EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KLINIK MODEL BEDSIDE TEACHING TERHADAP PENINGKATAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HELSY DESVITASARI 20141050002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2016


(2)

i

PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HELSY DESVITASARI 20141050002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2016


(3)

(4)

(5)

iv Nama : Helsy Desvitasari

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Lumpatan (MUBA), 06 Desember 1990 N.I.M : 20141050002

Prodi : Magister Keperawatan (Konsentrasi Nursing Education) Alamat : Jl. Gotong Royong No. 3987 B, RT 053, RW 009 Kelurahan

Demang Lebar Daun Palembang 30137.

Riwayat Pendidikan :

 Tahun 1996 - 2001 : SD Negeri 153 Palembang  Tahun 2001 - 2004 : SMP TRI DHARMA Palembang  Tahun 2004 - 2007 : SMA Negeri 02 Palembang

 Tahun 2007 - 2011 : Prodi PSIK STIK Siti Khadijah Palembang  Tahun 2011 - 2013 : Prodi Ners STIK Siti Khadijah Palembang  Tahun 2014 - Sekarang : Prodi Magister Keperawatan Universitas


(6)

v

Sebuah karya sederhana dalam menggapai cita dan asa, tak akan berarti tanpa kehadiran mereka. Penilis persembahkan karya ini untu yang tercinta :

Rabbi q

Alhamdulillah, puji syukur setinggi – tingginya untukMu wahai rabbi q Engkau selalu mengasihi, menyayangi, dan memberikan petunjuk dan pertolongan kepada

hamba.

Mama & Papa

Yang senantiasa mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, perhatian, motivasi

tiada henti kepada ananda. Terimakasih untuk semuanya yang tiada mampu penulis sebutkan, semoga Allah senantiasa menyayangi kalian mapa.

My Big Brother, My sister, My Young Brother & Ahun Adik-adikku tersayang Machda Alam, Fitria Toyiba, dan Oktaviansyah,

terimakasih ya de katas do’a, support, kebahagiaan yang selalu menghiasi

keseharian penulis. Begitu juga dengan Ahun thanks a lot untuk do’a dan supportnya.

Sahabat – sahabat ku

Mba iphe, mba pritta, mba dian, mba viantika, fitri, budi, mas son, jaka, doni, usman, mace, mba andri p, bu nutricia, bu ukhtul, mba indi, mba erni, bu sutik, bu

atik, bu anik, dan semua teman-teman M.Kep angkatan V terimakasih atas supportnya selama ini.

Almamater ku Semoga semakin mendunia


(7)

vi Assalammu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan Judul “Efektivitas Pembelajaran Klinik Model Bedside Teaching Terhadap Penigkatan Kognitif, Afektif Dan Psikomotorik Pada Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”. Peneliti menyadari bahwa tesis ini tidak akan mungkin terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Achmad Nurmandi selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Titih Huriah., M.Kep., Ns., Sp.Kep.K selaku Sekretaris Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono selaku pembimbing satu yang telah memberikan masukan, saran, dan support kepada peneliti untuk menyempurnakan tesis ini.

5. Ibu Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes selaku dosen pembimbing dua yang telah memberi masukan, saran dan support dalam penyempurnaan tesis ini. 6. Ibu dr. Nurhayati., M.Med.Ed selaku penguji yang telah memberi

masukan, saran dan support dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan tesis ini.

8. Kepala Bidang Keperawatan RSUD Kab. Temanggung, RSUD Tidar Magelang, RS Muhammadiyah Yogyakarta, dan RS Muhammadiyah


(8)

vii

9. Semua Preseptor yang terlibat dalam penelitian, yang telah banyak membantu peneliti dengan suka cita.

10. Rekan – rekan mahasiswa Magister Keperawatan Angkatan V yang yang telah banyak memberikaan masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat serta hidayahNya dan menjadikan ini sebagai amal jariyah kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada tesis ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan keperawatan serta bagi kita semua, Aamiin ya robbal alamiin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016


(9)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iii

IDENTITAS MAHASISWA ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

GLOSSARY ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Penelitian Terkait ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Landasan Teori ... 13

1. Belajar ... 13

2. Pembelajaran Klinik ... 14

a. Pembelajaran ... 14

b. Pendidikan Profesi Ners ... 15

c. Tempat Praktik Profesi ... 16

d. Metode Pembelajaran Klinik ... 17

1) Metode Experential ... 18

2) Metode Pemecahan Masalah ... 19

3) Metode Konferensi ... 20

4) Metode Observasi ... 21

5) Metode Multimedia ... 23

6) Metode Self Directed ... 24

7) Metode Preceptorship ... 25

8) Metode Berdside Teaching ... 27

3. Kognitif ... 34


(10)

ix

a. Definisi Afektif ... 36

b. Peranan-peranan Dalam Membentuk Afektif ... 38

c. Tingkatan Afektif ... 39

d. Cara Pengukuran ... 41

5. Psikomotorik ... 41

a. Definisi Psikomotorik ... 41

b. Tingkatan Psikomotorik ... 42

c. Cara Pengukuran ... 45

6. Kaitan Bedside Teaching Dengan Kogntif, Afektif dan Psikomotorik 47 B. Kerangka Teori ... 50

C. Kerangka Konsep ... 51

D. Hipotesis ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 53

A. Desain Penelitian ... 53

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 54

1. Populasi ... 54

2. Sampel ... 54

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

1. Lokasi ... 55

2. Waktu Penelitian ... 55

D. Variabel Penelitian ... 55

E. Definisi Operasional ... 56

F. Instrumen Penelitian ... 57

G. Uji Validitas dan Reliabilitias ... 59

1. Uji Validitas ... 59

2. Uji Reliabilitas ... 59

H. Cara Pengumpulan Data ... 61

I. Pengolahan dan Metode Analisis Data ... 66

1. Pengolahan Data ... 66

2. Metode Analisis Data ... 68

J. Etika Penelitian ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Hasil Penelitian ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Analisis Univariat ... 72

3. Analisis Bivariat ... 76

B. Pembahasan ... 82

C. Kelebihan Penelitian ... 90

D. Kelemahan Penelitian ... 91


(11)

x DAFTAR PUSTAKA


(12)

xi

Tabel 2.1 Tingkatan Pikomotorik ... 43

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 56

Tabel 3.2 Nilai Alpha ... 60

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ... 71

Tabel 4.2 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Kognitif ... 76

Tabel 4.3 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Afektif ... 76

Tabel 4.4 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Psikomotorik Pengkajian Luka ... 78

Tabel 4.5 Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Psikomotorik Perawatan Luka ... 79

Tabel 4.6 Perbedaan Tingkat Kognitif Kelompok Eksperimen dan Kontrol 80 Tabel 4.7 Perbedaan Tingkat Afektif Kelompok Eksperimen dan Kontrol 80 Tabel 4.8 Perbedaan Tingkat Psikomotorik Pengkajian Luka Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 81

Tabel 4.9 Perbedaan Tingkat Psikomotorik Perawatan Luka Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 81


(13)

xii

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 51 Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 53 Gambar 3.2 Alur Penelitian ... 65


(14)

xiii

Diagram 4.2 Distribusi Frekuensi Afektif ... 73 Diagram 4.3 Distribusi Frekuensi Psikomotorik Pengkajian Luka ... 74 Diagram 4.4 Distribusi Frekuensi Psikomotorik Perawatan Luka ... 75


(15)

xiv

AIPNI : Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia

HPEQ DIKTI : Health Professional Education Quality Direktorat Jendral Perguruan Tinggi

FKIK : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan MCQ : Multiple Choice Question

BST : Bedside teaching

RS : Rumah Sakit


(16)

xv Lampiran 1. SAP Bedside Teaching Lampiran 2. Modul

Lampiran 3. Kuesioner Lampiran 4. Surat Etik

Lampiran 5. Surat Pengantar Penelitian Dari Universitas Muhammadiyah Lampiran 6. Surat Balasan Dari Rumah Sakit


(17)

(18)

xvi MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Helsy Desvitasari

Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang : Pendidikan profesi ners merupakan pendidikan lanjutan yang harus ditempuh oleh mahasiswa sarjana keperawatan dimana proses pendidikan ini berperan penting dalam melatih sikap profesionalisme seorang perawat. Keberhasilan lulusan di ranah klinik turut pula dipengaruhi oleh teknik dan model pembelajaran yang diberikan salah satunya metode pembelajaran klinik model bedside teaching.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran klinik model bedside teahing dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa.

