Dampak Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

DAMPAK RITEL MODERN TERHADAP OMZET
PEDAGANG PASAR TRADISIONAL
DI KOTA BOGOR

SELLY EFRIANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Ritel Modern
terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Selly Efriani
NIM H14100123

ABSTRAK
SELLY EFRIANI. Dampak Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang Pasar
Tradisional : Studi Kasus di Kota Bogor. Dibimbing oleh SAHARA, Ph.D.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perubahan
omzet pedagang di pasar tradisional, serta persaingan dan kinerja pedagang juga
karakteristik pedagang di Kota Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah paired sample t-test dan ordinal logistic regression. Hasil ordinal
logistic regression menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan omzet pedagang di pasar tradisional adalah pendidikan, jumlah
pembeli, diversifikasi produk dan jarak. Faktor lain yang memengaruhi yaitu jenis
komoditi utama yang dijual pedagang di mana pedagang yang menjual produk
segar dan produk olahan memiliki peluang meningkatkan omzet dibanding
pedagang komoditi lainnya.
Kata kunci: kinerja, omzet, ordinal logistic regression, persaingan, t-test.


ABSTRACT
SELLY EFRIANI. Impact of Modern Retail Toward Traditional Market Traders:
A Case Study in Bogor. Supervised by SAHARA, Ph.D.
This study analyzes the factors that influence changes in the turnover of
traders in traditional markets, as well as competition, performance and
characteristics of merchant traders in Bogor. The methods used in this study were
a paired sample t-test and ordinal logistic regression. The results of the ordinal
logistic regression showed that the factors that influence changes in a merchant
turnover are education, number of buyers, diversification of products, and
distance. Another factor affecting of the turnover is the main commodity sold by
the traders. Traders selling fresh and processed products have the higher
opportunity to increase turnover compared to other commodities traders.
Keywords: performance, turnover, ordinal logistic regression, competition, t-test.

DAMPAK RITEL MODERN TERHADAP OMZET
PEDAGANG PASAR TRADISIONAL
DI KOTA BOGOR

SELLY EFRIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Tidak lupa penulis juga memanjatkan shalawat serta salam ke
hadirat Nabi Besar Muhammad SAW. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Februari 2014 ini, berjudul Dampak Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang
Pasar Tradisional di Kota Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
penulis miliki. Namun pada akhirnya, penelitian ini berhasil penulis selesaikan
atas bantuan, doa, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya.
2. Kedua orang tua penulis (Tontawi, S.E dan Rohayawati) serta kakak dan adik
tersayang (Novianti, Erike Yolanda, dan Muhammad Fhadli) atas doa,
semangat, kasih sayang, dorongan moril dan materiil kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Terima kasih penulis ucapkan kepada Sahara, Ph.D selaku dosen pembimbing
yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran serta kritik
selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
4. Kepada Dr. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji dan Salahuddin El
Ayyubi, Lc MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan, yang telah
memberikan saran, kritikan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyempurnaan
skripsi ini.
5. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

yang telah memberikan ilmu serta pengalaman selama penulis menjalani studi.
6. PD Pakuan Jaya, Badan Pusat Statistik Kota Bogor, Badan Penanggung Jawab
Perizinan Terpadu-Penanaman Modal Kota Bogor, Dinas Perindustrian dan
perdagangan Kota Bogor atas bantuan dan kerjasamanya dalam proses
pencarian data.
7. Sahabat-sahabat penulis Elis Maisari, Fitria Permata Sari, Meliana, Fithri
Tyas, Dodo, Luqman Azis, Sissy, Nadilla, Hernita, Sasha, Nindya, Uke,
Penny, Andri dan Pangrio atas semua momen, semangat dan dukungan kepada
penulis selama ini.
8. Abdurrahman Ahmad Fauzan yang selalu membantu, memberi motivasi, dan
doa kepada penulis kapanpun dan dimanapun penulis berada.
9. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Fitria, Elis, Sasha, Ratna, Triana, Fira,
Ezik) atas kerja sama, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini.

Bogor, Juni 2014
Selly Efriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

METODE PENELITIAN


10

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Jenis dan Sumber Data

10

Metode Penentuan Sampel

10

Metode Analisis

12

GAMBARAN UMUM


14

Ritel Modern di Kota Bogor

14

Pasar Tradisional di Kota Bogor

15

Profil Pasar Baru Bogor

15

Profil Pasar Gunung Batu

16

HASIL DAN PEMBAHASAN


17

Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

17

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

18

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Pasar
Tradisional di Kota Bogor

22

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan


24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14

Data Pasar Tradisional di Kota Bogor Berdasarkan Status Kepemilikan
Data Pasar Tradisional di Kota Bogor dan Komoditi yang Tersedia
Data Ritel Modern di Kota Bogor Berdasarkan Status Kepemilikan
Data Pasar Tradisional di Kota Bogor Berdasarkan Luas dan Jumlah
Kios, Los, dan Pedagang
Komoditi Utama yang Dijual dan Proporsi Pedagang Pasar Tradisional
di Kota Bogor (%)
Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor
Karakteristik Segmen Pembeli Utama Pedagang Pasar Tradisional di
Kota Bogor (%)
Karakteristik Pedagang pada Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)
Pemasok, Metode Pembayaran, Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar
Tradisional di Kota Bogor (%)
Pesaing Terberat Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)
Strategi Utama Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)
Penyebab Kelesuan Usaha Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor
(%)
Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor dilihat dari
Perubahan Omzet dan Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan
Ritel Modern Menggunakan Paired Samples T-Test
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Pasar
Tradisional di Kota Bogor Hasil ordinal logit-test

11
11
14
15
16
17
17
18
19
20
20
21

21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran

9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Peraturan mengenai Usaha Ritel di Indonesia: Tingkat Nasional
Data Jarak Pasar Penelitian Terhadap Ritel Modern
Output Regresi Logistik Ordinal
Kuesioner Turun Lapang

