Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur

KEARIFAN TRADISIONAL PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYA HUTAN OLEH SUKU KANUME
DI TAMAN NASIONAL WASUR

MUHAMAD BUDI MULIYAWAN

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kearifan Tradisional
Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman
Nasional Wasur, Merauke adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Muhamad Budi Muliyawan
NIM E34080109

∗ Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
MUHAMAD BUDI MULIYAWAN. Kearifan Tradisional Perlindungan dan
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur.
Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan NANDI KOSMARYANDI.
Taman Nasional Wasur (TN Wasur) di Kabupaten Merauke, Papua
merupakan wilayah adat beberapa suku asli. Salah satu suku asli tersebut adalah
Suku Kanume, yang memiliki wilayah adat terluas di TN Wasur, yaitu sekitar
305.312 ha (73,78%). Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pola
perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku
Kanume di TN Wasur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat margamarga dalam Suku Kanume memiliki aturan adat dan kearifan dalam hal

perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang berbeda-beda. Margamarga dalam suku Kanume mempunyai kepemilikan hak tanah ulayat untuk
melindungi dan memanfaatkan sumberdaya yang didalamnya terdapat tempat
sakral, kampung lama, sumur alam, dusun sagu, dan tempat perjalanan leluhur. Di
dalam kearifan tradisional perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, Suku
Kanume mempunyai budaya yang mendukung dalam pengelolaan sumberdaya
hutan. Hal ini terlihat dengan adanya pembagian konsepsi ruang berdasarkan
wilayah ulayat adat, sistem penguasaan dan kepemilikan tanah, sistem Sasi, dan
faham Totem (Totemisme).
Kata kunci: Suku Kanume, Taman Nasional Wasur, kearifan tradisional

ABSTRACT
MUHAMAD BUDI MULIYAWAN. Traditional Wisdom of Kanume Tribe in the
Protection and Usage of Forest Resource in Wasur National Park. Supervised by
SAMBAS BASUNI and NANDI KOSMARYANDI.
Wasur National Park (TN Wasur), is located in Merauke, Papua. The
Kanume tribe is one of indigenous communities who have long been living in TN
Wasur, which has the region's largest in TN Wasur, about 305.312 ha (73,78%).
This study was conducted to analyze the pattern of protection and use of forest
resources by the tribe Kanume in the Wasur National Park. The results showed
that the people of clans in the ethnic of Kanume has a custom rules and wisdom

in terms of protection and utilization of forest resources. Clans in the tribe of
Kanume has ownership rights at the ulayat land to protect and exploit resources
that there can be found sacred places, the old village, the well nature, hamlet of
sago, and places the ancestral journey. In traditional wisdom and resource
utilization, the tribe of Kanume have a culture that supports the management of
the forest resource. This can be seen by the existence of the division of conception
space based on the area of ulayat customs, the system of mastery and ownership
of land, Sasi system and the belief of Totem(Totemism).
Keywords: Suku Kanume, Taman Nasional Wasur, traditional wisdom

KEARIFAN TRADISIONAL PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYA HUTAN OLEH SUKU KANUME
DI TAMAN NASIONAL WASUR

MUHAMAD BUDI MULIYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya
Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur
Nama
: Muhamad Budi Muliyawan
NIM
: E34080109

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Pembimbing I


Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini berjudul “Kearifan Tradisional
Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di
Taman Nasional Wasur”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni,
MS dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF selaku pembimbing, serta Ibu
Resti Meilani, S.Hut, M.Si dan Bapak Dr Ir Nyoman Jaya Wisatara, MS yang

telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada pihak instansi yang turut membantu terwujudnya karya ini, yaitu Balai
Taman Nasional Wasur khususnya kepada Bapak Ir Dadang Suganda, para staf
lainnya dan para ketua marga Suku Kanume. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga khususnya Kyai S. Nurul Huda,
Dr Ir Rahmat Pambudy, MS, seluruh para Kyai di Pati dan teman-teman di KSHE
45 maupun keluarga besar HIMAKOVA , atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Muhamad Budi Muliyawan

18

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vii

vii
vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian






METODE
Waktu dan Lokasi
Bahan dan Alat
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
    Pengolahan dan Analisis Data






4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Suku Kanume di Taman Nasional Wasur
Karakteristik Masyarakat Suku Kanume
Pengelolaan Zonasi Taman Nasional Wasur
Lokasi Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume
Lokasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Sukyu Kanume di Zonasi
Taman Nasional Wasur
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Perlindungan dan Pemanfaatan
Sumberdaya Hutan Oleh Suku Kanume
Pola Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume






11 
12
15
16 
20 

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24 
24 
24 

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

24


DAFTAR TABEL
1 Jenis dan metode pengumpulan data
2 Penduduk Suku Kanume di Distrik Sota dan Noukenjerai
3 Jumlah penduduk masyarakat Suku Kanume menurut kelompok
umur di TN Wasur Tahun 2010
4 Lokasi dusun marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN
Wasur
5 Lokasi Tempat Sakral marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi
TN Wasur
6 Luas wilayah tiap-tiap marga-marga dalam Suku Kanume di setiap
Zonasi TN Wasur
7 Totem marga-marga dalam Suku Kanume
8 Aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang diadopsi
dalam pengelolaan Zonasi TN Wasur dan situasinya pada saat ini



8
13 
13

16
17 
21

 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Empat gologan adat dalam masyarakat Malind Anim
Peta wilayah hak adat marga-marga dalam Suku Kanume
Rumah panggung
Jumlah penduduk masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang
di TN Wasur
5 Hasil buruan kangguru di hutan cadangan kampung Rawa Biru
6 a) Kampung Rawa Biru ; b) Kampung Onggaya ; c) Kampung
 
Tomerau ; d) Kampung Tomer
7 a) Rumah bivak Suku Kanume; b) Rumah panggung dari pemerintah
8 Peta Zonasi Taman Nasional Wasur
9 Lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh Suku
Kanume di Taman Nasional Wasur
10 Peta lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
wilayah marga di Zonasi TN Wasur
11 Struktur Orgasnisasi Adat tingkat Kampung
12 Kearifan tradisional dalam rangkaian keseimbangan alam
13 Hasil penangkapan illegal logging di kampung Tomer
14 Bagan alir penurunan budaya Suku Kanume

5
6
7


10 
11 
12
14
15
17
21
22
23 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sisilah suku-suku besar di Kabupaten Merauke
2 Kearifan tradisional perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan oleh Suku Kanume
3 Pemanfaatan tumbuhan oleh Suku Kanume
4 Kesepakatan pengukuhan nilai-nilai kearifan tradsional masyarakat
adat di Taman Nasional Wasur
5 Struktur Organisasi Masyarakat Adat Suku Malind Anim

