Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi

DAMPAK PERKEMBANGAN TOKO MODERN TERHADAP
KINERJA PEDAGANG PRODUK PERTANIAN PADA PASAR
TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

IIN ZAHRATAIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak
Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk Pertanian Pada
Pasar Tradisional di Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Iin Zahratain
NIM H14100140

ABSTRAK
IIN ZAHRATAIN. Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja
Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi. Dibimbing
oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Toko modern telah hadir di kota-kota besar di Indonesia sejak tiga dekade
terakhir. Seiring maraknya pertumbuhan sektor ritel, pada tahun 1998, Indonesia
membuat kesepakatan dengan IMF sehingga peritel asing dapat dengan bebas
menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini menimbulkan presepsi bahwa pasar
tradisional merupakan korban nyata dari persaingan sektor ritel yang
menyebabkan berkurangnya konsumen akibat toko modern dapat menyediakan
kelebihan yang tidak dapat diberikan oleh pasar tradisional seperti kenyamanan,
kualitas produk serta keamanan. Pedagang pasar tradisional yang mayoritas
menjual produk distribusi pertanian mulai terancam karena komoditas tersebut
juga merupakan sebagian besar dari lini produk supermarket dan hipermarket.

Studi ini bertujuan menganalisis perubahan kinerja pedagang produk pertanian
pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang
produk pertanian. Hasil uji-t berpasangan menunjukkan bahwa variabel omset,
keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan
serta jumlah pegawai mengalami perubahan pada masing-masing pasar. Pada
variabel omset, faktor yang berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jumlah kios, luas kios, dummy komoditas utama beras serta
dummy komoditas utama buah dan sayur. Pada variabel keuntungan, faktor yang
berpengaruh nyata adalah dummy jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
berdagang, jumlah kios, luas kios dan dummy lokasi.
Kata kunci: Pedagang, Pasar Tradisional, Toko Modern, Uji-t Berpasangan,
Regresi Berganda

ABSTRACT
IIN ZAHRATAIN. The Development Impact of Modern Stores on The
Performance of Trader of Agricultural Products on Traditional Markets in Bekasi.
Supervised by LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Modern stores have been present in major cities in Indonesia since last three
decades. With the rapid growth of the ritail sector, in 1998, Indonesia made a deal

with the IMF that foreign ritelers can freely invest in Indonesia. This has led to the
perception that traditional markets are the real victims of the ritail sector
competition which leads to reduced consumer due to modern shops can provide
advantages that can not be provided by traditional markets such as convenience,
product quality and safety. Traditional market traders who sell the majority of
agricultural products are in danger because these commodities are also a large part
of product line supermarkets and hipermarkets. This study aimed to analyze
changes of agricultural products trader performance in traditional markets as the
growing number of modern stores in Bekasi and the factors that influence changes

of revenue and profits traders of agricultural products. Results of paired t-test
showed that there are a change in their respective markets of the variables revenue,
profit, operating hours, circulation of goods, number of buyers, the number of
customers and the number of employees experiencing. At the revenue variable,
real influential factors are a gender dummy, education level, number of kiosk,
spacious kiosk, main commodity is rice dummy and main commodity is fresh
fruits and vegetables dummy. At the profit variable, real influential factors are a
gender dummy, level of education, trading experience, number of kiosk, spacious
kiosk and location dummy.
Keywords: Traders, Traditional Market, Modern Stores, paired t-test, Multiple

Regression

DAMPAK PERKEMBANGAN TOKO MODERN TERHADAP
KINERJA PEDAGANG PRODUK PERTANIAN PADA PASAR
TRADISIONAL DI KOTA BEKASI

IIN ZAHRATAIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang
Produk Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi
Nama
: Iin Zahratain
NIM
: H14100140

Disetujui oleh

Lukytawati Anggraeni, Ph.D
Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Dampak Perkembangan Toko Modern Terhadap Kinerja Pedagang Produk
Pertanian Pada Pasar Tradisional di Kota Bekasi”. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah
meningkatnya jumlah toko modern di Kota Bekasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang
tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Abdul Salam dan Ibu Rahmah Ramadlanah
Fak-Faky, kakak Muhammad Lukman Nur Hakim serta adik dari penulis, Ayu
Salsabila atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan
sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dr. Tanti Novianti, S.P., M.Si selaku dosen penguji utama dan Deni Lubis,

S.Ag, M.A selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3.
Seluruh pedagang pasar, baik Pasar Kranji Baru dan pedagang Pasar Baru
Bantar Gebang serta pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
4.
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.
5.
Saudara satu bimbingan, Aldesta Nurika, Muhammad Haris, Nadilla
Ambarfauziah R., Dara Ayu Lestari, Angga Febriawan, Astika, dan Ayu
yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6.
Para sahabat penulis Luthfi Hibatur Rachman, Wijdanul Latifah, Emma
Ulfatul H., Addin Rayinda, Bella Ananda, Ilza Putra T, Candri Yuniar R.,
Reksa Hartoyo serta segenap sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per
satu.
7.