Metode Penelitian : Desain penelitian ini adalah Quasi experiment with control group design. Sampel penelitian berjumlah 80 mahasiswa keperawatan yang sedang melakukan praktik klinik di stase keperawatan dewasa mereka dibagi dalam 2 kelompok yaitu 42 orang kelompok eksperimen dan 38 orang kelompok kontrol. Penentuan sampel untuk masing-masing kelompok dilakukan dengan cara purposive sampling dengan pendekatan matching. Instrument penelitian Multiple Choice Question digunakan untuk menilai kognitif. Lembar observasi checklist untuk menilai afektif dan psikomotorik. Hasil penelitian diuji dengan Uji Wilcoxon.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian dari data proporsi kognitif, afektif dan psikomotorik (ordinal) pada kedua kelompok. Dari hasil penelitian diperoleh adaya perbedaan tingkat kognitif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan nilai p 0.001. Penilaian afektif pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan hasil nilai p 0.001. dan penilaian psikomotorik pengkajian luka didapatkan nilai p 0.001 dan penilaian psikomotorik perawatan luka didapatkan nilai p 0.016.

Kesimpulan :metode pembelajaran klinik model bedside teaching lebih efektif dibandingkan dengan metode incomplete bedside teaching dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa profesi ners.


(19)

xvii OF MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA. Helsy Desvitasari

Master of Nursing Universitas Of Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Background: Education of nurse profession is advanced education that must be taken by undergraduate of nursing students where educational process plays an important role to train nurses attitude of professionalism. The graduate success in clinical area is also influenced by techniques and learning model and the one of methods given in clinical teaching is bedside teaching model.

Objective: This study was conducted to determine the effectiveness of clinical teaching method with bedside teaching model in improving cognitive, affective and psychomotor student.

Methods: This study was quasy experiment with control group design. The samples were 80 nursing students who were taking clinical practice in adult nursing area; they were divided into two groups: 42 in experimental group and 38 in control group using purposive sampling with matching approach to each group. Instrument of multiple choice questions was used to assess cognitive, observation sheet-checklist was used to assess affective and psychomotor, and then analyzed using Wilcoxon test.

Results: The results of data were proportion of cognitive, affective and psychomotor (ordinal) in both groups. The results showed difference of cognitive level in experimental group and in control group were obtained p value 0.001. Affective value in experimental group and control group were obtained p value of 0.001, psychomotor value in wound assessment was obtained p value 0.001 and psychomotor value in wound care was obtained p value 0.016.

Conclusion: Clinical teaching method with bedside teaching model was more effective than method of incomplete bedside teaching in increasing cognitive, affective and psychomotor student’s nurse profession.


(20)

1 A. Latar Belakang

Roadmap mobilitas tenaga kerja profesional antar Negara di ASEAN telah di bentangkan khususnya bidang profesi keperawatan. Hal ini menjadi salah satu dorongan bagi penyelenggara pendidikan keperawatan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu, yang mampu bersaing baik secara nasional maupun internasional dengan dibekali attitude, knowledge, skill, & insight (Nurhadi (2004), Nursalam & Ferry (2008)).

Berdasarkan data AIPDIKI pada tahun 2011 jumlah pendidikan jenjang Diploma Tiga Keperawatan berjumlah 498 institusi. Kemudian dari data AIPNI pada tahun 2011 terdapat 318 institusi jenjang Sarjana/Ners, 15 institusi jenjang Magister/Spesialis dan 1 institusi jenjang Doktoral (HPEQ DIKTI, 2012).

Jenjang pendidikan sarjana keperawatan terdiri dari program studi akademik dan program studi profesi ners. Program profesi ners merupakan bagian dari program pendidikan akademik sarjana keperawatan yang menekankan tumbuh kembang kemampuan mahasiswa yang diwujudkan dalam praktik klinik keperawatan. Pada tahapan ini mahasiswa diberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan keterampilan teknik,


(21)

keterampilan intelektual dan keterampilan interpersonal (Reilly & Oermann 2002).

Proses pendidikan profesi yang diberikan tidak terlepas dari faktor-faktor berikut: peserta didik, materi pembelajaran, metode pengajaran, media dan pendidik. Faktor tersebut sangat berperan dalam mendorong mahasiswa untuk mampu berpartisipasi aktif baik dalam berfikir maupun berprilaku profesional, melalui proses bimbingan secara continue dan terstruktur (Spencer, 2003).

Sebuah metode atau tehnik mengajar yang diberikan oleh preseptor haruslah maksimal agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dalam meraih capaian pembelajaran, melalui perannya sebagai role model, observer, partisipan, narasumber, fasilitator dan mentor (King & Gerwik 1981; Kelly & Keren, 1998).

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah mengimplementasikan model pembelajaran klinik bedside teaching. Menurut Nursalam (2008) & Langlois et al,. (2004) melalui bedside teaching mahasiswa mendapatkan kesempatan belajar di real clinical setting serta dapat melakukan observasi pasien secara complex dan dapat mempelajari penyakit pasien secara komprehensif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gonzalo et al., (2010) bahwa adanya peningkatan pemahaman mahasiswa tentang bedside teaching setelah


(22)

diberikan intervensi pendidikan. Sedangkan hasil penelitian Cholifah, N., & Hartinah, D. (2015) bahwa metode pembelajaran bedside teaching mampu meningkatkan pencapaian kompetensi klinik, kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri peserta didik.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa preseptor, didapatkan hasil bahwa preseptor belum memahami betul tentang kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi oleh preseptor selama proses bedside teaching, mulai dari pengalokasian waktu dan pasien hingga proses pembelajaran lanjutan yang diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk penugasan seperti melakukan analisis kasus yang telah dijumpai selama proses bedside teaching. Hasil wawancara tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang diperoleh dari beberapa mahasiswa bahwa proses pembelajaran bedside teaching yang di implementasikan kurang sesuai dengan tahapan bedside teaching yang sebenarnya dengan meninggalkan tahap pre round dan post round.

Penelitian mengenai metode pembelajaran klinik yang telah diterapkan kepada mahasiswa praktik klinik keperawatan perlu dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam terkait proses pembelajaran di klinik terutama tentang bedside teaching. Pentingnya penggunaan metode pembelajaran bedside teaching ini agar mahasiswa terbiasa menghadapi kasus nyata yang berpusat pada pasien (patient center). Sehingga pencapaian


(23)

kompetensi mahasiswa profesi meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tahapan praktik mahasiswa di Stase Keperawatan Dewasa, stase ini merupakan salah satu stase program profesi keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di mana para mahasiswa melakukan praktik di enam home based diantaranya di RS Muhammadiyah , RS Muhammdiyah Unit II, RSUD Tidar Magelang, RSUD Kabupaten Temanggung, RS PKU Muhammadiyah Temanggung, dan RSUD Saras Husada Purworejo, disertai dengan target kompetensi-kompetensi dasar yang harus diraih oleh para praktikan salah satunya kompetensi tersebut yaitu melakukan pengkajian dan perawatan luka melalui metode bimbingan model bedside teaching.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(24)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah penggunan metode pembelajaran klinik model bedside teaching efektif dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ?

2. Apakah terdapat perbedaan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswayang menggunakan metode pembelajaran klinik model bedside teaching dan mahasiswa yang menggunakan pembelajaran incomplete bedside teaching?

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian untuk mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(25)

b. Mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model incomplete bedside teaching terhadap peningkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang metode pembelajaran klinik dalam meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

Memberikan informasi mengenai prosedur pelaksanaan bedside teaching sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

b. Bagi Preseptor Klinik

Dapat menjadi masukan bagi preseptor klinik untuk meberikan pendidikan dan pembelajaran dengan model bedside teaching secara optimal.


