Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bekasi

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP
PROFITABILITAS PEDAGANG PASAR
TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

FITRIA PERMATA SARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kehadiran
Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bekasi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Fitria Permata Sari
NIM H14100115

ABSTRAK
FITRIA PERMATA SARI. Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap
Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bekasi. Dibimbing oleh
SAHARA, Ph.D.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak keberadaan ritel
modern terhadap profitabilitas pedagang pasar tradisional di Kota Bekasi.
Pemilihan pasar dilakukan secara purposive sampling sehingga terpilih Pasar
Jatiasih dan Pasar Family Mart sebagai kelompok pasar perlakuan dan Pasar
Bantargebang sebagai pasar kontrol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah t-test, chi-square test, dan ordinal logistic regression. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan keuntungan yaitu jumlah pembeli, jarak antara pasar
tradisonal dengan ritel modern, komoditas utama produk segar serta produk
olahan. Semakin dekat jarak antara pasar tradisional di Kota Bekasi dengan ritel
modern memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keuntungan.

Kata kunci: chi-square test, keuntungan, ordinal logistic regression, pasar
tradisional, ritel modern, t-test

ABSTRACT
FITRIA PERMATA SARI. The Impact of Modern Retail on The Profitability
Level of Traditional Market Traders in Bekasi. Supervised by SAHARA, Ph.D.
The aims of this research are to analyze the impact of modern retail on the
profitability level of traditional market traders in Bekasi. The market selection is
done by purposive sampling method. Jatiasih Market and Family Mart Market are
selected as treatment group and Bantargebang Market is selected as control group.
The methods using in this study are t-test, chi-square test, and ordinal logistic
regression. Factors influencing changes of profit are the number of buyers, the
distance between the traditional market with the modern retail, the main
commodity of fresh products and processed products. The closer distance the
traditional market to the modern retail, the more chance of traditional market
traders to increase their profits.
Keywords: chi-square test, profit, ordinal logistic regression, traditional markets,
modern retail, t-test

DAMPAK KEHADIRAN RITEL MODERN TERHADAP

PROFITABILITAS PEDAGANG PASAR
TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

FITRIA PERMATA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Dampak Kehadiran Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang
Pasar Tradisional di Kota Bekasi
Nama

: Fitria Permata Sari
NIM
: H14100115

Disetujui oleh

Sahara, Ph.D.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang telah dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 berjudul Dampak Kehadiran

Ritel Modern terhadap Profitabilitas Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bekasi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Orang tua dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya.
2. Sahara, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah
membimbing dan memberikan arahan maupun motivasi kepada penulis sehingga
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Prof. Dominicus Savio Priyarsono, Ph.D. selaku dosen penguji utama dan
Deni Lubis, MA selaku dosen komisi pendidikan atas kritik dan saran yang
membangun dan bermanfaat yang diberikan kepada penulis .
4. Teman-teman sebimbingan (Elis, Selly, Ratna, Sasha, Triana, Fira, Ezik) atas
segala dukungan dan telah membantu penulis selama proses pembuatan
skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat Penulis (Meliana, Elis, Selly, Ria, Fithri Tyas, Sissy, Sasha,
Nindya, Linda, Arief, Nicco, Gialdy, Dodo, Azis, Pangrio, Andri) yang telah
memberikan semangat dan bantuan selama menjalankan skripsi.
6. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 47, HIPOTESA terutama divisi RE-D atas
momen dan pengalaman berharganya.
7. Pimpinan dan seluruh staf Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Dinas
Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bekasi, pengelola pasar serta

pedagang pasar tradisional Kota Bekasi yang telah bekerjasama dan
membantu selama pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Fitria Permata Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4


Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
METODE

4
10

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Jenis dan Sumber Data

10

Metode Penentuan Sampel


10

Metode Analisis

11

GAMBARAN UMUM

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional Kota Bekasi

19

Analisis Faktor-faktor Mempengaruhi Perubahan Keuntungan Pedagang


22

Pengaruh Jarak Ritel Modern dan Pasar Tradisional terhadap Keuntungan di
Kota Bekasi
23
SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25


LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1 Jarak antara Pasar Tradisional dan Ritel Modern Kota Bekasi
2 Nama dan Tahun Beroperasi Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di
Kota Bekasi
3 Data Monografi Pasar Tradisional di Kota Bekasi Tahun 2013
4 Komoditi Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan Kontrol Kota Bekasi
Tahun 2008 dan 2013 dengan Chi-square test
5 Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota
Bekasi dengan t-test
6 Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota
Bekasi dengan Chi-square Test
7 Karakteristik Pedagang Berdasarkan Persentase Jumlah Pembeli dan
Nilai Penjualan Pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota Bekasi
dengan t-test
8 Pemasok Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota
BekasiTahun 2013 dengan chi-square test
9 Metode Pembayaran Utama di i Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol
Kota BekasiTahun 2013 dengan chi-square test
10 Strategi Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota
BekasiTahun 2013 dengan chi-square test
11 Pesaing Terberat di Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota Bekasi
dengan chi-square test
12 Penyebab Kelesuan Usaha di Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol Kota
Bekasi dengan chi-square test
13 Kinerja Pedangang Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol di Kota Bekasi
dilihat dari Perubahan Omzet dan Keuntungan sebelum dan sesudah
keberadaan ritel modern dengan paired-sample t-test
14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Keuntungan Pedagang
Pasar Tradisional Kota Bekasi

11
15
16
17
17
18

18
19
19
20
20
21

22
22

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah Ritel Modern Kota Bekasi tahun 2007-2013
2 Kerangka Pemikiran Konseptual
3 Peta Pasat Tradisional dan Ritel Modern Kota Bekasi

2
9
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Jarak Ritel Modern dengan Pasar Tradisional Kota Bekasi
2 Hasil Output Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi dengan t-test
3 Hasil Output Komoditi Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan
Kontrol Kota Bekasi dengan chi-square test

27
28
29

4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Hasil Output Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi dilihat dari Jenis Kelamin dengan chi-square Test
Hasil Output Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi dilihat dari Letak Kios dengan chi-square Test
Hasil Output Karakteristik Pedagang pada Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi dilihat dari Status Usaha dengan chi-square Test
Hasil Output Karakteristik Pedagang Berdasarkan Persentase Jumlah
Pembeli dan Nilai Penjualan Pada Pasar Perlakuan dan Pasar Kontrol
Kota Bekasi dengan t-test
Hasil Output Pemasok Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi Tahun 2013 dengan chi-square test
Hasil Output Metode Pembayaran Utama Pedagang di Pasar Perlakuan
dan Pasar Kontrol Kota Bekasi Tahun 2013 dengan chi-square test
Hasil Output Strategi Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi Tahun 2013 dengan chi-square test
Hasil Output Metode Pesaing Utama Pedagang di Pasar Perlakuan dan
Pasar Kontrol Kota Bekasi Tahun 2013 dengan chi-square test
Hasil Output Penyebab kelesuan Utama di Pasar Perlakuan dan Pasar
Kontrol Kota Bekasi dengan Chi-square Test
Hasil Output paired t-test Keuntungan Sesudah-Sebelum pada Pasar
Kontrol Kota Bekasi`
Hasil Output paired t-test Omzet Sesudah-Sebelum pada Pasar
Kontrol Kota Bekasi
Hasil Output paired t-test Keuntungan Sesudah-Sebelum pada Pasar
Perlakuan Kota Bekasi
Hasil Output paired t-test Omzet Sesudah-Sebelum pada Pasar
Perlakuan Kota Bekasi
Hasil Output Uji Korelasi Antar Variabel Independen
Hasil Output Regresi Logistik Ordinal
Kuesioner Penelitian

31
32
33

34
36
37
38
39
40
42
43
44
45
46
48
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak pemberlakuan liberalisasi perdagangan pada tahun 1998
menyebabkan terjadinya arus penanaman modal asing (FDI) yang diikuti dengan
persaingan secara ketat terutama pada industri ritel. Menurut Shepherd (2005),
kondisi yang terjadi selain terbukanya FDI di beberapa negara, perkembangan
ritel modern terkait dengan meningkatnya permintaan terhadap jasa yang
ditawarkan oleh ritel modern, hal ini yang didasari oleh tingginya tingkat
urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita (pertumbuhan pekerja kelas
menengah), peningkatan pekerja wanita (peningkatan opportunity cost waktu dari
ibu rumah tangga yang berkarir), gaya hidup yang berkiblat ke Barat,
meningkatnya penggunaan kartu kredit, dan lain-lain.
World Bank (2007) menunjukkan bahwa pada 1999 ritel modern hanya
meliputi 11% dari total pangsa pasar bahan pangan. Menjelang 2004, jumlah
tersebut meningkat tiga kali lipat menjadi 30%. Terkait dengan tingkat penjualan,
fakta menununjukkan bahwa jumlah penjualan di ritel modern bertumbuh rata-rata
15%, sementara penjualan di ritel tradisional menurun 2% per tahun. Ekspansi
dari ritel modern ini yang turut mendorong jumlah omset penjualan ritel modern
semakin meningkat.
Kehadiran ritel modern sering dianggap sebagai ancaman serius oleh
pedagang pasar tradisional. Secara faktual ancaman ini mungkin terjadi karena
bisnis pasar tradisional dan ritel modern sama yaitu perdagangan ritel.
Perdagangan ritel artinya setiap pendirian ritel modern akan memunculkan
persaingan dan berhadapan langsung dengan kepentingan pedagang di pasar
tradisional. Masalah utama yang dapat terjadi adalah bentuk persaingan yang tidak
sehat (Mukbar 2007).
Perkembangan ritel di Indonesia ditandai dengan pembukaan gerai-gerai
baru yang dilakukan oleh peritel asing yang tersebar di kota-kota besar salah
satunya Kota Bekasi. Kota Bekasi cukup pesat terutama pada ritel modern, seperti
pusat perbelanjaan, supermarket, hypermarket, dan minimarket. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Kota Bekasi
mengalami pertumbuhan ritel modern yang positif sementara pasar tradisional
tidak mengalami pertumbuhan. Pada gambar 1 menunjukan bahwa jumlah ritel
modern Kota Bekasi (pusat perbelanjaan, supermarket, hypermarket, dan
department store) meningkat dari tahun 2008 hingga 2013 sedangkan jumlah
pasar tradisional mengalami penurunan pada tahun 2009 dan selanjutnya hingga
tahun 2013 tidak mengalami pertumbuhan. Hingga tahun 2013 tercatat bahwa
terdapat 42 ritel modern di Kota Bekasi. Hal ini belum termasuk ritel modern
brupa minimarket. Jika dibandingkan dengan pasar tradisional yang jumlahnya
hanya 12 pada tahun 2013, ritel modern memiliki jumlah empat kali lipatnya.
(Disperindagkop Kota Bekasi 2014).

