Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan pelajaran yang dapat melatih siswa dalam menumbuhkembangkan cara berpikir kritis, logis, dan kreatif. Oleh karena itu,
keberadaan matematika pada kurikulum pendidikan di Indonesia sebagai mata pelajaran wajib yang diberikan kepada siswa sekolah dasar hingga sekolah
menengah. Harapannya siswa di Indonesia dapat memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan kreatif dalam menghadapi segala jenis tantangan pada era
modern dewasa ini. Hal senada diungkapkan oleh Suherman, dkk 2003 bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang sekolah dasar dan menengah
meliputi dua hal, yaitu: 1.
Mempersiapkan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Sejalan dengan hal di atas, Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang SI mata pelajaran matematika lingkup pendidikan dasar menyebutkan bahwa mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Secara realita tujuan tersebut belum tercapai secara maksimal. Hal ini
ditunjukkan dengan prestasi beberapa sampel siswa Indonesia dalam bidang matematika semakin terpuruk. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Wardhani
2011 bahwa Indonesia telah mengikuti Trends In International Mathematics and Science Study TIMSS pada tahun 1999, 2003, 2007 dan Programme for
International Student Asessment PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dengan hasil tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaan. Pada PISA
tahun 2009 Indonesia hanya menduduki ranking 61 dari 65 peserta dengan rata- rata skor 371, sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Prestasi pada
TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rata-rata skor siswa kelas 8 kita menurun menjadi 405, dibanding tahun 2003 yaitu 411. Ranking Indonesia pada
TIMSS tahun 2007 menjadi ranking 36 dari 49 negara. Selanjutnya hasil evaluasi TIMSS 2011 untuk matematika kelas VIII,
Indonesia pada posisi 5 besar dari bawah bersama Syria, Moroko, Oman, Ghana. Peringkat Indonesia 36 dari 40 negara dengan nilai 386. Hasil ini mengalami
penurunan dari TIMSS 2007. Hasil TIMSS dan PISA yang rendah tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor penyebab antara lain
siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMSS dan PISA. Soal-soal pada TIMSS dan PISA substansinya kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi dan
kreativitas dalam menyelesaikannya. Soal matematika dalam PISA tidak menguji kemampuan pada kompetensi dasar tertentu, namun lebih banyak menguji
kemampuan untuk menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah, sedangkan soal-soal matematika dalam TIMSS masih mirip dengan soal-
soal matematika yang diujikan di sekolah, atau sesuai dengan kurikulum, namun soal dalam TIMSS menguji domain konten dan domain kognitif secara seimbang
Wardhani, 2011. Kondisi di atas bertentangan dengan instrumen penilaian yang ada di
Indonesia. instrumen penilaian yang disajikan pada umumnya menyajikan instrumen penilaian hasil belajar yang substansinya kurang dikaitkan dengan
konteks kehidupan yang dihadapi siswa dan kurang memfasilitasi siswa dalam mengungkapkan proses berpikir kreatif dan berargumentasi.
Berdasarkan kondisi tersebut selayaknya guru harus mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam pembelajaran matematika di
kelas. Salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif. Adanya pengembangan kemampuan ini siswa diharapkan dapat tergali potensi kreativitasnya ketika
menghadapi berbagai persoalan matematika yang kontekstual, menuntut penalaran, argumentasi dan berpikir kreatif. Berkaitan dengan hal tersebut
Suherman, dkk. 2003 mengungkapkan bahwa dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat pola
berpikir kritis
dan kreatif.
Dua hal
tersebut harus
dipupuk dan
ditumbuhkembangkan. Siswa harus dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih
bermakna. Saefudin 2012 mengungkapkan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu
hal yang kurang diperhatikan dalam pembelajaran matematika. Selama ini guru hanya mengutamakan logika dan kemampuan komputasi hitung-menghitung
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sehingga kreativitas dianggap bukanlah sesuatu yang penting dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Padahal salah satu isi Kurikulum 2006 menyebutkan
bahwa mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif, dan kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut dikembangkan dalam diri siswa, agar siswa memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Siswono 2004 menyatakan bahwa kreativitas merupakan produk berpikir kreatif seseorang. Berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika
kita mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Bersandar pada alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sangat
penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu, guru hendaknya mengkaji dan memperbaiki kembali praktik-praktik pengajaran yang selama ini dilaksanakan,
yang mungkin hanya sekadar rutinitas belaka. Kenyataannya kemampuan berpikir kreatif siswa disatu sisi memang sangat penting untuk dimiliki dan
dikembangkan, akan tetapi di sisi lain ternyata kemampuan tersebut masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar atau prestasi belajar matematika siswa
selama penulis mengajar di tingkat SMP. Mayoritas siswa SMP bila diberikan soal-soal yang menuntut berpikir kreatif mereka selalu mengalami kesulitan
dalam menyelesaikannya. Sehingga hasil belajar siswa masih tergolong rendah dibawah KKM yang ditentukan.
Fakta yang mendukung kondisi di atas juga ditunjukkan hasil penelitian prestasi matematika siswa ditinjau dari perspektif internasional. Hasil PISA 2009
OECD, 2010 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan 61 dari 65 negara yang tercakup dalam program penilaian 3 tahunan tersebut. Lebih lanjut,
OECD melaporkan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia tidak berbeda secara signifikan dengan siswa dari Colombia, Albania, Tunisia, Qatar, Peru, dan
Panama. Kemampuan siswa menyelesaikan masalah yang diajukan dalam
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
penilaian, hampir 80 siswa Indonesia mampu menjawab hanya masalah- masalah tingkat 2. Sedangkan, untuk masalah tingkat 6 tertinggi, hampir tidak
ada siswa Indonesia yang mampu menyelesaikannya Sabri, 2012. Lazimnya kemampuan matematika siswa di sekolah terbagi atas tiga
kelompok, yakni 1 siswa kelompok atas, kelompok ini biasanya memiliki kemampuan di atas rata-rata teman sekelasnya; 2 Kelompok sedang, kelompok
ini biasanya memiliki kemampuan rata-rata di kelasnya; 3 kelompok rendah, kelompok ini biasanya memiliki kemampuan di bawah rata-rata kelasnya.