(26)

c. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi masukan perbaikan pelayanan, terutama dalam bidang pendidikan dan pengajaran klinik.

d. Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian tentang metode pembelajaran klinik model bedside teaching ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian pustaka. Selain itu juga, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi institusi pendidikan keperawatan untuk terus berupaya meningkatkan kualitas belajar mengajar.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan, informasi, data tambahan dalam penelitian selanjutnya pada ruang lingkup yang sama.


(27)

E. Penelitian Terkait

Adapun sejumlah penelitian yang terkait dengan penelitian penulis diantaranya : Tabel 1.1 Penelitian Terkait

No Peneliti Judul Tujuan Metode Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan

1 Cholifah, N., & Hartinah, D. (2015) Bedside sebagai inovasi metode bombingan klinik dalam kebidanan dan keperawatan Mengetahui apakah penerapan metode bedside mampu meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik, meningkatkan kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri peserta didik.

Jumlah

responden dalam penelitian yaitu

24 orang

mahasiswa. Teridiri dari mahasiswa

kebidanan dan keperawatan. Desain penelitian yang digunakana yaitu : kualitatif semi eksperimen.

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

2 Gonzalo, dkk(2013).

The art of bedside rounds: A

Mengkaji pemahaman CI dalam

Responden

penelitian adalah dokter penyakit

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik 8


(28)

multi-center qualitative study of strategies used by experienced bedside teachers.

implemetasi bedside

teaching mulai dari step : 1)

langkah-langkah

persiapan, 2) pemilihan pasien, dan 3) Alokasi peran selama proses ronde di samping

tempat tidur pasien.

dalam sebanyak 34 orang. Desain : Sebuah analisis sistematik

induktif kualitatif.

mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

3 Tampake Rina (2011).

Pengaruh Bimbingan Klinik Model Microskill Terhadap Keterampilan Komunikasi Terapeutik pada Mahasiswa prodi Mengetahui pengaruh bimbingan klinik model microskill terhadap keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa di praktik klinik

Responden 96

orang. 48

responden sebagai

intervensi, dan 49 orang sebagai control. Desain penelitian: quasi experiment non randomized posttest only

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data 9


(29)

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu.

keperawatan. control design. kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

4 Umi Solikhah, dkk(2012). pengaruh Bedside Teaching model terhadap pnguasaan kasus dan kemampuan keterampilan mahasiswa praktik klinik keperawatan. Mengetahui pengaruh metode bedside teaching terhadap penguasaan kasus dan kemampuan skill

mahasiswa praktik klinik keperawatan.

Jumlah responden

penelitian 25 orang mahasiswa. Desain : quasy exsperimen (eksperimen semu) dianalisis dengan

independent T-test.

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist. 5 Lestari, T. P.,

&

Susianingsih, s. r. (2010).

Efektifitas metode pembelajaran bed side teaching terhadap'-Mengetahui efektivitas bedside teaching terhadap tingkat Jumlah

responden 40 mahasiswa. Desain

penelitiaan Pra eksperimen

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain 10


(30)

kemampuan psikomotorik mahasiswa

D III

kebidanan Bakti Husada. pengetahuan dan kemampuan psikomotorik mahasiswa DIII Kebidanan.

melalui satu group desain pre post test.

nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist. 6 Gonzalo, dkk

(2010).

The Return of Bedside Rounds : an Educational Intervention.

Mengevaluasi dampak dari metode

bedside teaching.

Penelitian ini dilakukan pada 44 residen dan

120 staff

pengobatan Desain penelitian quasy experiment pre dan post tes.

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist. 7 Giyanto

(2010). Pengaruh metode pembelajaran bedside Mengetahui pengaruh metode pembelajaran

Penelitian ini dilakukan pada 60 mahasiswa profesi ners.

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas 11


(31)

teaching dan motivasi belajar terhadap kompetensi komunikasi terapeutik mahasiswa program profesi ners. bedside

teaching dan demonstrasi, serta motivasi belajar terhadap kompetensi komunikasi terapetik mahasiswa program profesi Ners.

Disain penelitian eksperimen dengan pendekatan pretest-post est control group design.

Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.

8 Piriyasupong T. (2006).

Integrating Evidence Based

Medicine In Bedside Teaching: A Pilot Study. Mengetahui sikap mahasiswa sarjana terhadap Evidence Based Medicine (EBM)

sebelum dan sesudah EBM

jumlan respon dalam penelitian sebanyak 24 orang dan Disain penelitian Pre-eksperiment, pre-test and post-pre-test.

Tujuan penelitian : mengetahui efektivitas pembelajaran klinik model bedside teaching terhadap penigkatan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners di PSIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Desain penelitian : Quasi Eksperimen dengan Desain nonequivalent control group design, dengan teknik analisis uji Wilcoxon. Sampel yang digunakan : mahasiswa profesi ners berjumlah 80 orang mahasiswa profesi ners. 42 orang sebagai variable intervensi dan 38 orang sebagai variable control. Pengumpulan data kognitif Pengumpulan data kognitif menggunakan MCQ, afektif dan psikomtorik menggunakan checklist.


(32)

(33)

13 A. Landasan Teori

1. Belajar

Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku yang melibatkan aktivitas mental atau psikis secara aktif yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap (Roger 2003, Winkel 2004).

Secara garis besar belajar terbagi menjadi dua sudut pandang yaitu behaviorisme dan konstruktivisme. Dalam sudut pandang behaviorisme belajar sangat erat kaitannya dengan terjadinya perubahan tingkah laku yang bersumber dari interaksi peserta didik dengan lingkungannya (Cahyo, 2013).

Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, di mana merupakan hasil dari pengalaman sendiri dalam proses interaksinya dengan lingkungan yang dilakukan secara sadar, aktif dan positif, kontinue dan fungsional serta mempunyai tujuan yang terarah.

Sedangkan kontruktivisme meyakini bahwa pengetahuan akan terbangun didalam diri peserta didik ketika mereka berusaha untuk mengorganisasikan pengalaman belajar berdasarkan kerangka kognitif yang telah terbentuk sebelumnya.


(34)

2. Pembelajaran Klinik a. Pembelajaran

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses menterjemahkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, secara aktif antara pengajar dan siswa disampaikan secara edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara pendidik dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak hanya sebatas hubungan antara pengajar dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif dan memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar (Sudjana, 1987, Suryabrata, 1989 dan Usman, 1989 dalam Widyartini, 2002).

Hergenhahn (1982, dalam Reilly & Oermann 2002) memandang pembelajaran sebagai suatu proses yang menjembatani perilaku dan tindakan sebagai variabel intervensi antara pengalaman tertentu dan perubahan perilaku.

Hergenhahn (1982)

Slameto (2003) mengemukakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam mengelola pembelajaran, antara lain: mengusahakan agar setiap peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif,

Pengalaman Pembelajaran

Perubahan perilaku


(35)

menganalisis struktur materi yang diajarkan, menganalisis sequence pembelajaran dan memberikan penguatan (reinforcement) dan feed back. b. Pendidikan profesi ners

Pendidikan tinggi keperawatan merupakan tingkatan pendidikan yang bertujuan menghasilkan profesi perawat yang profesional. Proses pendidikan dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu tahap akademik dan tahap Profesi Ners, di mana pada tahap profesi merupakan proses transformasi mahasiswa untuk menjadi perawat profesional (Nursalam, 2008).

Tahap profesi ners merupakan lanjutan program akademik melalui pembelajaran klinik yang menuntut lulusannya memiliki karakterisik esensial profesi meliputi 5 aspek berikut (Erniyati, 2010) :

1) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan 2) Kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara alamiah 3) Sikap dan tingkah laku profesional

4) Belajar aktif dan mandiri

5) Pendidikan berada di masyarakat

Menurut Winsley (1964) dalam Reilly & Oermann. (2002), profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar pengembangan teori pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.


(36)

Ciri-ciri profesi menurut Winsley, (1964) :

1) Didukung oleh badan ilmu yang sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuan dan aplikasinya.

2) Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana, terus menerus dan bertahap.

3) Pekerja profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara legal melalui perundang-undangan.