27
28
29
30

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ritel adalah industri yang sangat strategis. Industri ritel merupakan industri
kedua terbesar yang mampu menyerap tenaga kerja setelah industri pertanian.
Industri ritel terbagi menjadi dua blok besar, yang pertama blok ritel tradisional
yang diwakili dengan pedagang pasar tradisional dan warung-warung kecil di
pinggir jalan. Kedua, ritel modern yang diwakili pasar swalayan, hypermarket,
supermarket, minimarket, toserba, department store, hingga pusat perbelanjaan
(Malano 2011).
Berdasarkan penelitian AC Nielsen (2008) pertumbuhan hypermarket,
supermarket, hingga minimarket di Indonesia setiap tahunnya meningkat 31,4
persen hal ini bertolak belakang dengan pertumbuhan pasar tradisional yang
tumbuh menurun setiap tahunnya mencapai minus 8,1 persen. Adanya kesamaan
fungsi yang dimiliki pasar tradisional dan ritel modern yaitu sebagai fasilitas
umum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbelanja
kebutuhan sehari-hari, menyebabkan lahirnya persaingan di antara keduanya.
Pertumbuhan ritel modern yang semakin meningkat mampu menggeser
preferensi masyarakat, sehingga pasar tradisional yang merupakan salah satu dari
tiga pilar utama ekonomi rakyat setelah koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) mulai ditinggalkan. Persaingan global di antara pasar
tradisional dan ritel modern terus meningkat, namun laju pertumbuhan dari
keduanya harus tetap terjaga dan dikendalikan dengan baik, mengingat peran
pasar tradisional dan ritel modern yang diberikan terhadap perekonomian yaitu
sebagai salah satu sektor perdagangan yang mampu menjadi penggerak roda
perekonomian rakyat. Pemerintah harus mampu memberikan pengendalian dan
pengawasan yang terkontrol terhadap kinerja aktivitas pada ritel modern dan pasar
tradisional.
Menurut Basri, et al (2012) maraknya pembangunan ritel modern di kotakota besar menarik peritel besar untuk membuka gerainya hingga ke wilayah
pelosok daerah. Pola sebaran ritel modern masih terkonsentrasi di wilayah tertentu
khususnya kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Begitu pula dengan wilayah
penyangga ibu kota salah satunya yaitu Kota Bogor.
Kota Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki
pertumbuhan ritel modern yang pesat. Pertumbuhan ritel modern di Kota Bogor
semakin tahun semakin meningkat khususnya pusat perbelanjaan modern dan
supermarket. Selama kurun waktu delapan tahun pusat perbelanjaan modern dan
supermarket di Kota Bogor meningkat hingga 100 persen di mana pada tahun
2005 terdapat 12 unit sedangkan pada tahun 2013 tercatat 24 unit. Namun, jumlah
pasar tradisional di Kota Bogor cenderung tetap yaitu hanya berjumlah total
delapan pasar tradisional saja yang aktif beroperasi hingga saat ini. Adanya
ketimpangan jumlah antara ritel modern dan pasar tradisional ini mengindikasi
adanya pengaruh yang dirasakan pedagang di pasar tradisional mengingat
persaingan antara keduanya semakin ketat. Inilah yang kemudian menjadi salah
satu alasan penelitian ini dilakukan di Kota Bogor.

2
Oleh karena itu, judul Dampak Ritel Modern Terhadap Omzet Pedagang
Pasar Tradisional di Kota Bogor dipilih untuk mengkaji berbagai pengaruh yang
diberikan ritel modern terhadap pedagang di pasar tradisional khususnya pada
pedagang tiga komoditi pilihan yaitu pedagang produk segar, produk olahan, dan
sandang pilihan (tas, sepatu, dan pakaian). Komoditi ini dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa ketiga komoditi mampu merepresentasikan kinerja pasar
tradisional secara dominan.

Perumusan Masalah
Laju pertumbuhan ritel modern yang semakin pesat memberikan pengaruh
positif dan negatif. Pengaruh positif yang diberikan salah satunya adalah
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan memberikan fasilitas yang
mendukung bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Adapun
pengaruh negatif dari bertambahnya ritel modern salah satunya terdapat
pergeseran preferensi berbelanja masyarakat dari pasar tradisional ke ritel modern
bahkan cenderung meninggalkan pasar tradisional.
Oleh karena itu, pertumbuhan ritel modern dianggap menyudutkan
keberadaan pasar tradisional. Hal ini terbukti dengan jumlah pasar tradisional
yang setiap tahun terus menurun. Pasar tradisional memiliki perbedaan
karakteristik dengan ritel modern yang menjadi kelemahan dari pasar tradisional
itu sendiri, mulai dari fisik gedung, infrastruktur, pengelolaan, interaksi hingga
attitude pedagang. Fisik gedung pada ritel modern cenderung eksklusif jauh
dibanding pasar tradisional yang inklusif, bahkan beberapa diantaranya cenderung
tak layak ditempati, kumuh, dan tidak tertata. Untuk infrastruktur pada ritel
modern jauh dibanding pasar tradisional yang sangat terbatas di mana pada ritel
modern terdapat fasilitas yang lengkap mulai dari AC, eskalator, elevator, parkir,
information desk, cleaning service, security, dan lain sebagainya. Pola
pengelolaan di antara keduanya juga memiliki perbedaan, pada ritel modern
pengelolaan secara informatif, namun pada pasar tradisional pengelolaan oleh
Pemda atau konvensional. Secara interaksi dan attitude pedagang ritel modern
jauh lebih unggul dari pasar tradisional. Pada ritel modern interaksi dan attitude
pedagang dapat dikategorikan well-educated sedangkan pada pasar tradisional
interaksi di dalamnya bersifat informatif dan bargaining dan attitude pedagang
cenderung less-educated (Halim dan Ismaeni 2007).
Jumlah pasar tradisional di Indonesia saat ini yang mencapai lebih dari 13
450 unit. Jumlah tersebut mampu menampung lebih dari 12 625 000 pedagang
(Malano 2011). Pasar tradisional merupakan salah satu dari tiga pilar utama
ekonomi rakyat setelah koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Sebagian besar rakyat dengan ekonomi menengah ke bawah memiliki
kebergantungan hidup terhadap pasar tradisional. Kondisi demikian menuntut
pasar tradisional untuk mampu bersaing dengan ritel modern yang
pertumbuhannya semakin pesat untuk menyelamatkan kesejahteraan ekonomi
rakyat.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan ritel modern berdampak
terhadap pedagang di pasar tradisional. Penelitian Kusyuniarti (2012)
menunjukkan bahwa semakin dekat jarak pasar tradisional terhadap minimarket