Menurut Galton Ruseffendi, 1991 dari sekolompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir,
tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dari pendapat tersebut, penulis memandang bahwa pemilihan lingkungan belajar yang tepat dalam hal ini
pemilihan pendekatan pembelajaran menjadi hal yang sangat penting untuk mengakomodasi kemampuan siswa yang heterogen tersebut.
Pembelajaran langsung di kelas secara konvensional penulis memandang belum dapat memfasilitasi siswa-siswa yang memiliki kemampuan heterogen
tersebut. Hal demikian terjadi disebabkan pola pembelajaran langsung yang berjalan hanya transfer informasi, cenderung satu arah, dan sedikit membuka
ruang buat siswa untuk berpendapat secara bebas. Berdasarkan semua informasi di atas, seyogyanya dilakukan sebuah upaya
dalam rangka perbaikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan
berpikir kreatif matematik siswa. Menyadari pentingnya suatu pendekatan pembelajaran matematika yang
melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, mutlak diperlukan pembelajaran matematika yang kegiatannya melatih siswa dalam mengembangkan
kreativitasnya. Penulis memandang hal ini dapat terwujud dalam pembelajaran
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
yang dirancang dengan melibatkan siswa pada serangkaian kegiatan pembelajaran yang berbasis sumber Resource-Based learning.
Menurut Nasution 2005 Resource-Based Learning adalah segala bentuk belajar yang langsung menghadapkan murid dengan sesuatu atau sejumlah
sumber belajar secara individu atau kelompok dengan segala kegiatan belajar yang berkaitan dengan itu, bukan dengan cara konvensional dimana guru
menyampaikan bahan pelajaran kepada murid. Jadi dalam Resource-Based Learning guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar. Murid dapat belajar
dalam kelas, dalam laboratorium, dalam ruang perpustakaan, dalam ruang sumber belajar yang khusus atau bahkan di luar sekolah.
Sumber belajar ditujukan kepada siswa, bukan guru. Belajar berdasarkan sumber atau Resource-Based Learning bukan sesuatu yang berdiri sendiri,
melainkan bertalian dengan sejumlah perubahan-perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum. Menurut Nasution 2005 perubahan-perubahan itu
mengenai: 1. Perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan manusia
2. Perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntunannya 3. Perubahan tentang pengertian kita tentang anak dan caranya belajar
4. Perubahan dalam media komunikasi Sutrisno 2010 menyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Resource-Based Learningakan berpengaruh pada: 1.
Dampak Instruksional Siswa menjadi aktif dan terampil dalam berpikir kreatif serta siswa dapat
menyelesaikan soal-soal matematika 2.
Dampak Pengiring Siswa mampu mengaplikasikan materi pelajaran matematika dengan
kehidupan yang nyata. Kelebihan dari model pembelajaran matematika Resource-Based Learning, antara lain:
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
a Siswa akan lebih aktif untuk belajar matematika dengan cara mencari
sumber belajar yang dibutuhkan. b
Siswa akan lebih terampil berpikir kreatif untuk memecahkan masalah matematika.
c Dapat melatih siswa untuk kompak dalam bekerja sama dengan siswa lain
dalam satu kelompok. d
Metode ini dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa untuk menyajikan berbagai macam sumber bahan pelajaran.
e Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
kecepatan dan kesanggupan masing-masing. Pandangan lain seperti yang diungkapkan Wulan 2012 bahwa
pembelajaran Resource-Based Learning dalam segala hal peserta didik dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Anak bebas belajar dengan kemampuan
dan kecepatan sesuai dengan kemampuannya. Setiap peserta didik tidak dituntut untuk memperoleh informasi yang sama dengan temannya. Sehingga peserta didik
dapat belajar dengan senang dan semangat. Selain dampak terhadap proses belajar siswa, pendekatan Resource-Based
Learning akan berdampak pula pada kemampuan siswa dalam pengaturan konsep kepercayaan diri atau self confidence mereka. Salah satu fase pada pendekatan
Resource-Based Learning yakni pada fase mensintesa informasi inilah kepercayaan diri siswa lebih dominan dilatih untuk muncul. Hal ini disebabkan
pada fase ini siswa memberikan berbagai ide-ide kreatifnya di depan kelas secara klasikal yang membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri yang tinggi. Sirodj
dan Ismawati 2010 mendefinisikan self confidence adalah keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan serta
keyakinan seseorang bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan sesuatu yang positif. Self confidence terdiri atas empat indikator
yaitu: 1 percaya akan kemampuan diri; 2 menjadi diri sendiri; 3 siap menghadapi penolakan orang lain; 4 kendali diri yang baik; 5 berpikir positif.
Khususwanto, 2013 Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Resource-Based Learning Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Dan Self Confidence Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Penulis memandang bahwa pendekatan Resource-Based Learning memiliki banyak kelebihan jika digunakan sebagai alternatif pembelajaran
matematika untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pandangan ini tentu saja didasarkan pada apa yang telah diuraikan di muka, bahwa dengan
belajar berdasarkan sumber siswa terlatih untuk selalu aktif mencari informasi, bekerjasama, mandiri, percaya diri Self confidence, dan mengembangkan
kreativitas siswa dalam mengolah dan memahami informasi dalam menyelesaikan masalah.
Latar belakang di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan Resource-Based Learning
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self confidence siswa.
B. Rumusan Masalah