28 
29 
40
58
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Wasur (TN Wasur) secara administratif pemerintah terletak
di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Kawasan TN Wasur terdapat di wilayah
adat Suku Marind Sendawi Anim yang telah turun temurun mendiami daerah
tersebut sebelum ditetapkan menjadi Taman Nasional. Suku Marind Sendawi
Anim merupakan suku besar yang terdiri dari empat suku kecil yaitu Suku Marori
Men-Gey, Suku Kanume, Suku Yeinan, dan Suku Nggawil Anim. Dari semua
suku yang terdapat di TN Wasur, Suku Kanume merupakan suku yang memiliki
wilayah adat terluas, yaitu sebesar 305.312 ha (73,78%). Dalam kesehariannya,
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Suku Kanume sangat tergantung dengan
alam, seperti kebutuhan obat-obatan, kayu bakar, sandang, pangan (sayuran, air,
daging, ikan dan bumbu), perumahan, berladang sampai upacara adat.
Suku Kanume mempunyai peran penting dalam pengelolaan TN Wasur
karena memiliki keterkaitan langsung dengan sumberdaya alam di TN Wasur.
Suku Kanume memiliki tiga marga yang tersebar di kawasan TN Wasur, yaitu
Marga Ndipkuan/Ndiken, Marga Ndimar, dan Marga Mbanggu. Masing-masing
marga tersebut memiliki sistem perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
tersendiri dan keberadaan lahannya diakui oleh marga-marga yang lain.
Ditetapkannya wilayah tersebut sebagai taman nasional membatasi aktivitas
masyarakat Suku Kanume keluar masuk hutan. Padahal dengan adanya taman
nasional seharusnya dapat memberikan manfaat, tidak hanya untuk menjaga
kelestarian sumberdaya alam, tetapi juga kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Masyarakat Suku Kanume sebagian besar bermata pencaharian sebagai
petani dan berburu serta sebagai nelayan. Dalam kesehariannya, kebutuhan hidup
Suku Kanume sangat tergantung dengan alam, seperti kebutuhan obat-obatan,
kayu bakar, sandang, pangan (sayuran, air, daging, ikan dan bumbu), perumahan,
bercocok tanam sampai upacara adat.
Sampai saat ini, data dan informasi tentang pola perlindungan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan yang berkaitan dengan pembagian lokasi-lokasi
hak ulayat marga di dalam Suku Kanume belum tersedia, demikian juga
dampaknya terhadap kelestarian sumberdaya hutan TN wasur belum diketahui.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian mengenai pola perlindungan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam suku Kanume di sekitar
TN Wasur dilakukan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat diketahui
pola perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam
suku Kanume dan dapat dipertimbangkan dalam pengelolaan kawasan hutan di
TN Wasur.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis pola perlindungan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku Kanume dalam kawasan
Taman Nasional Wasur. Untuk mencapai tujuan utama tersebut terdapat tujuantujuan khusus yaitu :
1. Menginventarisasi lokasi-lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume di setiap zona TN Wasur.
2. Mendeskripsikan faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi pola
perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam
Suku Kanume di TN Wasur.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis pola perlindungan dan pemanfaatan
sumberdaya hutan oleh marga-marga dalam Suku Kanume di setiap zonasi
TN Wasur.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat kepada: 1. Masyarakat umum,
memberikan informasi tentang pengetahuan lokal masyarakat suku Kanume
dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan penerapannya dalam pengelolaan
sumberdaya hutan TN Wasur; 2. TN Wasur, memperkaya informasi mengenai
pola-pola pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat Suku Kanume dalam
pengelolaan sumberdaya alam di TN Wasur, sehingga dapat dipertimbangkan
dalam pengelolaan kawasan hutan di TN Wasur.

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di TN Wasur Kabupaten Merauke Provinsi
Papua. Subyek penelitian adalah kelompok masyarakat marga-marga dalam suku
Kanume. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di
Kampung Rawa Biru, Yanggandur, Sota, Onggaya, Tomer, dan Tomerau.
Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta
kawasan, tape recorder, panduan wawancara, kamera digital, global positioning
system (GPS), buku catatan harian, kalkulator, penggaris, serta software (ArcGIS
Versi 9.3), dan peralatan tulis lainnya.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui lima metode, yaitu: 1. Studi pustaka
(dokumentasi); 2. Observasi lapang; 3. Wawancara dengan tokoh adat (ketua
suku/ketua marga) dan masyarakat Suku Kanume; 4. Diskusi terfokus secara

3
berkelompok (Focus Group Discussion); dan 5. Metode PRA (Partisipatory Rural
Appraisal) untuk pemetaan wilayah. (Tabel 1)
Wawancara dengan informan kunci dilakukan terhadap tokoh masyarakat
adat dan kepala TN Wasur menggunakan wawancara secara mendalam (indepth
interview). Teknik wawancara dilakukan secara tekstruktur yaitu wawancara yang
telah disusun secara sistematis dengan menggunakan panduan pertanyaan
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Semua data tersebut
dikumpulkan dengan instrument catatan harian atau catatan lapangan dalam
bentuk catatan pengamatan. Selain itu juga dilakukan diskusi terfokus secara
berkelompok (Focus Group Disscusion) untuk mendorong keaktifan semua
peserta diskusi dalam memberikan semua informasi yang dimiliki. Metode ini
merupakan alat kontrol untuk mengklarifikasi data dari hasil wawancara
sebelumnya.
Teknik observasi, yaitu dengan metode pengamatan secara langsung
terhadap objek yang diteliti baik kondisi fisik maupun kebiasaan-kebiasaan
masyarakat. Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan fisik
tempat penelitian, penerapan kearifan tradisional dalam pemanfaatan sumberdaya
alam oleh masyarakat, serta mengamati tempat-tempat yang diceritakan oleh
informan yang berkaitan dengan penelitian. Pendekatan yang dilakukan untuk
observasi yaitu pengamatan terlibat (Participant Observation), yaitu suatu metode
yang bersifat partisipatif, dengan membaur dan menjadi bagian dari masyarakat,
untuk mendapatkan perspektif masyarakat setempat dalam melihat dan
menghadapi permasalahan (Idrus 2009).
Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) dilakukan dengan melakukan
pendekatan pemetaan secara partisipatif, dimana kegiatan ini melibatkan
masyarakat mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan hasil. Pemetaan ini
bertujuan untuk menggali berbagai aspek penggunaan tanah, pola-pola,
penyebaran, dan mengangkat usulan-usulan perencanaan pembangunan,
disamping itu juga dijadikan sebagai alat dalam monitor perkembangan lahan dan
mengevaluasinya. Pemetaan partisipatif diawali dengan metode RRA (Rapid
Rural Appraisal), lebih difokuskan pada pengalian data keruangan melalui studi
pustaka, pengamatan langsung, dan wawancara atau dengan kata lain merupakan
proses pengumpulan data oleh peneliti. Pelaksanaan pemetaan dilakukan dengan
beberapa kegiatan pendukung berupa pencarian, pengambilan,penganalisaan, dan
penggambaran baik berupa tulisan maupun peta dasar. Setelah metode RRA
dilakukan, kemudian diikuti dengan kegiatan PRA dimana peneliti bersifat pasif
dan masyarakat bersifat aktif, dengan kata lain cara ini memungkinkan
masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, menganalisa, dan
menggambarkan kondisi alamnya.