3
maka akan mampu menyebabkan perubahan omzet pedagang yang semakin besar.
Adapun penelitian lain yaitu Suryadarma, et al (2007) menunjukkan terjadi
kelesuan pada pedagang pasar tradisional, namun kelesuan bukan diakibatkan
oleh supermarket melainkan oleh adanya persaingan dengan pedagang lain di
dalam pasar. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha melengkapi penelitian
sebelumnya berkaitan dengan dampak ritel modern terhadap pedagang di pasar
tradisional dengan tiga komoditi yaitu produk segar, produk olahan, dan sandang
pilihan:
1. Bagaimana karakteristik pedagang pasar tradisional di Kota Bogor ?
2. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang pasar tradisional di Kota
Bogor?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perubahan omzet pedagang
pasar tradisional di Kota Bogor?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu :
1. Menganalisis karakteristik pedagang pasar tradisional di Kota Bogor.
2. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang pasar tradisional di Kota
Bogor.
3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perubahan omzet
pedagang pasar tradisional di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
1. Bahan pertimbangan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai
pembuat kebijakan atau pengambil keputusan agar dapat membuat atau
menetapkan kebijaksanaan yang lebih tepat dan berimbang untuk sektor
pembangunan pasar modern di Kota Bogor pada khususnya.
2. Salah satu bahan rujukan bagi penelitian lainnya mengenai sektor ritel
pada umumnya serta pasar tradisional dan pasar modern pada khususnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis dampak keberadaan
ritel modern terhadap omzet pedagang pasar tradisional di Kota Bogor selama
kurun waktu tahun 2006-2013. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan
memilih dua pasar penelitian yaitu Pasar Baru Bogor dan Pasar Gunung Batu.
Responden pada Pasar Baru Bogor berjumlah 40 pedagang yang terdiri dari 14
pedagang sandang pilihan, 13 pedagang produk segar, 13 pedagang produk olahan.
Responden pada Pasar Gunung Batu berjumlah 30 pedagang yang terdiri dari
masing-masing 10 pedagang untuk tiga komoditi yaitu pedagang sandang pilihan,
produk segar, dan produk olahan.

4
TINJAUAN PUSTAKA
Pasar : Tradisional dan Modern
Menurut Perpres Nomor 112 Tahun 2007, pasar adalah area tempat jual
beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
sebutan lainnya. Dalam pengertian sederhana, pasar adalah tempat bertemunya
pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa.
Menurut ilmu ekonomi, pengertian pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan
tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli.
Transaksi adalah kesepakatan dalam kegiatan jual-beli. Syarat terjadinya
transaksi adalah ada barang yang diperjualbelikan, ada pedagang, ada pembeli,
ada kesepakatan harga barang, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Para
konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk
membayar harganya. Faktor-faktor yang menunjang terjadinya pasar, yakni
keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam pembelian.

Pasar Tradisional
Definisi pasar tradisional menurut Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun
2007, “Pasar Tradisional” adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan
Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh peritel kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar.
Menurut Basri, et al (2012) sistem pasar tradisional terbangun atas
beberapa subsistem yang saling berinteraksi dan interdependen (saling
memengaruhi), yaitu subsistem pengelola pasar, pegawai, pedagang, pekerja,
pembeli, pemasok, dan produsen.
1. Pengelola Pasar
Pengelola pasar merupakan perusahaan daerah atau swasta yang
membangun infrastruktur pasar, menyediakan fasilitas (sarana dan prasarana),
mengatur dan mengelola segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh semua
subsistem yang ada di pasar tradisional. Pengelola pasar memiliki beberapa
pegawai yang setiap hari berkantor di pasar tersebut. Pengelola pasar membuat
kios-kios yang dapat disewa oleh para pedagang untuk menyimpan dan
memperjualbelikan barang dagangannya, serta pengelola pasar juga yang
menyediakan fasilitas umum lain yang dibutuhkan pedagang.
2. Pedagang
Mayoritas pedagang di pasar berdagang meneruskan usaha orangtua
mereka di tempat (pasar) yang sama dengan barang dagangan yang sama,
dengan pemasok dan pelanggan yang relatif sama. Pedagang yang memiliki
kios cukup besar atau barang dagangan cukup banyak biasanya memiliki
karyawan atau pekerja yang membantu kegiatan operasional sehari-hari.

5
Orang yang menjadi karyawan tersebut sebagian besar statusnya adalah
keluarga, saudara dekat, dan kerabat. Sebagian besar dari mereka memperoleh
pasokan barang dari pemasok atau agen dengan mempertimbangkan
kemudahan dan kepraktikkan, hanya sebagian kecil dari mereka yang
memperoleh pasokan langsung dari produsen.
3. Pemasok
Sebagian besar pemasok yang ada di pasar adalah agen atau perantara
yang mengambil barang dari produsen. Mereka setiap pekan secara rutin
memasok kepada para pedagang di pasar atau sesuai dengan permintaan
pedagang ketika persediaan habis atau ada permintaan tambahan. Dalam hal
pembayaran, para pedagang dapat membayar secara kontan atau kredit kepada
pemasok atau agen sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
4. Pembeli
Mayoritas pembeli yang datang ke pasar tradisional adalah masyarakat
yang tinggal di sekitar pasar pada tingkat kelurahan dan kecamatan. Secara
umum para pembeli terbagi menjadi dua kategori. Pertama yaitu pembeli yang
membeli barang untuk dikonsumsi sendiri. Misalnya ibu rumahtangga,
keluarga yang sedang menyelenggarakan acara hajatan (pernikahan, khitanan,
dan lain-lain). Kedua yaitu pembeli yang membeli barang untuk dijual
kembali dengan atau tanpa diolah.
Pasar Modern
Definisi pasar atau toko modern menurut Peraturan Presiden No. 112
Tahun 2007. “Pasar atau toko modern” adalah toko dengan sistem pelayanan
mandiri, menjual, berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket,
supermarket, department store, hypermarket, ataupun grosir yang berbentuk
perkulakan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun
2007, macam-macam pasar modern diantaranya:
1. Minimarket yaitu gerai yang menjual produk-produk eceran seperti ritel
kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang
minimarket kurang dari 400 m2.
2. Supermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk
makanan dan produk rumah tangga lainnya dengan luas antara 400 m2 sampai
dengan 5 000 m2.
3. Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk
makanan dan produk rumah tangga lainnya dengan luas di atas 5 000 m2.
4. Department Store menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk
sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis
kelamin dan tingkat usia konsumen dengan luas di atas 400 m2.
5. Perkulakan atau gudang rabat menjual produk dalam kuantitas besar kepada
pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian
bisnis dengan luas di atas 5 000 m2.