Seluruh keluarga Ilmu ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan 47 terimakasih atas doa dan dukungannya.
8.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Iin Zahratain

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian


7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Bisnis Ritel

8
8

Pasar

10

Penelitian Terdahulu

12


Kerangka Pikir

14

METODE

15

Jenis dan Sumber Data

15

Lokasi dan Waktu Penelitian

16

Metode Pengumpulan Data

16

Metode Pengolahan dan Analisis Data

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Gambaran Umum

18

Hasil Estimasi

28

SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35

Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL

1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha
2 Jumlah Ritel di Indonesia
3 Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga
Konstan 2000
4 Jumlah Ritel di Kota Bekasi
5 Pembagian Ritel Modern dan Tradisional
6 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern
7 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden
8 Karakteristik Luas dan Jumlah Kios Responden
9 Modal Usaha Dagang Responden
10 Omset Dagang Pertahun Responden
11 Keuntungan Dagang Responden Pertahun
12 Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Tradisional
13 Strategi Responden dalam Menarik Pembeli
14 Perubahan Kinerja Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional
setelah Meningkatnya Jumlah Toko Modern
15 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Omset dan Keuntungan
Pedagang Produk Pertanian

2
3
4
5
8
11
19
22
23
24
24
26
27
28
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kerangka Penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Komoditas yang Dijual
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Komoditas
Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan Kios Dagang
Sumber Modal Usaha Dagang Responden
Inovasi Dagang Responden
Pesaing Pedagang Produk Pertanian pada Pasar Tradisional
Persentase Penurunan Omset dan Keuntungan Masing-masing Kategori
Pedagang Pasar Perlakuan
10 Persentase Penurunan Omset dan Keuntungan Masing-masing Kategori
Pedagang Pasar Kontrol

15
19
21
21
22
23
25
26
31
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuisioner Penelitian Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Perlakuan
Kuisioner Penelitian Pedagang Produk Pertanian Pada Pasar Kontrol
Hasil Olahan Uji-t Berpasangan
Hasil Olahan Regresi Berganda
Denah Lokasi Pasar

39
43
47
51
53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai negara dengan populasi terbesar ke-4 dunia, Indonesia telah menjadi
pasar yang sangat menarik serta menjanjikan bagi bisnis sektor ritel baik dari pihak
tenaga kerjanya maupun sebagai konsumen sektor ritel. Oleh karena itu, peluang ini
dimanfaatkan oleh peritel besar baik lokal maupun asing untuk memperoleh
keuntungan yang besar sehingga menyebabkan semakin ketatnya persaingan sektor
bisnis ritel di Indonesia. Pada awalnya sektor ritel lebih didominasi oleh pasar
tradisional yang terdiri atas pedagang bermodal kecil yang melakukan usaha dengan
skala kecil dan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar dengan
fungsi utamanya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat baik di desa,
kecamatan, dan lainnya (Sinaga 2008). Hingga saat ini, meskipun pasar tradisional
menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat dengan harga yang murah, namun pasar
tradisional masih identik dengan lingkungan yang tidak memadai serta sistem
pengelolaan yang buruk (Malano 2011).
Selama beberapa dekade terakhir, toko modern mulai hadir dengan
memanfaatkan kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasar tradisional seperti kebersihan,
kenyaman, keamanan, kualitas produk serta sarana dan prasarana yang memadai.
Hingga awal tahun 1990, pasar modern di Indonesia masih didominasi oleh peritel
dalam negeri. Namun, pada tahun 1998, Indonesia membuat kesepakatan dengan IMF
mengenai liberalisasi sektor ritel yang dituangkan dalam PERPRES RI Nomor 99
Tahun 1998. Tujuan dari adanya peraturan tersebut adalah untuk meningkatkan
investasi asing sehingga peritel asing dapat dengan bebas menanamkan modalnya di
Indonesia. Pada saat itu, toko modern hanya melayani masyarakat kelas menengah
atas (CPIS 1994). Namun, seiring berkembangnya zaman, toko modern mulai
menjamur ke kota-kota kecil di Indonesia dengan menawarkan kenyamanan dalam
memenuhi berbagai macam kebutuhan konsumen dengan produk-produk bermutu
serta harga yang terjangkau (SMERU 2007). Hal ini memungkinkan konsumen kelas
menengah-bawah dapat mengakses toko modern.
Sektor bisnis ritel baik pasar tradisional maupun toko modern terbukti memiliki
peran penting dalam peningkatan PDB dan kesempatan kerja di Indonesia. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor terbesar ke-2 setelah sektor
industri pengolahan. Perkembangan sektor ini juga merupakan terbesar ke-2 setelah
sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 25.96 persen (Tabel 1). Sektor
perdagangan, hotel dan restoran sendiri didominasi oleh sektor perdagangan besar
dan kecil dengan perkembangan sebesar 28.32 persen. Hal ini menyebabkan
persoalan ritel menjadi persoalan yang sangat pelik bagi Negara Indonesia.

2
Tabel 1 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha

Tahun

Perkembangan
2012

b

2009

2010

Pertanian

295,883.8

304,777.1

315,036.8

327,549.7

10.34

Pertambangan dan
Penggalian

180,200.5

187,152.5

189,761.4

192,585.4

6.74

Industri Pengolahan

570,102.5

597,134.9

633,781.9

670,109.0

16.61

Listrik, Gas dan Air
Bersih

17,136.8

18,050.2

18,921.0

20,131.4

16.55

Konstruksi

140,267.8

150,022.4

159,993.4

171,996.6

21.10

Perdagangan, Hotel
dan Restoran

368,463.0

400,474.9

437,199.7

472,646.2

25.96

Perdagangan
Besar dan Eceran

302,028.4

331,312.9

364,321.8

395,890.0

28.32

Hotel

15,200.8

16,230.9

17,745.7

19,297.1

24.85

Restoran

51,233.8

52,931.1

55,132.2

57,459.1

11.69

Pengangkutan dan
Komunikasi

192,198.8

217,980.4

241,298.0

265,378.4

34.09

Keuangan, Real
Estat dan Jasa
Bersih

209,163.0

221,024.2

236,146.6

253,022.7

19.66

Jasa-Jasa

205,434.2

217,842.2

232,537.7

244,719.8

18.02

2,178,850.4

2,314,458.8

2,464,676.5

2,618,139.2

18.94

PDB

2011

a

(%)

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah)
Keterangan: aAngka sementara; bAngka sangat sementara

