- Fasa beta
- Fe
2
O
3
memiliki struktur kristal FCC, bersifat metastabil, pada suhu 500
o
C berubah menjadi fasa alpha. Dapat dibuat dengan mereduksi hematit dengan menggunakan karbon, pyrolysis dari larutan besi III klorida, atau
thermal decomposition dari besi III sulfat. -
Fasa Gamma -Fe
2
O memiliki struktur kristal kubik, bersifa metastabil, berubah menjadi fasa alpha pada temperatur yang tinggi. Di alam berbentuk sebagai
maghemite. Bersifat ferrimagnetik, dan pada ukuran partikel yang ultra halus yang lebih kecil daripada 10 nm bersifat superparamagnetik.
2.2 Ferromolybdenum FeMo
Besi Fe merupakan unsur transisi yang mempunyai sifat logam sebagaimana semua unsur transisi lainnya. Sifat logam ini dipengaruhi oleh
kemudahan unsur tersebut untuk melepas elektron valensi. Besi juga merupakan unsur logam terbanyak di bumi ini yang membentuk 5 kerak bumi,namun jarang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Endapan besi yang ekonomis biasanya berupa magnetite dan hematite. Magnetite merupakan bijih yang mengandung Fe
paling tinggi tetapi terdapat dalam jumlah yang kecil. Berbeda dengan hematite yang merupakan bijih yang paling dibutuhkan dalam industri besi. [Nurul, 2011].
Fe tergolong bahan ferromagnetik sehingga termasuk bahan yang memiliki nilai remanensi yang baik dan suseptibilitas yang baik juga [Iwan, 2014].
Besi dengan simbol Fe mempunyai nomor atom 26, massa atom 55,845 gmol, titik didih 3143 K, titik lebur 1811 K, struktur kristal BCC, dan warna
perak keabu-abuan. [syukri, 1999]. Molybdenum adalah elemen logam yang seringkali digunakan sebagai aditif
pada pada baja. Molybdenum dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, mampu las, ketahanan terhadap temperatur tinggi, dan ketahanan terhadap korosi.
Walaupun molybdenum sering digunakan dalam pencampuran baja, molybdenum memiliki sifat unik dan kompleks telah terbukti salah satu sifat unik
molybdenum yang langka dibandingkan metal keras lainnya, hasil laboratorium
Universitas Sumatera Utara
telah menunjukkan komponennya mengandung sifat racun yang rendah [Wimbledon, 1998].
2.3 Pembuatan Sampel Uji
Secara teoritis semua logam dapat dibuat menjadi serbuk, tetapi hanya beberapa logam yang dimanfaatkan dalam pembuatan serbuk logam. Metode
yang digunakan dalam pembentukan serbuk tergantung pada sifat-sifat khusus material [German, 1994].
Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm - 20 mm.
Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif dan efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus
memiliki kemurnian yang sangat tinggi. Namun ukuran tidaklah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola gerinda. Ini
disebabkan karena ukuran partikel serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling beberapa jam. Selain itu serbuk yang dimilling
dengan cairan misalnya dengan toluene dan dikenal dengan penggilingan basah. Dan telah diteliti bahwa kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses
penggilingan basah daripada penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk [C.Suryanaraya, 2001].
2.3.1 Bentuk dan ukuran Partikel
Bentuk dari partikel tergantung dari cara pembuatannya, bentuk partikel ini akan mempengaruhi packing, aliran, dan kompresitas [German, 1994].
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel, keduanya memiliki pengaruh dalam sifat bulk density. Perubahan kecil pada ukuran partikel bisa
menyebabkan perubahan yang signifikan. Ukuran partikel merupakan faktor penting dalam mengatur struktur susunan serbuk dan pada waktu yanng
bersamaan gaya interparticulate mempengaruhi kekuatan struktur serbuk [Ganesan dkk, 2008].