6
Teori Lokasi
Teori Lokasi adalah suatu ilmu yang mengkhususkan analisanya pada
penggunaan konsep space dalam analisa sosial-ekonomi. Teori lokasi seringkali
dikatakan sebagai pondasi dan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisa
ekonomi regional (Taringan 2007).
Menurut Sjafrizal tahun 2012, terdapat enam faktor ekonomi utama yang
memengaruhi pemilihan lokasi suatu kegiatan ekonomi dan sosial, yakni: 1)
Ongkos angkut; 2) Perbedaan antarwilayah; 3) Keuntungan aglomerasi; 4)
Konsentrasi Permintaan; 5) Kompetisi antarawilayah; 6) Harga sewa tanah. Teori
lokasi dapat dikelompokkan atas tiga bagian besar, yaitu:
1. Bid-Rent Theories, yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada kemampuan membayar sewa tanah
(bid-rent) yang berbeda dengan harga pasar sewa tanah (land-rent).
Berdasarkan hal ini, lokasi kegiatan ekonomi ditentukan oleh nilai bid-rent
yang tertinggi yang dapat dibayarkan oleh pengguna tanah. Kelompok teori
lokasi ini dipelopori oleh Von Thunen (1854).
2. Least Cost Theories, yaitu teori lokasi yang mendasarkan analisisnya pada
pemilihan lokasi kegiatan industri yang didasarkan pada prinsip biaya
minimum (least cost). Dalam hal ini, lokasi yang terbaik (optimal) adalah
pada tempat di mana biaya produksi dan ongkos angkut yang harus dibayar
adalah paling kecil. Bila hal ini dapat dicapai maka tingkat keuntungan
diperoleh perusahaan akan menjadi maksimum. Kelompok teori lokasi ini
dipelopori oleh Alfred Weber (1929).
3. Market Area Theories, yaitu kelompok teoi lokasi yang mendasarkan analisis
pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada prinsip luas pasar (market area)
terbesar yang dapat dikuasai perusahaan. Luas pasar yang dikuasai adalah
yang terbesar maka tingkat keuntungan perusahaan menjadi maksimuum dan
demikian pula sebaliknya. Kelompok teori lokasi ini dipelopori oleh August
Losch (1944).
Teori Lokasi Market Area
August Losch (1944) memelopori Teori Lokasi Market Area yang
mendasarkan analisis pemilihan lokasi optimal pada luas pasar yang dapat
dikuasai (Market Area) dan kompetisi antartempat (spatial competition).
Berdasarkan pada pandangan ini, sebuah perusahaan akan memilih suatu tempat
sebagai lokasi yang optimal berdasarkan pada kekuatan persaingan antartempat
dan luas pasar yang dapat dikuasainya. Oleh karena itu, akan terlihat bahwa
permintaan dan penawaran antartempat merupakan unsur penting dalam
menentukan lokasi optimal dari suatu kegiatan perusahaan.
Sepertin halnya dengan teori-teori yang terdapat dalam ilmu sosial, teori
lokasi market area juga mempunyai asumsi dasar tertentu yang melandasi
analisisnya. Pertama, konsumen tersebar secara relatif merata antartempat, artinya
teori ini cocok diberlakukan di daerah perkotaan di mana konsentrasi penduduk
dan industri relatif merata dibandingkan dengan daerah pedesaan atau pedalaman.
Kedua, produk homogen sehingga persaingan akan sangat ditentukan oleh harga

7
dan ongkos angkut. Ketiga, ongkos angkut per kesatuan jarak (ton per km) adalah
sama.

Penelitian Terdahulu
Suryadarma, et al (2007) dalam penelitian yang berjudul “Dampak
Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan
di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta mengukur dampak
supermarket pada pasar tradisional di daerah perkotaan di Indonesia dan
menganalisa bagaimana produktivitas kegiatan pasar tradisional pada beberapa
bidang tertentu. Metode yang digunakan yaitu difference-in-difference (DiD) dan
metode lainnya yaitu ekonometrik, serta secara kualitatif dengan menggunakan
metode wawancara mendalam. Pada penelusuran melalui metode kuantitatif
secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan dan
keuntungan, tetapi terdapat dampak signifikan supermarket pada jumlah pegawai
pasar tradisional. Adapun temuan lain yang menunjukkan bahwa terdapat
kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan hal tersebut berasal dari
masalah internal pada pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada
supermarket.
Hadiwiyono (2011) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja Pasar
Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor”, menemukan bahwa
penyelengaraan pasar tradisional di Kota Bogor dilakukan oleh pemerintah
maupun kerjasama dengan pihak swasta, sistem tata kelola pedagang yang
cenderung stagnan. Secara umum kondisi pedagang di kedua pasar umumnya
mengandalkan penjualan harian ke pelanggan non rumah tangga secara grosir,
sistem pemasok menggunakan agen dengan pembayaran tunai, modal dari
pedagang sendiri dan strategi klaim kualitas dan sikap baik sebagai cara
mendapatkan konsumen. Sebanyak 67 persen responden mengalami penurunan
omzet dan keuntungan harian, yang diikuti oleh penurunan jumlah pembeli harian
dan penurunan jam aktif transaksi pasar menjadi indikasi kelesuan pasar
tradisional. Masalah buruknya infrastruktur, fluktuasi harga, persaingan tidak
sehat, dan permasalahan struktural juga menjadi penyebab kelesuan pasar
tradisional. Bertambahnya ritel modern di Kota Bogor diklaim pedagang Pasar
Tradisional belum berpengaruh terhadap pergerakan omzet karena masih jelasnya
segmentasi pasar. Persaingan tidak sehat justru terjadi antara pedagang Pasar Baru
Bogor dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini dilakukan dengan deskriptif kualitatif.
Roe et al (2005) dalam penelitian yang berjudul ”The Rapid Expansion of
Modern Retail Food Marketing in Emerging Market Economies: Implication to
Foreign Trade and Structural Change in Agriculture” ditemukan bahwa terdapat
ekspansi supermaket dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat urbanisasi,
infrastruktur, dan kebijakan yang mengijinkan ekspansi supermarket di negara
berkembang. Temuan lain menunjukkan bagaimana capital deepening dimasa
transisi pertumbuhan ekonomi, dapat mendorong ekspansi supermarket tanpa
mempermasalahkan skala ekonomi atau persaingan tidak sempurna, serta
bagaimana ekspansi dapat terjadi walaupun kontribusi total pengeluaran rumah
tangga untuk pangan sedang menurun. Hasil dari penelitian ini menunjukan