Reardon dan Hopkins (2006) menjelaskan bahwa permasalahan mengenai
persaingan dalam bisnis ritel antara pasar tradisional dan toko modern telah terjadi
hampir di semua negara selama bertahun-tahun dalam beberapa hal seperti harga,
kenyamanan, kualitas produk dan keamanan. Hal ini juga terjadi di negara
berkembang, salah satunya Negara Indonesia serta merupakan fenomena umum era
globalisasi. Pesatnya pertumbuhan toko modern seperti supermarket, hipermarket
maupun minimarket bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar tradisional yang
tiap tahunnya mengalami penurunan. Perkembangan toko modern selama tahun 2005
hingga 2011 di Indonesia sebesar 21 persen untuk supermarket, 36 persen untuk
hipermarket dan 74 persen untuk minimarket. Perkembangan toko modern ini tidak

3
seimbang dengan perkembangan pasar tradisional yang hanya sebesar 15 persen dan
8.5 persen (Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah Ritel di Indonesia
Deskripsi
Supermarket

2005

Tahun
2008

1140

1571

Perkembangan
2011

(%)
21

1414
Hipermarket

83

127

36

Minimarket

6465

10289

19460

74

Pasar Dengan Bangunan Permanen

10615

12849

13960

15

Pasar Tanpa Bangunan Permanen

7157

9056

8188

8.5

Sumber : Nielsen 2013 dan Statistik Potensi Desa Indonesia (BPS) (diolah)

Seiring meningkatnya pengetahuan, taraf hidup serta kepedulian akan kesehatan
telah mengubah preferensi masyarakat dalam memenuhi gizinya. Masyarakat
menuntut produk makanan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi serta lebih
hygienis. Produk makanan dengan kandungan gizi yang seimbang hingga saat ini
masih didominasi oleh produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah.
Penyediaan kelima produk pertanian tersebut masih diungguli oleh pasar tradisional
karena pasar tradisional mampu menyediakan produk yang berkualitas namun dengan
harga yang murah sehingga dapat terjangkau oleh berbagai kalangan masyarakat.
Selain itu, mayoritas pedagang yang berada di pasar tradisional menjual kelima
produk tersebut.
Namun, saat ini penyediaan produk pertanian tidak hanya disediakan oleh
pedagang pasar tradisional. Krisnamurti dan Fauzia (2004) menjelaskan bahwa
produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur dan buah juga merupakan
sebagian besar dari lini produk supermarket dan hipermarket. Selain itu, supermarket
dan hipermarket mampu menyediakan produk dengan tampilan kemasan yang lebih
menarik serta lebih hygienis sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini menjadikan
supermarket dan hipermarket sebagai saingan utama pedagang produk pertanian pada
pasar tradisional. Berbagai penelitian mengenai dampak pasar modern terhadap pasar
tradisional telah dilakukan di berbagai kota di Indonesia, namun belum terdapat
penelitian mendalam mengenai dampak toko modern terhadap pasar tradisional di
Kota Bekasi khususnya terhadap pedagang produk pertanian.
Kota Bekasi sebagai salah satu kota penyangga Jakarta telah tumbuh menjadi
salah satu kota yang berkembang di daerah Jawa Barat. Kota Bekasi berada dalam
lingkungan megapolitan Jabodetabek sehingga Kota Bekasi menjadi salah satu kota
tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kota Bekasi, sebagai salah satu indikator perekonomian daerah juga terus
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi turut meningkat. Kontribusi
terhadap pembentukan PDRB kota Bekasi didominasi oleh sektor industri pengolahan

4
dan perdagangan sehingga kedua sektor inilah yang akan menjadi tiang penyangga
perekonomian Kota Bekasi dalam beberapa tahun kedepan (BPS 2013) (Tabel 3).
Tabel 3 Produk Domestik Regional Bruto Kota Bekasi Atas Dasar Harga Konstan
2000 (Juta Rupiah)
2009

2010

2011

2012a

Persentase Distribusi
PDRB
(%)

130,853

132,841

135,205

135,523

0.77

-

-

-

-

-

Industri Pengolahan

6,344,557

6,539,236

6,868,060

7,297,552

41.21

Listrik, Gas dan Air
Bersih

562,665

627,785

696,315

755,785

4.27

Bangunan

542,549

564,793

620,425

695,464

3.93

Perdagangan, Hotel
dan Restoran

4,148,716

4,424,414

4,782,975

5,170,903

29.20

Pengangkutan dan
Komunikasi

1,366,630

1,550,993

1,707,287

1,763,144

9.96

Keuangan,
Persewaan dan Jasa
Perusahaan

596,093

646,581

704,352

765,229

4.32

Jasa-Jasa

930,532

989,466

1,056,921

1,122,802

6.34

14,622,594

15,476,108

16,571,540

17,706,402

100

Tahun

Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian

PDRB

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)
Keterangan: aAngka sementara

Kenaikan tingkat pendidikan, ekonomi serta taraf hidup yang diiringi oleh
perubahan gaya hidup masyarakat telah menjadi salah satu bahan pertimbangan
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama makanan (Tambunan et al. 2004).
Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa berbagai perubahan dalam kelompok
masyarakat telah menuntut peritel untuk memberikan kelebihan dalam produk yang
ditawarkan. Melihat potensi tersebut, ritel modern mulai berkembang pesat mengikuti
kebutuhan masyarakat sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa di Kota Bekasi,
keberadaan toko modern telah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup
modern yang berkembang dimasyarakat.