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Distribusi Ukuran Partikel
Dalam memproduksi serbuk logam ukuran partikel yang dihasilkan tidaklah seragam, terdapat daerah ukuran partikel serbuk. Ukuran partikel yang
terkumpul tersebut lalu dianalisa distribusi ukuran partikelnya kemudian distribusi ukuran partikel dibuat dalam bentuk histogram atau frekuensi yang
menunjukkan jumlah dari serbuk pada tiap-tiap ukuran.Pengaruh distribusi ukuran partikel ini adalah pada appereant density, densitas, dan porositas produk
[Amstead dkk, 1985].
2.3.3 Mechanical Milling
Mechanical Milling atau milling adalah suatu penggilingan mekanik dengan suatu proses penggilingan bola dimana suatu serbuk yang ditempatkan
dalam suatu wadah penggiilingan digiling dengan cara dikenai benturan bola- bola berenergi tingi. Proses ini merupakan metode pencampuran yang dapat
menghasilkan produk yang sangat homogen. Proses milling disini selain bertujuan untuk memperoleh campuran yang homogen juga dapat memperoleh
partikel campuran yang relatif lebih kecil sehingga dapat diharapkan sifat magnetikyang baik dari bahan [F. Izuni, 2012].
Dalam mekanik milling serbuk akan dicampur dalam suatu chamber ruangan dan dikenai energi tinggi terjadi deformasi yang berulang-ulang
sehingga terjadi partikel-partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari tumbukan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk
yang berbeda juga, untuk bahan yang ulet, sebelum terjadi fracture akan menjadi flat atau pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan langsung
terjadi fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. Saat dua bola bertumbukan berulang-ulang menyebabkan terjadinya penggabungan alloying.
[Suryanaraya, 2003]. Proses milling memiliki dua metode yaitu: Metode dry milling dan wet
milling. Dalam metode dry milling proses milling untuk menghindari terjadinya proses oksidasi dilakukan pemberian gas innert seperti argon atau nitrogen.
Sedangkan dalam wet milling untuk menghindari terjadinya oksidasi maka
Universitas Sumatera Utara
selama proses milling diberi campuran toluene. Adapun yang mempengaruhi proses milling antara lain adalah:
2.3.4 Tipe Milling
Tipe-tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada kapasitasnya,
efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe-tipe milling tersebut antara lain: rotary ball mill, high energy milling, shaker milling, planetary ball
mill, attritor mill [Nurul, 2007]. Ball mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk
menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini sangat umum digunakan untuk proses milling. Secara umum prinsip kerjanya
yaitu dengan cara menghancurkan campuran serbuk melalui mekanisme pembenturan bola-bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya
yang berbentuk elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan partikel-partikel serbuk berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya
frekuensi tumbukan. Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran serbuk dengan bola-bola giling disebabkan karena wadahnya yang
berputar dengan kecepatan tinggi [Nurul,2007].
2.3.5 Bola Milling
Fungsi bola milling dalam proses penggilingan adalah sebagai penghancur srbuk atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel. Oleh karena itu, material
pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk, bola dan wadah
penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses milling ini bermacam-macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang
akan dipadu. Bola yang akan digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingakan dengan diameter serbuknya [Solafide, W., 2015].
Rasio berat bolaball powder ratio BPR adalah variabel yang penting dalam proses milling, rasio berat-serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tersebut dari bubuk yang
Universitas Sumatera Utara
dimilling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola tumbukan per satuan waktu meningkat dan
konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel serbuk dan proses milling berjalan lebih cepat.
Gambar 2.1 Bola-bola milling
2.3.6 Kecepatan Milling
Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Tetapi disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus dilakukan. Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan
kecepatan akan mengakibatkan bola yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat pergerakannya, tenaga yang dihasilkan juga besar. Tapi jika
kecepatan melebihi kecepatan kritis maka akan terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga bola-bola tidak jatuh sehingga tidak menghasilkan gaya
impact yang optimal. Hal ini akan berpengaruh ke waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan [suryanaraya,2003].
