Diskrimnasi Landasan Teori .1 Sosiologi Sastra

10

2.2.2 Diskrimnasi

Prasangka dan diskriminasi tidak dapat dipisahkan. Prasangka masih meliputi sikap keyakinan, dan predisposisi untuk bertindak, maka diskriminasi merupakan tindakan nyata. Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki sikap prasangka yang sangat kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya,adat-istiadat, dan hukum Liliweri, 2005: 218. Menurut Doob dalam, Liliweri: 218 diskriminasi dapat dilakuakn melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan mengasimilasi kelompok lain. Fulthoni dkk 2009:4 memaparkan jenis-jenis diskriminasi yang sering terjadi, yaitu sebagai berikut : a. Diskriminasi berdasarkan sukuetnis, ras, dan agamakeyakinan. b. Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender peran sosial karena jenis kelamin. Contohnya, anak laki-laki diutamakan untuk mendapatkan akses pendidikan dibanding perempuan; perempuan dianggap hak milik suami setelah menikah; dan lain-lain dll. c. Diskriminasi terhadap penyandang cacat. Contoh: penyandang cacat dianggap sakit dan tidak diterima bekerja di instansi pemerintahan. d. Diskriminasi pada penderita HIVAIDS. Contoh: penderita HIVAIDS dikucilkan dari masyarakat dan dianggap sampah masyarakat. 11 e. Diskriminasi karena kasta sosial, Contoh: di India, kasta paling rendah dianggap sampah masyarakat dan dimiskinkan atau dimarjinalkan sehingga kurang memiliki akses untuk menikmati hak asasinya. Jenis-jenis diskrimnasi yang telah dipaparkan oleh Fhultoni pada bagian pertama terjadinya diskrimnasi karena sukuetnis ras, dan agama keyakinan. Praktik diskriminasi di Indonesia berupa konflik, praktik diskriminasi yang tidak berbentuk konflik biasnya berbentuk kebijakan atau peraturan yang merugikan individu atau kelompok tertentu. Praktik diskriminasi berupa konflik adalah kasus Ambon dan Poso yang melibatkan komunitas Islam dan Kristen. Kasus penjarahan terhadap etnistionghoa minoritas tahun 1998 Fulthoni, 2009:2. Bagian kedua, diskriminasi terjadi karena jenis kelamin dan gender.Diskrimnasi ini disebut diskrimnasi jenis kelamin. Diskriminasi jenis kelamin merupakan bentuk diskrimnasi langsung dan kerap terjadi, biasanya diskriminasi ini menimpa kaum wanita. Pada tahun 1958 Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang hak-hak Politik Wanita dengan UU No. 681958. Selain itu Pemerintah RI juga meratifikasi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Namun, dengan demikina hingga saat ini masi saja terjadi berbagai bentuk diskriminasi dalam keluarga, dunia pendidikan dan dunia kerja, di dalam dan di luar negeri, hingga berdampak pada kekerasan, pelecean seksual dan pemerkosaan Hartono, 2000:1. Menurut Irianto dalam Ihromi, 2000: 211 diskriminasi wanita terjadi karena 1 dalam mendapatkan hak wanita atas kesempatan kerja yang sama dengan pria, kebebasan memilih profesi, pekerjaan, promosi dan pelatihan; 2 12 dalam memperoleh upah; 3 dalam menikmati hak terhadap jasmani; 4 hak terhadap kesehatan dan keselamatan kerja; 5 hak untuk tidak diberhentikan dari pekerjaan dan tetap mendapat tunjangan karena kawin, hak akan cuti haid, cuti hamil dan melahirkan. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, menurut data PBB, terdapat 25 instrumen mengenai Hak Asasi Manusia. Namun, Indonesia baru memiliki 5 instrumen, sehingga hal ini menunjukan betapa kecilnya perhatian pemerintah terhadap penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia Hartono, 2000:2-4. Pembelaan atas kasus diskriminasi kekerasan seksual yang merujuk pada hukum sudah bisa dimanipulasi, sehingga orang terutama pejabat penegak hukum, tidak merasa kaget, sedih, dan terenyuh. Bahkan, pernyataan-pernyataan pemerintah dan pejabat penegak hukum membuktikan, bahwa masyarakat Indonesia sudah dididik untuk mencari keselamatan sendiri dan tidak menghiraukan kebenaran yang sebenarnya terjadi Hartono, 2000:3-4. Bagian ketiga diskriminasi terhadap orang cacat. Diskriminasi ini terjadi karena penyandang cacat sering mengalami kesukaran dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Para penyandang cacat fisik sering mengalami kesukaran dalam memperoleh pendidikan atau pekerjaan karena adanya aturan tertulis maupun kebijakan tidak tertulis yang menghambat mereka, meskipun secara fisik dan mental kemampuan mereka belum tentu berbeda dengan orang yang berbadan sehat Sunarto, 2004: 155. Keempat, diskrimnasi terhadap penderita HIVAIDS. Penderita HIVAIDS sering mengalami tindakan diskriminasi karena penyakitnya. Seharusnya, yang 13 harus dihindari adalah penyakitnya bukan penderita HIVAIDS. Tetapi, yang terjadi di lapangan adalah menghindari penderitanya. Seperti dilarang bersekolah, bekerja karena masyarakat khawatir penyakitnya akan menular. Kelima, diskrimnasi disebabkan kasta sosial. Kasta adalah golongan atau tingkatan. Kasta yang paling rendah akan memperoleh tindakan diskrimnasi dari kasta yang lebih tinggi. kasta digunakan di India, sedangkan di Indonesia di pulau Bali yang penduduknya mayoritas beragama Hindu. Kelima jenis diskriminasi tersebut merupakan landasan untuk mengkaji jenis diskrimnasi yang terjadi dalam novel Pasung Jiwa. Selain Jenis, diskriminasi juga memiliki bentuk. Bentuk diskrimnasi menurut Newman dalam Mikarso, 2009: 88 bentuk diskriminasi berupa 1 diskriminasi verbal Verbal exspression, diskriminasi yang dijalankan dengan cara menghina atau dengan kata-kata; 2 Penghindaran avoidance, diskriminasi yang dijalankan dengan cara menghindari atau menjauhi seseorang atau kelompok masyarakat yang tidak disukai; 3 Pengeluaran exclusion, diskriminasi ini dijalankan dengan cara tidak memasukkan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu dalam kelompoknya; 4 Diskriminasi fisik physical abuse, diskriminasi yang dijalankan dengan cara menyakiti, memukul atau menyerang; 5 diskriminasi lewat pembasmian extinction, perlakuan diskriminasi dengan cara membasmi atau melakuakan pembunuhan besar-besaran. Bentuk diskriminasi tersebut merupakan teori yang digunakan dalam mengkaji bentuk-bentuk diskriminasi yang terdapat dalam novel Pasung Jiwa. 14

2.3 Tinjauan Pustaka