2
Jumlah Ritel Modern dan Pasar Tradisional Tahun 2008-2013

Jumlah
50
42

40
30
20
10

19
13

20
12

24
12

29

34

Ritel Modern
Pasar Tradisional

12

12

12

0

Tahun
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Sumber : Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Kota Bekasi

Gambar 1 Jumlah Ritel Modern Kota Bekasi tahun 2008-2013
Beberapa tahun terakhir ini, banyaknya pembangunan pusat perbelanjaan
di Kota Bekasi dengan berlokasi di tempat yang cukup strategis seperti pintu
keluar tol atau jalan-jalan arteri yang sangat ramai. Hal ini dikarenakan ritel
modern memiliki area perdagangan yang lebih besar jika dibandingkan dengan
pasar tradisional yang biasanya hanya diperuntukkan untuk penduduk sekitar.
Namun keberadaan ritel modern yang berdiri berdekatan bahkan bersebelahan
dengan pasar tradisional pada akhirnya dapat mematikan secara tidak langsung
usaha atau kegiatan di pasar tradisional. Oleh karena itu penelitian ini dikaji untuk
mengukur dampak ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional di Kota
Bekasi.

Perumusan Masalah
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta merupakan pasar
potensial bagi bisnis ritel modern. Namun keberadaan ritel modern dapat
memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap pasar
tradisional selaku pemain lama untuk dapat bertahan dalam industri ritel nasional.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, tahun 2007 terdapat 13 450
pasar tradisional. Berdasarkan data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
pasar tradisional juga memiliki pedagang yang cukup besar hingga mencapai 12.5
juta orang. Sementara itu data Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa
pada tahun 2011 menyebutkan bahwa tersisa 9 559 pasar tradisional. Berdasarkam
data di atas, terjadi penurunan jumlah pasar tradisional yang cukup drastis pada
periode tersebut.
Pada periode yang sama, peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal
ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang mencapai 18 152 gerai pada
2011, sementara apabila dibandingkan pada tahun 2007 hanya terdapat 10 365
gerai. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia, ritel modern di Indonesia
mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 17.57% per tahun. Penjualan ritel pada
2006 masih sebesar Rp 49 triliun, namun melesat hingga mencapai Rp 110 triliun
pada 2011.
Secara nasional perkembangan pasar tradisional memang telah mengalami
penurunan apabila dibanding dengan perkembangan ritel modern, hal tersebut