2.3.7 Waktu Milling
Waktu milling merupakan salah satu parameter yang penting untuk milling pada serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya
antara pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan memadukan logam. Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling
yang digunakan, pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai
kondisi yang tepat, yaitu jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan
Universitas Sumatera Utara
jangka waktu lama ketika dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk BPR dengan nilai-nilai yang tinggi dan waktu
yang lama untuk BPR dengan nilai rendah [Suryanaraya, 2003].
2.3.8 Mekanisme Sintering
Proses sintering merupakan proses pemadatan material serbuk dengan cara membentuk ikatan batas butir antar serbuk penyusunnya. Ikatan antar butir terjadi
akibat pemanasan dengan atau tanpa penekanan dan temperatur sintering diatur dibawah temperatur leleh dari partikel penyusunnya [German, 1994].
Pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuk ikatan-ikatan antar partikel. Panas menyebabkan bersatunya partikel dan efektivitas reaksi tegangan
permukaan meningkat, dengan kata lain, proses sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan bertambah. Selama proses ini
terbentuklah batas-batas butir, yang merupakan tahap permulaan rekristalisasi. Di samping itu, gas yang ada menguap dan temperatur sinter umumnya berada di
bawah titik cair unsur serbuk utama. Selama sinter terjadi perubahan dimensi, baik berupa pengembangan maupun penyusutan tergantung pada bentuk dan distribusi
ukuran partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur sinter dan tekanan pemampatan [German, 1994].
2.4 Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu objek yang mempunyai medan magnet. Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu
magnesian. Magnesian adalah nama suatu wilayah di yunani pada masa lalu yang kini bernama manisa sekarang berada di wilayah turki dimana terkandung batu
magnet yang ditemukan sejak zaman dahulu di wilayah tersebut. Berdasarkan asalnya, magnet dibagi menjadi dua kelompok, yaitu magnet alam dan magnet
buatan. Magnet alam adalah magnet yang ditemukan di alam, sedangkan magnet buatan adalah magnet yang sengaja dibuat oleh manusia. Magnet buatan
selanjutnya terbagi lagi menjadi magnet permanen dan magnet sementara. Magnet permanen adalah magnet yang sifat kemagnetannya tetap terjadi dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
yang cukup lama. Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang sifat kemagnetannya tidak tetap atau sementara [William,2011].
Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai
daya tarik yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair
adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan internasional magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional SI
adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks magnet adalah weber 1 weberm
2
= 1 tesla yang mempengaruhi luasan satu meter persegi [Anonim,2014].
2.4.1 Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka
terjadi perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik. Arah medan magnetik disuatu titik didefenisikan
sebagai arah yang ditunjukkan oleh kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut [HallidayResnick,1989].
2.4.2 Momen Magnetik
Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan +m dan –m terpisah
sejauh l, maka besarnya momen magnetiknya ⃑⃑ adalah
⃑⃑ = ml ̂ 2.1
Dengan ⃑⃑ adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit ̂ berarah dari kutub
negatif ke kutub positif. Arah momen magnetik atom-atom bahan non magnetik adalah acak sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di
dalam bahan-bahan magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen magnetik resultan tidak nol.
2.2 arah momen magnetik bahan non magnetik
Universitas Sumatera Utara
2.3 Arah momen magnetik bahan magnetik Satuan momen magnet dalam SI adalah A.m
2
2.4.3 Induksi Magnetik
Induksi magnet didefenisikan sebagai medan total bahan. Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar
̅ akan menghasilkan medan tersendiri
̅̅̅ yang meningkatkan nilai total medan magnetik bahan tersebut. Induksi magnetik diformulasikan sebagai berikut:
̅ = ̅ + ̅̅̅
2.2 Hubungan medan sekunder
̅̅̅= 4 ̅, satuan ̅ dalam cgs adalah gauss, dan dalam SI adalah Tesla
2.4.4 Kuat Medan Magnetik
Kuat medan magnet ̅ pada suatu titik yang berjarak r dari m1
didefenisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai:
̅ =
̅
= ̅ oersted
2.3 Dengan r adalah jarak titik pengukuran dari m.
̅ mempunyai satuan Am dalam SI sedangkan dalam cgs
̅ mempunyai satuan oersted.