4

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis Data

Parameter

Cara
Pengumpulan
Wawancara ,
observasi lapang

Sumber Data

Karakteristik
perkampungan
masyarakat

• Lokasi perkampungan
• Kondisi perkampungan
• Bentuk perumahan

Kondisi sosial
ekonomi suku
Kanume

• Jumlah penduduk,
mobilitas penduduk
dan komposisi
penduduk
• Tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan dan
tingkat pendapatan

Wawancara ,
penelususran
dokumen dan
observasi lapang

Masyarakat, kantor
desa,dan kantor BPS
Merauke

Budaya Suku
Kanume dalam
perlindungan dan
pemanfaatan
sumberdaya
hutan

• Pola-pola kearifan
lokal masyarakat,
larangan dan sanksi
• Sikap masyarakat saat
ini tehadap pemanfaatan

Wawancara,
FGD, dan
observasi lapang

Tokoh Adat dan
masyarakat

Pola pemanfaatan
sumberdaya
hutan

• Jenis yang
dimanfaatkan
• Intensitas pemanfaatan
• Lokasi pemanfaatan
• Alat yang digunakan

Wawancara,
FGD, dan
observasi lapang

Tokoh Adat dan
Kepala Balai TN
Wasur

Lokasi hak ulayat
marga-marga
dalam suku
Kanume
Peraturan
pengelolaan TNW

• Keberadaan wilayah
hak ulayat marga

Metode PRA
(Partisipatory
Rural Appraisal)

Ketua marga dalam
suku Kanume

• Kegiatan yang
diijinkan disetiap
zonasi
• Sumberdaya yang
dilindungi
• Penerapan sanksi

Wawancara

Kepala Balai TN
Wasur

Tokoh Adat dan
masyarakat

sumberdaya alam

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan menggunakan
panduan wawancara, pengamatan di lapangan (observasi langsung) dan analisis
data sekunder kemudian dipilih, diolah dan ditabulasikan berdasarkan kelompok
data pokok dan data penunjang yang diperlukan, selanjutnya dianalisis secara
deskriptif kualitatif.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Wasur secara geografis terletak di antara 140°27' - 141°2'
BT dan 8°5' - 9°7' LS dan berada di bagian selatan Provinsi Papua dalam wilayah
administrasi Pemerintahan Kabupaten Merauke. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No.282/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997, luas TN. Wasur
adalah 413.810 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Sungai Maro sepanjang 182,5 km sampai perbatasan
RI – Papua Nugini
Sebelah Timur
: Batas Negara RI – Papua Nugini sepanjang 114 km
Sebelah Selatan : Laut Arafura
Sebelah Barat
: Kota Merauke
Dalam skala internasional, kawasan TN Wasur berada pada jalur migrasi
burung dari belahan bumi utara (Siberia, Cina Utara dan Jepang) ke belahan bumi
selatan (Australia) atau sebaliknya. Kawasan TN Wasur sebagai tempat
persinggahan dan tujuan migrasi bagi burung migran (Scolopacidae dan
Charadriidae), selain sebagai habitat burung endemik, burung-burung Trans-Fly
(Indonesia-Papua New Guinea) dan satwa berkantung (marsupialia).
Suku Kanume di Taman Nasional Wasur
Suku Kanume merupakan salah satu suku yang berada di Taman Nasional
Wasur. Suku Kanume masih termasuk dalam golongan suku besar Malind Anim
Sedawi. Di kabupaten Merauke terdapat suku besar yaitu Suku Malind Anim yang
terdiri Malind Anim Sedawi, Malind Anim Muli, dan Malind Anim Kolepoman.
Suku Malind Sedawi inilah yang menempati kawasan Taman Nasional Wasur
yang terdiri dari Suku Marori Men-Gey, Suku Kanume, Suku Yeinan, dan Suku
Nggawil Anim/Malind Immbuti. Masyarakat adat Malind Anim merupakan salah
satu komunitas masyarakat adat di Papua yang memiliki kelembagaan adat yang
jelas. Penelusuran sejarah golongan adat dalam kehidupan masyarakat adat
Malind Anim terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu : Zozom, Ezam, Mayo, dan
Imoh (LMA Suku Malind Anim 2007 ; Gambar 1)

Gambar 1 Empat gologan adat dalam masyarakat Malind Anim

6

Masyarakat Suku Kanume merupakan salah satu dari keempat golongan
tersebut yang berada di kawasan TN Wasur. Suku Kanume merupakan suku yang
paling besar atau yang mempunyai wilayah adat (tanah adat) terluas di TN Wasur
hingga sampai ke daerah PNG. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
tokoh masyarakat Suku Kanume Tete Nico Ndimar, luas hak wilayah tanah adat
dulunya ditentukan dengan perang antar suku dan sebagian dari turun-temurun.
Suku Kanume tersebar di wilayah Kampung Rawa Biru, Yanggandur, Sota,
Onggaya, Tomer, Tomerau, dan Kondo. Suku Kanume memiliki enam marga
yang mengelola hak ulayat adat, yaitu marga Ndimar, marga Ndipkuan, marga
Mbanggu, marga Mayuwa, marga Gelambu, dan marga Sanggra (Gambar 2).

Gambar 2 Peta wilayah hak adat marga-marga dalam Suku Kanume

7
Hak ulayat pada masyarakat Suku Kanume dikelola oleh marga. Status
kepemilikan tanah-tanah adat oleh marga ditandai dengan pemberian nama-nama
sesuai dengan keberadaan keluarga. Batas tanah adat marga-marga dalam Suku
Kanume berupa batas-batas alam, seperti sungai, pohon besar, savanna, hutan, dan
rawa.
Lokasi perkampungan yang merupakan ciri khas Suku Kanume tersebar di
hutan dengan membuat bivak berkelompok-kelompok sesuai dengan marga
masing-masing. Pola perilaku masyarakat selalu berpindah-pindah tempat. Pada
tahun 1982, pemerintah membuatkan rumah-rumah panggung yang terbuat dari
kayu untuk memudahkan masyarakat dapat berkumpul dan mendapatkan layanan
dari pemerintah. Akhirnya terbentuk kampung-kampung yang sekarang
masyarakat bertempat tinggal. Masyarakat Suku Kanume yang berada di Rawa
Biru merupakan masyarakat lama yang tinggal sampai berakhirnya perang suku
dan sebagian pindah ke Tomerau. Salah satu bentuk rumah panggung yang
ditempati masyarakat di kampung Tomerau berupa rumah panggung berdinding
seng (Gambar 3).

Gambar 3 Rumah panggung di Kampung Tomerau
Karakteristik Masyarakat Suku Kanume
Demografi

Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk
masyarakat asli di TN Wasur berjumlah 2.986 jiwa (BPS Merauke 2010). Suku
Kanume di TN Wasur terdapat di kampung Rawa Biru, Yanggandur, Sota,
Onggaya, Tomer, dan Tomerau dengan jumlah jiwa sebanyak 1695 jiwa atau
sebesar 39,06 % (Gambar 4). Jumlah penduduk suku Kanume dan marga
penguasa wilayah kampung disajikan dalam Tabel 2.