3
dijelaskan pada hasil penelitian Nielsen (2008) jika dilihat pada trend
pertumbuhannya, ritel modern tumbuh pesat yaitu 31.40 persen sementara pasar
tradisional pertumbuhannya hanya minus delapan persen. Menurut hasil penelitian
tersebut di atas bahwa keberadaan pasar tradisional sebenarnya masih diperlukan
oleh masyarakat luas, tetapi pertumbuhan pasar tradisional dalam lima tahun
terakhir dalam kondisi mengkhawatirkan karena pertumbuhannya menurun
sehingga memungkinkan ritel modern akan terus berkembang di Indonesia
terutama kota-kota besar salah satunya Kota Bekasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan,
dan Koperasi, Kota Bekasi mengalami pertumbuhan ritel modern yang positif
sedangkan pasar tradisionalnya tidak mengalami perkembangan yang positif. Hal
ini ditandai dengan jumlah ritel modern di Kota Bekasi hingga tahun 2013 tahun
2013 terdapat 15 pusat perbelanjaan dan sekitar 25 ritel modern dan belum
termasuk minimarket (Disperindagkop 2014). Berdasarkan data tersebut,
didapatkan fakta jumlah pasar tradisional yang hanya berjumlah 12 di Kota Bekasi
lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah ritel modern.
Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa ritel modern
berdampak negatif terhadap pasar tradisional. Penelitian yang dilakukan oleh
Mega (2012) bahwa semakin dekat jarak antara minimarket dengan pedagang
eceran tradisional menyebabkan perubahan omzet yang semakin besar kepada
pedagang pasar tradisional. Beberapa penelitian juga belum menemukan bukti
bahwa keberadaan ritel modern berdampak negatif terhadap pasar tradisional
seperti pada penelitian Suryadharma et al (2007) tentang Dampak Supermarket
terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia
menyimpulkan bahwa supermarket bukan penyebab utama kelesuan usaha yang
dialami pedagang pasar tradisional. Oleh karena itu, Penelitian ini berusaha
membuktikan dampak keberadaan ritel modern terhadap pasar tradisional dengan
studi kasus Kota Bekasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota
Bekasi?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan keuntungan
pedagang di pasar tradisional di Kota Bekasi?
3. Bagaimana pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional terhadap
keuntungan pedagang di Kota Bekasi?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain :
1. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota
Bekasi
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan keuntungan
pedagang di pasar tradisional di Kota Bekasi
3. Menganalisis pengaruh jarak ritel modern dan pasar tradisional terhadap
keuntungan pedagang di Kota Bekasi

4
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna:
1. Bagi penulis untuk melatih kemampuan berpikir kritis dan tanggap
terhadap permasalahan yang terjadi di daerah dan masyarakat.
2. Bagi para pembaca untuk menambah wawasan dalam memberikan
gambaran mengenai dampak keberadaan pasar modern terhadap pedagang
pasar tradisional di Kota Bekasi sehingga akan muncul kritik yang
membangun dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan tulisan ini
3. Bagi pengelola pasar tradisional, asosiasi yang bersangkutan, Pemerintah
Provinsi dan daerah sebagai bahan masukan dan referensi dalam
pengembangan pasar tradisional.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengukur dampak ritel modern terhadap pedagang pasar
tradisional di Kota Bekasi. Pengukurannya dengan melihat faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi perubahan keuntungan pedagang pasar tradisional. Objek
penelitian yang dilakukan difokuskan kepada para pedagang di beberapa pasar
tradisional yang ada di Kota Bekasi. Pasar tradisional yang dipilih yang dikelola
oleh pemerintah ataupun swasta (selama pola dan tata kelolanya masih relatif
sama dengan pasar tradisional pemerintah).

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Konsep Ritel
Menurut Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan
pasar tradisional, toko modern, dan pusat perbelanjaan. Toko modern adalah toko
dengan sistem pelayanan mandiri menjual berbagai jenis brang secara eceran yang
berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket ataupun
grosir yang berbentuk perkulakan. Lebih jelasnya konsep ritel modern dalam
Perpres tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dilihat dari sisi luas gerai yang digunakan, kategorisasi dari toko modern
dapat dijelakan sebagai berikut:
a. Minimarket kurang dari 400 m2;
b. Supermarket, 400 m2 sampai dengan 5 000 m2;
c. Hypermarket, diatas 5 000 m2;
d. Department Store, diatas 400 m2;
e. Perkulakan, diatas 5 000 m2.
Dilihat dari sisi item produk yang dijual, kategorisasi dari toko modern
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran barang
konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya;