2.4.5 Intensitas Kemagnetan
Sejumlah benda-benda magnet dapat dipandang sebagai sekumpulan benda megnetik. Apabila benda tersebut diletakkan dalam medan luar, benda
tersebut menjadi termagnetisasi karena induksi. Dengan demikian, intensitas kemagnetan dapat didefenisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan
momen-momen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga dinyatakan sebagai momen magnetik per satuan volume. Satuan magnetisasi dalam cgs
adalah gauss atau emu.cm
-3
dan dalam Sistem internasional adalah Am
-1
Afza E., 2011.
Universitas Sumatera Utara
Intensitas magnet kuat medan magnet adalah bilangan perbandingan rapat fluks magnetik di ruang hampa udara dan permeabilitas ruang tersebut
H = 2.4
[Astuti.Irnin, 2012].
2.5 Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurur sifatnya terhadap adanya pengaruh
kemagnetan, bahan magnet ini dapat digolongkan menjdai 5 yaitu bahan diamagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, anti ferromagnetik, dan ferrimagnetik
[Jiles, D. C, 1998].
2.5.1 Bahan Diamagnetik
Diamagnetik merupakan sifat universal dari atom karena terjadi gerakan elektron pada orbitnya mengelilingi nukleus. Elektron dengan gerakan seperti ini
merupakan suatu rangkaian listrik, dan dari hukum Lenz diketahui bahwa gerakan ini diubah oleh medan yang diterapkan sedemikian rupa sehingga
menimbulkan gaya tolak [Smallman, R.E, 2000]. Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis
masing-masing atommolekulnya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol [Halliday Resnick, 1978].Material diamagnetik
mempunyai suseptibilitas magnetik negatif kecil, yang berarti akan bersifat lemah terhadap medan magnetik luar yang diberikan [Matthew, 2013].
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut
mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik
garis gaya. Permeabilitas bahan ini dengan suseptibilitas magnetik bahan:
0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10
-5
m
3
kg. Contoh bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Bahan Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet
atomis total seluruh atommolekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atommolekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-
masing atom saling meniadakan [Halliday resnick, 1978]. Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil dan dalam medan magnetik memiliki salah satu
dari dua orientasi, yaitu searah atau berlawanan dengan arah medan, tergantung pada arah spin elektron tersebut. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen
magnetk spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit
menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas
magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10
-5
- 10
-3
m
3
kg, sedangkan permeabilitasnya . Contoh bahan paramagnetik:
aluminium, magnesium dan wolfram [Nicola, 2003].
2.5.3 Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin
elektron yang tidak berpasangan, masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet
total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar [halliday resnick, 1989].
Ferromagnetisme seperti paramagnetisme, berasal dari spin elektron. Namun, pada matetrial ferromagnetik, dihasilkan magnet permanen dan ini
menunjukkan bahwa ada kecenderungan dari spin elektron untuk tidak berubah arah meskipun medan ditiadakan. Pada logam ferromagnetik terjadi penyearahan
spin elektron secara spontan karena interaksi yang kuat, meski tidak diterapkan suatu medan [smallman, R. E, 2000].
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Bahan Anti Ferromagnetik
Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik di antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut
menghasilkan terbentuknya orientasi spin anti paralel. Satu set dari ion magnetik secara spontan termagnetisasi di bawah temperatur kritis. Temperatur menandai
perubahan sifat magnet dari anti ferromagnetik ke paramagnetik. Susceptibilitas bahan anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif. Suseptibilitasnya
menurun seiring menurunnya temperatur [ Matthew, 2013].
2.5.5 Bahan Ferrimagnetik
Material ferrimagnetik seperti ferrit misalnya Fe
3
O
4
menunjukkan sifat serupa dengan material ferromagnetik untuk temperatur di bawah harga kritis
yang disebut dengan temperatur Curie T
c
. Pada temperatur di atas T
c
maka material ferrimagnetik berubah menjadi paramagnetik. Ciri khas material
ferrimagnetik adalah adanya momen dipol yang besarnya tidak sama dan berlawanan arah.