8

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)
Gambar 4 Jumlah penduduk masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang di
TN Wasur

Tabel 2 Penduduk Suku Kanume di Distrik Sota dan Noukenjerai
No

Kampung

Penduduk (Jiwa)
Laki-laki

Perempuan

Jumlah
KK

Jumlah

1

Rawa Biru

110

109

219

35

2
3
4

Yanggandur
Sota
Onggaya

198
350
37

159
235
22

357
585
59

86
125
15

5

Tomer

65

59

124

26

6

Tomerau

150

130

280

50

Jumlah

910

714

1624

337

Marga Pengelola/
Hak Pengguasaan
Wilayah/Kampung
Ndimar dan
Mayuwa
Ndiken
Ndimar
Ndimar dan
Gelambu
Mbanggu,
Gelambu, dan
Ndimar
Mayuwa

Sumber : BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Kepadatan penduduk di kawasan TN Wasur, baik penduduk asli maupun
pendatang yang terdapat di dua Distrik, yaitu Distrik Sota dan Noukenjerai
memiliki tingkat kepadatan sebesar 1,09 penduduk/km2 (BPS Merauke 2010).
Sementara itu, berdasarkan etnik (papua dan non papua) yang terdiri dari 2.945
jiwa dengan luasan wilayah 2.460,87 Km2 dari enam kampung memiliki tingkat
kepadatan penduduk mencapai 1,05 penduduk/km2 yang artinya setiap 1 km2 ratarata hanya dihuni 1 orang penduduk (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah penduduk masyarakat Suku Kanume menurut kelompok umur di
TN Wasur Tahun 2010
Kelompok
Umur
0 - 24
25 - 49

Rawa
Biru
120
90

Yanggandur

Sota

Onggaya

Tomer

Tomerau

Jumlah

Presentase

226
110

325
235

35
21

69
48

172
98

947
602

58,31%
37,07%

50 - 64
65+

8
1

15
6

20
5

2
1

5
2

8
2

58
17

3,57%
1,05%

Jumlah

219

357

585

59

124

280

1624

100%

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)
Secara umum pendidikan penduduk masyarakat asli khususnya Suku
Kanume dan pendatang dapat dikatakan rendah. Hal ini dapat diketahui dari
sebanyak 68,39 % tidak/belum dan tamat SD serta 17,92 % tamat SLTP atau
program 9 tahun (BPS Merauke 2010). Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat

9
Suku Kanume dipengaruhi oleh pelibatan anak-anak dalam aktivitas kehidupan
bebas di hutan dan kegiatan berburu. Sebagai masyarakat yang menempati
kawasan hutan secara turun temurun Suku Kanume masih menggantungkan
hidupnya dengan cara berburu, berladang berpindah dan pengumpul (peramu).
Suku Kanume memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap alam untuk
memenuhi kebutuhan pangan maupun lainnya. Kegiatan berburu yang dilakukan
oleh Suku Kanume di dalam kawasan TN Wasur diantaranya adalah berburu rusa,
babi hutan, dan kanguru serta menjaring ikan.
Perkampungan Masyarakat
Kepemilikan hak tanah adat secara fungsional berdasarkan keturunan
tingkat keluarga secara paternalistik menurut marga, yang pemanfaatannya diatur
oleh tata ruang tradisional. Kepemilikan hak tanah adat di dalam kawasan TN
Wasur ini 75 % merupakan hak tanah adat suku Kanume. Tata guna dan pola
penggunaan lahan bagi masyarakat tradisional mempunyai ciri spesifik, sesuai
pola hidup tradisional. Tata guna lahan pada masing-masing perkampungan di
kawasan TN Wasur telah diidentifikasi. Tata guna dan pola penggunaan lahan di
kawasan TN Wasur dibagi atas 3 ciri yang ketiganya dapat diwakili secara
representatif oleh 4 desa dan ditampilkan dalam bentuk peta (Gambar 5), yaitu :
zona pemukiman, lahan usaha, dan hutan cadangan. Zona permukiman terdiri dari
bangunan rumah dan pekarangan yang berfungsi sebagai pusat interaksi
masyarakat. Lahan usaha terdiri dari kebun perkarangan belakang sebagai
sirkulasi bahan makanan, kebun pisang sebagai penghalang semak belukar dan
tambahan bahan makanan, kebun kumbili sebagai bahan makanan adat, dan hutan
tanaman bambu sebagai bahan bangunan dan adat. Hutan cadangan dan rawa
berfungsi sebagai bahan bangunan, mencari kayu bakar, tempat belajar, tempat
berburu satwa, dan tambahan bahan makanan. Sebagai contoh di hutan cadangan
kampung Rawa Biru masyarakat melakukan perburuan kangguru untuk keperluan
pesta pelepasan roh orang yang telah meninggal ( Gambar 6).

Gambar 6 Hasil buruan kangguru di hutan cadangan kampung Rawa Biru

10
Pekarangan dan kebun biasanya ditanami dengan tanaman kumbili, tebu, ubi
jalar, tanaman buah, pohon kelapa, tanaman obat, dan tumbuhan lainnya. Sebagai
contoh, di kampung Rawa Biru Suku Kanume memiliki areal luas lahan usaha
sekitar 753 ha atau 55% dari luas kampung dan hutan cadangan 585 ha atau 42%
dari luas kampung.

a

c

b

d

Sumber : Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur 1999-2024

Gambar 5 Kampung - kampung di TN Wasur (a) Kampung Rawa Biru ;
(b) Kampung Onggaya ; (c) Kampung Tomerau ; (d) Kampung Tomer
Suku Kanume memiliki ciri bentuk rumah yang khas, yaitu rumah bivak
yang beratapkan daun gabang dan kulit bush, berdinding tangkai kayu gabang,
dan berlantai dengan kulit bush (Gambar 7a). Saat ini, betuk perumahan suku
Kanume sudah berubah menjadi rumah panggung yang terbuat dari papan kayu
yang didirikan oleh pemerintah sejak tahun 1983 (Gambar 7b). Sebagian
perumahan yang dibuatkan oleh pemerintah terkadang jarang digunakan oleh
masyarakat karena sering ditinggalkan untuk mencari penghasilan di dalam hutan
( Tete Niko/Kepala adat Kanume di kampung Yanggandur 4 Maret 2012
komunikasi pribadi).