5
b. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya
produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang
berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen; dan
c. Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.
Pasar memiliki beberapa klasifikasi. Berdasarkan bangunan pasar dibagi
menjadi dua jenis, yaitu pasar dengan bangunan permanen atau semi permanen
dan pasar tanpa bangunan permanen. Pasar dengan bangunan permanen atau semi
permanen adalah pasar yang menggunakan lantai semen/tegel, tiang besi/kayu,
atap seng/genteng/sirap, baik berdinding/tidak. Pasar tanpa bangunan permanen
(tidak termasuk kaki lima) adalah pasar yang mempunyai bangunan tetapi tidak
permanen, misalnya pasar kaget. Pasar kaget adalah pasar yang muncul di lokasi
yang tidak diperuntukan pasar dan selesai dengan cepat. (Badan Pusat Statistik
2003)
Pengertian pasar diambil berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor: 70/M-Dag/Per/12/2013 yaitu tempat bertemunya
penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli
terbentuk, yang menurut kelas mutu pelayanan dapat digolongkan menjadi Pasar
Tradisional dan Pasar Modern, dan menurut sifat pendistribusiannya dapat
digolongkan menjadi Pasar Eceran dan Pasar Grosir. Pasar tradisional adalah
pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya
masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki
atau dikelola oleh pedagang kecil, menengah dan koperasi dengan usaha skala
kecil dan modal kecil. Proses jual beli melalui tawar-menawar. Pasar Modern
adalah pasar yang dibangun pemerintah, swasta, atau koperasi yang bentuknya
berupa mall, supermarket, departement store, dan shopping centre dimana
pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan
kenyamanan berbelanja dengan manajemen disatu tangan, bermodal relatif kuat,
dan dilengkapi harga pasti.
Teori Lokasi
Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang
(spatial order) kegiatan ekonomi atau ilmu tentang alokasi secara geografis dari
sumber daya yang langka serta hubungaan atau pengaruhnya terhadap lokasi
berbagai macam usaha atau kegiatan lain. Secara umum, pemilihan lokasi oleh
suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti, bahan baku lokal,
permintaan lokal, bahan baku yang dapat dipindahkan, permintaan luar. (Hoover
dan Giarratani 2007)
Secara umum teori lokasi dapat dikelompokkan atas tiga bagian besar, yaitu:
1. Bid-Rent Theories, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada kemampuan membayar sewa tanah
(bid-rent) yang berbeda dengan harga pasar sewa tanah (land-rent).
Berdasarkan hal ini, lokasi kegiatan ekonomi ditentukan oleh nilai bid-rent
yang tertinggi yang dapat dibayarkan oleh pengguna tanah. Kelompok teori
lokasi ini dipelopori oleh Von Thunen (1854).
2. Least Cost Theory, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisisnya
pada pemilihan lokasi kegiatan industry yang didasarkan pada prinsip biaya
minimum (least cost). Dalam hal ini, lokasi yang terbaik (optimal) adalah pada

6
tempat dimana biaya produksi dan ongkos angkut yang harus dibayar adalah
paling kecil. Bila hal ini dapat dicapai, maka tingkat keuntungan yang
diperoleh perusahaan akan menjadi maksimum. Kelompok teori lokasi ini
dipelopori oleh Alfred Weber (1929).
3. Market Area Theories, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis
pemilihan lokasinya kegiatan ekonomi pada prinsip luas pasar (market area)
terbesar yang dapat dikuasai perusahaan. Luas pasar tersebut adalah mulai dari
lokasi pabrik sampai ke lokasi konsumen yang membeli produk perusahaan
yang bersangkutan. Bila pasar yang dikuasai adalah yang terbesar, maka
tingkat keuntungan perusahaan menjadi maksimum dan demikian juga
sebaliknya. Kelompok teori lokasi ini dipelopori oleh August Losch (1954).
Teori Lokasi Market Area
August Losch (1994) mempelopori Teori Lokasi Market Area yang
mendasarkan analisis pemilihan lokasi optimal pada luas pasar yang dapat
dikuasai (market area) dan kompetisi antartempat (spatial competition).
Berdasarkan pada pandangan ini, sebuah perusahaan akan memilih suatu tempat
sebagai lokasi yang optimal berdasarkan pada kekuatan persaingan antartempat
dan luas pasar yang dapat dikuasainya. Hal ini akan menunjukkan bahwa
permintaan dan penawaran antartempat merupakan unsure penting dalam
menentukan lokasi optimal dari suatu kegiatan perusahaan. Losch mengatakan
bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat
digarapnya. Semakin jauh dari tempat penjual, konsumen semakin tidak ingin
membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin
mahal. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar yang
identik dengan penerimaan terbesar. Atas dasar pandangan tersebut, Losch
cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau dekat pasar
(Tarigan 2007).
Teori lokasi market area ini juga mempunyai asumsi dasar tertentu yang
melandasi analisisnya. Pertama, konsumen tersebar secara relative merata
antartempat, artinya teori ini cocok digunakan di daerah perkotaan dimana
konsentrasi penduduk dan industry relatif merata dibandingkan dengan daerah
pedesaan atau pedalaman. Kedua, produk homogen sehingga persaingan akan
sangat ditentukan oleh harga dan ongkos angkut. Ketiga, ongkos angkut per
kesatuan jarak (ton/km) adalah sama (Sjafrizal 2012).
Penelitian Terdahulu
Suryadharma, et al (2007) dalam penelitiannya tentang Dampak
Supermarket terhadap Kebijakan Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah
Perkotaan di Indonesia, mengungkapkan bahwa dari tiga indikator kinerja pasar
tradisional (keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai), supermarket secara statistik
hanya berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar
tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh
pedagang pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat dengan
supermarket, dan demikian sebaliknya. Hasil ini kemudian ditegaskan oleh
temuan analisis kualitatif bahwa supermarket bukanlah penyebab utama kelesuan
usaha yang dialami pedagang pasar tradisional. Para pedagang, pengelola pasar,