5
Tabel 4 Jumlah Ritel di Kota Bekasi
Tahun

Perkembangan

Deskripsi
2009

2010

2011

2012

2013

(%)

Supermarket

10

15

18

20

27

28.75

Hipermarket

1

1

2

3

3

37.50

Minimarket

329

365

405

476

595

16.25

Pasar Tradisional

11

12

12

12

12

2.25

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Koperasi dan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi 2014
(diolah)

Pertumbuhan toko modern di Kota Bekasi selama 5 tahun terakhir mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Supermarket, hipermarket dan minimarket di Kota
Bekasi mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 28.75 persen, 37.50 persen
dan 16.25 persen, sedangkan pasar tradisionalnya hanya mengalami pertumbuhan
sebesar 2.25 persen (Tabel 4). Hal ini menunjukkan terjadinya ketimpangan
pertumbuhan yang terjadi antara pasar tradisional dengan toko modern yang ada di
Kota Bekasi.

Perumusan Masalah
Beberapa argumen menyatakan bahwa pasar tradisional merupakan korban
nyata dari persaingan yang intensif dengan toko modern karena berkurangnya
konsumen pasar tradisional. Aryani (2011) menyatakan bahwa keberadaan toko
modern memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah pendapatan
yang diperoleh oleh pedagang pasar tradisional. Namun, pernyataan bahwa toko
modern merupakan penyebab penurunan yang terjadi pada pasar tradisional tidak
seluruhnya benar. Permasalahan yang dihadapi oleh pasar tradisional tidak hanya
mengenai persaingan dengan toko modern, namun juga mengenai permasalahan
internal seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai, manajemen pasar yang
masih buruk, serta permasalahan pedagang kaki lima (PKL) sehingga
menguntungkan posisi toko modern (SMERU 2007). Minimnya daya dukung
karakteristik pedagang tradisional seperti strategi perencanaan yang kurang baik,
terbatasnya akses permodalan serta tidak adanya jalinan kerja sama dengan pemasok
besar juga merupakan penyebab dari kurang berkembangnya pasar tradisional
(Malano 2011).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh SMERU (2007) menyimpulkan
bahwa penelitian secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada
pendapatan dan keuntungan pedagang pasar tradisional akibat perkembangan
supermarket. Namun, terdapat perubahan signifikan terhadap jumlah pegawai pasar
tradisional akibat perkembangan supermarket. Temuan kualitatif menunjukan bahwa
kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah
internal pasar tradisional yang membuat supermarket semakin diuntungkan, sehingga

6
perbaikan sistem pengelolaan pasar diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar
tradisional agar dapat bertahan ditengah keberadaan supermarket yang terus
menjamur. Hutabarat (2009) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang serta rata-rata margin laba
pedagang buah-buahan dan pedagang sayur-sayuranan. Namun, terdapat perbedaan
yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah-buahan dan pedagang sayursayuranan di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya
Pasar Modern Brastagi Supermarket.
Meskipun penelitian yang dilakukan oleh SMERU (2007) dan Hutabarat (2009)
tidak menunjukkan adanya dampak signifikan pada pasar tradisional akibat
pertumbuhan toko modern, namun pertumbuhan antara pasar tradisional dan toko
modern di Kota Bekasi menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan.
Pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bekasi sendiri berbanding terbalik dengan
pertumbuhan toko modern (Tabel 4). Kota Bekasi sebagai salah satu kota penyangga
Jakarta telah tumbuh menjadi salah satu kota yang berkembang di daerah Jawa Barat.
Berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek menyebabkan Kota Bekasi
menjadi salah satu kota tempat tinggal kaum urban dan sentra industri. Hal ini
menyebabkan jumlah penduduk yang tinggi serta perubahan preferensi masyarakat
dalam berbelanja akibat tuntutan serta konsekuensi dari gaya hidup modern yang
berkembang di masyarakat (Esther dan Didik 2003). Perubahan preferensi berbelanja
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan pokoknya semakin
berkembang akibat meningkatnya taraf hidup, pengetahuan serta kepedulian akan
gizinya. Kebutuhan produk makanan dalam rangka memenuhi gizi masyarakat hingga
saat ini masih didominasi oleh produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayursayuran serta buah-buahan.
Penyediaan kelima produk pertanian tersebut masih diungguli oleh pasar
tradisional karena kualitas serta harga yang lebih murah sehingga dapat terjangkau
oleh berbagai kalangan masyarakat. Selain itu, mayoritas pedagang yang berada di
pasar tradisional menjual kelima produk tersebut. Namun, masih ada kekhawatiran
yang dirasakan oleh pedagang pasar tradisional terkait permasalahan toko modern.
Krisnamurti dan Fauzia (2004) menjelaskan bahwa saat ini produk pertanian seperti
beras, daging, ikan, sayur dan buah juga merupakan sebagian besar dari lini produk
supermarket dan hipermarket. Hal ini menjadikan supermarket dan hipermarket
sebagai saingan utama pedagang produk pertanian pada pasar tradisional.
Menurut Reardon et al. (2003) dan Shepherd (2005), di berbagai negara,
supermarket dan sejenisnya dipercaya telah mendominasi 50 persen lebih produk
makanan. Traill (2006), menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa
menjelang tahun 2015, pangsa pasar supermarket akan meningkat pesat. Hal tersebut
dikhawatirkan akan menurunkan kinerja para pedagang produk pertanian pada pasar
tradisional seperti omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang dan jumlah
pegawai akibat penurunan jumlah pembeli dan jumlah pelanggan di pasar tradisional.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka permasalahan yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang,
jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk

7
pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota
Bekasi?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan
pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah
toko modern di Kota Bekasi?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Menganalisis perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang,
jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk
pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah toko modern di Kota
Bekasi
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan
pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah meningkatnya jumlah
toko modern di Kota Bekasi

