungan hidup (Djajono, 2006).
Untuk memenuhi kebutuhan semua pihak secara adil, menghindari
persengketaan serta menjamin kelestarian lingkungan dibutuhkan proses yang

8

dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 disebut penataan ruang. Dalam
kegiatan tersebut, berbagai sumberdaya alam ditata dari segi letak maupun luas
sebagai satu kesatuan dengan memperhatikan keseimbangan antara berbagai
pemanfaatan,

misalnya

pemukiman

dengan

lahan

pertanian,

kawasan

pertambangan dengan kawasan hutan lindung dan tata letak jalur transportasi
(Dardak, 2005).
Rustiadi et al. (2006) menyatakan setidaknya terdapat dua unsur penataan
ruang, pertama menyangkut proses penataan fisik ruang dan kedua menyakut
unsur kelembagaan/institusional penataan ruang. Selanjutnya secara lebih tegas
penataan ruang dilakukan sebagai upaya (1) optimasi pemanfataan sumberdaya
(mobilitas dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) (prinsip efisiensi dan
produktifitas), (2) alat dan wujud distribusi sumberdaya : asas pemerataan,
keberimbangan dan keadilan, dan (3) keberlanjutan (sustainability).
Penataan ruang adalah suatu konsep pemikiran atau gagasan yang mencakup
penataan semua kegiatan beserta karakteristiknya berkaitan dengan ruang atau
lokasi dalam suatu wilayah kawasan. Untuk meningkatkan manfaat wilayah atau
kawasan yang maksimal diperlukan perhatian yang teliti terhadap perlindungan
lingkungan, efisiensi, sinergi dan keserasian pada potensi ekonomi di lingkungan
tersebut. Ini dapat diartikan bahwa pentingnya keterpaduan dalam perencanaan
pembangunan adalah untuk mencapai peningkatan kesejahteraan yang maksimal
(Ditjen Penataan Ruang, 2006).
Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan
bahwa penataan ruang terdiri atas : perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang disusun berasaskan
(a) pemanfataan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna,
serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan (b) keterbukaan, persamaan, keadilan
dan perlindungan hukum.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang meletakkan
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan nyata kepada Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota, maka penyelenggaraan penataan ruang secara operasional, termasuk
perizinan pun dilakukan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

9

Adapun kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dibidang penataan ruang
meliputi:
a. Menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta perangkat
regulasi (insentif dan disinsentif) pemanfaatan ruang
b. Melakukan konsultasi/koordinasi teknis dalam rangka penataan ruang dengan
instansi / pemerintah yang lebih tinggi
c. Melakukan diseminasi rencana tata ruang kepada seluruh instansi pemerintah
daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat
d. Melakukan penyelenggaraan (pengelolaan) pemanfaatan ruang, pengawasan
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Selanjutnya rencana tata ruang adalah hasil perencanaan ruang dalam wujud
struktur pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang
adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hierakis dan saling
berhubungan satu sama lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pola
pemanfaatan ruang adalah tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam
lainnya.
Menurut Rustiadi et al. (2006) perencanaan tata ruang dapat diartikan
sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik, sosial dan ekonomi
untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan ruang di dalam memilih cara
yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat secara berkelanjutan. Sehingga rencana tata ruang dapat merupakan
dokumen pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak
termasuk masyarakat setempat.
Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu
ekosistem dimaksudkan agar keseimbangan (dalam bentuk ruang yang nyaman,
produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkan dalam satu kesatuan ekosistem,
tidak hanya terbatas pada wilayah yang direncanakan. Pengabaian terhadap
prinsip ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di wilayah lain,
misalnya di wilayah hilir apabila perencanaan di wilayah hulu tidak
memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari implementasi rencana tata
ruangnya terhadap wilayah hilir (Dardak, 2005).

10

Menurut tingkat administrasi pemerintahan, perencanaan tata ruang
dilaksanakan secara berhierarki mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Dikaitkan dengan
substansinya, RTRWN berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang
yang memiliki nilai strategis nasional (sistem nasional). RTRWP berisi arahan
struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan sistem propinsi
dengan memperhatikan sistem nasional yang ditetapkan dalam RTRWN.
Sementara RTRWK berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang di
wilayahnya dengan memperhatikan hal-hal yang telah diatur dalam rencana tata
ruang pada hirarki di atasnya. Rencana tata ruang yang berhierarki ini harus
dilaksanakan dengan memperhatikan kewenangan yang dimiliki oleh masingmasing tingkat pemerintahan, untuk menghindari tumpang tindih pengaturan
pada obyek yang sama. Dengan kata lain, perencanaan yang berhirarki harus
memenuhi prinsip saling melengkapi (komplementer) (Dardak, 2006).
Terkait dengan perencanaan, penyusunan rencana tata ruang wilayah
(RTRW) diharapkan dapat mengakomodasikan berbagai perubahan dan
perkembangan di wilayah perencanaan. RTRW Kabupaten/Kota disusun
berdasarkan perkiraan kecenderungan dan arahan perkembangannya untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan di masa datang sesuai dengan jangka waktu
perencanaannya.
Di samping keterpaduan antar-daerah dalam satu ekosistem, perencanaan
tata ruang juga harus disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007, perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan
dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak sampai melampau batas-batas
kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan menampung aktivitas
manusia tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemampuan tersebut
mencakup kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam
menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk melakukan perbaikan
kualitas lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan
ekosistem.