7
wakil APPSI semuanya menegaskan bahwa langkah utama yang harus dilakukan
demi menjamin keberadaan pedagang pasar tradisional adalah perbaikan
infrastruktur pasar tradisional, pengorganisasian para PKL, dan pelaksanaan
praktik pengelolaan pasar yang lebih baik. Para pedagang secara eksplisit
mengungkapkan keyakinan mereka bahwa supermarket tidak akan menyingkirkan
usaha mereka jika syarat tersebut di atas dapat dipenuhi. Sementara itu, terdapat
bukti nyata bahwa sebagian pedagang telah menutup usaha dagangnya selama tiga
tahun yang lalu. Alasan untuk hal ini bersifat lebih kompleks dari sekadar karena
hadirnya supermarket semata. Kebanyakan penutupan usaha erat berkaitan dengan
persoalan internal pasar dan persoalan pribadi. Selain itu, pedagang yang
pelanggan utamanya bukan rumah tangga dan telah membina hubungan yang baik
dengan pelanggan selama waktu yang lama berkemungkinan lebih besar untuk
bertahan dalam usahanya.
Penelitian Mega (2012) dengan judul Dampak Pendirian Minimarket
terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat Pengeluaran
Masyarakat (Kasus: Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor). HAsil penelitian
menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omzet pedagang
eceran akibat pendirian minimarket adalah jarak antara lokasi usaha pedagang
eceran tradisional dengan minimarket dan tingkat pendidikan. Semakin jauh jarak
antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan minimarket maka
perubahan omzet usaha responden akan semakin kecil. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka perubahan omzet usaha responden akan semakin besar.
Aryani (2011) dalam penelitian berjudul Efek Pendapatan Pedagang
Tradisional dari Ramainya Kemunculan Minimarket di Kota Malang Penelitian ini
bertujuan mengkomparasikan jumlah pendapatan para pedagang di pasar
tradisional sebelum dan sesudah munculnya minimarket di Kota Malang serta
mengetahui permasalahan yang dihadapi pedagang di pasar tradisional berkaitan
dengan keberadaan minimarket. Dari hasil uji beda membuktikan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata pendapatan para pedagang di pasar tradisional sebelum
dengan sesudah munculnya minimarket.
Hadiwiyono (2011) dalam penelitian berjudul “Analisis Kinerja Pasar
Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor”. Pada penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kondisi Pasar Tradisional di tengah tekanan
ekspansi Pasar Modern di kota Bogor dimana penelitian ini menyimpulkan bahwa
kinerja bisnis pedagang pasar tradisional mengalami penurunan, sebanyak 67
persen pedagang di pasar mengalami penurunan omset dan keuntungan. Jumlah
pedagang masing-masing pasar mengalami fluktuasi, sedangkan jumlah pembeli
harian juga menurun juga memicu semakin menyempitnya jam aktif transaksi di
dalam pasar.
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (2006) tentang Dampak
Keberadaan Pasar Modern Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan Pasar
Tradisional. Penelitian ini menyimpulkan dampak keberadaan pasar modern
terhadap pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omzet penjualan. Penelitian
ini menggunakan uji beda dengan hasil analisis yang menunjukkan bahwa dari
tiga variabel yang diteliti, variabel omzet penjualan pasar tradisional menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah hadirnya pasar modern
dimana omzet setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum
hadirnya pasar modern.