4) Peraturan dan ketentuan yang mengatur hidup dan kehidupan profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik) serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan -peraturan tersebut dilakukan sendiri oleh warga profesi.

c. Tempat praktik profesi

Program pendidikan profesi ners disebut juga program pembelajaran klinik di mana lahan praktik yang digunakan antara lain Rumah Sakit, dan lembaga kesehatan umum seperti Puskesmas, Klinik Bersalin, Panti Werdha dan Komunitas (keluarga dan masyarakat). (Reilly dan Oermann, 2002).

Pendidikan profesi hanya dapat di lakukan di lingkungan yang nyata melalui penumbuhan dan pembinaan keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal. Komponen yang harus ada pada tatanan tempat praktik adalah (Nursalam, 2008):

1) Kesempatan kontak dengan klien 2) Tujuan praktik


(37)

3) Bimbingan yang kompeten 4) Praktik keterampilan

5) Dorongan untuk berpikir kritis

6) Kesempatan mentransfer pengetahuan

7) Kesempatan dalam mengintegrasikan pengetahuan 8) Penggunaan konsep tim

Kriteria pemilihan lingkungan praktik klinik menurut Hawkins (1981, dalam Reilly dan Oermann, 2002) dibagi menjadi 4 area :

1) Keseluruhan : lingkungan dan staf pengajar 2) Klien atau pasien

3) Staf karyawan

4) Sarana dan prasarana untuk peserta didik dan staf pengajar. d. Metode Pembelajaran Klinik

Metode pembelajaran klinik menurut Nursalam & Ferry (2008) adalah suatu metode yang sesuai dengan kerangka konsep pembelajaran, digunakan untuk mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik untuk dapat diterapkan kepada peserta didik sesuai dengan kualifikasi dan karakteristiknya.

Menurut Schweek and Gebbie praktik klinik merupakan “the heart of

the total curriculum plan”. Pendapat ini menunjukkan bahwa unsur utama

dalam pendidikan keperawatan adalah bagaimana proses pembelajaran di klinik itu dilakukan. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh peserta didik dan pendidik (Nurhidayah, 2011).


(38)

Preseptor klinik bertanggung jawab menentukan metode pembelajaran di klinik untuk mendukung tujuan tersebut. Beberapa metode klinik yang biasa digunakan adalah metode experential, metode pemecahan masalah, metode konferensi, metode observasi, metode multimedia, metode self directed, metode preseptorship, dan metode bedside teaching (Reilly dan Oermann, 2002, dan Nursalam, 2008).

1) Metode Experential

Metode ini merupakan metode yang memberikan penugasan untuk membuat catatan dan laporan secara tertulis, dilahan praktek (Hidayat, 2008). Metode pengajaran ini memberikan pengalaman langsung dari kejadian. Metode ini didasarkan pada konsep pembelajaran fenomenologik. Metode ini menyediakan interaksi antara mahasiswa dengan lingkungan yang menjadi tempat mahasiswa menperoleh makna pribadi (Reilly dan Oermann, 2002). Metode ini meliputi penugasan klinik, penugasan tertulis, simulasi dan permainan. Contoh penugasan tertulis: menulis rencana keperawatan, studi kasus, perencanaan pendidikan kesehatan, proses pencatatan, membuat laporan kunjungan, pembuatan makalah dan catatan kerja peserta didik tentang hasil observasi di lapangan serta pengalaman prakteknya. Contoh simulasi dan permainan yaitu menggunakan model boneka dalam melakukan keterampilan misalnya pemeriksaan payudara, kateterisasi urine, pemberian injeksi (Hidayat, A.A. 2008).


(39)

Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode experiential adalah sebagai berikut (Nursalam, 2008).

a) Perawat menjadi kompeten dalam tugas. b) Ketercapaian proses keperawatan meningkat. c) Mengimplementasikan model praktik professional.

Beberapa kelemahan metode experiential adalah sebagai berikut. a) Mahasiswa hanya melihat tugas asuhan keperawatan sebegai

keterampilan semata saja.

b) Mahasiswa yang belum terampil memerlukan waktu yang banyak untuk pembelajaran.

c) Apabila pekerjaan selesai, mahasiswa akan meninggalkan klien dan melakukan tugas yang lain.

2) Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah membantu mahasiswa dalam menganalisa situasi klinis yang bertujuan untuk menjelaskan masalah yang akan diselesaikan, memutuskan tindakan yang akan diambil, menerapkan pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah klinis, memperjelas keyakinan dan nilai seseorang. Metode pemecahan masalah mempunyai kelebihan dan kelemahan.


(40)

Beberapa kelebihan metode pemecahan masalah adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

a) Mahasiswa berpotensi mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam memecahkan masalah.

b) Mahasiswa diharuskan dapat menguasai materi pembelajaran agar dapat memberikan solusi yang tepat untuk masalah klien. c) Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat.

Beberapa kelemahan metode pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

a) Dosen/preseptor harus memberikan perhatian yang maksimal kepada mahasiswa.

b) Mahasiswa yang tidak menguasai materi akan mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan.

3) Metode Konferensi

Metode konferensi merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa aspek praktis klinis. Mahasiswa dapat berbicara saat proses pemecahan masalah dan menerima feedback langsung dari rekannya dan dosennya. Metode konferensi terdiri dari pra klinik (preconference) dan pasca klinik (postconference) (Nursalam, 2008). Metode konferensi mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode konferensi adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).


(41)

a) Membuka ruang antar dosen dan mahasiswa untuk saling berinteraksi satu sama lain.

b) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengeksplorasikan ide serta meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa.

c) Kegiatan saling menilai rekan satu sama lain atas kinerja masing-masing memberikan peluang dan pengalaman tersendiri bagi peserta didik.

Beberapa kelemahan metode konferensi adalah:

a) Dosen/presptor dengan beban kerja dan kesibukan yang tinggi akan mengalami hambatan terutama dalam mengatur waktu untuk mnerapkan metode ini.

b) Terbatasnya waktu kegiatan yang diimplementasikan mengurangi kepuasan mahasiswa terhadap beberapa hal dari pembelajaran yang belum tercapai.

c) Kegiatan ini menjadi stressor tersendiri bagi mahasiswa ketika mereka belum mempersiapkan segala sesuatunya secara maksimal.

4) Metode Observasi

Metode observasi merupakan bentuk pembelajaran yang memberikan penugasan kepada mahasiswa melalui kegiatan observasi yang bertujuan untuk menambah pengalaman mahasiswa terhadap sesuatu fenomena yang nyata dengan mengembangkan perilaku baru


(42)

yang akan di jadikan pembelajaran di masa mendatang. Metode ini meliputi:

a) Observasi lapangan: dilakukan untuk memperoleh pengalaman serta memberikan perspektif kepada mahasiswa di masa mendatang mengenai asuhan keperawatan, mengobservasi situasi klinik serta perilaku orang lain selama di lingkungan klinik.

b) Field trip dilakukan diluar lingkungan praktek dengan mengkaji dan menggali pengalaman yang lain yang tidak di dapatkan di lahan praktik sebelumnya.

c) Ronde keperawatan: merupakan suatu metode observasi yang dilakukan secara langsung dengan mengkaji asuhan keperawatan dan informasi dari klien dan berdiskusi dengan klien, hasil observasi terhadap klien didiskusikan diluar lingkungan klien (Hidayat, 2008). Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Beberapa kelebihan metode observasi adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002) :

a) Memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang beragam permasalahan yang ada di klinik.

b) Memberikan perhatian kepada mahasiswa untuk lebih fokus kepada objek observasinya.


(43)

c) Mahasiswa dapat mengobservasi dan berinteraksi secara langsung kepada klien.

Beberapa kelemahan metode observasi adalah sebagai :

a) Klien dan keluarga merasa kurang nyaman jika privasinya terganggu.

b) Komunikasi yang tidak efektif akan mempengaruhi informasi yang didapatkan.