2.6 Sifat-sifat Magnet
Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah: a.
Induksi remanen Br Induksi remanen yang tertinggal dalam sirkuit magnetik besi lunak
setelah memindahkanmenghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka akan
terjadi orientasi pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubahmengarahkan pada kutub utara dan selatan.
b. Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai
medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk
magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar daripada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-
logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferrit relatif lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet.
Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet Am dan induksi
V.detm
2
merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang
diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –
H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi
ruang, demagnetisasi dapat diabaikan [Ginting, D., 2015]. Karakteristik material ferromagnetik dapat dilihat dari bentuk kurva
histerisis yang menggambarkan hubungan antara medan magnet luar, induksi magnet dan magnetisasi dengan persamaan:
B = H + M
2.7 Dengan:
B = Induksi Magnet tesla H = Medan magnet luar Am
= Permeabilitas ruang hampa M = Magnetisasi Am
Gambar 2.5 menunjukan bentuk kurva histerisis dari bahan feromagnetik. Dari keadaan saturasi, saat medan magnet luar H direduksi
menjadi nol, ternyata kurva tidak kembali seperti keadaan semula tetapi memiliki fluks magnet sisa . fluks magnet tersisa saat h = 0 ini disebut
sebagai remanen. Pada keadaan ini sebagian momen-momen magnet tidak kembali ke orientasi sebelum diberi medan luar H, sehingga material
termagnetisasi sebagian. Proses dilanjutkan dengan membalikkan arah medan magnet luar, dan terus ditambah sehingga dicapai nilai fluks
magnet B menjadi nol. Nilai medan arah balik H pada saat B = 0 disebut koersivitas. Pada keadaan ini, orientasi seluruh momen magnet kembali
acak. Medan arah balik kemudian direduksi menuju nol dan dicapai nilai remanen arah balik, -Br. Proses dilanjutkan dengan medan luar positif
sehingga dicapai nilai koersivitas positif Hc dan terus menuju titik
Universitas Sumatera Utara
magnetisasi saturasi. Dari bentuk kurva histerisis tersebut kita dapat membedakan antara soft magnetik dan hard magnetik.Soft magnetik
memiliki nilai koersivitas dan remanen yang kecil, sehingga bentuk kurva sangat pipih. Sedangkan hard magnetik memiliki nilai koersivitas dan
remanen yang cukup besar.
Gambar 2.5 Loop Histerisis f.
Medan Anisotropi Medan anisotropi merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari
magnet permanen karena nilai ini merupakan koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar yang diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anisotropi adalah metode menyearahkan domain dari magnet sehingga partikel-
partikel pada magnet terorientasi [Young Joon An, 2008]. Anisotropi pada magnet dapat muncul disebabkan oleh beberapa
faktor seperti: bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan sebagainya [S.Puneet, 2008].
g. Energi Produk Maksimum Bh
max
Energi Produk menyatakan jumlah energi yang tersimpan dalam magnet persatuan volume. Nilai energi produk sangat dipengaruhi oleh
remanen, koersivitas, dan bentuk kurva histerisis. Energi produk dalam hubungannya dengan kurva histerisis adalah luas pada kuadran II kurva
tersebut [Hasan,2008].
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat energi produk maksimum Bh
max
dari magnet tersebut dapat diperoleh dari nilai maksimal hasil perkalian antara B dan H
pada kuadran kedua histerisis daerah demagnetisasi. Semakin tinggi remanensi, maka gaya koersivitas dan loop histerisis semakin gemuk dan
semakin besar pula energi produk maksimalnya [Billah, 2006]. Permagraf merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari
berbagai kelompok seperti Alnico, Ferrite, atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang diukur permagraf antara lain adalah: koersifitas Hc,
nilai produk maksimum BH max dan remanensi Br. Hasil yang diperoleh dari permagraf yaitu untuk mengukur kurva histerisis, menentukan
kuantitas magnet seperti koersifitas, remanensi dan nilai produk maksimum [Hia, 2015].
2.7 Jenis-jenis Magnet