11

Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Program pemanfaatan ruang
disusun berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh masing-masing
pemangku kepentingan sesuai dengan kewenangannya. Dalam penyusunan dan
pelaksanaan program masing-masing pemangku kepentingan tetap harus
melakukan koordinasi dan sinkronisasi untuk menciptakan sinergi dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang
(Dardak, 2006).
Selanjutnya

Iftitah

(2005)

menyatakan

bahwa

pemanfaatan

ruang

merupakan suatu pengambilan keputusan yang sangat penting apabila dikaitkan
dengan lingkungan hidup, karena pemanfaatan ruang merupakan hasil
penggabungan antar aktivitas manusia, kondisi biofisik wilayah/lahan dan
keinginan manusia terhadap wilayah tersebut, sehingga dalam pemanfaatan ruang
dikembangkan pola tata guna air, tata guna udara dan tata guna tanah serta tata
guna sumberdaya lainnya termasuk sumberdaya hutan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), tujuan pemanfaatan ruang adalah
pemanfaatan ruang secara berdaya guna dan berhasil guna untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan secara berkelanjutan melalui
upaya-upaya pemanfaatan sumberdaya alam didalamnya secara berdaya guna dan
berhasil guna, keseimbangan antar wilayah dan antar sektor, pencegahan
kerusakan fungsi dan tatanan serta peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan agar pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mengarahkan
pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui peraturan
zonasi, perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang (Dardak, 2006).

12

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, rencana tata ruang
juga mencakup arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan yang berfungsi
lindung. Pengaturan arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung
dimaksudkan agar:
a. Kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
budidaya tetap terjaga keberadaannya, sehingga kawasan budidaya dapat
dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, termasuk
kebutuhan bagi generasi yang akan datang.
b. Kawasan-kawasan yang secara spesifik perlu dilindungi untuk kepentingan
pelestarian flora dan fauna (plasma nuftah), pelestarian warisan budaya
bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kepentingan lainnya dapat
tetap dipertahankan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Terkait dengan upaya menjamin keberadaan kawasan lindung, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, telah dirumuskan strategi untuk
memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup meliputi :
a. Menetapkan kawasan lindung baik di ruang daratan, di ruang lautan dan
ruang udara;
b. Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau
pada tingkat sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen) dari luas pulau
tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
c. mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup melalui perlindungan
kawasan-kawasan di darat, laut, dan udara secara serasi dan selaras;
d. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun

akibat

pengembangan

kegiatan

budidaya

dalam

rangka

mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
Menurut Ditjen Penataan Ruang (2005) dalam rangka mewujudkan
pembangunan berkelanjutan melalui upaya konservasi dan pengelolaan
sumberdaya alam, maka prinsip penataan ruang demi terwujudnya harmonisasi
fungsi ruang untuk kawasan lindung dan budidaya sebagai satu kesatuan
ekosistem tidak dapat diabaikan lagi, dan diselenggarakan secara terpadu dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan wilayah.

13

Kawasan Hutan dan Kawasan Lindung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan menjamin keberadaan hutan dengan
luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; mengoptimalkan aneka fungsi
hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk
mencapai manfaat lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi yang seimbang dan
lestari; meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai, meningkatkan
kemampuan untuk mengembangan kapasitas dan keberadaan masyarakat secara
partisipatif,

berkeadilan

dan

berwawasan

lingkungan

sehingga

mampu

menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan akibat perubahan
ekternal serta menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Bahwa pasal 33 UUD 1945 menetapkan bahwa ” hutan, tanah dan air, ..........
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, wajib ditafsirkan dalam konteks
maksimalisasi fungsi dan manfaat serta minimalisasi dampak/eksternalitas
pengelolaannya,

sehingga

perlu

dilindungi

keberadaannya

dan

diatur

pengelolaannya sebijaksana mungkin sesuai karakter sumberdaya-sumberdaya
dimaksud, sehingga ketika tata ruang/tata guna lahan yang mencerminkan land
capability dan land suitability telah disepakati didasari oleh karakteristik
sumberdaya, maka konteks untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat haruslah
berbasis pada konsistensi kesepakatan yang telah dibuat tersebut (Ramadhan,
2005).
Menurut Santoso (2001), Penatagunaan kawasan hutan pada hakekatnya
merupakan bagian integral dari penataan ruang daerah. Upaya untuk mewujudkan
hal

ini

telah

dilaksanakan

dengan

sebaik-baiknya

melalui

kegiatan

Pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) sejak tahun 1994 hingga 1999, yang hasilnya
ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur dan di beberapa propinsi dengan
diketahui/disetujui oleh Ketua DPRD Propinsi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, pemerintah