5) Metode Multimedia

Media memberikan pembelajaran yang multisensorik. Pada umumnya, semakin banyak indera yang digunakan maka pesan yang disampaikan lebih dikonseptualkan. Metode pembelajaran visual memberikan peningkatan pemahaman secara visual mahasiswa dalam pemecahan masalah, metode secara auditori mengoptimalkan pendengaran mahasiswa untuk memusatkan perhatian, metode psikomotor meningkatkan keterampilan peragaan yang dilakukan oleh mahasiswa. Metode multimedia mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode multimedia adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

a) Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam pemecahan masalah, mengambil keputusan dan berpikir kritis.

b) Mendorong mahasiswa untuk mengevaluasi tindakan sendiri. c) Membantu mahasiswa untuk menerapkan konsep keperawatan


(44)

Beberapa kelemahan metode multimedia adalah sebagai berikut : a) Fasilitas yang tidak lengkap akan menghambat pengajaran. b) Dosen/preseptor yang kurang menggunakan variasi media akan

membuat mahasiswa kurang memahami pengajaran yang diberikan.

c) Keterbatasan media akan menghambat mahasiswa untuk memaksimalkan pelaksanaan konsep asuhan keperawatan.. 6) Metode Self Directed

Metode pengajaran ini memberi keunikan dan kemampuan mahasiswa untuk membuat pilihan dan keputusan sendiri mengenai pembelajaran. Metode ini berusaha memperlihatkan perbedaan dan kebutuhan individual mahasiswa. Ada beberapa metode pengajaran self directed yaitu kontrak pembelajaran, belajar sendiri dan modul kecepatan diatur sendiri. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk dapat menambah pengetahuannya dengan mencari pembelajaran dari sumber - sumber yang dapat menunjang pembelajarannya misalnya majalah, internet, film, video, jurnal penelitian, dan lain-lain. Metode ini dapat membantu mahasiswa untuk menghadapi kegiatan praktik klinis, mencapai keterampilan yang maksimal. Beberapa kelebihan metode self directed adalah sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002).

a) Memperlihatkan tanggung jawab mahasiswa terhadap hasil yang didapatkan.


(45)

b) Memberikan kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri tanpa prosedur negosiasi atau kontrak pembelajaran.

c) Memperbaharui keterampilan dan pengetahuan klinis. Beberapa kelemahan metode self directed adalah sebagai berikut :

a) Mahasiswa sering mengabaikan tugas belajarnya.

b) Mahasiswa sering tidak mendapatkan tujuan belajar yang diharapkan karena beberapa hal berikut : 1. Konten/isi pembelajaran tidak menarik. 2. Ritme belajar yang belum terpola/terprogram. 3. Manajemen waktu belajar yang kurang optimal. 4. Media pembelajaran yang digunakan monoton. 5. Strategi belajar yang digunakan kurang efektif dan efisien. 6. Tempat belajar yang kurang nyaman mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa (Harden, 2009).

7) Metode Preceptorship

Metode ini didasarkan pada konsep modeling. Mahasiswa memperoleh atau memodifikasi perilaku dengan cara mengobservasi sendiri suatu model yang memiliki perilaku yang dibutuhkan mahasiswa dan mahasiswa juga memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan perilaku tersebut. Dosen/preseptor membimbing mahasiswa untuk mempermudah transisi peran mahasiswa yang akan lulus dan mempermudah merekaa untuk masuk dunia kerja. (Reilly dan Oermann, 2002).


(46)

Kriteria preceptorship berpengalaman dalam bidangnya, profesional, berjiwa pemimpin, memahami konsep dan asuhan keperawatan, mampu mengadakan perubahan, mampu menjadi role model, berminat dalam bidang keperawatan (Nursalam, 2008).

Dosen/pembimbing klinik berperan memberikan bimbingan mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk perawatan klien dan mempelajari peran dan tanggung jawab perawat di lahan praktik, memperbaiki kemampuan mahasiswa jika melakukan kesalahan untuk mendukung perencanaan dan tindakan keperawatan, melakukan orientasi dan sosialisasi terkait tentang prosedur-prosedur dan kebijakan di klinik, melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa selama di klinik, memberikan pendelegasian untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan selama tidak mendampingi mahasiswa selama pengajaran klinik (Nurhidayah, 2011).

Metode preceptorship mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan metode preceptorship adalah sebagai berikut :

a) Mahasiswa dapat menunjukkan perilaku yang menjadi teladan. b) Dosen/pembimbing klinik memberikan pengaruh yang positif

kepada mahasiswa sehingga prilaku yang negatif dapat dibatasi. Beberapa kelemahan metode preceptorship adalah sebagai berikut :

a) Dosen/preceptor yang tidak mampu menjadi role model akan menimbulkan konflik dalam diri mahasiswa.


(47)

b) Mahasiswa sering melakukan metode ini secara subjektif bukan objektif.

8) Metode Bedside Teaching

Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan di samping tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji kondisi klien hingga pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatannya. (Nursalam & Ferry, 2008).

Menurut Snell (2008) bedside teaching merupakan sebuah pembelajaran yang aktif yang melibatkan pasien.

Jadi, bediside teaching merupakan metode pembelajaran yang dilakukan disamping tempat tidur yang melibatkan pasien secara aktif. Tujuan Bedside teaching menurut Harden (2009) dan wardaningsih (2008) meliputi : a. Mengumpulkan dan merekam semua informasi tentang pasien secara lengkap. b. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teratur. c. Mengembangkan keterampilan interpersonal (developing interpersonal skills). d. Menginterpretasikan data. e. Memecahkan masalah secara ilmiah dan professional. f. Memberikan informasi yang terpercaya. g. Mengembangkan interaksi pengajar, mahasiswa dan pasien. h. Mengembangkan role-modeling.

Prinsip Pelaksanaan yakni sebagai berikut : a. Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik, peserta didik, dan klien. b. Jumah peserta didik dibatasi, yakni 5-6 orang. c. Diskusi pada awal dan pasca


(48)

demonstrasi didepan klien dilakukan seminimal mungkin lanjutkan dengan demonstrasi ulang. d. Evaluasi pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang didapatkan saat itu. e. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya.

Beberapa kelebihan metode bed side teaching menurut Nursalam (2008) dan Cox (1993) adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interpersonal. b. Menumbuhkan sikap professional preseptor kepada mahasiswa. c. Meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal. d. Memacu mahasiswa untuk belajar aktif. e. Dapat mengobservasi keterampilan mahasiswa secara langsung.

Beberapa kelemahan bedside teaching adalah sebagai berikut: a. Dosen/preseptor dan mahasiswa yang kurang melakukan persiapan baik persiapan fisik, psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya dalam diri klien. b. Mahasiswa yang tidak memiliki atau menguasai bahan/materi akan mengurangi efektifitas pembelajaran.

Menurut Cox (1993) pengajaran klinik dengan menggunakan pendekatan bedside teaching memiliki arti sebagai berikut :

a) Briefing

Briefing merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh preseptor untuk menyiapkan mahasiswa sebelum bertemu


(49)

dengan pasien, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Persiapan pasien dan menjelasan peran dan fungsi yang akan dilakukan.

b) Expectation

Menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan diperoleh oleh mahasiswa. Tujuan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan topic pembelajaran.

c) Demonstration

Melakukan interaksi dengan pasien dan mahasiswa, melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien serta mendemonstrasikan tujuan pembelajaran yang telah disepakati sebelumnya. Memberikan peluang untuk Tanya jawab antar mahasiswa dan pasien serta mengklarifikasi singkat atas respon yang telah diberikan.

d) Specific feedback

Pemberikan feedback kepada mahasiswa atas kinerja yang telah dilakukan. Feedback yang diberikan bersifat positif dan membangun baik motivasi maupun keterampilan.

e) Inclusion of Microskills

Neher (1993) mengemukakan the five-step microskills model meliputi : get a commitment (memiliki komitmen/perencanaan), probe for supporting evidence (di dukung dengan bukti), reinforce what was done right (berikan pujian ketika mahasiswa


(50)

benar), correct the mistakes (evaluasi kesalahan-kesalahan), dan teach general rules (ajarkan konsep secara umum).

f) Debriefing

Proses dimana preseptor meminta tanggapan dari mahasiswa dan pasien. Baik berupa masukan maupun pertanyaan dan preceptor mengklarifikasi secara langsung di samping tempat tidur pasien. Bila memerlukan klarifikasi khusus kepada mahasiswa preceptor dapat memberikan feedback di ruangan yang berbeda.

g) Education

Memberikan sumber yang dapat mahasiswa baca serta memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk lebih meningkatkan pengetahuan melalui belajar mandiri terhadap kompetensi dari setiap topic pembelajaran.

