1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Kenyataan menunjukkan
bahwa di negara-negara yang sedang berkembang urutan peyakit-penyakit utama nasional masih ditempati oleh berbagai penyakit infeksi Nelwan, 2006. Infeksi
merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus,
bakteri, jamur dan protozoa. Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah contoh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi Jawetz et al., 2005.
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang pernah mengalami berbagai infeksi S. aureus selama hidupnya, dari
keracunan makanan yang berat sampai infeksi yang tidak dapat disembuhkan Jawetz et al., 2001. S. aureus merupakan flora normal pada kulit dan selaput
lendir manusia, mulut, dan saluran nafas bagian atas. Infeksi S. aureus dapat menyebabkan endokartitis, meningitis, dan infeksi terhadap paru-paru Jawetz et
al., 2001. Staphylococcus tahan terhadap kondisi kering, panas bakteri tersebut bertahan pada suhu 50˚C selama 30 menit dan natrium klorida 9, tetapi
dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3 Jawetz et al., 2001.
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif yang merupakan bagian flora normal gastrointestinal manusia tapi juga merupakan penyebab umum infeksi
saluran urin, diare pada musafir, dan penyakit lain Jawetz et al., 2001. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada
anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus. Genus Escherichia terdiri dari 2 spesies
yaitu Escherichia coli dan Escherichia hermani Jawetz et al., 2001.
Idealnya antibiotik dipilih untuk pengobatan bakteri-bakteri tersebut. Tetapi timbul permasalahan baru yaitu permasalahan resistensi bakteri. Resistensi
bakteri terhadap antibiotik hanya salah satu contoh proses alamiah yang tidak pernah ada akhirnya yang dilakukan oleh organisme untuk mengembangkan
toleransi terhadap keadaan lingkungan yang baru Pelczar et al., 1988. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta tahun 2001-2002 menunjukkan
bahwa persentase resistensi Escherichia coli terhadap kanamisin sebesar 62,5, terhadap sefaleksin sebesar 57,1, dan terhadap amoksisilin sebesar 86,2
Refdanita et al., 2002. Staphylococcus aureus 100 resisten terhadap ampisilin, amoksisilin, penisilin G, kloramfenikol, dan siprofloksasin Refdanita
et al., 2002. Staphylococcus aureus banyak dilaporkan mengalami peningkatan resistensi yang cukup tinggi, resistensi terhadap nafsilin terjadi pada 10-20
kasus Jawetz et al., 2005. Dari uraian tersebut timbul alternatif untuk menjadikan pengobatan herbal atau alami sebagai pilihan dalam mengatasi
resistensi tersebut. Indonesia dikenal dengan kekayaan tumbuhan obat. Jenis tumbuhan obat
tersebut mulai dari tanaman perdu hingga tanaman keras, merupakan tumbuhan yang masih liar dan hanya terdapat di hutan belantara atau tanaman yang sudah
dibudidayakan. Tumbuhan tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan setiap provinsi mempunyai keanekaragaman hayati yang bisa digunakan sebagai
obat alternatif Mardisiswoyo and Rajakmangunsudarso, 1995. Salah satu tanaman yang diduga mempunyai potensi sebagai antibakteri
adalah tanaman pare Momordica charantia L.. Pare merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional karena mempunyai beberapa
khasiat, antara lain perasan daunnya dapat dipakai sebagai obat cacing, obat muntah, dan untuk obat pencahar Dharma, 1985.
Menurut hasil penelitian ekstrak buah dan daun pare mempunyai aktivitas
antimikroba pada mikroorganisme Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Candida albicans, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Proteus
vulgaris, dan Salmonella typhi. Ekstrak metanol buah menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih besar daripada ekstrak daun dengan persentase
penghambatan mencapai 75 dari semua mikroorganisme yang diuji. Diameter zona hambat ekstrak metanol buah pare terhadap bakteri E. coli dengan
konsentrasi 0,4 mgµ L, 0,6 mgµ L, dan 1 mgµL masing-masing adalah 7 mm, 8 mm, dan 8 mm. Diameter zona hambat ekstrak metanol buah pare terhadap
bakteri S. aureus dengan konsentrasi 0,2 mgµ L, 0,4 mgµ L, 0,6 mgµ L, dan 1 mgµ L masing-masing adalah 8 mm, 8 mm, 11 mm, dan 11 mm Mwambete,
2009. Data empiris dan penelitian tersebut mendorong peneliti untuk menguji
aktivitas antibakteri dan membuktikan kandungan senyawa kimia tanaman pare yang mempunyai khasiat sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus multiresisten antibiotik sehingga bermanfaat bagi perkembangan pengobatan penyakit infeksi karena bakteri di Indonesia.
B. Perumusan Masalah