14

telah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan minimal
30 % dari luas daerah aliran sungai (DAS) atau pulau dengan sebaran yang
proporsional guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat
ekonomi masyarakat setempat. Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang memiliki
kawasan hutan yang fungsinya sangat penting bagi perlindungan lingkungan
Propinsi dan atau Kabupaten/Kota wajib mempertahankan kecukupan luas
kawasan hutan, serta mengelola kawasan hutan sesuai fungsinya (CIFOR, 2004).
Keberadaan hutan sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang besar
memiliki arti dan peran penting dalam menyangga sistem kehidupan. Berbagai
manfaat besar dapat diperoleh dari keberadaan hutan melalui fungsinya baik
sebagai penyedia sumberdaya air bagi manusia dan lingkungan, kemampuan
penyerapan karbon, pemasok oksigen di udara, penyedia jasa wisata dan mengatur
iklim global. Sehingga pengelolaan hutan, sudah saatnya didorong untuk
mempertimbangkan manfaat, fungsi dan untung-rugi apabila akan dilakukan
kegiatan eksploitasi hutan. Berapa banyak nilai dari fungsi yang hilang akibat
kegiatan penebangan hutan pada kawasan-kawasan yang memiliki nilai strategis
seperti pada kawasan hutan di daerah hulu DAS, sehingga pertimbanganpertimbangan tersebut dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan
dalam

melakukan

perencanaan

dan

pengelolaan

hutan

di

Indonesia

(Suryatmojo, 2005).
Kawasan hutan dalam penataan ruang terdapat dalam kawasan budidaya dan
bisa pula dalam kawasan lindung. Kawasan hutan yang masuk dalam kawasan
budidaya adalah hutan produksi (hutan produksi tetap dan hutan produksi
terbatas), baik itu hutan alam maupun hutan tanaman, termasuk hutan rakyat,
sedang kawasan hutan yang masuk dalam kawasan lindung adalah kawasan
pelestarian alam yang meliputi taman nasional, taman hutan raya, taman wisata
alam dan kawasan suaka alam yang meliputi suaka margasatwa, cagar alam dan
taman buru (Djajono, 2006).
Menurut Setiahadi (2006), selama ini dalam penataan ruang, luas kawasan
hutan seakan-akan statis karena dikaitkan dengan masalah kewenangan sektor
kehutanan, tidak perduli apakah hutan tersebut bervegetasi atau tidak. Mestinya
luas hutan ditetapkan dalam sistem dinamis yang mengaitkan fungsi hutan yang

15

multi fungsi dengan sub-sistem biogeofisik, sub-sistem ekonomi, dan sub sistem
sosial, budaya, kependudukan, bahkan hankam.
Optimasi penataan kawasan hutan dilakukan berdasarkan pertimbangan halhal sebagai berikut: daya dukung, potensi, kebutuhan kayu dan kebutuhan non
kayu, resiko lingkungan, dan DAS prioritas. Selanjutnya dilakukan analisis
berdasarkan faktor-faktor penentu dalam penataan ruang kawasan hutan yang
meliputi analisis kesesuaian lahan, analisis potensi hutan (tegakan persediaan),
analisis supplay-demand kayu dan non kayu, dan analisis resiko lingkungan.
Pemanfaatan ruang kawasan hutan optimal dicirikan oleh: pemenuhan berbagai
kebutuhan terhadap hasil hutan, pemecahan masalah sosial dan lingkungan, dan
pelestarian sumberdaya hutan (Setia Hadi, 2006).
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, ditetapkan bahwa hutan mempunyai 3 (tiga) fungsi
utama yaitu :
1. Hutan konservasi terdiri dari hutan suaka alam (cagar alam dan suaka
margasatwa), hutan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya,dan
taman wisata alam) serta taman buru.
2. Hutan lindung
3. Hutan produksi terdiri dari produksi terbatas, hutan produksi biasa dan hutan
produksi konversi.
Dalam hubungannya dengan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997, kawasan hutan
berdasarkan fungsi pokoknya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Hutan konservasi yang meliputi kawasan suaka alam dan kawasan hutan
pelestarian alam yang dikelompokkan ke dalam kawasan lindung berupa
kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
2. Hutan konservasi yang meliputi taman buru, cagar biosfer, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai
berhutan bakau dikelompokkan kedalam kawasan lindung lainnya.
3. Hutan lindung dikelompokkan ke dalam kawasan lindung berupa kawasan
yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya bersama kawasan
bergambut dan kawasan resapan lainnya.

16

4. Hutan produksi yang meliputi hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap
dan hutan produksi yang dapat dikonversi dikelompokkan kedalam kawasan
budidaya berupa kawasan hutan produksi.
Penatagunaan hutan di Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 680/Kpts/Um/8/81 tentang Pedoman
Penatagunaan Hutan Kesepakatan (TGHK) yang antara lain menetapkan
penatagunaan hutan kesepakatan di suatu wilayah propinsi adalah kegiatan yang
bertujuan menentukan peruntukan hutan di w