11

a

b

Gambar 7 a) Rumah bivak Suku Kanume; b) Rumah panggung dari pemerintah
Pengelolaan Zonasi Taman Nasional Wasur
Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa
taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Pada pasal 32 dinyatakan bahwa
kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti,
zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Berdasarkan PP No 28
tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam pada pasal 8 dinyatakan bahwa kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan
ditetapkan sebagai kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf a poin (d): merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti,
zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan. Pada
pasal 17(1): Penyusunan zonasi atau blok pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan oleh unit pengelola dengan memperhatikan hasil
konsultasi publik dengan masyarakat di sekitar KSA atau KPA serta pemerintah
provinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota. Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional pada pasal 3(1): Zona dalam kawasan
taman nasional terdiri dari: (a) Zona inti; (b) Zona rimba; Zona perlindungan bahari
untuk wilayah perairan (c) Zona pemanfaatan; (d) Zona lain, antara lain: 1) Zona
tradisional; 2) Zona rehabilitasi; 3) Zona religi, budaya dan sejarah; 4) Zona khusus.
Dalam rencana pembagian zonasi di TN Wasur sesuai dengan draf buku
Rencana Pengelolaan Taman Nasional tahun 2011 - 2030 dibagi menjadi 5, yaitu
Zona Inti, Zona Rimba, Zona Khusus, Zona Pemanfaatan, dan Zona Religi
Budaya dan Sejarah. Taman Nasional Wasur memiliki 413.810 ha yang dibagi
kedalam beberapa zona dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Zona inti (ZI)
dengan luas 175.484 ha yang diperuntukan untuk perlindungan keanekaragaman
hayati asli dan khas. Zona Rimba dengan luas 201.338 ha. Zona Khusus dengan
luas 54.644 ha merupakan bagian taman nasional yang letak, kondisi dan
potensinya mampu mendukung ZI dan ZR. Zona Religi Budaya dan Sejarah
dengan luas 2.215
ha merupakan zona yang dapat dimanfaatakan dan
dikembangkan secara tradisional oleh masyarakat sekitarnya. Zona Pemanfaatan
dengan luas 129 ha (Gambar 8).

12

Gambar 8 Peta Zonasi Taman Nasional Wasur
Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Bab IX pasal 67
ayat 1 dinyatakan bahwa masyarakat hukum adat sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak : (a) melakukan
pemungutan hasil hutan untuk pemenuhuan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan, (b) melakukan kegiatan pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undangundang, dan (c) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya. Hal ini dapat menjadi payung hukum dalam pengakuan atas
keberadaan masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional Wasur. Hal ini dapat
diapresiasi dengan memberikan ruang hidup/akses bagi masyarakat adat dalam
kawasan Taman Nasional Wasur.
Lokasi Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume
Suku Kanume mengakui bahwa leluhur mereka adalah Dema yang
merupakan personifikasi dari satwa-satwa/tumbuhan. Setiap marga memiliki
leluhur yang berbeda dengan marga lain. Bentuk kepercayaan inilah yang menjadi
landasan Suku Kanume untuk membentuk hubungan yang baik dengan alam,
salah satunya dengan adanya lokasi-lokasi perlindungan yang dianggap sebagai
tempat tinggal Dema. Suku Kanume tersebar di wilayah kampung Rawa Biru,
kampung Yanggandur, kampung Sota, kampung Onggaya, kampung Tomer,
kampung Tomerau, dan kampung Kondo. Suku Kanume memiliki enam marga
yang mengelola hak ulayat adat, yaitu Marga Ndimar, Marga Ndipkuan (Ndiken),
Marga Mbanggu, Marga Mayuwa, Marga Gelambu, dan Marga Sanggra ( Tete
Marthin/Kepala adat Kanume di kampung Sota 1 Maret 2012 komunikasi
pribadi).
Marga-marga dalam suku Kanume memiliki dusun-dusun di hutan yang
dikelola oleh pemilik marga. Setiap marga yang ingin memanfaatkan lahan
untuk dijadikan dusun harus minta izin kepada ketua marga pemilik hak ulayat.

13
Dusun-dusun tersebut tersebar di wilayah hutan dan hanya pemilik marga yang
mengetahui lokasi dusun tersebut. Hasil overlay lokasi-lokasi dusun(areal-areal
pemanfaatan sumberdaya alam) marga-marga Suku Kanume dengan Zonasi di
Taman Nasional Wasur memperlihatkan bahwa dusun-dusun Suku Kanume
hampir di sebagian besar menyebar dalam Zona Rimba dan sebagian kecil di Zona
Inti. Dusun-dusun dalam Zona Rimba berjumlah 92 dusun, sedangkan tujuh
dusun marga Mbanggu dan satu dusun dari marga Ndiken berada di Zona Inti
(Tabel 4 dan Gambar 9). Lokasi-lokasi perlindungan marga-marga dalam Suku
Kanume terdapat di Zona Religi Budaya dan Sejarah dan Zona Rimba. Lokasi
perlindungan Suku Kanume berupa Sumur Alam, Kampung Lama, Tempat
Keramat/Sakral, dan daerah perjalanan leluhur (Tabel 5 dan Gambar 9).
Tabel 4 Lokasi dusun marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN Wasur
No

Marga
Mbanggu/Sanggra

Zonasi TN
Wasur
Zona Inti

1
Zona Rimba

2

Ndimar/Gelambu

Zona Inti
Zona Rimba

3

Ndiken/Mayuwa

Zona Inti
Zona Rimba

Nama Dusun
Lapang Sirya, Lapang Bigguiya, Lapang
Yakartan,
Lapang
Babakeimbar,
Lapang
Wanambad, Wat, Lapang Barkem
Lapang Uimbad, Param, Saulentela, Kamar,
Yenimpar, Tembimai, Mbim, Karbram, Wakiya,
Kulla, Incer, Bonderembar, Tumter, Mbawari,
Kolembor, Lapang Sawen, Taplembar, Wimbar,
Kandetra, Barmata, Kankenia, dan Kalember.
Ndumbure, Prem, Parem, Mpat, Damtem,
Derner, Waru, Sumbar, Tombu, Ncempu, Yereu,
Gorem, Dabuter, Boras Sumue Alam, Boras
Rawa Bulat, Ataka, Alumbo, dan Warit.
Unca Ampa
Yamkar, Kitar kitar, Boras Pulau Panjang,
Kosowar, Gonsur, Ulsowar, Ujilah, Paer,
Ngkaleem, Kinkuk, Semanda, Toipel, Meru,
Patel, Berkaim, Ntanumpar, Buntalkal, Buntalkal
2 dan 3, Kepertanggro, Twepel, Sagantair, Yam,
Tampia(pulau kelapa), Dantab, Mberte, Terdul,
Ndomdaim, Kinglu, Komandul, Weo, Ullo,
Karem, Njer, Lapang Ukramurmad, Lapang
Ulampar, Lapang Kreimbar, Memere, Ukra,
Mero, Ukra Kecil, Kayar, Yarambo, Kambeulei,
Kampeulei, Yempo, Yenggu, Yengku, Mboles,
Mbermy, dan Yakumr

Sumber : diolah dari PRA, WWF Region Sahul Papua dan peta zonasi dalam Balai
Taman Nasional Wasur (2010)

Tabel 5 Lokasi Tempat Sakral marga-marga dalam Suku Kanume di Zonasi TN
Wasur
No
Marga
1 NNdimar/Gelambub