Strategi/langkah-langkah pengajaran klinik menggunakan pendekatan bedside teaching menurut Cox (1993) dalam Harden (2009), Gonzalo, J. D.,et al. (2013), Kimm (2007) dan Affandi (2008) adalah sebagai berikut:

a) Tahap Pre-Round

Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu : 1) Perencanaan

Artinya preseptor telah menyiapkan mahasiswa sebelum bertemu dengan pasien, baik persiapan kognitif, afektif dan


(51)

psikomotorik mahasiswa (prior knowledge) serta menetapkan tujuan pembelajaran.

2) Briefing/orientasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini antara lain :

a) Mahasiswa diberitahu hal-hal yang tidak boleh didiskususikan selama berhadapan langsung dengan pasien.

b) Menghindari penggunaan alat komunikasi selama proses kegiatan bedside teaching.

c) Mendapatkan kasus penyakit yang spesifik dan pasien yang sesuai dengan kriteria.

d) Melakukan koordinasi sesama tim sebelum melakukan beedside teaching, menjelaskan tujuan kegiatan.

e) Mengalokasikan peran selama bedside teaching berlangsung.

b) Tahap Round

Hal-hal yang harus dilakukan pada tahapan ini, yaitu : a. Introduction (Perkenalan)

Mahasiswa didampingi oleh preseptor dalam melakukan interaksi dengan pasien.


(52)

b. Interaction (Interaksi)

Mahasiswa didampingi preseptor melakukan interaksi dengan pasien, fokus pada pengalaman klinis (usahakan untuk tindak menggunakan kalimat-kalimat yang sulit dipahami oleh pasien)

c. Observation (Observasi)

Preseptor mengobservasi keterampilan yang dilakukan mahasiswa.

d. Instruction (Instruksi)

Preseptor memberikan instruksi pada mahasiwa tanpa membuat mahasiswa malu dihadapan pasien.

e. Conclution (Penyimpulan)

Preseptor membantu mahasiswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil interaksi dengan pasien.

c) Tahap Post Round

Hal – hal yang dapat dilakukan pada tahap ini, yaitu : 1) Debriefing

Proses debriefing dimulai dengan meminta masukan atau pertanyaan dari pasien dan mahasiswa. Preseptor menerima dan menjawab pertanyaan yang diberikan secara langsung dihadapan pasien. Apabila mahasiswa memerlukan feedback khusus maka preceptor akan menjelaskan lebih jauh diluar lingkungan pasien.


(53)

2) Reflection dan feedback

Mahasiswa diberikan kesempatan untuk menilai dirinya/self review, dan peer review mengenai kegiatan yang telah dilakukan, kemudian preseptor memberikan feedback kepada mahasiswa dengan cara yang baik, tidak menjatuhkan motivasi mahasiswa untuk belajar.

Pertanyaan yang diberikan ke mahasiswa :

- Apa yang telah anda dapatkan atau anda jumpai pada kegiatan yang telah kita lakukan?

- Apakah semuanya dapat mengidentifikasi dan megenalis erta menganalisa kasus atau permasalahan keperawatan pada pasien tersebut?

- Apakah masih ada yang belum jelas/mengerti? Menjelaskan temuan :

- Apa yang kita dapati dari kegiatan yang telah dilakukan? - Bagian yang mana yang dapat mendeskripsikan antara

temuan yang satu dan yang lain?

- Bagaimana kita dapat menentukan diagnosa masalah dari kasus yang telah dilakukan?

3) Working Knowledge and Education

Mahasiswa didampingi oleh preseptor untuk meningkatan pembelajaran selanjutnya. Seperti melakukan analisis kasus


(54)

yang telah dijumpai oleh mahasiswa selama proses bedside teaching yang telah dilakukan.

Pertanyaan yang diberikan working knowledge mahasiswa yaitu apa yang harus mahasiswa lakukan selanjutnya? Apakah harus dipicu dengan skenario kasus yang sama untuk masa yang akan datang?

3. Kognitif (Pengetahuan)

a. Definisi kognitif (pengetahuan)

Pengetahuan merupakan suatu proses dalam kehidupan yang dilakukan secara sadar yang diketahui secara langsung. Dimana pengetahuan yang diketahui tersebut diperoleh melalui indera yang dimiliki seperti mata, hidung, telinga, dan lainnya (Taufik, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan hasil “Tahu”

yang terjadi setelah seseorang melakukan terhadap suatu objek melalui penginderaan terutama mata dan telinga. Bila seseorang mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan menganai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tesebut. Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.

Menurut Machfoedz, et al., (2005) cara orang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik lisan maupun tertulis. Seseorang memiliki pengetahuan yang


(55)

tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Demikian juga bila seseorang hanya mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.

Jadi, pengetahuan merupakan suatu proses pengamatan melalui indera terutama penglihatan dan pendengaran yang dungkapkan secara verbal dan benar, mengenai suatu informasi dari suatu objek yang diamati.

b. Tingkatan kognitif (pengetahuan)

Menurut Bloom revisi (Anderson & Krathwohl 2001). Yaitu terbagi menjadi 6 domain antara lain:

1) Mengingat (remembering), terdiri dari: a. Mengenali (recognizing), b. Mengingat (recalling).

2) Memahami (understanding), terdiri dari: a. Menafsirkan (interpreting), b. Memberi contoh (examplying), c. Meringkas (summarizing), d. Menarik inferensi (inferring), e. Membandingkan (comparing), f. Menjelaskan (explaining).

3) Mengaplikasikan (Application), terdiri dari: a. Menjelaskan (executing), b. Mengimplementasikan (implementing).

4) Menganalisis (Analysis), terdiri dari: a. Menguraikan (diffrentiating), b. Mengorganisir (organizing), c. Menentukan makna tersirat (attributing).

5) Evaluasi (Evaluation), terdiri dari: a. Memeriksa (checking), b. Mengkritik (critiquing), c. Membuat (Creating), d. Merumuskan


(56)

(generating), e. Merencanakan (planning), f. Memproduksi (producting).

c. Cara pengukuran

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan multiple choice tentang isi materi yang ingin di ukur kepada subjek penelitian (Notoatmodjo, 2005).

4. Afetif (Sikap) a. Definisi Afektif

Notoatmodjo (2007), sikap merupakan suatu reaksi yang masih tetutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek.

Borgardus,et al., (1931) dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.


(57)

Louis Thurstone, et al., (1928) dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaa mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu respons terhadap suatu objek yang dieksplorasikan kedalam bentuk penilaian dengan cara tertentu.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakitu : 1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen tersebut bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologi yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan agama serta pengaruh emosi dalam diri individu (Azwar, 1995).


(58)

b. Peranan – peranan penting dalam membentuk sikap 1) Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami turut berperan serta dalam membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

2) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan yang terpapar semasa hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa kita sadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang signifikan terhadap sikap kita dalam merespon berbagai masalah. Kebudayaan turut berperan serta mewarnai sikap masyarakat, karena kebudayaan telah memberikan corak pengalaman tersendiri bagi individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat tersebut. 3) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya, seseorang yang tidak ingin dikecewakan atau seseorang yang berarti khusus.


(59)

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan sebagainya yang mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang memberikaan landasan kognitif dalam pembentukan sikap.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem dimana sistem tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan sikap karena keduanya sama – sama meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu itu sendiri.

6) Pengaruh emosi dalam diri individu

Kadang-kadang bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

c. Tingkatan sikap

Menurut Krathwohl (2001) dalam Sudijono (2006) sebagai berikut: 1) Menerima / memperhatikan (Receiving/Attending)

Adalah kepekaan seseorang dalam menerima stimulus dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, gejala dan lainya. Termasuk dalam penelitian ini misalnya adanya keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi rangsangan yang


(60)

datang dari luar, contoh hasil belajar receiving misalnya mahasiswa menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan.

2) Menanggapi (Responding)

Adanya partisipasi aktif dari peserta didik untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

Mahasiswa mempelajari lebih jauh tentang sesuatu dan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3) Menghargai (Valuing)

Memberikan nilai terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian/penyesalan. Pada tahapan ini peserta didik tidak hanya menerima nilai melainkan mereka mampu menilai suatu konsep atau fenomena baik atau buruk. Contoh mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

Mahasiswa memberikan support positif kepada pasien dalam menentukan keputusan perawatan.