8
kontribusi pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan menurun dari sekitar 34
persen menjadi 26 persen dan pengeluaran untuk barang ekonomi lainnya
meningkat dari 66 persen menjadi 74 persen.
Kusyuniarti (2012) dalam penelitian yang berjudul “Dampak Pendirian
Minimarket terhadap Perubahan Omzet Pedagang Eceran Tradisional dan Tingkat
Pengeluaran Masyarakat”. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor,
Kecamatan Dramaga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan
omzet pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran antara sebelum dan
sesudah pendirian minimarket dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan omzet usaha pedagang eceran tradisional dan tingkat pengeluaran
masyarakat akibat pendirian minimarket. Metode yang digunakan pada penelitian
ini yaitu ordinal logistic regression. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang eceran akibat
pendirian minimarket adalah jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional
dengan minimarket dan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
responden maka peluang perubahan omzet usaha responden akan semakin besar.
Semakin jauh jarak antara lokasi usaha pedagang eceran tradisional dengan
minimarket maka perubahan omzet usaha responden akan semakin kecil.
Hipotesis
Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisis
dampak ritel modern terhadap pedagang pasar tradisional di Kota Bogor, yaitu:
1. Terdapat perbedaan rata-rata antara omzet maupun keuntungan sebelum
dan sesudah adanya ritel modern pada pedagang di pasar tradisional.
2. Terdapat jumlah pembeli, tingkat pendidikan, jarak pasar tradisional ke
ritel modern, diversifikasi produk, komoditi utama produk segar, komoditi
utama produk olahan berdampak positif terhadap omzet pedagang pasar
tradisional.
3. Semakin jauh jarak pasar tradisional dengan ritel modern maka peluang
untuk meningkatkan omzet akan lebih besar dibandingkan pasar
tradisional yang dekat dengan ritel modern.
Kerangka Pemikiran
Keberadaan ritel modern pada awalnya memiliki segmentasi pembeli utama
yaitu masyarakat ekonomi menengah ke atas. Keberadaan ritel modern mampu
menggeser preferensi berbelanja masyarakat dari pasar tradisional ke ritel modern,
hal ini dikarenakan ritel modern yang semakin mampu memberikan pelayanan
terbaik dan memuaskan bagi semua kalangan masyarakat.
Pergeseran preferensi masyarakat dalam berbelanja tidak dapat
menyudutkan hanya karena ritel modern yang terus bertambah pesat, namun
terdapat faktor dari pasar tradisional itu sendiri. Pasar tradisional cenderung
memiliki fasilitas yang terbatas dan kurang ada pembaharuan dari pihak pengelola
terkait fasilitas didalamnya, pengelolaan yang tidak baik dan kurang maksimal,
serta faktor lainnya dari segi lokasi dan manajemen penataan pedagang

9
menyebabkan adanya pelayanan yang dianggap tidak optimal terhadap
pengunjung.
Pasar tradisional merupakan salah satu dari tiga pilar penyokong ekonomi
rakyat setelah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi, di mana
pasar tradisional merupakan pilar terbesar yang menjadi tulang punggung dari
ekonomi rakyat. Keberadaan pasar tradisional mampu mengurangi jumlah
pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka penting adanya
menjaga keberadaan pasar tradisional agar tetap berperan aktif dalam
perekonomian rakyat. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran kritis untuk
merekomendasikan kebijakan yang tepat bagi pasar tradisional dan ritel modern
yang mampu menghasilkan kebijakan yang seimbang, saling menguntungkan dan
berkesinambungan. Gambar 1 mampu menjelaskan kerangka pemikiran penelitian
ini.
Perkembangan Sektor Rill

Kondisi Umum Pasar
Tradisional

Kondisi Umum Ritel
Modern

Persaingan Industri Ritel

Berpengaruh Terhadap Pedagang
di Pasar Tradisional

Karakteristik Pedagang
Pasar Tradisional di
Kota Bogor

Persaingan dan Kinerja Usaha
Pedagang Pasar Tradisional di
Kota Bogor

Rekomendasi Kebijakan yang
Tepat dan Seimbang Bagi Pasar
Tradisional dan Ritel Modern
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Faktor – Faktor
Penyebab Penurunan
Omzet

10
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengambil studi kasus di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat. Hal
ini berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Bogor termasuk wilayah yang memiliki
pertumbuhan ritel modern sangat cepat, ditandai semakin banyaknya ritel modern
di Kota Bogor sedangkan jumlah pasar tradisional yang cenderung tetap. Lokasi
ritel modern di Kota Bogor tersebut juga tidak jauh dari pasar tradisional.
Pertimbangan lainnya yaitu bahwa sektor ritel baik modern dan tradisional
memberikan kontribusi terhadap pendapatan Kota Bogor, sehingga pengawasan,
pengkontrolan, serta pengelolaan diantara keduanya harus berjalan seimbang dan
tidak merugikan sebelah pihak. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan Mei 2014.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data primer dan
sekunder. Data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara metode
wawancara terhadap pedagang–pedagang di pasar tradisional yang telah
ditentukan sebelumnya sesuai kriteria. Adapun data sekunder yang digunakan
pada penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Badan Penanggung Jawab
Perizinan Terpadu–Penanaman Modal (BPPT-PM) Kota Bogor, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, PD Pakuan Jaya Bogor. Data primer
yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner terhadap pedagang digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan omzet serta
melihat karakteristik dari pedagang juga meninjau kinerja dan persaingan yang
terjadi di Pasar. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer, adapun
sumber data penunjang lainnya yaitu skripsi, jurnal, disertasi, internet, dan buku
serta sumber-sumber lainnya. Data yang digunakan data cross section pada tahun
2006 dan 2013.

Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian ini sampling dipilih secara sengaja (purposive sampling)
dengan adanya kriteria khusus sebagai acuan. Penentuan sampling dilakukan
dengan beberapa tahap, hingga terpilih pasar penelitian. Diawali dengan mendata
pasar tradisional yang terdapat di Kota Bogor dengan melihat status kepemilikan
yang bertujuan untuk memudahkan peneliti saat mencari data lengkap terkait
pasar tradisional. Kemudian melihat ketersediaan pedagang yang menjual tiga
komoditi yang termasuk di dalamnya pedagang produk segar, produk olahan, dan
sandang pilihan (tas, sepatu dan pakaian). Karakteristik dari responden memiliki
kriteria yang telah ditentukan yaitu pedagang sudah berdagang minimal delapan
tahun di pasar tradisional dan pedagang menjual komoditi produk segar, produk
olahan, dan sandang pilihan. Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 70
responden yang diambil dari dua pasar tradisional, 40 responden dari Pasar Baru

11
Bogor yang terdiri dari 14 pedagang sandang pilihan, 13 pedagang produk segar,
dan 13 pedagang produk olahan serta 30 responden lainnya dari Pasar Gunung
Batu yang terdiri dari 10 pedagang sandang pilihan, 10 pedagang produk segar,
dan 10 pedagang produk olahan. Tahap pemilihan pasar tradisional yang
ditetapkan sebagai pasar penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini
Tabel 1 Data Pasar Tradisional di Kota Bogor Berdasarkan Status Kepemilikan
Status Milik
Nama Pasar
Pemda
Swasta
Pasar Kebon Kembang

Pasar Baru Bogor

Pasar Jambu Dua

Pasar Merdeka

Pasar Sukasari

Pasar Induk Kemang

Pasar Gunung Batu

Pasar Devris

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2014

Berdasarkan data Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pasar tradisional di
Kota Bogor hingga saat ini yaitu berjumlah delapan unit pasar. Pada akhir tahun
2013 di Kota Bogor terdapat tujuh unit pasar, namun pada awal tahun 2014 ini
terdapat satu unit pasar yang baru saja beroperasi, yaitu Pasar Devris. Pada
penelitian ini pasar dipilih berdasarkan keberadaan pedagang yang menjual tiga
komoditi utama yaitu produk segar, produk olahan, dan sandang pilihan yaitu
pakaian, sepatu, dan tas.
Tabel 2 Data Pasar Tradisional di Kota Bogor dan Komoditi yang Tersedia
Komoditi
Nama Pasar
Produk segar Produk olahan Sandang pilihan
Pasar Kebon Kembang
Pasar Baru Bogor
Pasar Jambu Dua
Pasar Merdeka
Pasar Sukasari
Pasar Induk Kemang
Pasar Gunung Batu
Pasar Devris





















-

Sumber : Pusat PD Pakuan Jaya, 2014

Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat tiga unit
pasar yang memenuhi kriteria utama dari lokasi penelitian ini yaitu Pasar Kebon
Kembang, Pasar Baru Bogor, dan Pasar Gunung Batu. Namun pada Pasar Kebon
Kembang terdapat beberapa ritel modern yang lokasinya hampir mengelilingi

12
Pasar Kebon Kembang di mana persaingan di dalam pasar sudah dianggap
tereduksi oleh beberapa pihak pengelola pasar. Berdasarkan kriteria serta
pertimbangan yang telah dilakukan maka terpilih dua pasar yang menjadi lokasi
penelitian ini yaitu Pasar Gunung Batu dan Pasar Baru Bogor sebagai pasar
penelitian. Pemilihan lokasi penelitian memiliki beberapa kriteria. Di mana
kriteria tersebut yaitu pasar berlokasi di daerah yang sama, pasar minimal sudah
beroperasi delapan tahun terakhir, pasar belum mengalami revitalisasi, serta
terdapat ritel modern pada radius maksimal lima kilometer dari pasar tradisional
tersebut, ritel modern disini termasuk didalamnya supermarket, department store,
toserba dan pusat perbelanjaan modern.
Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis
deskriptif dan statistik inferensia.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik, sifat
persaingan dan kinerja pedagang. Deskriptif dari karakteristik responden dilihat
melalui beberapa variabel yaitu umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah
pembeli, jumlah kios. Adapun variabel lainnya seperti jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status tempat usaha, letak kios dan segmen pembeli, di mana semua
variabel ditampilkan dalam bentuk tabel. Untuk melihat karakteristik pedagang
pasar tradisional di Kota Bogor.
Analisis deskriptif juga digunakan untuk menampilkan deskriptif dari sifat
persaingan dan kinerja pedagang pasar tradisional di Kota Bogor melalui variabel
omzet dan keuntungan tahun 2006 dan 2013 yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
Terdapat uji t-statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Paired sample ttest. Paired sample t-test atau uji t sampel berpasangan merupakan uji parametrik
yang digunakan untuk menguji hipotesis sama atau tidak berbeda (Ho) diantara
dua variabel. Pada uji ini data berasal dari dua pengukuran atau dua periode
pengamatan yang berbeda yang diambil subjek yang dipasangkan.
Paired sample t-test digunakan untuk melihat sifat kinerja pedagang
melalui variabel omzet dan keuntungan yang dihitung dengan membandingkan
dua titik waktu yang berbeda yaitu omzet dan keuntungan pada tahun 2006
sebelum ritel modern bertambah pesat dan pada tahun 2013 setelah ritel modern
bertambah dengan pesat.
Analisis Statistik Inferensia
Analisis statistik inferensia digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi perubahan omzet pedagang dengan variabel ukuran kios, lama
berdagang, jumlah pembeli, pendidikan, dummy jarak, dummy diversifikasi
produk, dummy komoditi utama produk segar dan dummy komoditi utama produk
olahan. Metode analisis yang digunakan yaitu Ordinal Regression yang
merupakan analisis regresi di mana variabel terikatnya menggunakan skala ordinal,
yakni skala ranking di mana kode yang diberikan memberikan urutan tertentu
pada data, tetapi tidak menunjukkan selisih yang sama dan tidak ada nol mutlak.