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.
4.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah :
Memberikan informasi mengenai dampak yang ditimbulkan oleh peningkatan
jumlah toko modern terhadap omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi
barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk
pertanian pada pasar tradisional di Kota Bekasi
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi omset dan
keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional setelah
meningkatnya toko modern di Kota Bekasi
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan serta acuan dalam pengambilan
kebijakan untuk meningkatkan pasar tradisional
Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi para peminat dan peneliti untuk
bahan penelitian lanjutan

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengambil studi kasus di pasar tradisional yang berada di Kota
Bekasi yaitu Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan dan Pasar Baru Bantar
Gebang sebagai pasar kontrol. Pasar tradisional yang diamati adalah pasar yang
dikelola oleh Pemerintah ataupun Swasta (selama pola dan tata kelolanya masih
relatif sama dengan pasar tradisional Pemerintah). Sampel yang dianalisis adalah
pedagang produk pertanian pada pasar tradisional di Kota Bekasi secara individu.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Bisnis Ritel
Pengertian Bisnis Ritel
Bisnis ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan
barang atau jasa, atau barang dan jasa, yang dilakukan oleh perusahaan atau institusi
bisnis secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk keperluan
pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dengan volume penjualan terutama atau
lebih dari 50 persen dari konsumen akhir ini dan sebagian kecil dari pasar bisnis
(Utomo 2009). Bisnis ritel terbagi dalam berbagai jenis yang sangat beragam
berdasarkan klasifikasi menurut bentuk, ukuran dan tingkat modernitasnya.
Berdasarkan tingkat modernitas, bisnis ritel dapat diklasifikasikan dalam ritel
tradisional dan ritel modern. Pembagian kategori ritel modern dan tradisional dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 5 Pembagian Ritel Modern dan Tradisional
Klasifikasi
Lini Produk

Ritel Modern
- Toko Khusus
- Toko Serba Ada
- Toko Swalayan
- Toko Convenience
- Toko Super, Kombinasi dan Pasar
Hiper
- Toko Diskon
- Pengecer Potongan Harga
- Ruang Penjual Katalog
Corporate Chain Store (beberapa toko
yang berada di bawah satu organisasi dan
dimiliki oleh sekelompok orang)
- Alat-alat pembayaran modern
(komputer, credit card, autodebet)
- AC, eskalator/lift

Ritel Tradisional
- Mom & Pop Store (toko
berukuran relatif kecil yang
dikelola secara tradisional)
- Mini market

Promosi

Ada

Tidak ada

Keuangan

Tercatat dan dapat dipublikasikan

Tenaga Kerja
Fleksibilitas Operasi

Banyak
Tidak fleksibel

Belum tentu tercatat dan tidak
dipublikasikan
Sedikit, biasanya keluarga
Fleksibel

Kepemilikan

Penggunaan Fasilitas

Independent Store (toko milik
pribadi)
-

Alat pembayaran tradisional
(cash, manual/ kalkulator)
Tangga, tanpa AC

Sumber: Tambunan 2004

Persaingan Bisnis Ritel
Para ekonom melihat proses bekerjanya sistem persaingan dengan indikator
yang dikenal dengan Structure – Conduct – Performance (SCP). Dari sisi structure,
indikator sistem persaingan adalah sebagai berikut Martin dalam Tambunan et al.
(2004):

9
1. Number and Size Distribution of Sellers and Buyers
Dalam pasar persaingan, terdapat banyak penjual dan pembeli yang masingmasing tidak dapat mempengaruhi harga.
2. Product Differentiation
Produk yang standar tidak pernah ada di dunia nyata. Semakin berbeda barang
tersebut, semakin kecil kemungkinan substitusi dengan barang lain.
3. Entry Conditions
Entry Conditions menentukan potensi persaingan antara perusahaan yang telah ada
dan perusahaan yang akan masuk ke dalam industri.
Pada sisi Conduct, indikator yang digunakan adalah ada tidaknya kerja sama
(collusion) dan strategi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi, serta adanya advertising
atau Research and Development (R&D). Pada sisi Performance, ekonom melihat
berjalannya sistem persaingan dari profitabilitasnya, dan efisiensinya.
Ancaman dalam Bisnis Ritel
Porter dalam Jatmiko (2004) menjelaskan lima kekuatan yang membentuk sifat
dan derajat persaingan dalam suatu industri, yaitu: ancaman pendatang baru, kekuatan
tawar pelanggan, kekuatan tawar pemasok, ancaman produk pengganti dan ancaman
dari pesaing sejenis atau rivalry .
1. Ancaman Pendatang Baru. Pendatang baru dalam suatu industri biasanya
membawa dan menambah kapasitas baru, keinginan mendapatkan pangsa pasar
(market share) dan juga sumberdaya baru. Berat ringannya ancaman pendatang
baru tergantung pada hambatan masuk dan reaksi dari para pesaing yang telah ada
dimana pendatang baru akan memasuki industri atau pasar tersebut.
2. Kekuatan Pemasok. Pemasok menyediakan dan menawarkan input yang
diperlukan untuk memproduksi barang atau menyediakan jasa oleh industri atau
perusahaan. Organisasi didalam suatu industri bersaing antara satu dengan lainnya
untuk mendapatkan input seperti tenaga kerja, bahan baku dan modal. Apabila
pemasok mampu mengendalikan perusahaan dalam hal penyediaan input,
sedangkan industri tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pemasok
maka posisi tawar industri menjadi lemah dan sebaliknya posisi tawar pemasok
menjadi kuat.
3. Kekuatan Pembeli/Pelanggan. Pembeli atau pelanggan terdiri dari pelanggan
organisasi. Dalam industri tertentu memungkinkan terdapat beberapa perantara
pelanggan antara industri dengan pemakai atau konsumen akhir, namun juga
terdapat industri atau perusahaan yang menjual secara langsung kepada konsumen
akhir.
4. Ancaman Produk Pengganti. Produk pengganti dapat memberikan pilihan bagi
pelanggan/pembeli dan akan mengurangi keuntungan perusahaan.
5. Analisis Pesaing. Analisis pesaing memungkinkan suatu organisasi menilai
apakah organisasi tersebut dapat bersaing dengan sukses dalam suatu pasar yang
memberikan peluang-peluang keuntungan.