Zonasi TN Wasur
Tempat Sakral
Zona Rimba,
Aukambo (sumur alam) yang terletak di
Zona Religi Budaya dan Kampung
Tomer,
Samleber
sejarah
(persinggahan leluhur) Kaulei dan
Ngawah (dusun sagu), Nsat dan Sainnz
yang terletak di Kampung Sota, Yawer,
Ncuar, Baram, Tarkiter, Waru dan
Cumanetek yang terletak di kampung

14

2 Mbanggu/Sanggra

Zona Rimba,
Zona Religi Budaya
dan sejarah

3 Ndiken/Mayuwa

Zona Religi Budaya
dan sejarah

Onggaya
Dusun sagu (Sarmbar, Smanitek,
Kirakambo, Yapir, Walamal, Kirakambo,
Nggelem,
Yawalkal,
Umbal,
Kasarmeng), Kampung lama (Mbenggu,
Ncantawo, Kairer, Ncontokal, Selku,
Tarbokar, Sarar, Ku, Pince, Sakrir,
Sakarmeru, Warapi, tempat keramat
berupa Wawan, Tumeneser, Puar,
Kencerber, Ntuser, Kembaam, Mbo,
Perkuter, Wanteam, Bramea)
Urima Kambo (sumur alam di kampung
Tomer)

Gambar 9 Lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh Suku
Kanume di Taman Nasional Wasur.

15
Tempat-tempat penting dalam masyarakat Malind anim (Suku Kanume)
diantaranya adalah(WWF Indonesia Region Sahul Papua 2006): 1. Tempat
dema/amai; 2. Jalur perjalanan leluhur; 3.Tempat persinggahan leluhur ; 4.Tempat
sacral; 5. Dusun Sagu.
Lokasi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Suku Kanume di Zonasi Taman
Nasional Wasur
Hasil overlay pemetaan partisipatif wilayah hak ulayat marga-marga dalam
masyarakat suku Kanume dengan sistem Zonasi yang ada di TN Wasur
memperlihatkan bahwa lokasi-lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya
hutan berada di areal Zona inti, Zona rimba, dan Zona Religi Budaya dan
Sejarah. Zonasi yang telah dibuat dalam TN Wasur telah mengikuti penyesuaian
ruang-ruang penting wilayah adat. Berdasarkan pemetaan pada tingkat marga
memperlihatkan kesesuaian lahan tempat-tempat penting wilayah adat dengan
Zonasi TN Wasur. (Gambar 10 dan Tabel 6)

Gambar 10 Peta lokasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
wilayah marga di Zonasi TN Wasur

16
Tabel 6
No

Luas wilayah tiap-tiap marga-marga dalam Suku Kanume di setiap
Zonasi TN Wasur

Marga

Luas (Ha)

1

Ndiken

99.179,65

2

Ndimar

75.529,00

3

Mayuwa

60.129,78

4

Mbanggu

25.708,99

5

Gelambu

25.176,36

6

Sanggra

16.387,65

Jumlah

302.111,43

Zonasi TN Wasur
Inti(53.441,39 ha)
Rimba(42.427,96 ha)
Religi Budaya(149,49 ha)
Khusus(3.160,81 ha)
Inti(33.409,58 ha)
Rimba(41.011,05 ha)
Religi Budaya(391,54 ha)
Khusus(716,83 ha)
Inti(10.573,37 ha)
Rimba(42.376,11 ha)
Religi Budaya(79,17 ha)
Khusus(7.101,13 ha)
Inti(9.658,9 ha)
Rimba(15.247,13 ha)
Religi Budaya(60,43 ha)
Khusus(742,53 ha)
Inti(6.257,55 ha)
Rimba(17.496,51 ha)
Religi Budaya(325,81 ha)
Khusus(1.096,49 ha)
Inti (9.359,04 ha)
Rimba(7.028,61 ha)
Inti = 122.699,83 ha
Rimba = 165.587,37 ha
Religi Budaya = 1.006,44 ha
Khusus = 12.817,79 ha

Peruntukan Wilayah Adat
Perlindungan Pemanfaatan
122,66 ha
121,90 ha
0,00
42.427,96 ha
149,49 ha
0,00
0,00
3.160,81 ha
0,00
0,00
0.00
41.011,05 ha
391,54 ha
0,00
0,00
716,83 ha
0,00
0,00
0,00
42.376,11 ha
79,17 ha
0,00
0,00
7.101,13 ha
0,00
1.613,33 ha
0,00
15.247,13 ha
60,43 ha
0,00
0,00
742,53 ha
0,00
0,00
0,00
17.496,51 ha
325,81ha
0,00
0,00
1.096,49 ha
0,00
963,73 ha
0,00
7.028,61 ha
122,66 ha
2.821,62 ha
0,00
165.587,37 ha
1.006,44 ha
0,00
0,00
12.817,79 ha

Sumber: diolah dari PRA dan peta zonasi dalam Balai Taman Nasional Wasur (2010)
Keterangan: data luas hasil perhitungan luas di atas peta

Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pola Perlindungan dan
Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume
Kearifan tradisional Suku Kanume dalam melindungi dan memanfatakan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sumberdaya hutan TN Wasur.
Kearifan tradisional ini muncul dari pengalaman atau kebiasaan hidup yang
ditekuni secara turun temurun pada wilayah yang dikuasai. Keraf (2002)
menyatakan kearifan tradisional merupakan semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia didalam kehidupan dalam komunitas ekologios. Jadi, kearifan
tradisional, bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat
adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik, melainkan juga
menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang manusia, alam
dan bagaimana reaksi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus di bangun.
Bila dikaji dari aspek sosial budaya terdapat keunikan pada pola kehidupan sosial
budaya masyarakat Suku Kanume terkait dengan perilaku positif masyarakatnya
dalam tindakan perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam (ruang) dan
adaptasi terhadap lingkungan disekitarnya. Pola kehidupan sosial budaya
masyarakat Suku Kanume bersumber dari nilai budaya, religi dan adat-istiadat
setempat yang merupakan bentuk nilai-nilai kearifan lokal.
Di dalam pola kehidupan sosial budaya masyarakat Suku Kanume terdapat
suatu sistem nilai dan tata kelola (kelembagaan) adat. Menurut Ernawi (2009),

17
sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu komunitas
masyarakat tradisional yang mengatur tentang etika penilaian baik-buruk serta
benar atau salah. Ketentuan tersebut mengatur hal-hal adat yang harus ditaati,
mengenai mana yang baik atau buruk, mana yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan, jika hal tersebut dilanggar, maka akan ada sanksi adat yang
mengaturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku dan tindakan masyarakat
Suku Kanume diatur oleh ketentuan adat berupa aturan-aturan adat dan hukum
adat yang berfungsi sebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat.
Suku Kanume di Taman Nasional Wasur memiliki organisasi adat yang
bertugas mengelola kehidupan masyarakat adat yaitu lembaga masyarakat adat
(LMA). Lembaga masyarakat adat tediri dari ketua suku, ketua marga, wakil
marga, dan polisi adat (LMA Suku Malind Anim 2007 ; Gambar 11).