8
Hartati (2006) dalam penelitian yang berjudul “Pergeseran Subsektor
Perdagangan Eceran dari Tradisional ke Modern di Indonesia”. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat pergeseran subsektor perdagangan eceran dari tradisional
ke modern yang terjadi dalam lingkup provinsi maupun nasional, menganalisa laju
pertumbuhan pada perdagangan eceran tradisional dan modern, jumlah omzet,
serta pertumbuhan omzet pasar tradisional dan modern pada tahun 1993-2003 agar
dapat membandingkan kondisi penjualan di pasar tradisional dan pasar modern.
Penelitian ini difokuskan untuk melihat pergeseran dari pasar tradisional ke pasar
modern dari sisi jumlah pasar dan omzet penjualan, sedangkan pergeseran dengan
indikator tenaga kerja hanya sebagai pelengkap karena data yang digunakan masih
bersifat umum yaitu tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel, dan restoran bukan
data yang spesifik seperti jumlah tenaga kerja di pasar tradisional dan modern.
Hipotesis
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisis
dampak ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional di Kota Bekasi yaitu :
1. Terdapat perbedaan rata-rata antara omzet maupun keuntungan sebelum
dengan sesudah adanya ritel modern baik pada pasar perlakuan maupun
pasar kontrol.
2. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan keuntungan
pedagang secara signifikan yaitu ukuran kios, umur pedagang, lama
berdagang, jumlah pembeli, pendidikan yang ditempuh pedagang, dummy
jarak, dummy komoditi utama produk segar, dummy komoditi utama
produk olahan, dan dummy letak kios.
3. Semakin jauh jarak pasar tradisional dengan ritel modern maka peluang
untuk meningkatkan keuntungan akan semakin besar dibandingkan pasar
tradisonal yang dekat dengan ritel modern.
Kerangka Pemikiran
Liberalisasi perdagangan pada tahun 1998 menyebabkan terjadinya arus
penanaman modal asing yang diikuti perkembangan pada industri ritel. Menurut
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, bisnis ritel atau usaha eceran di Indonesia
mulai berkembang pada kisaran tahun 1980an seiring dengan mulai
dikembangkannya perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai akibat dari
pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang menyebabkan
timbulnya permintaan terhadap supermarket dan department store di wilayah
perkotaan. Hal lain yang mendorong perkembangan bisnis ritel di Indonesia
adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas,
terutama di kawasan perkotaan yang cenderung lebih memilih berbelanja di pusat
perbelanjaan modern. Perubahan pola belanja yang terjadi pada masyarakat
perkotaan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan berbelanja saja namun juga
sekedar jalan-jalan dan mencari hiburan.
Berkembangnya usaha di industri ritel ini juga diikuti dengan persaingan
yang semakin ketat antara sejumlah peritel baik lokal maupun peritel asing yang
marak bermunculan di Indonesia. Industri ritel di Indonesia saat ini semakin
berkembang dengan semakin banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di

9
berbagai tempat. Kegairahan para pengusaha ritel untuk berlomba-lomba
menanamkan investasi dalam pembangunan gerai-gerai baru tidak sulit untuk
dipahami. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun 2000
dan makin terkendalinya laju inflasi, bisa menjadi alasan mereka bahwa ekonomi
Indonesia bisa menguat kembali di masa mendatang.
Pada 1999 ritel modern hanya meliputi 11% dari total pangsa pasar bahan
pangan (World Bank 2007). Menjelang 2004, jumlah tersebut meningkat tiga kali
lipat menjadi 30%. Terkait dengan tingkat penjualan, fakta menununjukkan bahwa
jumlah penjualan di ritel modern bertumbuh rata-rata 15%, sementara penjualan di
ritel tradisional menurun 2% per tahun. Ekspansi dari ritel modern ini yang turut
mendorong jumlah omset penjualan ritel modern semakin lebih sedikit
dibandingkan ritel modern, hal ini dapat mengindikasikan akanada dampak yang
ditimbulkan dari keberadaan ritel modern terhadap pasar tradisional.
Liberalisasi Perdagangan

Terjadi Arus Penanaman Modal Asing

Perkembangan Ritel di
Indonesia

Ekspansi Jumlah Ritel Modern

Menurunnya Jumlah Pasar Tradisional

Kehadiran Ritel Modern Berdampak
terhadap Pasar Tradisional

Karakteristik pedagang
pasar tradisional Kota
Bekasi

Faktor yang
mempengaruhi Perubahan
Keuntungan Pedagang
Pasar Tradisional di Kota

Persaingan dan kinerja
pedagang di pasar
tradisional Kota Bekasi

Rekomendasi
Kebijakan
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Konseptual