10
Pasar
Pengertian Pasar
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/MDAG/PER/12/2013, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,
pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
Jenis dan Ketentuan Pasar
Jenis pasar dibedakan sebagai berikut :
1.
Pasar Tradisional
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/MDAG/PER/12/2013, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa
toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan
proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Pasar tradisonal juga
merupakan pasar yang dikelola secara sederhana dengan bentuk fisik tradisional yang
menerapkan sistem transaksi tawar menawar secara langsung dimana fungsi
utamanya adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan, dan
lainnya (Sinaga 2008).
Dalam pengelolaanya, pasar tradisional sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2012, Ketentuan
fasilitas bangunan dan tata letak pasar yaitu:
a. Bangunan toko/kios/los dibuat dengan ukuran standar ruang tertentu;
b. Petak atau blok dengan akses jalan pengunjung ke segala arah;
c. Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup;
d. Penataan toko/kios/los berdasarkan jenis barang dagangan; dan
e. Bentuk bangunan pasar tradisional selaras dengan karakteristik budaya daerah.
Kriteria pasar tradisional yaitu:
a. Dimiliki, dibangun dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah;
b. Transaksi dilakukan secara tawar menawar;
c. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama; dan
d. Sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan baku lokal.
2.
Toko Modern
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/MDAG/PER/12/2013, toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri,
menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,
department store, hipermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Pasar
modern juga merupakan pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya
terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan
pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas
menengah ke atas) (Sinaga 2008).

11
Dalam pendiriannya, menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 70/M-DAG/PER/12/2013, ketentuan luas lantai penjualan Toko
Modern meliputi:
a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
b. Supermarket, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
c. Department Store, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
d. Hipermarket, lebih dari 5000 m2 (lima ribu meter persegi); dan
e. Perkulakan, lebih dari 5000 m2 (lima ribu meter persegi).
Kriteria sistem penjualan dan jenis barang dagangan yang harus diterapkan
dalam toko modern meliputi:
a. Minimarket, supermarket dan hipermarket menjual secara eceran berbagai jenis
barang konsumsi terutama produk makanan dan/atau produk rumah tangga
lainnya yang dapat berupa bahan bangunan, furniture, dan elektronik;
b. Department Store menjual eceran berbagai jenis barang konsumsi terutama
produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan berdasarkan jenis
kelamin dan/atau tingkat usia konsumen; dan
c. Perkulakan menjual secara grosir berbagai jenis barang konsumsi.
Perbedaan Pasar Tradisional dan Toko Modern
Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dengan toko modern dapat
dibedakan dalam beberapa aspek (CESS 1998), yaitu:
Tabel 6 Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dan Toko Modern
Aspek
Sejarah

Pasar Tradisional
Evolusi panjang

Toko Modern
Fenomena baru

Fisik

Kurang baik dan sebagian sudah baik

Baik dan mewah

Kepemilikan atau
kelembagaan

Milik masyarakat/desa, Pemerintah
Daerah, sedikit swasta

Umumnya perorangan atau swasta

Modal

Modal lemah, subsidi, swadaya
masyarakat, Inpres
Golongan menengah ke bawah

Modal kuat dan digerakkan oleh
swasta
Umumnya golongan menengah ke
atas
Ada ciri swalayan dan pasti/tanpa
tawar menawar

Konsumen
Metode
pembayaran

Ciri dilayani dan tawar menawar

Status tanah

Tanah negara, sedikit sekali swasta

Tanah swasta/perorangan

Pembiayaan

Kadang-kadang ada subsidi

Tidak ada subsidi

Pembangunan
Pedagang yang
masuk

Umumnya pembangunan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah/desa/masyrakat
Beragam, massal, dari sektor informal
sampai pedagang menengah dan besar

Peluang
masuk/partisipasi

Bersifat massal (pedagang kecil,
menengah dan besar)

Pembangunan fisik umumnya oleh
swasta
Pemilik modal juga pedagangnya
(tunggal) atau beberapa pedagang
formal skala menengah dan besar
Terbatas, umumnya pedagang
tunggal dan menengah ke atas

Jaringan

Pasar regional, pasar kota dan pasar
kawasan

Sistem rantai korporasi nasional atau
bahkan terkait dengan modal luar
negeri (manajemen tersentralisasi)