Sumber : Hasil dan Rekomendasi Pertemuan Adat Suku Besar Malind Anim
Di Dusun Saror (26-31 Juli 2007)

Gambar 11 Struktur Orgasnisasi Adat tingkat Kampung
Setiap marga-marga dalam Suku Kanume memiliki aturan adat tersendiri.
Ada aturan adat dan kearifan pengelolaan wilayah ulayat di setiap marga. Aturanaturan adat dalam Suku Kanume yang harus ditaati masyarakat antara lain, tidak
boleh menyakiti, menghina, atau membunuh totem yang dianggap moyang
mereka. Seperti pada marga Ndiken, tidak boleh membunuh Ntewar (anjing) dan
Kariyawar (buaya hitam) karena dianggap sebagai moyang. Jika melanggar akan
dikenai sanksi: 1. Teguran 1x; 2. Denda wati dan kumbili; 3. Hukum mati.
Fungsi hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial dalam masyarakat
adalah: 1. Memberikan keyakinan pada anggota masyarakat tentang kebaikan
adat-istiadat suku Kanume yang berlaku; 2. Memberi ganjaran pada anggota
masyarakat yang pernah melakukan kejahatan; 3. Mengembangkan rasa malu; dan
4. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa anggota masyarakat yang hendak
menyimpang dari ketentuan adat.
Pada kehidupan masyarakat marga-marga dalam Suku Kanume terdapat
konsep yang menjadi landasan sikap hidup masyarakat yaitu faham Totemisme.
Setiap marga memiliki totem yang berbeda-beda (Tabel 7).

18
Tabel 7 Totem marga-marga dalam Suku Kanume
Marga

Totem
Mamalia

Burung

Reptil

Tumbuhan

Ikan

Unsur
Alam
Kam(Air),
Mens(Api)

1. Marga
Mbanggu/Sanggra

Maam
(Kangguru
lapang),
Kerar
(Anjing),
Kuer(Babi
Hutan),
Sapal
(Kelelawar)

Wiri-wiri (Alapalap), Kirsau
(Jenjang
Brolga),
Mbawai
(Angsa boiga),
Kowa(Jagal
Hitam)

Amu
(Ular
hitam
berbisa),
Kerri
(Buaya),
Cawania
(Kepiting
Besar)

Kayang(Sagu),
Po(Kelapa),
Nggambero
(Jambu hutan),
Cenggu(Pohon
ingas),
Helep(Api-api),
Seu(Alangalang),
Cambla(Rumput
kasim merah),
Yeila(Bambu
daun kecil)

Rakum
(Ikan
sembilan)

2. Marga
Ndimar/Gelambu

-

Mbawar(Kasuari)
, Njikaka(Elang
dada putih),
Kutu(Mambruk),
Mbeketu
(Cendrawasih
merah muda),

Kasmara
(Ular
patola),
Mbulram
(Kadal)

Kilr-kilr
poo(Kelapa),
Kelr-kelr(Sagu
dahan panjang),
Komorwa
(Pisang), Belelu
(Kayu missal)

Ndalrwam
(Kakap
yang
di
kepala ada
garis
putihnya)

Mbembel
(Gelap
Malam),
Muli(Angin
rebut)

3. Marga
Ndiken/Mayuwa

Ntewar/ndu
el/kerar
(Anjing)

Ndik(Bangau
Leher Hitam),
Mbici (Burung
laju),
Wkar
burung hantu
(Serak hitam),
Aker
(Cendrawasih
merah),
Dunggam
(Julang papua),
Powo(Tuwur
asia),Tambu
(Burung emas),
Mbaike(Kasuari
besar)

Kariyawar
(Buaya
hitam)

Warak
(Nimbung),
Wekak(Gebang)
, Po (Kelapa),
Bararu
(Kayu
besi
hutan),
Kerapi (pinang
hutan), Sorggin
(Bambu), Teh
(Wati
hitam),
Prah teh (Wati
putih),
Nger
(Tumbuhan
Rawa), Carung
(Kumbili),
Perten
(Akar
tuba),
Yak(Bambu
buluh), Neusa
(Pinang hutan
besar).

Keware
(Arwana),
olip
Mbanggom
,Nambim
(Gabus),

Sabarakelrkelru
(Awan
putih),
Mewang
(Langit
biru).

Sumber : Hasil kegiatan penggalian dan pengukuhan kearifan tradisional keempat suku
(Marori Men Gey, Kanume, Yeinan dan Nggawil Anim) dalam kawasan Taman Nasional
Wasur (Februari-Mei 2008).

Totemisme merupakan fenomena yang menunjuk kepada hubungan
organisasional khusus antara suatu suku bangsa atau klan dengan suatu spesies
tertentu dalam wilayah binatang atau tetumbuhan serta dapat dilukiskan sebagai
sistem kepercayaan dan praktik yang mewujudkan gagasan tertentu dari hubungan

19
‘mistik’ atau ritual antara anggota-anggota kelompok sosial dengan suatu jenis
binatang atau tumbuhan. Fenomena tersebut mengandung perintah-perintah yang
dijunjung tinggi, seperti larangan membunuh atau makan daging binatang totem
atau mengganggu tanaman totem. Para anggota kelompok sosial itu juga percaya
bahwa mereka diturunkan dari satu leluhur totem yang mistis, atau bahwa mereka
dan para anggota dari totem sejenis merupakan ‘saudara’. Mereka menggunakan
totem sebagai simbol kelompok dan menganggap sebagai ‘pelindung’ kelompok
secara keseluruhan.Mereka juga melakukan ‘upacara pengembangan’ untuk
menghasilkan perlipatgandaan jenis totem itu (Dhavamony 1995 dalam
Kosmaryandi 2012).
Adanya konsepsi ruang berdasarkan wilayah hak ulayat adat marga.
Konsepsi ruang berdasarkan wilayah hak ulayat adat marga dan wilayah
administrasi dapat dijelaskan melalui dua aspek, yaitu batas wilayah berdasarkan
penanda fisik dan penanda non fisik. Batas wilayah administrasi berdasarkan
penanda fisik dapat dinyatakan secara jelas, misalnya jalan dan sungai. Demikian
halnya dengan penanda fisik pada batas wilayah adat marga yang berupa batas
batas alam rawa, sungai, hutan, dan lokasi atau area yang bersifat ritual seperti
tempat-tempat penting (Tempat Sakral, Sumur Alam, Persinggahan Leluhur)
dengan orientasi hutan yang berfungsi sebagai pusat aktivitas ritualnya. Penanda
non fisik pada batas wilayah adat dapat diamati dari setting perilaku (behaviour
setting) masyarakatnya, misalnya masih mengikuti kepercayaan, hukum, aturan
adat, bahasa, sifat dan sikap hidup Suku Kanume. Dalam skala wilayah, ada dua
konsepsi ruang yang terjadi: wilayah adat dan wilayah administrasi.
Sistem penguasaan dan kepemilikan tanah yang berlaku pada masyarakat
Suku Kanume mengikuti ketentuan aturan adat marga yang bersangkutan. Seperti
pada suku lainnya, sistem penguasaan dan kepemilikan tanah diatur oleh aturan
adat yang menyatakan larangan atau pantangan terhadap penjualan tanah di luar
marga. Tanah yang dimiliki oleh marga-marga dalam Suku Kanume umumnya
diperoleh dari hasil warisan leluhur. Sistem pembagian tanah warisan juga masih
dipertahankan saat ini dengan ketentuan pembagian hanya diwariskan ke anak
laki-laki. Sistem pembagian penggelolaan tanah ulayat ada dua, yaitu pengeloalan
oleh anak laki laki/kepala keluarga dan pengelolaaan dilakukan secara bersamasama. Kondisi penduduk merupakan salah satu faktor penyebab pemanfaatan
sumberdaya hutan tersebut. Penduduk Suku Kanume tergolong banyak bila
dibandingkan dengan penduduk suku yang lain. Semakin tinggi jumlah penduduk,
kebutuhan akan sumberdaya semakin tinggi, sehingga intensitas interaksi dengan
sumberdaya alam semakin tinggi yang akan menyebabkan tingkat persaingan
untuk memperolah sumberdaya hutan. Sebagai contoh, masyarakat mengakui
berburu ditempat yang sudah di sasi sering dilakukan, yang seharusnya terlebih
dahulu melakukan upacara membuka sasi sebelum mengambil sumberdaya alam
yang ada. Sasi merupakan suatu larangan untuk melindungi/mengatur suatu
kawasan hutan untuk tidak dimanfaatkan sementara, agar keseimbangan
sumberdaya hutan didalamnya terjaga. Padahal ritual membuka sasi merupakan
suatu bentuk permohonan ijin pengambilan sumberdaya alam kepada leluhur atau
Dema yang menempati kawasan tersebut.