4) Mengorganisasikan (Organization)

Artinya mempertemukan perbedaan nilai terhadap suatu bentuk nilai yang baru secara luas, dan membawa kepada perbaikan yang lebih umum, melalui pengembangan pemantapan dan prioritas. Seperti mahasiswa mampu mengklasifikasikan dan mengorganisir


(61)

serta meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan dari suatu tindakan.

5) Karakterisasi dengan suatu nilai/komplek nilai (Characterization by a Value Complex)

Yakni memadukan semua sistem nilai yang ada dalam diri seseorang, yang dapat mempengaruhi pola keperibadian dan tingkah laku. Ini merupakan tingkat afektif tertinggi. Misalnya mahasiswa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikapnya.

d. Cara pengukuran/evaluasi

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan check list (Oermann & Kathleen B, 2009).

5. Psikomotor

a. Definisi Psikomotorik

Menurut Sudijono (2006) ranah psikomotorik merupakan suatu ranah yang berkaitan erat dengan keterampilan atau kemampuan seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Di mana hasil belajar psikomotorik ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif.


(62)

b. Tingkatan psikomotorik

Domain psikomotor menurut Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2007) telah dikembangkan oleh ahli-ahli yang lain. Tingkatan dari tindakan praktik tersebut antara lain sebagai berikut :

a) Persepsi (Perseption) : mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b) Kesiapan (Set) : kesiapan fisik mental dan emosional untuk melakukan gerakan.

c) Respon terpimpin (Guide Response) : tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

d) Mekanisme (Mechanism) : membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. e) Respon tampak yang kompleks (complexs Overt Response) :

gerakan motoris yang terampil yang didalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

f) Penyesuaian (Adaptation) : keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

g) Penciptaan (Origination) : membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalah tertentu.

Garis besar taksonomi yang dikemukakan oleh Harrow (1972) gerakan manusia dibagi menjadi enam bagian dalam (Rahyubi, 2014) adalah sebagai berikut :


(63)

Tabel 2.1 Tingkatan Pikomotorik

Tingkat Uraian

a) Gerakan refleks (reflex movement) : Spinal reflexes. Suprasegmental reflexes. Postural reflexes

Reflex yang dihasilkan dari koordinasi antara pusat otak, jaringan saraf, dan otot anggota badan.

Seperti reflex terhadap cahaya, reflex mengatur posisi dan sikap tubuh.

b) Dasar gerakan – gerakan (basic fundamental movement) : Locomotor movement, Nonlocomotor movement, Manipulative movement, Non manipulative movement

Gerak dasar yang merupakan pola gerakan yang menjadi dasar meraih keterampilan gerakan yang lebih kompleks.

1. Gerak lokomotor: merupakan gerakan yang menyebabkan tubuh berpindah. Seperti berjalan, berlari, melompat, melayang dan sebagainya.

2. Gerak non lokomotor merupakan gerakan stabil/sedikit melakukan

gerakan. Seperti

meregangkan otot, dan membengkokkan tubuh. 3. Gerak manipulatif

merupakan gerakan yang memerlukan koordinasi dengan ruang dan benda yang ada disekitarnya .

seperti menahan,

menangkap, menggunting, dan lain-lain.

4. Gerak non manipulatif merupakan gerakan tanpa

melibatkan benda

disekitarnya. Seperti berputar, membelok, menari dan sebagainya.

c) Kemampuan mengamati (Perceptual abilities) : Persepsi visual (Visual discrimination), Persepsi auditif (Auditory discrimination), Persepsi

Korelasi antara persepsi dengan fungsi gerak. Dengan kemampuan persepsi yang baik dan akurat diharapkan mahasiswa mampu memasuki


(64)

kinestetik (Kinesthetic discrimination) (Body awareness,Body image) , Persepsi taktil (Tactile discrimination), Persepsi koordinasi (Coordinate discrimination).

wilayah pembelajaran motoric menuju penguasaan keterampilan gerak yang mumpuni.

1. Persepsi visual merupakan

kemampuan untuk

memahami dan

menginterpretasikan segala sesuatu yang dilihat. Seperti

mahasiswa mampu

membedakan warna, bentuk dari objek yang diamati. 2. Persepsi auditif merupakan

kemampuan untuk

memahami dan

menginterpretasikan segala sesuatu yang didengar. Seperti mahasiswa mampu mengingat sesuatu yang telah didengar dan dapat disampaikan dengan lisan. 3. Persepsi kinestetik

menunjukkan kemampuan untuk memahami posisi dan gerakan bagian tubuh. 4. Persepsi taktil berhubungan

dengan kepekaan kulit terhadap sentuhan, rabaan, tekanan, suhu dan nyeri. 5. Persepsi koordinasi adalah

persepsi kombinasi antar dua atau lebih kemampuan persepsi gerakan. Seperti mampu membedakan dengan sentuhan melalui koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan kaki.

d) Kemampuan fisik (Physical Abilities) : Stabilitas dan keseimbangan (stabilily & balance), Daya tahan (endurance), Kekuatan (strength), Kelincahan (Agility), Kelenturan (Fexibility).

Kemampuan fisik untuk mengembangkan serta menghasilkan gerakan keterampilan yang optimal. Di mana kemampuan fisik yang dilakukan melibatkan elemen stabilitas, kekuatan, kelincahan dan kelenturan tubuh yang disertai dengan daya tahan untuk menghasilkan suatu pola gerakan


(1)

model bedside teaching kompetensi dan kemampuan mahasiswa terhadap penguasaan kasus pasien. 8,9, 10

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan tingkat kognitif mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Mahasiswa yang diberikan pembelajaran model bedside teaching yang sesuai dengan step atau tahapan pembelajaran memungkinkan mahasiswa untuk dapat lebih banyak berinteraksi dengan pembimbing klinik. Dimana mahasiswa dapat berpartisipasi aktif serta lebih termotivasi untuk melatih critical thingking, analisis pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang suatu kasus penyakit terutama dalam hal pengkajian dan perawatan luka.

Keaktifan dan minat mahasiswa tercermin dalam kegiatan pembelajaran bedside teaching. Adanya kegiatan menggali brain storming mahasiswa pada tahap preparation sebelum kegiatan pembelajaran menjadi modal dasar dalam proses persiapan knowledge mahasiswa kemudian dilanjutkan dengan proses diskusi dan tanya jawab. Dalam proses ini

preseptor sedikit menguji kemampuan mahasiswa sejauh mana pengetahuan yang telah di miliki oleh mahasiswa mengenai konsep pengkajian dan perawatan luka secara general hingga prosedur penatalaksaan yang konkrit dan berkesinambungan. Hal ini yang menjadi pendorong dominan dalam terjadinya peningkatan kognitif mahasiswa.

2. Perbedaan afektif mahasiswa profesi ners sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa metode pembelajaran klinik model bedside teaching mempengaruhi sikap mahasiswa. Hasil penilaian afektif dilihat dari mean kelompok eksperimen pada saat pre test sebesar 26.84 dan post test menjadi 30.48, sedangkan nilai mean afektif mahasiswa kelompok kontrol pada saat pada saat pre test sebesar 24.36 dan post test menjadi 26.11.

Sikap merupakan reaksi atau suatu respon emosional (emotional feeling) seseorang terhadap stimulus atau objek diluarnya dan penilainya ini dilanjutkan


(2)

dengan kecenderungan atau tidak melakukan terhadap objek.11

Hasil penelitian terkait menunjukkan adanya perubahan sikap positif pada peserta didik setelah mendapatkan pembelajaran. Selain itu juga melalui metode bedside teaching dapat meningkatkan pencapaian kompetensi mahasiswa, meningkatkan kepercayaan diri, harga diri dan kesadaran diri mahasiswa.8,12,13

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan sikap yang bermakna pada kelompok eksperimen setelah mendapatkan pembelajaran. Adanya proses interaksi antara mahasiswa kepada preseptor, mahasiswa kepada pasien dalam pembelajaran bedside teaching dapat menumbuhkan sikap profesional seorang perawat melalui komunikasi interpersonal yang terbangun dari kegiatan pemberian asuhan keperawatan. Selain itu juga adanya specific feedback yang diberikan preseptor kepada mahasiswa memberikan motivasi tersendiri kepada mahasiswa yang menyebabkan terjadinya perubahan sikap mahasiswa, dengan adanya perubahan

sikap tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat interest pasien kepada mahasiswa selama proses pemberian asuhan terutama dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.