12
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Lembaga Penelitian SMERU (2007) mengenai
dampak supermarket terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah
perkotaan di Indonesia. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dan
kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode Difference in Difference
(DiD) dan metode ekonometrik, sedangkan metode kualitatif melalui wawancara
mendalam. Penelusuran melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan
dampak signifikan pada pendapatan dan keuntungan pedagang pasar tradisional
akibat dampak dari supermarket, namun terdapat dampak signifikan terhadap jumlah
pegawai yang dimiliki oleh pedagang pasar tradisional. Temuan kualitatif
menunjukan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber
dari masalah internal pasar tradisional yang menyebabkan posisi supermarket
semakin menguntungkan. Oleh karena itu, SMERU (2007) menyimpulkan bahwa
perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional diperlukan untuk meningkatkan daya
saing pasar tradisional sehingga pasar tradisional dapat tetap bertahan ditengah
keberadaan supermarket yang terus menjamur.
Amin (2011) menjelaskan dampak pasar modern terhadap pedagang pasar
tradisional di Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon. Metode yang digunakan
adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif dilakukan dalam bentuk
wawancara mendalam sedangkan metode kuantitatif menggunakan metode Difference
in Difference (DiD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jarak dan jenis
komoditas antara pasar tradisional dan supermarket sangat menentukan, dimana pasar
tradisional yang berada dekat dengan supermarket dan pedagang dengan komoditas
yang sama dengan supermarket paling banyak terkena dampak.
Penelitian yang dilakukan Hutabarat (2009) membahas tentang dampak
kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermarket terhadap Pasar Tradisional Sei
Sikambing di Kota Medan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan
metode kuantitatif. Metode kuantitatif menggunakan metode analisis uji-t
berpasangan (paired t-test), sedangkan metode kualitatif melalui wawancara
mendalam kepada responden. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan
yang nyata antara jumlah jam buka, rata-rata sirkulasi barang serta rata-rata margin
laba pedagang buah dan pedagang sayur di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara
sebelum dan sesudah berdirinya Pasar Modern Brastagi Supermarket. Namun,
terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan bersih pedagang buah dan pedagang
sayur di Pasar Tradisional Sei Sikambing antara sebelum dan sesudah berdirinya
Pasar Modern Brastagi Supermarket.
Penelitian Susilo (2011) yang menganalisis dampak operasi pasar modern
terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional di Kota Pekalongan. Metode yang
digunakan adalah melalui analisis deskriptif, uji normalitas data menggunakan uji
kolmogorov-smirnov, serta uji komparasi dua sample berpasangan menggunakan
Wilcoxon Sign Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil kesimpulannya
adalah kehadiran pasar modern tidak begitu kuat berpengaruh terhadap pendapatan
para pedagang pasar tradisional di kota Pekalongan karena hanya mempengaruhi 39

13
pedagang dari 150 pedagang pasar tradisional sebagai sampel atau sekitar 26 persen
saja.
Aryani (2011) mengenai efek pendapatan pedagang tradisional dari ramainya
kemunculan minimarket di Kota Malang. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan uji beda
(uji t) dengan α=0.05. Hasil kesimpulannya adalah sebanyak 66 persen responden
pedagang menyatakan keberadaan minimarket berpengaruh terhadap penurunan
pendapatannya, sehingga terdapat pengaruh yang signifikan atas adanya minimarket
terhadap jumlah pendapatan pedagang di pasar tradisional di Kota Malang. Selain itu,
ditinjau dari Peraturan Presiden RI No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko modern dirasakan kurang
berpihak pada pedagang di pasar tradisonal sehingga akan merugikan pedagang kecil
di pasar tradisional dan menyebabkan tersingkirnya pasar tradisional.
Wijayanti (2011) menganalisis tentang pengaruh perubahan keuntungan usaha
warung tradisional dengan munculnya minimarket di Kecamatan Pedurungan Kota
Semarang. Metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan
pendekatan OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil. Hasil
kesimpulannya adalah perubahan omset penjualan dan jarak berpengaruh signifikan
terhadap perubahan keuntungaan usaha, sedangkan diversifikasi produk tidak
berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha warung tradisional.
Penelitian Widiandra dan Sasana (2013) mengenai dampak keberadaan pasar
modern terhadap keuntungan usaha pedagang di pasar tradisional Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah metode regresi linier
berganda. Hasil kesimpulannya adalah faktor kenyamanan tidak berpengaruh
signifikan terhadap keuntungan usaha, sedangkan faktor jarak dan diversifikasi
produk berpengaruh signifikan positif terhadap keuntungan usaha. Faktor harga tidak
berpengaruh signifikan positif terhadap keuntungan usaha yang mana apabila harga
pasar relatif lebih terjangkau maka tidak mempengaruhi keuntungan usaha.
Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi
penelitian berlokasi di Kota Bekasi, yang memiliki pertumbuhan toko modern dan
pasar tradisional yang tidak seimbang (Tabel 4). Fokus penelitian adalah pedagang
yang menjual produk pertanian pada pasar tradisional, seperti beras, daging, ikan,
sayur dan buah, yang merupakan sebagian besar produk yang juga dijual oleh toko
modern seperti supermarket dan hipermarket. Tujuan dari penelitian adalah
menganalisis perubahan kinerja pedagang produk pertanian pada pasar tradisional
seperti omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang dan jumlah pegawai
karena penurunan jumlah pembeli dan jumlah pelanggan akibat dampak dari
berkembangnya toko modern dan pasar tradisional. Tujuan kedua dari penelitian
adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan omset dan
keuntungan pedagang setelah berkembangnya toko modern.
Dari penelitian didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan yang signifikan pada
omset dan keuntungan pada kedua pasar yang dijadikan sebagai penelitian. Hal ini
berbeda dengan temuan SMERU (2007) dan Susilo (2011), yang menunjukkan
bahwa tidak ada perubahan pada variabel omset dan keuntungan, namun sejalan
dengan penelitian Hutabarat (2009) dan Aryani (2011). Pada variabel jam operasional