20
Pola Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Hutan
oleh Suku Kanume
Marga-marga dalam masyarakat Suku Kanume meyakini bahwa manusia
merupakan bagian kehidupan dari alam sehingga alam menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat suku Kanume
memiliki hubungan interaksi terhadap sumberdaya alam yang tinggi. Mereka
memiliki aturan adat sendiri untuk mengatur pola-pola perlindungan dan
pemanfaatan dalam menggunakan sumberdaya hutan yang telah lama turuntemurun dari nenek moyang/leluhur. Pertama, pola perlindungan sumberdaya
hutan dilakukan dengan memberlakukan sistem Sasi kawasan. Sistem Sasi
kawasan merupakan suatu larangan untuk melindungi/mengatur suatu kawasan
hutan untuk tidak dimanfaatkan sementara agar keseimbangan sumberdaya hutan
didalamnya terjaga. Sasi dilakukan oleh marga yang memiliki hak ulayat yang di
saksikan oleh semua marga-marga yang ada. Di dalam Suku Kanume sistem sasi
dikenal dengan nama Sal. Atribut ritual pelaksanaan sasi biasanya berbeda untuk
mencirikan asal marga yang melakukan sasi, seperti marga Mayuwa yang
menggunakan atribut dengan memasang bambu yang ditancapkan ke rawa biru
dengan mengikat janur kelapa dan alang-alang.
Kedua, perlindungan terhadap sumberdaya juga ada hubungannya dengan
Totemisme. Totem adalah perubahan wujud Dema kedalam bentuk tumbuhan,
binatang ataupun benda dan menjadi simbol kelompok.Totem dalam marga
menjadi simbol kelompok yang sangat penting. Masyarakat percaya bahwa
leluhur mereka merupakan jelmaan dari binatang/tumbuhan. Pemanfaatan totem
oleh marga lain atau masyarakat pendatang diharuskan meminta izin terlebih
dahulu kepada pemilik totem tersebut dan memperlakukan tumbuhan dan satwa
yang menjadi totem marga yang bersangkutan sesuai dengan aturan marga
tersebut. Sebagai contoh, marga Mbanggu/Sanggra memiliki aturan dan kearifan
pengelolaan terhadap sumberdaya alam, yaitu aturan terhadap Maam (Kangguru
lapang) yang tidak boleh diburu secara umum, hanya boleh diburu secara
tradisional dengan panah/anjing, jumlah dalam sekali berburu 1-2 ekor, tidak
boleh berburu dengan bacok/senapan, berburu hanya boleh didusun sendiri/hak
ulayat sendiri, cara mengolah (sebelum dipotong bulu dirauh terlebih dahulu
diatas api kemudian dibelah dari dada sampai bawah kemudian dibagi menjadi
lima bagian), boleh dijual tapi maksimal 2 ekor, orang yang ingin berburu harus
menghubungi tuan dusun. Ketiga, Tempat Sakral juga dijadikan sebagai tempat
perlindungan para arwah leluhur dan sebagai tempat perjalanan leluhur. Tempat
sakral ini merupakan tempat keramat yang tidak boleh dimasuki atau mengambil
hasil hutan dari lokasi tersebut secara bebas oleh marga lain atau masyarakat
pendatang dan hanya bisa dimanfaatkan oleh pemilik marga yang biasanya
digunakan untuk ritual-ritual marga tersebut.
Pola kehidupan sosial budaya masyarakat Suku Kanume bersumber dari
nilai budaya, religi dan adat-istiadat setempat yang merupakan bentuk nilai-nilai
kearifan tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Suku
Kanume memiliki kearifan dalam hubungan dengan alam yang dicerminkan
dalam bentuk suatu rangkaian keseimbangan alam (Gambar 12).

21

Gambar 12 Kearifan tradisional dalam rangkaian keseimbangan alam
Upacara membuka sasi merupakan bentuk upacara meminta izin pada
leluhur untuk memanfaatkan sumberdaya alam di kawasan dalam waktu yang
lama. Namun saat ini telah terjadi pemanfaatan sumberdaya alam oleh Suku
Kanume tanpa melakukan upacara membuka sasi (Tabel 8). Hal ini dikarenakan
kawasan tersebut merupakan kawasan yang terbuka untuk umum, sehingga
masyarakat luar kawasan secara umum dapat melakukan pemanfaatan tanpa
menunggu upacara membuka sasi. Untuk mempertahankan hidupnya, Suku
Kanume harus bersaing dengan masyarakat umum dalam memperoleh hasil
tangkapan, sehingga apabila mereka menunggu upacara membuka sasi untuk
kegiatan pemanfaatan, maka mereka tidak dapat bersaing dengan masyarakat
umum. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian besar masyarakat melakukan
pemanfaatan tanpa menunggu upacara membuka sasi.
Tabel 8 Aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang diadopsi dalam
pengelolaan Zonasi TN Wasur dan situasinya pada saat ini.
Zonasi TN
Wasur
Inti

Rimba

Aturan adat

Situasi saat ini

Boleh dilakukan perburuan
dengan alat tradisional,
hanya pemilik hak ulayat
ma