10

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada
bulan Februari 2014 sampai dengan Mei 2014. Penelitian ini dilakukan pada pasar
tradisional yang terpilih secara purposive sampling. Pemilihan lokasi di Kota
Bekasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena ritel modern di Kota Bekasi
terus mengalami perkembangan yang tidak diiringi dengan perkembangan jumlah
pasar tradisional.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawacara kepada para pedagang pasar
tradisional di Kota Bekasi yang dipandu dengan kuesioner. Data sekunder berupa
studi literatur dan data-data lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini seperti
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi,
Dinas Perekonomian rakyat. Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data cross section pada tahun 2008 dan 2013.
Metode Penentuan Sampel
Sampling dilakukan melalui tahapan berikut:
1. Mengidentifikasi pasar tradisional yang menjual produk yang sama seperti
ritel modern (produk segar, produk olahan, dan sandang). Terdapat
delapan dari 12 pasar tradisional yang memenuhi kriteria ini.
2. Pasar tradisional yang dipilih dibagi menjadi kelompok pasar perlakuan
dan kelompok pasar kontrol. Pasar tradisional yang menjadi pasar
perlakuan dipilih secara purposive sesuai syarat berikut: terdapat ritel
modern (supermarket, hypermarket, department store) dalam radius lima
kilometer dari pasar tradisional dan ritel modern tersebut mulai
dioperasikan antara 2008 dan 2013. Sementara itu syarat pasar tradisional
yang dijadikan kelompok kontrol yaitu tidak terdapat ritel modern dalam
radius lima kilometer dari pasar tradisional. Pada pasar perlakuan dan
pasar kontrol memiliki produk yang homogen (produk yang dijual sama
dikedua pasar) sehingga perbedaan diantara kedua kelompok pasar
tersebut terletak hanya terletak pada jarak terhadap ritel modern.
3. Melakukan pengukuran jarak antara pasar tradisional dengan ritel modern
yang beroperasi mulai tahun 2008 untuk menentukan sampel kelompok
pasar perlakuan dan pasar kontrol sehingga terpilih Pasar Jatiasih dan
Pasar Family Mart sebagai pasar perlakuan serta Pasar Bantargebang
sebagai pasar kontrol. Pasar Jatiasih terpilih karena berdekatan dengan ritel
modern terdekat yaitu Giant yang berjarak 1.3 km. Pasar family mart
terpilih juga berdekatan dengan dua ritel modern yaitu Carefour dan Giant
yang masing-masing berjarak 0.4 dan 0.5 km. Pasar kontrol terpilih yaitu
pasar bantargbang memiliki jarak terdekat dengan ritel modern (giant)
berjarak 5.3 km.

11
Tabel 1 Jarak antara Pasar Tradisional dan Ritel Modern Kota Bekasi
No.
1

2

3

Pasar
Tradisional
Pasar Jatiasih

Pasar Family
Mart

Pasar
Bantargebang

Ritel Modern
Giant Superstore Jatiasih
Giant Supermarket Pekayon
Grand Galaxy Park
Carefour Harapan Indah

Tahun Jarak
Operasi (km)
2009
1.3
2011
3.5
2013
4.9
2010
0.4

Giant Hypermart Harapan
Indah
Giant Superstore Jatiasih

2010

0.5

2009

5.3

Plaza Cibubur
Mall Ciputra Cibubur

2006
2013

13.7
13.2

4. Pada ketiga pasar terpilih masing-masing dilakukan penarikan sampel
kepada 30 pedagang pasar tradisional. Setiap pasar mewakili ketiga
kategori produk sehingga satu pasar terdiri dari 10 pedagang produk segar,
10 pedagang produk olahan, dan 10 pedagang sandang pilihan (pakaian,
sepatu, tas). Pedagang yang diwawancarai terbatas yaitu hanya pedagang
yang telah berdagang di pasar tersebut minimal selama lima tahun.
Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis
deskriptif dan statistik inferensia. Penelitian ini juga menggunakan bantuan alat
analisis yaitu SPSS 16.
Uji t statistik
Uji t statistik yang digunakan dalam penelitian terdapat dua macam yaitu
independent sample t-test serta paired t-test. Kedua uji t ini digunakan untuk
menguji signifikansi beda rata-rata dua kelompok. Perumusan hipotesis uji tstatistik yaitu:
H0 : µ 1- µ 2 = 0
H1 : µ 1- µ 2 ≠ 0
Jika t-statistik > t-tabel pada α atau probality (t-statistik) < α maka tolak
Ho. Artinya, variabel Kedua kelompok memiliki variansi yang berbeda.
Sebaliknya jika t-statistik < t-tabel pada α atau probaility (t-statistik) > α maka
terima Ho. Artinya, Kedua kelompok memiliki variansi yang sama.
Pada penelitian ini independent sample t-test digunakan untuk melihat
perbedaan umur pedagang, lama berdagang, ukuran kios, jumlah kios, jumlah
pembeli, pendidikan, serta segmentasi pembeli pada pasar perlakuan dengan pasar
kontrol. Pada paired t-test digunakaan untuk melihat perbedaan omzet serta
keuntungan pedagang pasar tradisional dilihat dari sebelum dan sesudah adamya
ritel modern.

12
Uji Khi Kuadrat (Chi-Square)
Uji chi-square digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel (X dan
Y) yang berupa kategorik berkorelasi signifikan dipopulasinya, berlandaskan data
sampel yang dimiliki (Firdaus 2011). Perumusan uji hipotesis statistik yaitu:
H0 : Kedua variabel tidak memiliki keterkaitan
H1 : Kedua variabel memiliki keterkaitan
Berdasarkan perbandingan chi-square hitung dengan chi-square tabel, jika
chi-square Hitung > chi-square Tabel atau p-value