14
dan sirkulasi barang juga terjadi perubahan yang signifikan akibat dampak dari
berkembangnya toko modern. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hutabarat
(2009) bahwa tidak ada perubahan pada jam operasional dan sirkulasi barang oleh
pedagang pasar tradisional karena pengaruh supermarket. Pada variabel jumlah
pegawai, terjadi penurunan yang signifikan namun hanya pada pasar yang jauh dari
toko modern. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian SMERU (2007) bahwa
penurunan jumlah pegawai signifikan pada pasar yang dekat dengan supermarket.
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa pedagang yang berada di pasar
tradisional yang dekat dengan toko modern akan memperoleh perolehan omset dan
keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasar yang jauh dari toko
modern. Hal ini sejalan dengan penelitian Amin (2011) dan Wijayanti (2011) bahwa
faktor jarak toko modern dengan pasar tradisional berpengaruh pada omset dan
keuntungan pedagang pasar tradisional yang menjual komoditas yang sama dengan
toko modern.
Kerangka Pikir
Pengelolaan serta penataan pasar tradisional dan toko modern seperti yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/MDAG/PER/12/2013 bertujuan agar terjadi keseimbangan diantara keduanya. Namun,
selama bertahun-tahun permasalah yang dihadapi oleh pedagang pasar tradisional
selalu berkaitan dengan perubahan kinerja para pedagang sesudah berkembang
pesatnya pertumbuhan toko modern. Seiring berkembangnya zaman, semakin
tingginya tingkat pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan kesehatan
menyebabkan perubahan preferensi serta kesadaran akan pemenuhan gizinya.
Pemenuhan gizi masyarakat saat ini didominasi oleh produk distribusi pertanian
sebagai bahan pokok makanan seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran dan buahbuahan.
Penyediaan produk pertanian sebagai bahan pokok makanan di Indonesia masih
diungguli oleh pasar tradisional karena kualitas serta harga yang lebih murah. Namun,
kemungkinan bahwa pangsa pasar pedagang produk pertanian pada pasar tradisional
akan semakin hilang masih tetap ada. Saat ini pemenuhan kelima produk pertanian
tersebut tidak hanya disediakan oleh pasar tradisional, namun juga disediakan oleh
toko modern dengan kualitas produk yang lebih hygienis serta penampilan kemasan
produk yang lebih menarik. Menurut Reardon et al. (2003) dan Shepherd (2005), di
berbagai negara, supermarket dan sejenisnya dipercaya telah mendominasi 50 persen
lebih produk makanan. Traill (2006), menggunakan berbagai asumsi dan
memprediksi bahwa menjelang tahun 2015, pangsa pasar supermarket di berbagai
negara akan mengalami peningkatan pesat. Hal ini menjadikan toko modern seperti
hipermarket dan supermarket sebagai saingan utama dari pedagang produk pertanian
pada pasar tradisional (Suryadarma 2011).
Meskipun permasalan utama yang menyebabkan berkurangnya jumlah pasar
tradisional bukanlah toko modern, namun pertumbuhan toko modern yang kian pesat
dapat berakibat pada perkembangan pasar tradisional. Oleh karena itu, diperlukan
solusi yang tepat agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh

15
pedagang produk pertanian pada pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan
menganalisis perubahan omset, keuntungan, jam operasional, sirkulasi barang, jumlah
pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang produk pertanian pada
pasar tradisional akibat pesatnya pertumbuhan toko modern serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan omset dan keuntungan. Adapun kerangka pemikiran
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Era Globalisasi

Perkembangan Pasar
Tradisional

Perkembangan Toko
Modern

Dampak Pertumbuhan Toko
Modern Terhadap Pedagang
Produk Pertanian pada Pasar
Tradisional Kota Bekasi

Omset

Jam Operasional

Jumlah Pembeli

Sirkulasi Barang

Jumlah Pelanggan

Keuntungan

Jumlah Pegawai

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Omset dan Keuntungan Pedagang
Gambar 1 Kerangka Penelitian

METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner dengan para
pedagang produk pertanian pada pasar tradisional di Kota Bekasi. Data tersebut
digunakan untuk mengetahui perubahan omset, keuntungan, jam operasional,
sirkulasi barang, jumlah pembeli, jumlah pelanggan serta jumlah pegawai pedagang
produk pertanian pada pasar tradisional serta faktor-faktor yang mempengaruhi

16
perubahan omset dan keuntungan pedagang produk pertanian pada pasar tradisional
setelah meningkat pesatnya pertumbuhan toko modern. Sedangkan data sekunder
digunakan untuk melengkapi data primer dalam penelitian. Sumber data lain yang
digunakan dalam penelitian ini didapatkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS), BPS
Kota Bekasi, Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Koperasi Kota Bekasi, buku, jurnal, skripsi, tesis dan internet.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional yang ada di Kota Bekasi yaitu
Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan dan Pasar Baru Bantar Gebang sebagai
pasar kontrol. Kota Bekasi dipilih karena pertumbuhan toko modern di Kota Bekasi
yang sangat pesat sedangkan pertumbuhan pasar tradisionalnya tidak mengalami
peningkatan yang signifikan. Pemilihan Pasar Tradisional Kranji Baru dan Bantar
Gebang tersebut dilakukan secara purposive (sengaja) dengan beberapa pertimbangan,
yaitu Pasar Tradisional Kranji Baru dan Pasar Baru Bantar Gebang mencakup
pedagang yang menjual produk pertanian seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran
dan buah-buahan. Selain itu, terdapat toko modern dalam radius 5 KM dari Pasar
Kranji Baru sebagai pasar perlakuan. Pada Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar
kontrol, tidak terdapat toko modern dalam radius 5 KM dan terdapat toko modern
yang akan dibangun disekitarnya. Pasar perlakuan dan kontrol berada dalam kota
yang sama serta belum mengalami revitalisasi yang signifikan sejak pertama kali
dibangun. Dasar pemilihan Pasar Kranji Baru sebagai pasar perlakuan karena berada
dekat dengan toko modern, sehingga Pasar Kranji Baru mengalami dampak yang
akan dijadikan penelitian. Sedangkan Pasar Baru Bantar Gebang sebagai pasar
kontrol karena berada jauh dari toko modern sehingga dijadikan sebagai kontrol
penelitian terhadap pasar yang jauh dengan toko modern. Penelitian ini dilakukan
selama bulan Maret 2014.
Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus (case study)
melalui wawancara kepada pedagang produk pertanian yang menjadi re