13
Pada penelitian ini jenis model logit yang digunakan yaitu regresi logit
ordinal yang merupakan analisis regresi di mana variabel terikatnya menggunakan
skala ordinal. Adapun variabel bebas yang digunakan merupakan covariate (jika
menggunakan skala interval atau rasio) atau bisa merupakan factor (jika
menggunakan skala nominal atau ordinal).
Model logit dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang. Penelitian ini
menggunakan peubah respon keuntungan berupa tiga kategorik yang sifatnya
berurutan. Persamaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 +β5D1 + β6D2 + β7D3 + β8D4 + e
Keterangan :
Y

=

β0
β1
X1
X2
X3
X4
X5

=
=
=
=
=
=
=

X6

=

X7

=

X8

=

Omzet (rupiah) (nilai “3” jika omzet lebih dari Rp
5 000 000, nilai “2” jika omzet Rp 1 000 000 – Rp
5 000 000, nilai “1” jika omzet kurang dari Rp 1 000 0000)
Intersep
Koefisien regresi
Ukuran kios (m2)
Lama berdagang (tahun)
Jumlah pembeli (orang)
Pendidikan (tahun)
Dummy jarak (m) (nilai “1” jika kurang dari satu km
terhadap ritel modern dan “0” lebih dari satu km terhadap
ritel modern)
Dummy diversifikasi produk (jenis) (nilai “1” jika menjual
lebih dari satu jenis produk, nilai “0” jika menjual satu
jenis produk)
Dummy komoditi utama 1 (nilai “1” jika menjual produk
segar, nilai “0” jika menjual lainnya (produk sandang
pilihan))
Dummy komoditi utama 2 (nilai “1” jika menjual produk
olahan, nilai “0” jika menjual produk lainnya (produk
sandang pilihan))

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah variabel dependen,
yaitu perubahan omzet pedagang sebelum dan sesudah ada ritel modern.
Sedangkan variabel independen yaitu karakteristik pedagang.
Pada penelitian ini jenis model logit yang digunakan yaitu logit ordinal
yang merupakan analisis regresi di mana variabel terikatnya menggunakan skala
ordinal. Sedangkan variabel bebasnya bisa merupakan Covariate (jika
menggunakan skala interval atau rasio) atau bisa merupakan Factor (jika
menggunakan skala nominal atau ordinal).

14
GAMBARAN UMUM
Ritel Modern di Kota Bogor
Tercatat pada tahun 2013 terdapat 24 unit Pusat Perbelanjaan Modern di
Kota Bogor yaitu diantaranya Pangrango Plaza, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade
Mall, Botani Square, Pusat Grosir Bogor, ADA Swalayan, Plaza Jambu dua, Plaza
Jembatan Merah, Shangrilla Plaza, Dewi Sartika, Plaza Bogor, dan Plaza Bogor
indah dan lain-lain. Peningkatan jumlah ritel modern di Kota Bogor dalam kurun
waktu delapan tahun terakhir sangat pesat. Tahun 2005 tercatat jumlah
supermarket, department store, toserba, pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor
sejumlah 12 unit belum termasuk minimarket, namun pada tahun 2013 tercatat
ritel modern belum termasuk minimarket di Kota Bogor yaitu sejumlah 24 unit.
Artinya terdapat kenaikkan jumlah ritel modern sebesar 100 persen selama
delapan tahun terakhir. Perkembangan pasar modern ini tentu memberikan
dampak baik positif sampai negatif terhadap beberapa pihak, khususnya pedagang
di pasar tradisional.
Tabel 3 Data Ritel Modern di Kota Bogor Berdasarkan Status Kepemilikan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Nama Ritel Modern

Status Milik
Pemda
Swasta

Pusat Grosir Bogor (PGB)
Dewi Sartika Plaza
Yogya Dept. Store
Plaza Jambu Dua
Bogor Trade Mall (BTM)
Ekalokasari Plaza
Bogor Plaza
Botani Square
Bogor Junctions
Giant
Giant
Plaza Jembatan Merah
Giant
ADA Swalayan
Matahari Dept. Store
Mawar Swalayan
Naga Swalayan
Pakally Supermarket
PT. Ngesti Jaya Abadi
GRAND Swalayan
PT. Jaradi Perkasa
Lottemart
Bogor Square
Farmer Market

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2013


























15
Pasar Tradisional di Kota Bogor
Sejak tahun 2010 pemerintahan Kota Bogor memiliki satu Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) yang baru yaitu PD Pakuan Jaya sebagai unit pengelola
khusus pasar tradisional di Kota Bogor. PD Pakuan Jaya memiliki wewenang
dalam pengelolaan pasar tradisional sebanyak tujuh unit yaitu Pasar Baru Bogor,
Pasar Kebon Kembang, Pasar Gunung Batu, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar
Jambu Dua. Adapun Pasar Induk Kemang yang kepemilikan dan pengelolaannya
masih dipegang oleh pihak swasta. Selama masa transisi dari tim pengelola pasar
sebelumnya ke PD Pakuan Jaya terdapat beberapa perubahan aturan yang
diberikan kepada pedagang, demi kemajuan pasar tradisional.
Tabel 4 Data Pasar Tradisional di Kota Bogor Berdasarkan Luas dan Jumlah
Kios, Los, dan Pedagang
Luas (m2)
No

Nama Pasar

Tanah Bangunan

Jumlah
Kios&
Los(unit)

Pedagang
(orang)

1

Pasar Kebon Kembang

9 665

15 650

2 135

1 117

2

Pasar Baru Bogor

14 687

29 436

1 970

1 260

3

Pasar Jambu Dua

6 124

5 242

720

232

4

Pasar Merdeka

5 985

12 795

583

384

5

Pasar Sukasari

5 450

4 702

233

58

6

PasarIndukKemang

-

-

-

-

7
8

Pasar Gunung Batu
Pasar Devris

2 495
400

615
160

203
-

140
-

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2013

Profil Pasar Baru Bogor (Pasar Penelitian)
Pasar Baru Bogor mmerupakan salah satu pasar yang terbesar di Kota
Bogor, Pasar Baru Bogor dibagi menjadi dua yaitu Pasar Tradisional yang
dikelola oleh PD Pakuan Jaya dan Ritel Modern yang dikelola oleh Bina Citra,
hampir semua jenis komoditi terdapat di Pasar Baru Bogor dengan kultur
pedagang yang bervariatif (Tiong Hoa, Sunda, Padang dsb).
Lokasi Pasar Baru Bogor yaitu di Jalan Suryakencana No. 03 Bogor
Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Luas tanah yaitu 14 687 m2
dengan batas tanah utara yaitu jalan otista, selatan jalan suryakencana, barat jalan
roda, dan timur jalan pasar. Peizininan bangunan dari Pasar Baru Bogor yaitu
seluas 21 536 m2 di mana lantai dasar seluas 4 536 m2, lantai I seluas 5 004 m2,
dan lantai II seluas 4 580 m2.
Terkait IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Pasar Baru Bogor memiliki
perizinan bangunan dari tahun 1987, adapun tahun pembangunan yaitu pada tahun