3. Perbedaan psikomotorik mahasiswa profesi ners sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa metode pembelajaran klinik model bedside teaching mempengaruhi psikomotorik mahasiswa. Hasil penilaian psikomotorik pengkajian luka dilihat dari mean kelompok eksperimen pada saat pre test sebesar 48.19 dan post test menjadi 54.19, sedangkan nilai mean psikomotorik pengkajian luka mahasiswa kelompok kontrol pada saat pada saat pre test sebesar 42.68 dan post test menjadi 48.26. Hasil penilaian psikomotorik perawatan luka dilihat dari mean kelompok eksperimen pada saat pre test sebesar 32.03 dan post test menjadi 34.11, sedangkan nilai mean psikomotorik perawatan luka mahasiswa kelompok


(3)

kontrol pada saat pada saat pre test sebesar 30.88 dan post test menjadi 32.69. Psikomotorik merupakan sebuah ranah yang berkaitan erat dengan keterampilan dan kemampuan seseorang dalam menerima pengalaman belajar tertentu. Dimana hasil belajar psikomotorik ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif.14 Perkembangan kemampuan psikomotorik mahasiswa dapat terlihat melalui enam gerakan berikut : gerakan reflex, gerakan basic, kemampuan mengamati, kemampuan fisik, gerakan keterampilan dan gerakan komunikatif.15,16

Hasil penelitian terkait menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan kemampuan psikomotorik setelah diberikan pembelajaran serta melalui metode bedside teaching dapat meningkatkan keterampilan klinik mahasiswa.9,17

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran klinik model bedside teaching dapat meningkatkan keterampilan klinik mahasiswa, keterampilan yang diperoleh mahasiswa

pada tahapan demonstration dapat memberikan kontribusi yang baik. Melalui metode pembelajaran ini mahasiswa diberikan kesempatan untuk mencoba dan akhirnya memperlancar semua proses esensial untuk menghasilkan kinerja yang terkoordinasi. Tentunya melalui proses pendampingan dari preseptor, yang dapat memberikan pengalaman praktik kepada peserta didik, memberikan arahan apa saja yang harus dilakukan, bagaimana prosedur suatu tindakan, dan melakukan praktik sesuai dengan teknik procedural dan interpersonal.

Perubahan kemampuan psikomotorik mahasiswa tersebut tentunya mengikuti tahapan dari psikomotorik itu sendiri dimulai dari bagaimana mahasiswa tersebut mempersepsikan suatu objek, menyiapkan fisik dan emosional, mempelajari keterampilan atau tindakan yang akan dilakukan melalui prosedur dan mekanisme yang terstandar, serta dapat berkarya dan berinovasi dalam melakukan suatu tindakan.


(4)

4. Perbedaan tingkat kognitif afektif dan psikomotorik mahasiswa profesi ners sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat kognitif mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p 0.001. Adanya perbedaan afektif mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p 0.001. Adanya perbedaan psikomotorik pengkajian luka pada mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p 0.001. Adanya perbedaan psikomotorik perawatan luka pada mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p 0.016.

Proses pembelajaran mengikat mahasiswa secara holistic kedalam tiga domain pembelajaran (kognitif, afektif dan psikomotorik). Melalui domain tersebut memungkinkan individu untuk mngembangkan kemampuan pengolahan informasi kognitif di tunjukkan dengan perubahan afektif serta keterampilan psikomotorik.3

Metode pembelajaran bedside teaching yang diberikan dapat meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan psikomotorik serta lebih efektif dalam meningkatkan pencapaian kompetensi mahasiswa.9,18

Kualitas bedside teaching dipengaruhi oleh tiga aspek : keterampilan komunikasi, standar pemeriksaan fisik, dan keterampilan professional.19

Pembelajaran klinik model bedside teaching yang telah diberikan merupakan salah satu bentuk pembelajaran klinik yang dikembangkan untuk meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara berkesinambungan satu sama lain. Hasil pengalaman belajar yang telah didapatkan oleh mahasiswa melalui pembelajaran bedside teaching akan membentuk sebuah pola kepribadian yang unik dan relative permanen hal ini tergambar dari pola berfikir dan manajemen emosi sehingga akan menghasilkan suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Kecenderungan kepribadian seseorang yang telah terbangun dalam diri individu (embedded)


(5)

berperan dalam menjelaskan suatu proses kognitif, afektif, persepsi dan norma.20

KESIMPULAN

Metode pembelajaran klinik model bedside teaching efektif dalam meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotorik mahasiswa program profesi ners. Serta adanya perbedaan tingkat kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa yang menggunakan metode pembelajaran klinik model bedside teaching dan mahasiswa yang menggunakan model pembelajaran incomplete bedside teaching.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurhadi. (2004). Pembelajaran Kontekstual, Malang, UM Press.

2. Nursalam & Ferry Efendi. (2008). Pendidikan dalam keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.

3. Reilly, D. E., & Oermann, M. H. (2002). Pengajaran Klinis dalam Pendidikan. Keperawatan, Jakarta, EGC.

4.

Spencer, L. M., & Spencer, P. S. M.

(2008).

Competence at Work models

for superior performance. John Wiley

& Sons.

5. King, V.G., & Gerwik, N.A. (1981). Humanizing nursing education: A confluent approach through group process. Wake field. Massachussetts: Nursing Resourcess.

6. Kelly, T., & Karen, J. (1998). Clinical and nursing staff development current

competence future focus. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

7. Notoadmodjo, Soekijo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehtan Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.

8. Cholifah, N., & Hartinah, D. (2015). Bedside Sebagai Suatu Inovasi Metode Bimbingan Klinik Dalam kebidanan dan keperawatan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 6(2), 39-51.

9. Puji Lestari, T. (2010). Efektifitas Metode Pembelajaran Bedside Teaching Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Kemampuan Psikomotor Mahasiswa dI Lahan Praktek (Ruang Melati RSUD DR Harjono s Ponorogo). Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret. Srakarta.

10. Solikhah Umi, & Elsanti, D. (2012). Pengaruh Bedside Teaching Model Terhadap Penguasaan Kasus Dan Kemampuan Keterampilan Mahasiswa Praktik Klinik Keperawatan. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), volume 7, No.3,142-147. November 2012

11. Notoadmodjo, Soekijo. (2005). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta 12. Wibawa, C. (2007). Perbedaan efektifitas metode demonstrasi dengan pemutaran video. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 2(2), 115-129

13. Damayanti, H. N., & Sutama, S. (2016). Efektivitas Flipped Classroom Terhadap Sikap Dan Ketrampilan Belajar Matematika Di Smk. Jurnal Manajemen Pendidikan, 11(1), 2-7.

14. Sudijono, Anas. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

15. Harrow, A. J. (1972). A taxomy of the psychomotor domain : A guided for developing behavioral objective. New York : David Mc Key Company.


(6)

16. Rahyubi, Heri. (2014). Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung: Nusa Media.

17. Peters M, & Ten Cate O. (2014). Bedside teaching in medical education : a literatur review. Journal of Medical Education,76-88, doi:10.1007/s40037-013-0083-y.

Retrieved from

http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24049043 18. Rahmawati, R., & Satino, S. (2012). Pencapaian Kompetensi Tindakan Suction Dalam Pembelajaran Praktek Klinik Melalui Metoda Bedside Teaching. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, 1(2).

19. Mosalanejad, L., Hojjat, M., & Badeyepeyma, Z. (2013). A Comprehensive Evaluation of the Quality and Barriers of Bedside Teaching from Professors’ Point of View. International Journal of Nursing Education, 5(2), 233-238.

20. Tjahjono,HK., & Palupi.,M. (2014). Model Intensi Berwirausaha Berbasis Teknologi Informasi. Jurnal Bisnis Teori dan Implementasi. 8(1).1-12