16
1991. Pada Pasar Baru Bogor terdapat satu buah mesjid, empat buah toilet atau
MCK, dan satu buah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) sedangkan areal parkir
berjumlah lima buah dengan kapasitas 200 unit. Pasar Baru Bogor beroperasi
sehari – hari dari pukul 05.00 pagi sampai pukul 18.00 WIB.
Pasar Gunung Batu (Pasar Penelitian)
Pasar Gunung Batu merupakan salah satu pasar tradisional yang dikelola PD
Pakuan Jaya. Pasar Gunung Batu terletak di Jalan Gunung Batu, Ciomas dengan
luas tanah 2 495 m2 dan luas bangunan 615 m2. Terdapat 203 unit kios dan los
yang ada pada Pasar Gunung Batu dengan total 140 pedagang yang aktif
berdagang di pasar ini.
Pasar Gunung Batu dapat terbilang lengkap dari segi ketersediaan komoditi,
namun lokasi Pasar Gunung Batu yang cenderung kecil mengakibatkan jumlah
pedagang yang terdapat di dalam pasar hanya sedikit dibanding pasar lainnya di
Kota Bogor. Adapun Pasar Gunung Batu berada di lokasi yang cenderung
dikelilingi perumahan warga sehingga segmen pembeli Pasar Gunung Batu
didominasi oleh rumah tangga. Kultur pedagang di Pasar Gunung Batu
didominasi oleh Padang dan Sunda, terkecuali pada toko elektronik dan toko emas
yang dipegang oleh kultur Tiong Hoa. Tabel 5 menunjukkan proporsi pedagang
dengan berbagai komoditi yang menjadi responden pada penelitian ini. Adapun
pada penelitian ini terdapat 14.6 persen pedagang yang menjual komoditi utama
yaitu pakaian.
Tabel 5 Komoditi Utama yang Dijual dan Proporsi Pedagang Pasar Tradisional
di Kota Bogor (%)
Proporsi Pedagang di Pasar
Komoditi
Tradisional
Pakaian
14.60
Minyak
8.50
Bahan Minuman
8.50
Kacang – kacangan
8.50
Bumbu – bumbuan
7.30
Daging (sapi, kambing)
7.30
Buah - buahan
6.10
Telur & Susu
6.10
Kue dan bahan kue
4.90
Beras
3.70
Sayur – sayuran
2.40
Sepatu
2.40
Umbi – umbian
1.20
Ayam
1.20
Ikan
1.20
Tas
1.20
Total
100.00
Sumber : Data Primer, 2014

17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor
Pada Tabel 6 menjelaskan karakteristik pedagang di pasar tradisional Kota
Bogor, di mana pada karakteristik usia tercatat bahwa rata-rata pedagang di pasar
tradisional Kota Bogor berusia 42 tahun dengan usia terendah pedagang adalah 22
tahun dan tertinggi 64 tahun. Adapun rata-rata lama berdagang dari pedagang
yaitu 17 tahun dengan lama berdagang terendah adalah sembilan tahun dan
tertinggi selama 37 tahun, ini menandakan bahwa hampir seluruh pedagang
menjadikan berdagang di pasar tradisional sebagai pekerjaan utamanya selama
lebih dari 10 tahun terakhir. Tercatat juga bahwa rata-rata ukuran kios responden
yaitu sekitar 8 m2 dengan masing-masing rata-rata memiliki satu unit kios.
Karakteristik dilihat dari jumlah pembeli, per harinya rata-rata satu orang
pedagang memiliki 27 orang pembeli, di mana segmen pembeli pada masingmasing pedagang berbeda.
Tabel 6 Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor
Nilai
Nilai
Variabel
Mean
Minimum Maksimum
Umur (tahun)
Lama berdagang (tahun)
Ukuran kios (m2)
Jumlah kios (unit)
Jumlah pembeli (orang per hari)

Std.Dev

42.10
17.40

22
9

64
37

9.40
7.60

8.60

3

48

7.30

1.00
27.90

1
5

2
60

0.20
13.50

Keterangan : * n= 70
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 7 menunjukkan bagaimana segmen pembeli di pasar tradisional
Kota Bogor. Tercatat bahwa segmen pembeli terbanyak yaitu berasal dari rumah
tangga dengan presentase 53.4 persen dari keseluruhan responden. Segmen
pembeli yang berasal dari warung sebesar 16.7 persen, pedagang keliling sebesar
16.5 persen dan hanya sebesar 14.7 persen segmen pembeli di pasar tradisional
yang berasal dari restoran. Responden menyatakan bahwa keberadaan segmen
rumah tangga sangat membantu pada keberlangsungan usaha mereka walau
pembelian hanya dalam jumlah kecil namun frekuensinya sering dan cenderung
menjadi pembeli langganan.
Tabel 7 Karakteristik Segmen Pembeli Utama Pedagang Pasar Tradisional di Kota
Bogor (%)
Variabel
Jenis
Mean
Std.Dev
Segmen Pembeli
Utama

Rumah Tangga
Warung
Pedagang Keliling
Restoran

Keterangan:*n=70
Sumber : Data Primer, 2014

53.40
16.70
16.50
14.70

30.20
23.40
22.60
25.10

18
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebesar 68.6 persen pedagang di pasar
tradisional Kota Bogor berjenis kelamin laki-laki sedangkan 31.4 persen sisanya
merupakan perempuan. Adapun hampir setengah dari keseluruhan responden
yaitu sebesar 52.9 persen pedagang merupakan lulusan dari SMA dan hanya 12.9
persen pedagang yang melanjutkan pendidikan hingga akademi atau universitas.
Karakteristik status tempat usaha pedagang terbagi menjadi dua yaitu milik
sendiri dan sewa. Di mana pada penelitian ini sebesa